Cerita dewasa: Bibi memaksaku menikmati vaginanya

Author:

Saya terperangah dengan padangan tidak percaya. Satu tamparan telak dari Paman mengenai pipi Bibi. Saya buru-buru masuk ke kamar saya sebelum Paman dan Bibi mengetahui saya melihat mereka bertengkar pagi hari itu sewaktu saya keluar dari kamar saya hendak pergi ke kamar mandi.

Pipi Bibi pasti sakit sekali ditampar begitu keras oleh Paman, tetapi saya melihat Bibi sama sekali tidak melawan Paman. Sejak 6 bulan yang lalu saya tinggal di rumah Paman dan Bibi saya, baru pagi ini saya melihat mereka berdua bertengkar. Sadis juga Paman memukul pipi Bibi sampai begitu keras. Sungguh tidak berperi kemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia.

Di dalam kamar, hati saya sangat sedih dan gelisah. Tadi sebenarnya saya ingin menolong Bibi, tetapi Paman dalam keadaan emosi begitu, bisa-bisa saya ikut dipukul oleh Paman.

Sesaat kemudian saya mendengar suara sepeda motor Paman meninggalkan halaman rumah.

Perlahan-lahan saya beranjak dari kamar saya keluar mengintip Bibi. Bibi sedang menangis di kamarnya.

“Sudah sering Yat, Pamanmu memukul Bibi seperti tadi.” Bibi berkata pada saya dengan sedih.

“Kenapa Bibi tidak melawan Paman? Dilawan dong Bi, jangan didiemin.” kata saya emosi.

“Percuma Bibi melawan Pamanmu, Yat. Bisa-bisa ia tambah emosi.”

“Kalau Dayat boleh tau, masalah apa sih sampai Paman tega memukul Bibi begitu?”

“Jika Pamanmu nggak puas di tempat tidur dengan Bibi~~~ ya gitu, Yat.”

“Maksud Bibi~~~ masalah seks, gitu?”

“Iya, kadang-kadang Bibi bisa capek kan Yat? Bibi bisa nggak ada napsu~~~ apalagi Pamanmu habis nonton film porno, mending cukup sekali~~~ selesai main depan minta main belakang, Yat! Bibi mana tahan dibegituin sampai berkali-kali semalam?”

“Dayat ikut prihatin, Bi. Bibi sabar, ya.” kata saya duduk di samping Bibi mengusap punggungnya dengan telapak tangan.

Saya tidak pernah duduk dekat-dekat dengan Bibi seperti ini selama saya tinggal di rumahnya, baru sekarang karena saya kasihan padanya. Bibi merebahkan kepalanya di bahu saya. “Bibi mau

minum nggak, Dayat ambilkan ya?”

“Paha Bibi sakit, Yat.” jawab Bibi.

“Paha Bibi dipukul sama Paman juga?”

“Disudut dengan rokok, Yat.”

“Apa, Bi~~~??”

“Nanti agak siangan tolong Bibi pergi ke apotik beli obat ya, Yat.”

“Kalau Paman pulang nanti akan Dayat bunuh, Bi~~~!!!”

“Jangan emosi dilawan dengan emosi, Yat! Kan kamu tadi minta Bibi sabar ya, kan? Kalau kamu bunuh Paman kamu, nanti Bibi juga susah, nggak ada suami, anak-anak bagaimana, kamu masuk penjara pula~~~”

“Ya Bi, Dayat minta maaf~~~”

“Sekarang kamu tolong Bibi lihat luka di paha Bibi parah nggak ya, Yat.”

“Ya Bi~~~” jawab saya kasihan dengan Bibi.

Paman saya adalah kakak dari Ibu saya. Pekerjaan Paman dari dulu sejak ia belum menikah memang tidak ada yang benar. Sabung ayam, judi, pelihara burung dan saya pernah dengar dari Ibu bahwa Paman juga suka main perempuan. Sekarang, ia siksa bininya sendiri gara-gara napsu seksnya yang besar tidak bisa dipenuhi oleh Bibi. Padahal anaknya sudah 3, Bibi juga cantik, wajahnya mirip Ayu Azhari. Kulitnya sawo matang, hidungnya mancung, badannya juga masih sexy dan awet muda diusianya yang sudah hampir 40 tahun. Mau apa lagi Paman coba? Masa bini dipukul sampai begitu parah?

Bibi menaikkan dasternya membuat saya kaget setengah mati melihatnya dan malu. “Maaf Yat, Bibi nggak bisa pakai celana dalam. Nggak apa-apa, nggak usah malu, dilihat saja, Bibi sudah tua ini~~~” kata Bibi sadar akan kecanggungan saya, karena memeknya berada di depan mata saya.

Saya maklum karena luka bekas disudut rokok oleh Paman berada di lipatan paha Bibi. Namun setelah saya melihat lukanya, ternyata lukanya tidak parah. Kulit di lipatan pahanya hanya memerah sebesar ujung jari kelingking, dan menurut penglihatan saya lukanya itu sudah beberapa hari yang lalu kejadiannya. Mungkin~~~ ini hanya mungkin lho ya, Bibi ingin memancing birahi saya.

Memek Bibi berwarna gelap. Bibir memek Bibi sudah layu

dan keriput. Barangkali Bibi mencukur bulu kemaluannya, memek Bibi tidak ada bulunya. “jadi, Bibi pengen dibelikan obat apa? Sekarang Dayat berangkat ke apotik saja.” kata saya lebih baik cepat pergi dari kamar Bibi.

“Bibi ikut saja Yat, tapi tunggu Bibi mandi sebentar, ya?” jawab Bibi.

“Oke, Bi.” balas saya. “Dayat mau panaskan sepeda motor dulu.”

Sewaktu saya mau keluar dari kamar Bibi, Bibi memanggil saya. “Dayat~~~”

Oo~~~ astagaaaa~~~ seru saya dalam hati terbengong-bengong beberapa saat ketika saya melihat Bibi. Benar nggak apa kata saya tadi?

Saat saya masih terbengong-bengong, Bibi yang telanjang bulat itu langsung memeluk saya. “Yat, puaskan Bibi, ya?” katanya mencium pipi saya. Mmhhh… aaggg… Bibi juga melumat bibir saya dan telapak tangan saya ditelungkupkan ke gumpalan teteknya yang masih padat.

Saya jadi serba salah. Kalau saya nolak, pasti Bibi akan membuat laporan palsu pada Paman bahwa saya mau memperkosanya. Kalau saya layani, saya membayangkan Ibu yang sudah janda. Tujuan Ibu adalah supaya saya sekolah yang tinggi, ternyata saya berbuat mesum dengan istri paman saya sendiri.

Tapi merasakan gumpalan tetek Bibi yang hangat, mulus dan kenyal dengan putingnya yang besar mencuat keras itu membuat laki-laki saya berdenyut-denyut bangun. Tidak bisa saya tolak, apalagi memikirkan Ibu yang berada nun jauh di seberang samudra sana, jari tangan saya langsung memelintir puting Bibi. Napas Bibi langsung tersendat-sendat seperti disengat ribuan tawon diimbangi oleh lumatan bibir saya pada bibirnya. Tubuh kami roboh bergelimpangan di atas kasur.

Bibi melucuti pakaian saya satu persatu hingga saya telanjang bulat sama seperti dengannya. Setelah itu, ia merangkak naik ke atas tubuh saya. Memeknya ia sodorkan ke mulut saya, sedangkan kontol saya dimasukkannya ke dalam mulut. Tapi memek Bibi sangat bau, bau amis dan lendirnya banyak sampai lubang memeknya tergenang. Tetapi melihat lubang memek Bibi yang berwarna kemerah-merahan itu membuat saya lupa akan daratan dan darah muda

saya menggelegak-gelegak terbakar.

Memek Bibi pun saya telan panjang-panjang di dalam mulut saya. Saya hisap dan saya sedot apa yang ada di sana, lubangnya saya lilit-lilit dengan lidah sampai membuat Bibi menggelinjang-gelinjang hebat. “Hooaaahhh~~~ hoaahhh~~~ hoaahhh~~~~” teriak Bibi sambil mengulum batang kontol saya di dalam mulutnya yang hangat.

Saya semakin tidak tahan, demikian juga Bibi. Kami pun kawin. Kontol saya masuk ke dalam memek Bibi. Setelah itu Bibi meliuk-liukkan pinggulnya. Kontol saya rasanya sangat nikmat diremas-remas dan dipelintir-pelintir oleh memek Bibi. Akhirnya lendir kental dari kontol saya menembak kencang di dalam lubang memek Bibi.

“Ooohhhh~~~ enak sekaliiii~~~ Biii~~~ memek Bibi~~~” erang saya.

Setelah lendir kontol saya dikuras habis oleh memek Bibi, saya benar-benar lemas. “Air manimu nendang banget Yat~~~ enakkk~~~” kata Bibi. Saking lemasnya saya, saya tidak cabut kontol saya dari memek Bibi, saya biarkan kontol saya keluar sendiri dari memek Bibi yang penuh dengan air mani saya.

Bibi mengajak saya mandi dan Bibi memandikan saya. Selesai mandi, kami tidak jadi ke apotik, malah kami bersetubuh lagi. Selesai bersetubuh kami makan, lalu bersetubuh lagi. Sampai menjelang siang, saya dan Bibi sudah bersetubuh sebanyak 3 kali. Belum sore dan malam.

Saya benar-benar sudah termakan godaan Bibi. Entah sampai kapan berakhirnya sementara Paman acuh saja melihat hubungan saya dengan istrinya. Di kampus saya juga tidak pernah mencari cewek padahal di kampus saya banyak cewek yang cantik-cantik dan seksi-seksi. Tinggal dipilih, mau yang kerudungan atau yang tidak, mau yang kurus ceking atau yang bahenol, mau yang tetek montoknya atau dadanya rata.

Hati dan pikiran saya sudah terpaut pada Bibi. Saya pulang kuliah, Bibi sudah ngangkang di tempat tidur siap melayani saya.

Di umur Bibi yang ke-41, Bibi hamil. Untung Paman mau mengakui benih di dalam rahim Bibi adalah anaknya. Mungkin Paman mau saya menyelesaikan kuliah saya dan tidak mau mengecewakan adiknya, Ibu saya.

Sejak saat itu, saya bertobat, saya berhenti berhubungan intim dengan Bibi.