– Sekitar separuh jam aku tertidur. Aku terbangun oleh suara adzan maghrib dari musholla di ujung gang. Film telah berhenti berputar, TV melulu menampakkan layar biru bertuliskan merk DVD player kepunyaan Paman Sakong. Menguap dan melemaskan badan sebentar, aku juga bangkit dan beranjak pergi ke kamar mandi untuk mencuci diri. Keluar dari kamar mandi, kulihat telah ada bakso dan martabak di meja tengah.
”Ayo makan, mumpung masih panas.” Bibi Ceme menawarkan.
Rupanya ia kembali ketika aku masih di kamar mandi. Setelah berganti pakaian, kami pun santap bersama. Sambil mengunyah, pikiranku sarat dengan rencana-rencana supaya bisa meniduri Bibi Ceme malam ini. Tapi semuanya buntu, tidak terdapat yang bagus. Hingga saat nonton TV bersama, malah Bibi Ceme yang justeru melontarkan ajakan.
”Nanti tiduran di tengah sini aja ya, temani Bibi Ceme” di dalam panas, Bibi Ceme nggak kuat.
– Pucuk dicinta, ulam juga tiba. Aku segera mengangguk sarat antusias. Kami kadang memang suka berleha-leha di depan TV, namun tidak hingga tidur laksana malam ini. Kalau Paman Sakong dan Bibi Ceme sih sudah tidak jarang tidur disitu, bahkan main juga.
Kalau aku, sekali juga tak pernah. Baru malam ini. Dan beruntungnya, bareng bidadari yang siap kunikmati tubuh indahnya. Sambil mengatur bantal dan kasur tipis, Bibi Ceme bertanya.
”Mau nonton seraya dikocokin lagi nggak?” dia menawarkan.
”Nggak usah, Bi. Aku capek.” tapi guna malam ini, darurat aku menolaknya.
– Memang, seringkali aku dua kali sehari diservis olehnya. Sore setelah kembali sekolah, dan malam sebelum tidur. Kali ini Aku mesti menghemat pejuhku guna menyetubuhinya nanti. Biar rangsangannya total dan maksimal.
”Tumben?” Bibi Ceme terlihat terkejut dengan perubahanku.
”Ehm, barangkali karena tidak sedikit kegiatan di sekolah tadi.” aku berbohong.
Saat itu, kami telah berbaring bersisian di depan TV. Bibi Ceme menyaksikan acara reality show mengenai ajang penelusuran jodoh. Aku sama sekali tidak tertarik. Mataku lebih suka memandangi paha Bibi Ceme yang putih mulus sebab kain dasternya tidak banyak tersingkap.
Atau dia sengaja menyingkapnya? Karena walau sudah terangkat hingga nyaris memperlihatkan celana dalamnya, Bibi Ceme diam saja. Tampak cuek dan tidak berjuang untuk membetulkannya, membuatku pikiranku yang telah ngeres jadi tambah kacau.
”Kamu bila tidur suka bangun nggak?” tanya Bibi Ceme.
”Nggak, Bi. Aku bila tidur kaya orang mati. Malah bila ada yang nampar, nggak kerasa.” kataku berbohong.
“Masa sih?” Bibi Ceme tersenyum gembira mengejar orang yang sejenis.
”Bibi Ceme juga. Malah bila ada yang perkosa Bibi Ceme nggak akan tahu” katanya.
– Aku mengangguk. Selanjutnya kami ngobrol biasa, mulai dari kegiatanku di sekolah sampai rencana masakan Bibi Ceme esok hari. Tak terasa masa-masa sudah mengindikasikan pukul sepuluh malam. Kulihat Bibi Ceme telah tertidur, sedangkan aku masih kerasan nonton bola liga Italy. Dia terlihat lelap dan pulas sekali. Nafasnya tertata dan pendek-pendek. Inilah saatnya aku beraksi.
Tanpa mematikan TV, kupandangi paha Bibi Ceme yang semenjak tadi telah menggodaku. Dengan melulu berbekal penerangan dari dapur, sebab lampu ruang tengah telah kumatikan, aku bergeser ke bawah, mengarah ke paha dan bokongnya. Jantungku berdetak kencang, terus deg-degan ketika melakukannya, takut bila Bibi Ceme tiba-tiba bangun dan memergokiku. Tapi teringat ucapan-ucapan Paman Sakong, aku terus memberanikan diri.
Rasa penasaran menyergapku ketika kupelototi kulit pahanya yang halus dan mulus. Ada tidak banyak bulu-bulu halus disana, pun urat nadi kehijauan yang semburat tak merata. Kulit Bibi Ceme terlihat putih sekali, begitu bersinar di lokasi yang separuh gelap itu. Aku menoleh, kulihat muka Bibi Ceme ditutupi bantal dari samping. Dia masih istirahat dengan lelapnya.
– Pelan, kusingkap dasternya kian ke atas sampai aku dapat melihat ternyata Bibi Ceme tidak mengenakan celana dalam. Benar kata Paman Sakong! Bisa kulihat bulatan bokongnya yang bulat dan sekal, pun lubang anusnya yang mungil dan menghitam. Lubang senggamanya yang nampak mengintip malu-malu dari celah selangkangannya. Rambut hitam keriting tumbuh rimbun disana.
Sungguh, jantungku berdegup paling kencang ketika itu. Bila sekitar ini aku cuma menyaksikan kelamin perempuan dari video-video bokep, kini aku menyaksikannya secara langsung. Dan bila aku beruntung, aku juga dapat merasakan alangkah nikmat benda itu. Cepat aku melepas celana. Kubebaskan kontolku yang telah menegang dahsyat untuk menggali mangsanya.
Kulihat Bibi Ceme masih tertidur pulas, mukanya masih tertutup bantal. Posisi Bibi Ceme agak menyamping, dengan badan tidak banyak melengkung. Kakinya agak ditekuk ke belakang sampai seperti menonjolkan unsur memeknya. Sesaat kuletakkan tanganku ke atas jembutnya, guna meyakinkan dia benar-benar terlelap atau tidak. Kuraba benda kasar tersebut dan kutarik-tarik sejumlah kali.
– Rasa takutku hilang sudah, berganti dengan gairah birahi yang menyala-nyala. Tanpa mempedulikan apa-apa lagi, kucoba menggali lubangnya dengan ujung telunjukku. Kutusuk-tusukkan tepat ke unsur tengah sampai aku mengejar belahannya. Kusentuh pelan sekali daging basah yang berlipat-lipat itu. Warnanya agak tidak banyak menghitam, mungkin sebab sering kegesek kontol Paman Sakong.
Tapi saat kukuak lebih lebar lagi, warna coklat tersebut berangsung pulang menjadi merah hati, kemudian merah tua, merah darah, dan akhirnya, tepat di kedalaman lubangnya, kulihat lorongnya yang menganga berwarna merah kekuningan. Terasa basah dan paling lengket ketika kutusuk dengan jariku. Juga hangat dan berkedut-kedut. Ehm, tentu bakalan nikmat sekali bila penisku yang masuk ke dalam sana.
Segera kudekatkan batang kontolku ke dalam lubang itu. Posisi Bibi Ceme yang tidak banyak melengkung dan menyamping, memudahkanku guna melakukannya. Daster Bibi Ceme yang tersingkap sampai ke pinggang, kurapikan supaya tak mengganggu gerakanku nanti. Kembali aku berjuang memasukkan ke lubang kelaminnya, namun tetap sulit.
– Saat itulah, tiba-tiba tangan Bibi Ceme bergerak. Begitu cepatnya sampai aku tidak sempat menghindar. Dengan lembut dia memegang kontolku, dan seraya melebarkan pahanya, menuntun benda tersebut untuk menginjak lubangnya.
– Aku tidak melawan, kuikuti apa yang ia lakukan. Lagi-lagi Paman Sakong tidak berbohong. Bibi Ceme, masih seraya tidur, memberiku jalan guna menyetubuhinya. Dengan bantuannya, aku dapat menemukan lubang memeknya tanpa sulit payah.
Dengan gerakan halus, aku mulai menariknya, kemudian memasukkannnya lagi. Menariknya lagi, memasukkanya lagi. Begitu terus sampai gesekan antara batang kontolku dan dinding-dinding kemaluan Bibi Ceme terasa begitu nikmat. Memek Bibi Ceme kurasakan semakin berdenyut, begitu pun dengan batang kontolku. Semakin kupercepat genjotanku, semakin terasa kencang pula kedutannya. – END,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,