Cerita dewasa: Aku entot pembantuku dan istri bang Yudin sekaligus

Author:

Santi, pembantu baru kami, ditebus oleh istri saya dari sebuah yayasan penyalur pembantu. Santi berasal dari Kebumen. Usianya 19 tahun. Tubuhnya kurus kecil sekitar 160 senti meter tingginya.

Santi diambil memang bukan untuk mengerjakan pekerjaan rumah, melainkan hanya untuk menjaga anak kami yang berumur 4 tahun, karena tiba-tiba istri saya dipanggil kerja lagi oleh kantor lamanya setelah ia beristirahat hampir 5 tahun.

Pekerjaan cuci menggosok pakaian serta membersihkan rumah, diserahkan pada tetangga yang biasa mengambil pekerjaan seperti ini. Tapi pada suatu sore, Santi muntah-muntah.

Saya kelabakan, soalnya istri saya tidak ada di rumah. Ia membawa Harry membeli sepatu di mall. Muka Santi pucat dan tubuhnya lemas seperti tidak ada tulang. Ia berbaring di tempat tidur dengan pakaian basah kena muntahannya.

“Tik, ayo saya antar kamu ke dokter!” kata saya berdiri di depan pintu kamar Santi. “Tukar pakaian kamu yang kena muntah itu! Kamu bisa bangun, nggak?” tanya saya.

Santi mencoba bangun dari tempat tidur, tapi tidur lagi. “Kepala saya pusing sekali, Pak! Kalau saya bangun, pengen muntah lagi…” katanya.

Bagaimana dong, memangnya dokter bisa dipanggil ke rumah? Kalau tunggu istri saya pulang dari mall, Santi keburu pingsan!

Saat itu, karena pikiran saya kalut, saya jadi nggak kepikir sama Mpok Nanah, tukang cuci-gosok pakaian itu yang rumahnya hanya sekitar 200-an meter dari rumah saya.

“Kamu harus ke dokter, kalau nggak, nggak bisa!” kata saya. “Gini aja deh, bagaimana kalau Bapak yang tukerin pakaian kamu? Kalau kamu izinkan Bapak tukar pakaian kamu, Bapak lakukan dan Bapak antar kamu ke dokter sekarang, daripada tunggu ibu pulang! lama!” kata saya.

“Iya, Pak!” jawab Santi.

Saya bingung lagi, karena saya belum pernah tukar pakaian istri saya dan belum pernah tukar pakaian anak saya. Saya dulu terlalu dimanja oleh Mama saya.

Untung saya melihat tumpukan pakaian bersih Santi di atas meja. Saya segera mengambil satu kaos

dan satu celana pendek. Lalu saya bangunkan Santi pelan-pelan dengan menegakkan punggungnya yang terasa sekali tulang belakangnya seperti tubuh Santi tidak berdaging.

Uu… weekk… Santi kembali muntah dan muntahannya jatuh ke celana pendek yang dikenakannya. Duhh… baunya asem lagi muntahan Santi! Saya jadinya mau ikut muntah, karena geli. Kemudian saya nekat menarik lepas kaos yang dipakai Santi. Sehingga terlihatlah BH yang dipakai Santi.

Biarkan saja! Saya baringkan kembali Santi ke tempat tidur. Kini, saya tarik turun celana pendek yang kena muntahan itu dari pinggangnya. Ooo… astaga, ketika saya melihat bulu kemaluan Santi, ternyata Santi tidak memakai celana dalam!

Daripada ia mati di sini, lalu saya berurusan panjang dengan polisi, kata saya dalam hati. Biarkan saja, saya lepaskan celana pendek Santi.

“Pak, saya mau kencing!”

Astagaa… Santi, teriak saya dalam hati dan menarik napas panjang. Bukan anak sendiri yang diurus, tapi pembantu. Meskipun ia hampir telanjang begini, penis saya sama sekali tidak ereksi. Bisa jadi melihat tubuh Santi yang kurus pucat itu saya tidak tertarik, bisa jadi saya lagi panik!

Dalam kekalutan saya, tidak sengaja saya melihat Santi memandang saya. Haa.. haa.. segera saya sadar!

“Kencing di sini ya,” kata saya. “Bapak ambilkan kaleng!”

Saya buru-buru keluar dari kamar Santi. Saya bukan bawa kaleng, melainkan bawa gelas besar yang ada pegangannya. Kemudian saya membangunkan Santi dari tempat tidur.

“Ini dibuka, ya?” kata saya memegang tali mini setnya.

“Iya, Pak!” Santi menjawab saya.

Saya buka BH Santi. Teteknya memang kecil, tapi bukan bulat setengah lingkaran, melainkan melebar, sedangkan putingnya besar sebesar biji kacang tanah dan aerolanya sebesar uang koin 500 rupiah. Keduanya berwarna coklat tua.

“Pusing?” tanya saya.

“Iya, Pak!”

“Mau muntah?”

Santi menggeleng sambil menggeser pantatnya ke tepi tempat tidur. Setelah kedua kakinya menginjak lantai kamar tidur, sambil memegang lengannya saya mengambil gelas yang sudah saya siapkan.

“Bisa jongkok?” tanya saya.

Santi menurunkan tubuhnya yang kurus telanjang bugil itu berjongkok. Saya ikut berjongkok menyodorkan gelas ke selangkangannya dan saat itu mata saya bisa melihat belahan memek Santi yang terbuka lebar dengan bibir memeknya yang tebal tembem.

Shee..eerrr… cairan kencing Santi yang berwarna kuning keruh itu mengucur di dalam gelas. Selesai Santi kencing, sebelum ia bangun dari jongkoknya, saya sengaja menjulurkan jari saya menoel belahan memeknya.

“Pakk…!” serunya tersendat.

“Sudah pernah begini?” tanya saya menjepit ibu jari saya ke jari telunjuk dan jari tengah saya.

Santi menggeleng, seraya bangun dari jongkoknya.

“Kamu mau begini?” tanya saya kembali menjepit ibu jari saya ke jari telunjuk dan jari tengah saya. “Kalau mau, Bapak buka celana nih!” kata saya.

“Nanti ketahuan sama istri Bapak, saya dikeluarkan dari sini!” jawab Santi berdiri bersandar di depan tempat tidurnya.

“Dari mana taunya?” tanya saya. “Ayo baring!” suruh saya memegang lengannya.

Santi berbaring di tempat tidur dengan kedua kakinya jatuh ke pinggir tempat tidur. Saya menunduk mencium bulu jembutnya yang agak hitam lebat itu. Santi memejamkan mata.

Setelah tercium aroma memek Santi yang berbau khas itu dengan bau pesingnya, saya membuka lebar paha Santi lalu saya menjulurkan lidah saya menjilat belahan memeknya. Santi berbaring diam dan saat lidah saya menusuk-nusuk lubang memeknya yang mulai mekar minta ditusuk dengan kontol itu, Santi menggelinjang.

“Ooohh… Paakk… enakk…!” serunya tertahan.

Bagaimana saya bisa bilang Santi sakit dan muntah-muntah saat itu? Saya turunkan celana pendek dan celana dalam saya setengah paha saja. Setelah itu sambil berdiri di depan tempat tidur, saya tekan kepala penis saya ke lubang memek Santi yang terbuka lebar.

Katakanlah saya memperkosa Santi saat itu, sebab saya menekan penis saya ke lubang memek Santi dengan sekuat tenaga tanpa jedah. Sleebbb… slleebb… sleebbb… bleeesss… aaaahhh… Pakkk… teriak Santi saat penis saya yang panjang sekitar 15 senti meter

dengan diameter 3 senti itu terbenam di dalam lubang memeknya yang ketat.

Saya tidak peduli teriakan Santi. Saya menurunkan mulut saya menghisap puting teteknya. Setelah itu, saya mencium bibir Santi sembari saya tarik-tekan penis saya maju-mundur di lubang memek Santi yang ketat dan basah itu.

Santi memeluk pantat saya dengan kedua kakinya. Saya pompa keluar-masuk lubang memek Santi. Beberapa saat kemudian, air mani saya pun mau keluar.

Saya pompa semakin cepat memek Santi. “Aaahhh… aaahhh… aaahhh…” lenguh Santi.

Saya tekan dalam-dalam penis saya saat air mani saya sudah hampir memancar dari penis saya. Santi memeluk punggung saya kuat. Seketika, CRROOOTTTT…. SHEERRRRR… CRROOOOTTTT….

“Mau muntah, Pak… mau muntah, Pak…” teriak Santi.

Saya segera mencabut penis saya yang masih tegang dari lubang memek Santi. Saat itu saya bisa melihat darah bercampur air mani di batang penis saya. Saya tidak peduli lagi. Saya segera angkat punggung Santi.

Owekkk… oweekk.. oweekkk… muntahan Santi berupa cairan kuning tumpah ke lantai kamar tidur Santi. Tidak bisa ditunda lagi. Saya bersihkan mulut Santi dan saya melihat air matanya berlinang. Dan saat saya mau membersihkan selangkangannya, saya melihat seprei tempat tidur Santi telah ternoda oleh darah perawannya bercampur dengan sperma saya. Saya biarkan dulu.

Saya segera mencari celana dalam Santi. Setelah dapat, langsung saya pakaikan, supaya nanti kalau memeknya keluar darah lagi tidak kena celana pendeknya, lalu saya pakaikan celana pendeknya, baru kemudian saya pakaikan kaosnya, tanpa BH.

“Tii… Santii…!”

Wah kebetulan, Mpok Nanah datang! Saya segera berlari ke ruang tamu membuka pintu. “Oo… ada Bapak di rumah?” kata Mpok Nanah saat pintu rumah saya terbuka lebar. Kedua tangan Mpok Nanah memegang pakaian yang sudah disetrika.

Dan nyata sekali dari luar kaosnya yang ketat itu ia tidak memakai kutang. Teteknya lonjong ke bawah dan pentilnya yang besar, mencuat di atas kaosnya.

“Uuhh.. Bapak!” kata Mpok Nanah saat mata

saya menatap teteknya.

“Nggak pakai kutang, ya?”

“Sudah malam…”

“Oo… biar nanti gampang diremas sama bang Yudin?” kata saya memancing di air keruh.

“Ee… Bapak, ngomong begituan… kalau kedengaran tetangga, kan saya disangka ada apa-apa di sini…” jawab Mpok Nanah.

“Santi sakit! Santi muntah-muntah!” kata saya.

Hahh?

Mpok Nanah seperti kaget. Mpok Nanah segera meletakkan pakaian di tangannya di atas meja. Saya memeluk Mpok Nanah yang bertubuh kurus wangi parfum murahan itu dari belakang. “Uuhh.. Bapak, lepaskan!” rontanya. “Saya mau buru-buru ngeliat Santi, malah dipeluk!” ngocehnya.

Saya tidak peduli, saya menghisap lehernya dengan mulut saya dan meremas teteknya dari belakang. “Bapakk… iiihhh… iihh.. Bapakk…” geliatnya.

Tapi lehernya sudah saya buat sebuah cupang berwarna merah panjang ke bawah dan saya sangat puas telah berhasil meremas teteknya sampai penis saya membentuk tenda di celana pendek saya.

Saya melepaskan Mpok Nanah dari cengkeraman saya. Napasnya terengah-engah dan ia segera meninggalkan saya berjalan cepat-cepat ke kamar Santi.

“Pak, saya kerok Santi, ya?” teriak Mpok Nanah minta izin.

“Iya Pok, silahkan!” jawab saya.

Saya tidak melihat mereka berdua di kamar. Sekitar 20 menitan kemudian, saya sedang duduk nonton televisi, saya melihat Mpok Nanah keluar dari kamar Santi. Mpok Nanah berjalan ke kamar mandi.

Saya bangun dari duduk saya melangkah ke kamar mandi dan pintu kamar mandi tidak tertutup, sedangkan suara kencing Mpok Nanah menyembur-nyembur ke lantai kamar mandi terdengar jelas sekali oleh saya sehingga membuat penis saya berdenyut-denyut membayangkan memek Mpok Nanah.

“Uugg… Bapak, nanti saya teriak, nih!” kata Mpok Nanah mengancam saya saya berdiri di depan pintu kamar mandi melihat ia berjongkok di lantai.

Pantatnya putih mulus. “Arrgghh… Mpok teriak saja,” jawab saya.

Saya keluarkan penis saya yang tegang dari balik celana pendek saya. “Panjang banget…!” kata Mpok Nanah dengan suara yang merendah.

“Maka itu, jangan teriak-teriak dulu!” kata saya.

Saya

mendekatkan penis saya ke wajah Mpok Nanah. Sambil memegang ujung penis saya, Mpok Nanah menengadah memandang saya.

“Pengen dihisap? Silahkan!” kata saya.

Mpok Nanah yang berusia sekitar 40 tahun itu benar-benar membuka mulutnya. Kemudian penis saya dihisapnya pelan-pelan. Mulutnya sangat hangat membuat penis saya semakin tegang, lalu saya kocok-kocok penis saya di mulut Mpok Nanah sampai bibir Mpok Nanah monyong nggak karuan-karuan.

Setelah air mani saya hampir mau keluar, saya tarik penis saya keluar dari mulut Mpok Nanah, kemudian saya bangunkan Mpok Nanah dari jongkoknya. Mpok Nanah segera nungging di depan bak mandi tanpa disuruh.

Dari belakang, penis saya yang mengacung tegang itu segera menusuk lubang memeknya. “Ooo… Pak, pelan-pelan jangan kasar… kontol Bapak besar…” kata Mpok Nanah saat penis saya menghujam kuat ke lubang memeknya.

“Kenapa?” tanya saya.

“Sakit memek saya! Kan saya sudah jarang-jarang ngentot sama Bang Yudin..” katanya.

Ooo…

Saya lalu tarik-tekan penis saya maju-mundur pelan-pelan di lubang memek Mpok Nanah yang basah kuyup dan bau amis itu. Apa daya penis saya sudah masuk ke dalam. Enak pula memek Mpok Nanah, bisa empot-empot ayam!

Meskipun mengeluarkan bau yang mengusik hidung, saya tetap entot memek Mpok Nanah. Sampai beberapa saat kemudian, air mani saya pun rasanya mau keluar.

“Jangan keluarkan di dalam ya, Pak!” minta Mpok Nanah. “Saya lagi subur…” katanya.

Haa… haa.. kalau kontol sudah masuk ke dalam lubang memek. Terserah pemilik kontol, pejunya mau dikeluarkan di luar memek atau di dalam memek!

Saya pegang kuat-kuat bagian bawah perut Mpok Nanah, lalu dari belakang saya tekan kuat-kuat pula penis saya ke dalam memeknya. Setelah itu.. CRROOOTTT…. CRROOOOOTTT…. CRROOOOTTTT….

“Sialan, Bapak…!” omel Mpok Nanah. “Minta jangan buang di dalam, malah sengaja!”

“Tenang Mpok!” jawab saya dengan penis masih melekat di dalam memeknya. “Nanti saya kasih Mpok jatah! Tiga ratus cukup, kan?” kata saya.

“Ugghh… Bapak..” jawab Mpok

Nanah manja. “Napa gak digenapin saja, Pak! Tinggal 200 ratus ini, pan nanti saya kemari lagi, Bapak bisa main lagi…”

Wawww….

Sejak hari itu, saya berulang kali ngentot dengan Santi. Ia kelihatan cantik sekarang setelah saya membelikan ia pakaian bagus dan alat-alat make-up. Saya jadi jatuh cinta sama Santi.

Sementara itu Mpok Nanah bunting. Berhubung saya cekoin terus mulutnya dengan duit, maka mulut Mpok Nanah jadi bungkam dan saya pun bisa mengentotnya sampai puas saat dia lagi hamil besar begini.