Aku adalah pelacur untuk Jaka

Author:

“Ckrek ckrek…..”

“Hihihi, kayaknya seksi juga pakai baju ginian”

Berulang kali aku berganti pose dan menjepret kamera ponsel mengabadikan setiap bagian tubuh cantikku. Aku berdecak kagum melihatnya terlebih bentuk pantatku yang membulat dan tebal ditambah dengan kulit yang putih bersih tanpa cacat semakin menambah aura seksi pada diriku. Meskipun memang harus kuakui kalau paha ini sudah terlalu gemuk dan harus kurampingkan lagi hehe.

Dengan iseng kuremas pelan buah pantatku sendiri. Ugh, terasa geli hihihi. Menyadari bahwa pantatku ini adalah sebuah “senjata” untuk menggoda laki-laki mesum yang ingin sekali menggeranyang diriku. Sudah beberapa lelaki yang terjerat oleh jebakan yang telah kubuat untuk menuntaskan nafsuku sendiri. Memang aku adalah wanita yang kotor dan busuk tetapi merekalah yang membuatku jadi seperti ini.

tak ada gunanya menyesal, ini semua sudah terjadi dan jeleknya aku sangat menikmatinya.

Ugh, hampir saja nafsuku mulai naik melihat tubuhku sendiri. Aku harus tahan karena ini sudah pagi dan aku bersama Jaka akan pergi ke suatu tempat.

Oke, memasuki hari kedua. Nanti pagi Jaka akan mengajakku pergi ke obyek wisata yang letaknya tak jauh dari villa tempat kita menginap. Kata Jaka tempat tersebut sebenarnya jarang sekali dikunjungi orang-orang dan tentunya aku antusias mendengarnya. Kemudian setelah mandi aku bersiap-siap dengan menata rias wajahku secukupnya dan mengenakan pakaian yang pas. Eh tunggu dulu, tentu saja rencana untuk menggodanya akan tetap berjalan hehe. Kupersiapkan dengan memakai kaos merah muda yang ketat sehingga buah dadaku yang ukurannya pas-pasan ini tampak tercetak dan celana pendek yang juga ketat hingga pantatku juga tercetak dengan jelas. Hihi, aku yakin Jaka akan terangsang nantinya.

Dan sebenarnya juga aku sudah mempersiapkan sebuah “kejutan” baginya. Aku jadi tidak sabar nanti hehe.

Setelah semuanya siap aku keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang utama. Tampak Jaka sudah menunggu duduk sambil memakan roti dan menonton televisi. Jaka mengenakan pakaian yang sangat biasa

bahkan ia memakai celana training panjang tidak seperti diriku yang mengenakan pakaian yang mengundang.

“Pagi Jinan, sarapan udah aku siapin” salamnya yang kubalas dengan senyuman.

“Makasih Jak….”

Kusantap dengan lahap sarapan yang telah disediakan karena perutku sudah sangat lapar. Sarapan tersebut sebenarnya sederhana saja, nasi dengan telur ceplok namun rasanya gurih dan sedap. Aku yakin Jaka aslinya memang pintar memasak.

Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan sarapan ini, setelah habis kucuci piring dan sendok hingga bersih dan menaruhnya ke rak yang telah tersedia. Kemudian aku menghampiri Jaka dan duduk disampingnya.

“Kapan kita berangkat Jak?” tanyaku.

“10 menit lagi, kamu kan abis sarapan biar makanannya turun dulu” jawabnya dingin seperti biasa. Aku menggangguk.

“Yaudah deh, aku pindah channelnya ya….”

Nah, sekarang kujalankan kembali rencana ini untuk menggoda Jaka, hihi. Aku sengaja berdiri dan berjalan sedikit kearah remote TV yang terletak di depan meja. Kutundukkan punggungku untuk meraihnya, posisi ini sudah cukup mengundang nafsu karena pantatku menungging di depan Jaka dan berkat celana pendek yang ketat ini belahan pantat bulatku pasti terbentuk disana. Hihihi.

Setelah kuambil remote TV aku kembali duduk santai sambil menekan tombol untuk memindah channel. Seolah-olah tak terjadi apa-apa. Kulihat sekilas Jaka yang ternyata raut wajahnya tetap dingin seperti biasa. Ugh, entah mengapa aku menjadi sebal karenanya apakah “godaanku” tadi masih belum cukup?

“Jinan, kenapa kamu pakai pakaian gitu?” Jaka bertanya yang sedikit membuatku terkejut.

“Emmm…. kenapa emang? kamu gak suka?” jawabku sedikit menggoda.

“Kita kan mau ke hulu sungai, menurutku gak terlalu pantas pakai pakaian terbuka kayak gitu…..”

Ugh, sepertinya Jaka mulai terpancing oleh rencanaku. Dalam hati aku tertawa.

“Suka-suka aku dong Jaka, lagian aku juga gak bawa celana panjang sih hehe….” balasku dengan santai. Kulihat reaksi wajah Jaka yang sepertinya memaklumi ucapanku dan pada akhirnya menggangguk.

“Baiklah kalau begitu aku gak maksa, untungnya tempat yang kita kunjungi

nanti agak ke pelosok, aku yakin tidak ada seorangpun nanti disana…..”

Entah mengapa aku terkejut sekaligus senang. Kaget karena tempat wisata tersebut bukan tempat yang ramai dan juga senang karena tak menyangka “rencana” yang kubuat nanti akan berjalan semakin lancar.

“Wah beneran Jak? aku jadi gak sabar. Kita berangkat sekarang yuk” dengan refleks aku memegang telapak tangan Jaka dan menariknya pelan.

“Iya iya, sabar dulu kita pastikan semuanya sudah siap ya….” balas Jaka sambil melepas tanganku pelan. Aku tersenyum, tak sabar untuk pergi ke sana.

Setelah cukup lama berjalan menyusuri jalan setapak ini akhirnya kami tiba di tempat tujuan. sama persis yang dikatakan Jaka, suasana hulu sungai ini tampak indah dan sunyi, tak ada satupun manusia yang terlihat selain aku dan Jaka. Aku tersenyum sumringah melihat suasana sungai yang airnya cukup tenang ini dan secara tidak langsung suasana hatiku juga mulai terasa damai. Tidak sabar aku ingin mencicipi air sungai ini.

“Indah banget ya Jak” ucapku senang yang hanya dibalas dengan anggukan Jaka. Seperti biasa raut wajahnya dingin.

“Yap, tempat ini sebenarnya tak pernah terjamah orang-orang, Jinan. Jadi nikmatilah selagi bisa….” balasnya.

“Gila, kamu cocok dah jadi pemandu wisata Jak…..”

“Gak juga, aku ingin jadi direktur aja kok…..”

Aku tak mendengar ucapannya. Ku berjalan ke tepi sungai dan duduk di batu besar. Kuturunkan kedua kakiku dengan perlahan ke air dan terasa cukup dingin. Jaka benar, suasana sunyi ini sepertinya cocok sekali denganku. Kutepak-tepak kakiku berulang kali hingga terbentuk percikan air. Ah, sungguh ini pemandangan dan suasana yang indah sekali bahkan mungkin ini pertama kalinya aku merasakannya.

Kemudian aku melihat Jaka yang juga melakukan hal yang sama. Ia duduk dengan santainya sambil mencelupkan kedua kakinya pada air sungai. Kami saling terdiam cukup lama sambil menikmati aliran hulu sungai yang tenang, hanya terdengar suara burung dan serangga yang cukup keras namun aku

tak merasa terganggu, justru suara tersebut memberikan efek positif pada diriku.

Setelah asyik menikmati suasana alam ini, aku beranjak dari batu dan berjalan dengan hati-hati menuju tepian sungai. Kubasuh wajahku dengan air sungai yang dingin ini. Terasa sangat segar hingga aku kelepasan untuk membasuh rambut panjangku. Hmmm, sepertinya kalau aku mandi disini akan terasa lebih segar….

Hihihi, ini mungkin waktu yang tepat untuk menjalankan rencanaku.

Aku kembali berdiri dan bersiap untuk melepas kaos ketat ini. Ya, aku akan mandi disini mengingat kata Jaka hanya ada kita berdua di tempat ini jadi aku bisa bebas untuk melakukannya. Jaka yang duduk disebelahku tampak terkejut melihatku yang sedang melepaskan pakaian.

“Ehh…. kamu mau ngapain Nan…..”

“Mandi lah Jak, airnya seger banget hihi….”

SLEP

Baju yang kukenakan akhirnya terlepas dan jatuh ke bebatuan. Dan…. tampaklah bagian tubuh atasku yang tertutup bra berwarna hitam. Aku sengaja memperlihatkannya kepada Jaka yang terdiam menatap tubuh mulusku. Buah dada yang tidak terlalu besar namun bulat tersanggah oleh bra yang kukenakan sehingga tampak membusung, dan inilah “senjata” yang aku perlihatkan padanya, sesuatu yang tidak biasa dilakukan oleh wanita seumuranku.

Pusarku terpasang tindik.

Bukan tanpa alasan kenapa aku melakukan hal ini. Dimulai dari teman online yang juga menggunakan tindik yang katanya dapat menambah keseksian, aku pun akhirnya penasaran dan mencoba untuk memasangnya. Memang membutuhkan biaya yang cukup mahal dan cukup menyakitkan saat pertama kali namun temanku benar, aku merasa menjadi tambah seksi setelah tindik itu terpasang pada pusarku.

Dan juga temanku menawarkan untuk memasang tato pada perut atau dadaku namun kutolak karena menurutku aku sudah tampak seksi tanpa tato. Hehe.

Setelah memasang tindik, viewer live streaming-ku mulai meningkat. Banyak sekali yang memuji kemolekan tubuhku terutama di bagian perut, pujian bahkan rayuan mesum terus tampil di chat box streaming yang tentunya membuatku puas.

Memang aku sadar ini sudah keterlaluan namun seperti

biasa, aku menikmatinya.

Setelah bajuku terlepas tak lupa aku langsung melepaskan celana pendekku tepat di hadapan Jaka yang masih melihatku tanpa berkedip. Aku pura-pura tidak melihatnya. Nah sekarang celana pendekku telah terlepas, menampakkan celana dalam bikini yang terbuka sekali dan hanya menutupi area selangkangan.

Kugerakkan tubuhku dengan perlahan dan sedikit memutar, seolah-olah aku sedang memamerkan tubuh setengah polos ini kepada Jaka.

Hihihi, aku yakin dia benar-benar terangsang sekarang. Pikirku jahat.

“Jaka, kamu gak mau ikutan nyebur?” tanyaku kepadanya yang masih menatapku dingin.

“Nanti aja Nan, kamu duluan. Tapi hati-hati pas nyebur soalnya aku gak tahu sungai ini dalam apa tidak….”

“Oke hehe…..”

Aku berjalan menuju bibir sungai dan mulai mencelupkan kaki kananku kedalam. Sepertinya sungai ini tidak terlalu dalam dan aman untuk dibuat mandi, tanpa pikir panjang kulangkahkan kedua kakiku menuju tengah sungai, kubasuh wajahku dan tubuh atasku hingga basah, tak perlu khawatir karena aku sudah membawa pakaian ganti. Selain menyegarkan air sungai ini juga jernih sekali bahkan aku bisa melihat pantulan diriku dengan jelas. Ah, lihatlah tubuhku yang indah dan seksi ini terpampang pada pemandangan yang sungguh indah ini, seolah-olah aku sudah menyatu dengan alam.

“Ayo Jak, airnya seger loh….” ajakku kepada Jaka yang masih duduk santai.

“Iya deh….”

Kulihat Jaka melepaskan kaosnya, sebenarnya aku penasaran dengan tubuhnya dan tak sabar untuk melihatnya namun aku justru sedikit kecewa karena melihat dia tidak telanjang dada, Jaka mengenakan pakaian dalam tanpa lengan seperti bapak-bapak, meski kecewa aku tertawa melihatnya.

“Hahaha…. kayak bapak-bapak kamu Jak” tawaku riang, Jaka hanya diam saja sambil berjalan masuk ke dalam sungai. Tiba-tiba saja ia menggerakan tangannya kearah sungai menimbulkan percikan air yang mengarah kearahku.

“Ihhhh….. Jaka apaan sih” rajukku.

“Kenapa Nan? kan sekalian mandi….”

“Bukan gitu caranya ih, rasain tuh….” kubalas perbuatannya dengan memercikan air hingga pakaian dalam Jaka basah kuyup. Pada akhirnya kami asyik bermain

air, aku bisa melihat ekspresi Jaka yang meskipun masih dingin namun sepertinya dia sangat menikmati waktu bersamaku, terkadang ia tertawa dengan dingin saat dengan nakalnya ia mendorongku hingga tenggelam. Beruntung aku bisa berenang hehe.

Tak lama kemudian kami duduk bersebelahan di tepi sungai untuk mengeringkan badan. Sinar matahari sebenarnya cukup terik namun terhalang oleh dedaunan pohon yang rimbun di sekitar sungai ini. Kulihat burung-burung asyik beterbangan kesana kemari sepertinya mereka adalah pasangan, entah mengapa aku tersenyum senang melihatnya.

“Bagaimana menurutmu Jinan? asyik kan tempatnya?” tanya Jaka memulai obrolan.

“Iya Jak, gak nyangka kamu bisa menemukan tempat seindah ini….” balasku.

“Aku yakin kamu pasti suka. Sekarang gimana? apa ini sudah cukup untuk membuatmu merasa bahagia?” tanya Jaka melihatku. Aku menoleh dan kami saling kontak mata, dalam hati aku bertanya-tanya apa maksud dari omongannya.

“Maksudnya?” tanyaku memastikan.

“Jinan, kita sudah berteman sejak awal kuliah hingga sekarang. Sebenarnya aku sering memperhatikan kamu setiap hari saat kita bertemu, aku bisa ngerasain meski dari luar kamu kelihatan ceria tetapi di dalam hatimu kamu seperti….. ada sesuatu yang cukup mengganjal dirimu….”

Aku tertegun. Memang aku dan Jaka sebenarnya tidak terlalu dekat namun kami berteman dengan baik selama kuliah, dia sudah banyak membantuku dalam mengerjakan tugas maupun hanya sekedar bertanya tentang materi yang aku tidak mampu. Ya, bisa dibilang Jaka adalah satu-satunya teman cowok yang benar-benar baik tak seperti cowok-cowok yang pernah dekat denganku. Dalam hati aku berpikir selama aku menjalankan “rencana” ini entah mengapa aku malah merasa menyesal, dia memang tidak punya niat untuk bertindak mesum padaku meski sudah aku coba untuk “menggodanya” sampai saat ini.

Kepalaku tertunduk, perkataan Jaka sebenarnya cukup menusuk. Memang dalam kehidupan sehari-hari aku selalu memasang muka ceria dan suka bersosialisasi sehingga aku memiliki banyak teman. Namun aku juga memiliki masa lalu yang kelam bahkan tak bisa terhapuskan dalam diriku, aku adalah

wanita yang tidak baik bahkan sepertinya sudah keterlaluan, sisi luarku yang selalu positif menutupi sisi gelap yang aku alami dan sampai sekarang hal tersebut berjalan dengan baik. Kukelabui setiap cowok yang berusaha untuk dekat denganku, menikmati tubuhku dengan penuh nafsu hingga kutinggalkan dengan berbagai macam alasan, itu adalah usahaku untuk melampiaskan dendam masa laluku.

“Jaka…. kalau boleh tahu kenapa kamu begitu peduli padaku? kamu juga tidak mengenalku lebih dalam?” aura serius mulai terasa dalam obrolan kami.

Jaka tampaknya terdiam sejenak selama beberapa saat, lalu ia kembali menggerakan bibirnya.

“Karena kita teman Jinan, aku senang bisa kenal sama kamu dan aku juga senang hati untuk membantumu….”

Ya, jawaban yang singkat memang namun hatiku merasa sedikit lega. Entah kenapa aku seperti ingin memeluk tubuhnya namun dengan cepat aku tahan perasaan itu.

“Makasih ya Jaka, aku beruntung banget bisa berteman denganmu….” ucapku sambil tersenyum manis padanya, ia membalasnya dengan anggukan.

“Sama-sama Nan, kita masih punya waktu empat hari. Kamu bisa bebas untuk menenangkan pikiranmu….”

“Hehe begitu ya. Eh aku mau ganti baju dulu Jak….” kataku.

“Ohh oke, ganti aja di batu besar sana. Tak usah khawatir aku gak bakal ngintip kok….”

“Halah gak usah bohong, kamu pasti punya niatan untuk ngintip kan hihihi….” godaku sambil tertawa cekikian.

“Yaudah sana ganti baju, beneran kok aku gak akan ngintip” balasnya. Aku kembali tertawa melihat responnya yang berbeda dari sebelumnya. Aku yakin banget kok Jaka pasti pengen ngintip.

0000​

Singkatnya kami melanjutkan perjalanan setelah mengganti baju terutama pakaian dalamku yang basah. Kami mengunjungi sisi tebing yang pemandangannya sangat indah, saking indahnya sampai aku mengeluarkan ponsel dan beberapa kali mengambil gambar. Sebenarnya aku ingin foto bersama Jaka namun dia menolak karena dia tidak merasa pede saat foto dan aku bisa memakluminya. Setelah itu kami berjalan menyusuri jalan bebatuan menuruni perbukitan yang kami lalui tadi, dan akhirnya kami

tiba di tempat wisata yang cukup ramai berbeda dari sebelumnya, Jaka mengajakku untuk makan yang letaknya cukup dekat dari objek wisata tersebut, memang sebenarnya kami tidak berniat untuk kesana dan hanya ingin membeli makanan-makanan saja.

Kami mengobrol beberapa hal yang bisa kami bahas, terkadang aku tertawa saat Jaka mencoba untuk melontarkan leluconnya. Akupun membalasnya namun dia sama sekali tidak tertawa dan hanya menggangguk saja. Ah, aku malah merasa sebal dan penasaran gimana caranya untuk mengubah ekspresi wajahnya yang dingin itu. Namun overall, aku sangat senang dan puas dengan perjalanan ini.

Sore harinya, kami tiba di villa dengan kelelahan karena sudah berjalan cukup jauh namun aku merasa senang dan puas akan hari ini dan tak sabar untuk menunggu esok hari, pastinya Jaka akan mengajakku ke tempat yang lebih bagus dari ini. Kuhempaskan pantatku ke sofa empuk dan duduk bersantai sambil menyalakan televisi. Sedangkan Jaka berjalan menuju dapur dan mengambil sesuatu dalam kulkas.

“Wahh, sialan kok gak kasih tahu sih….” aku terkejut dengan sesuatu yang dibawa oleh Jaka. tiga botol minuman bermerek yang tentunya berharga mahal, aku baru tahu kalau Jaka punya minuman tersebut.

“Ya memang aku sengaja simpan biar kamunya gak tahu. Kamu emangnya pernah minum minuman ini?” tanyanya.

“Pernah dong”

“Yaudah tapi minumnya nanti aja dah kita makan malam dulu sama mandi….”

Singkatnya kami melakukan kesibukan masing-masing pada sore hari ini.

0000​

“Satu botol dulu Nan, pelan-pelan aja…..”

“Iya, buruan tuangin ke gelas”

Dengan tidak sabar aku menggenggam gelas sloki menunggu Jaka yang sedang membukakan botol minuman bermerek itu. Ya, bisa dibilang itu adalah minuman kesukaanku meski memang kadar alkoholnya cukup tinggi, di saat aku galau atau sedang mood jelek minuman tersebut dapat menenangkan diriku. Yaa…. meskipun terkadang aku bisa kelepasan saat menikmatinya atau kata singkatnya, mabuk.

Jaka berhasil melepaskan tutup botol minuman itu lalu menuangkannya ke gelas sloki yang

kubawa dan langsung meneguknya. Rasa aneh mulai terasa dalam kerongkonganku beberapa saat namun di saat bersamaan kepalaku terasa ringan dan nyaman. Jaka sendiri juga sedang menuangkan minuman itu ke gelas dalam jumlah sangat sedikit lalu meminumnya dengan santai.

“Dih, kok sedikit sih Jak? jangan-jangan kamu baru pertama kali minum ya?” tanyaku meledek.

“Enggak. Aku pernah minum kok bareng temen-temen tapi ya…. aku batasi biar gak mabuk….”

“Halah gak usah sok alim Jak, tapi makasih ya hihihi…..”

Malam hari ini kami duduk santai di ruang tamu sambil menonton film. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan sudah setengah botol kami nikmati. Kepalaku mulai terasa pening dan ringan namun aku masih dalam keadaan sadar. Kulirik mataku melihat Jaka yang sepertinya serius menonton film yang entah apa judulnya. Efek alkohol yang tercipta dalam minuman itu mulai memberikan efek negatif dalam diriku, sisi jahatku mulai muncul, dan berniat untuk kembali “menggoda” Jaka.

“Ughhh…. Jak, tuangin botolnya lagi dong….” rengekku manja padanya.

“Loh, kamu masih mau minum lagi? Jinan ini kuat banget minumannya sebaiknya kamu jangan minum lagi….”

“Alahhh….. tuangin ah Jak, dasar cowok kok gak mau nurut….” rengekku lagi dan semakin manja sampai aku menyenggol-nyenggol bahunya.

“Iya deh iya, tapi ini yang terakhir ya…. aku gak mau kamu sampai mabuk nanti bakal repot….”

“Bacot Jak…..”

Ia menuangkan minuman tersebut ke gelas sloki yang langsung aku teguk dengan lahap. Kembali tubuhku terasa sangat nyaman akibat tabokan alkohol yang semakin kuat. kerja otakku mulai kacau, aku mulai mengucapkan kata-kata kotor yang tak pantas diucapkan oleh seorang wanita padanya namun aku tak peduli.

Kemudian aku mulai intens menggoda-goda Jaka mulai dengan mendekatkan tubuhku kearahnya, membisikkan kata-kata yang bisa membuatnya terangsang bahkan aku sengaja memeluk tubuhnya dengan erat hingga buah dadaku menempel pada tubuhnya. Namun semuanya sia-sia, Jaka tetap dingin. Ia hanya menuruti kemauanku dalam menuangkan minuman ke

gelas, itu saja.

“Hhhhh Jaka…… masak kamu gak mau sama aku…. aku kesepian Jakk…..” ucapanku mulai ngelantur seiring dengan kacaunya kerja otakku akibat tabokan alkohol.

“Jinan…. aku disini, kamu udah kebanyakan minum…..”

“Bacot Jak…. aku ini cewek nakal….. kenapa sih kamu gak mau sama aku….. lihat ini tubuhku sudah kotor gara-gara cowok brengsek….. aku benci banget sama cowok Jakkk……” aku terus memeluk tubuh Jaka dengan erat sambil terus melantur. Ya, aku sudah tipsy sekarang.

“Kenapa kamu benci Nan? apa yang sebenarnya terjadi?”

“Ihhh Jakaaa….. kenapa kamu gak sadar sih…. selama ini aku selalu menggodain kamu…. biar kamuu….. ngelakuin hal mesum padaku…..”

“Kamu culun Jak…. culun….. masak kamu gak ngaceng lihat bodiku ihhhh……”

Entah sudah berapa lama aku menggoda-goda Jaka hingga tak sadar aku sudah terlalu banyak minum. Kepalaku terasa pusing sekali sampai pandanganku mulai mengabur dan berputar-putar. Jaka menuntunku masuk ke kamar mandi dan seketika juga isi perutku keluar cukup banyak masuk ke dalam kloset. Aku berkali-kali muntah, kerongkonganku terasa panas sekali bahkan saking kuatnya muntah itu juga keluar dari hidungku, dan pada akhirnya tubuhku terasa lemas sekali bahkan mengangkat kepala saja sudah tidak mampu. Dengan pandangan yang buram aku merasakan tubuhku diangkat oleh Jaka. Pandanganku yang sebelumnya buram mulai terlihat gelap dan…. aku tak ingat apa-apa lagi…..

“Ughhh….. kepalaku…..”

Aku tersadar setelah tertidur dalam waktu yang cukup lama, pandanganku masih terlihat buram dan kepalaku terasa pening. Kubiarkan beberapa saat hingga kondisi tubuhku mulai pulih, ini kamar yang aku tempati sepertinya dilihat dari langit-langit kamar yang aku kenal.

Tapi….. ugh, kenapa kedua tanganku tak bisa digerakkan?

“Kamu udah bangun Jinan…..”

Terdengar suara yang sangat aku kenal dari samping, itu adalah suara Jaka.

“Ja… ka…..” ucapku lirih.

“Tadi malem kamu muntah-muntah sampai lemes Nan, makanya aku bawa ke kamar ini. Salah sendiri kebanyakan minum kan…..” ucapnya dengan dingin.

“Jaka…. kenapa…. kenapa

kedua tanganku tak bisa digerakkin…..” tanyaku. Kulihat Jaka berjalan ke depan ranjang meski pandanganku masih belum sepenuhnya pulih. Dia hanya berdiri tepat didepanku dan tak menjawab pertanyaanku.

“Jinan, aku kecewa sama kamu…..”

“Kecewa? apa maksudnya?” tanyaku heran. Tak lama kemudian aku mulai sepenuhnya sadar dan aku terkejut setelah menyadari kalau kedua tanganku diikat dengan erat begitu juga kedua kakiku, aku benar-benar tak bisa bergerak! Dan juga aku baru sadar kalau aku dalam posisi telanjang!

“Jaka…. apa maksudnya ini?? kenapa kamu mengikatku seperti ini…..” aku mulai emosi sekaligus bingung. Jaka hanya tetap berdiri di depan ranjang dengan kedua tangannya yang terlipat di dada, pandangan matanya dingin menatapku.

“Lepaskan aku Jak…. sumpah ini gak lucu! lepasin aku….” ucapku mulai meronta-ronta dan berusaha untuk melepaskan ikatan ini namun sia-sia saja.

“Aku sudah tahu semuanya Jinan. Sifat kamu sebenarnya dan juga kebusukanmu. Aku sudah melihat-lihat seluruh isi ponselmu, aku benar-benar tak menyangka Jinan yang kukenal selama ini adalah wanita yang begitu murahan….” ucapan Jaka kembali mengejutkanku, jantungku berdegup kencang sekali dan keringat mulai bercucuran, salah satu rahasia yang selalu kusimpan dengan rapat akhirnya ketahuan.

“Lepaskan aku Jaka…… aku mohon hiks… hiks….” aku mulai terisak menangis sembari terus berusaha memohonnya.

“Oh iya aku juga mau kasih tahu, kamar yang kamu tempati ini sudah aku pasang kamera pengintai untuk mengawasimu. Ada tiga kamera sebenarnya dan aku sudah tahu juga kegiatan yang kamu lakukan pada malam sebelumnya….” ucapnya dingin.

“Jinan….. kenapa kamu melakukan ini semua? memang sebegitu murahan kah kamu di depan mata laki-laki…..” tanyanya sambil berjalan naik ke ranjang. Daguku dipegang olehnya dan memberikanku tatapan yang sangat berbeda dari biasanya, tatapan matanya sungguh mengerikan..

“Jaka…. please jangan bocorkan hal ini pada siapapun…. hiks…. hiks…. hidupku akan hancur kalau sampai mereka semua tahu…..” aku memohon dengan berlinangan air mata. Suasana hening menyelimuti isi kamar ini, kedua mataku

melotot menatap mata Jaka.

“Cih, kamu pikir dengan meminta maaf padaku semuanya akan selesai Jinan? kamu salah, kamu pasti akan melakukannya lagi. Aku akan pegang semua isi data ponselmu sebagai jaminan…..”

“Jaka….. aku mohon hiks…. hiks…..”

Otakku terasa kacau mengolah berbagai alasan yang aku ucapkan kepada Jaka, sepertinya dia memang sangat serius akan hal ini. Hatiku terasa lesu dan bingung, bagaimana caranya aku bisa lepas dari ini? Seiring dengan kacaunya pikiranku terbit sebuah alasan yang mungkin akan membuatnya berpikir dua kali.

“Hiks…. hiks…. kamu…. kamu boleh lakukan apapun padaku asal video dan fotoku jangan kamu sebar….” kataku dengan lantang dan tanpa berpikir panjang. Ya, aku tak punya pilihan lagi.

Aku melihat Jaka sedikit tersenyum, apakah permohonan ini ia terima?

“Aku sudah menduga kamu bakal ngomong kayak gitu Jinan, tipikal wanita murahan emang” kata Jaka, ucapan “wanita murahan” cukup menusuk hatiku dalam namun ironisnya, dia benar.

“Apa ucapanmu bisa dipegang Jinan? aku sangat benci sama orang yang gak bisa megang janjinya” ia menatapku dalam, dengan kedua mata dinginnya yang semakin menakutkan. Aku mulai gemetaran ketakutan, apa aku harus menuruti perintahnya meski aku tahu akan apa yang terjadi nanti.

“I…. iya Jaka…. aku janji…..” ucapku lirih.

Ia tersenyum lalu membelai lembut pipiku dan mengusap jalur air mata disitu.

“Baiklah kalau begitu, liburan kita tinggal tiga hari dan kita akan tetap disini dan turuti semua perintahku. Jangan khawatir aku tak akan menyakitimu Jinan, kamu terlalu cantik untuk disakiti, aku hanya akan memberikanmu sedikit pelajaran……”

Pelajaran? apa maksudnya?

“Kita mulai dari sekarang ya. Biasanya kamu suka mengejekku dengan sebutan culun kan? aku tidak marah kamu bilang begitu Jinan. Tapi, apa kamu yakin kalau aku benar-benar cowok yang culun?” Jaka bertanya dengan nada datar sambil terus menatapku.

Kulihat Jaka mulai melepaskan kaos oblongnya dan betapa terkejutnya aku melihat tubuh setengah telanjang Jaka. Ugh, tubuhnya kekar

sekali. Dadanya terbentuk bidang dan indah ditambah dengan otot perutnya yang kekar six pack, jadi Jaka menyembunyikan tubuhnya dengan pakaian-pakaian yang sangat biasa dan itu adalah alasan kenapa aku menyebutnya “culun”.

“Lihat tubuhku Jinan, apa kamu masih aku anggap culun di matamu? inikah yang kamu inginkan dari fantasi-fantasi nakalmu itu kan?”

“I…. iya…..” ucapku gemetaran sekaligus kagum dengan keindahan tubuh Jaka, tanpa sadar naluri kewanitaan mulai naik sekaligus nafsu birahiku.

“Hmmm, lagi-lagi tipikal jawaban dari cewek murahan. Kamu pastinya nafsu kan lihat tubuh cowok yang telanjang apalagi yang kekar sepertiku? Ya ampun Jinan, aku gak nyangka kamu memang sudah separah ini…..” ya, lagi-lagi ucapan yang kembali menusukku lebih dalam.

Kemudian aku melihat Jaka membetulkan posisi duduknya dan mulai melepaskan celana boxernya. Ya, aku kembali dikejutkan dengan salah satu bagian tubuhnya, terpampang batang kontolnya yang…. ya ampun… ini besar sekali dan panjang, tak kalah kekarnya. Kedua mataku refleks terpincing melihat urat-urat dari kulit kontolnya yang tercetak jelas. Aku berkali-kali menelan ludah melihat pemandangan yang jujur sangat mengundang birahi apalagi aku memang cepat naik saat melihat batang kontol laki-laki apapun bentuknya.

“Ini yang kamu mau kan?” ucapnya sambil menggenggam batang kontolnya sendiri tepat di depan wajahku. Mengingat aku sudah janji dengan dirinya untuk tetap patuh aku langsung menggangguk seolah-olah itu adalah benda favoritku.

Tiba-tiba aku terkejut saat ia menamparkan batang kontolnya dengan keras kearah pipiku. Karena sudah keras tamparan itu terasa sakit.

PLAK PLAK

“Aduhhhh….. Ughhh…..”

“Dasar murahan kamu Nan, namamu padahal bagus tapi orangnya seperti ini. Aku gak habis pikir…..”

PLAK

“Jakaaa….. hiks… hiks…..”

Ia menghentikan aksinya dan membelai pipiku kembali menyeka air mataku. Tiba-tiba ia menyerang telinga belakangku dengan lidahnya, rasanya geli sekali hingga tubuhku menggelinjang. Kurasakan lidahnya menjilat-jilat bagian telingaku dengan lembut dan saking gelinya aku kelepasan mendesah.

“Ahhhhh…….”

Sesaat kemudian dia menghentikan aksinya dan kembali menatapku dalam. Aku

kembali merasa ketakutan.

“Kenapa Jinan? kamu sepertinya takut denganku? padahal aku tidak seram orangnya” sialan, pada saat kondisi seperti ini dia bisa aja bercanda.

“Saat melihat-lihat isi ponselmu, aku menemukan beberapa video porno kesukaanmu dan temanya tentang ikat mengikat, apa sebelumnya kamu ngelakuin sama cowok-cowok yang kamu dekati, hah?” tanya Jaka dengan tangannya yang memegang daguku seperti kepalaku dipaksa diangkat.

“Enggak…. aku tak pernah melakukannya Jaka… aku…. aku nonton video itu cuma buat perangsang aja saat….. emmm…. aku masturbasi……” ucapku gemetaran.

“Kamu tidak bohong kan?” ucapnya memastikan. Kedua matanya tampak membesar seakan-akan berusaha untuk mencari kebenaran di dalam diriku.

“Sumpah…. aku gak pernah sampai begitu……” jawabku dengan bibir gemetar. Meski aku bohong pun percuma jadi aku katakan semuanya yang sebenarnya.

“Kalau begitu, aku bisa mewujudkan semua fantasi busukmu itu Jinan. Itu alasan kenapa aku sengaja mengikatmu di ranjang ini…..”

“Jaka…. tolong aku…. aku gak mau kayak gini….”

Ia memegang pipiku dengan kuat, apa aku mengatakan hal yang membuatnya marah? Jujur, aku tak menyangka Jaka benar-benar berubah. Yang kulihat sekarang bukan Jaka yang biasa aku kenal, dia berubah drastis dari yang asalnya dingin menjadi bengis di mataku, namun aku masih merasa yakin dia tak akan menyakitiku.

“Sssttt…. kamu tak perlu minta tolong ya Jinan. Aku yakin dalam hatimu kamu pasti pengen mempraktekkan yang ada di video itu kan? jujur aja….” ia meletakkan jari telunjuknya ke bibirku.

“Dan ini juga masuk dalam kesepakatan kita tadi…. kamu nikmatin aja ya “pelajaran” ini”

Kemudian Jaka membetulkan posisi duduknya yang sekarang berada di atas perutku. Ia merendahkan kepalanya menuju buah dadaku yang bulat dan ranum. Ughhh…. Sshhhh….. dia mulai mencium-cium area sekitar buah dadaku dan menjilatnya dengan pelan. Sensasi geli dan nikmat langsung terasa di sekujur tubuhku. Jilatan yang dilancarkan oleh Jaka semakin intens hingga leher dan kepalaku terdongak keatas dan mulutku mengeluarkan suara desahan.

“Aahhhhh…. Sshhhhh……” begitulah suara yang kukeluarkan.

Kurasakan lidahnya yang telah basah itu berjalan-jalan hingga tiba di bagian puting susu yang sudah menegang hebat. Tanpa pikir panjang Jaka mencaplok bibirnya kearah putingku dan mengisapnya dengan kuat sekali. Aku kembali mendesah-desah merasakan geli yang teramat hebat, terkadang ia sengaja meletakkan giginya di bagian puting bersamaan dengan gerakan menyedot sehingga timbul rasa nyeri.

“Aahhhh…. ngiluuu Jakaaa…. Ahhhhh…..”

“Tubuhmu indah Jinan, saking indahnya sampai kamu manfaatin buat cowok-cowok mesum. Ah, aku jadi sebal melihat isi ponselmu Nan, banyak banget foto-foto telanjang disana, pasti foto itu buat dijual ya??”

“Ssshhh…. Ahhh….. iyaaa…. iya Jaka….. Shhhhhh….. itu sumber penghasilanku disana… Aghhh ngiluuu ughhhh….. aku bisa dapat uang banyak jugaaa……” ucapku merintih-rintih. Otakku sudah mulai kacau diserang oleh ombak birahi bahkan tanpa sadar juga memekku mulai berkontraksi mengeluarkan banyak cairan disana.

“Wanita murahan emang, atau…. aku boleh kamu sebut…. pelacur….”

Ya, pelacur. Aku memang pantas dipanggil seperti itu. Selama ini aku memang menyadari kalau semua kegiatan yang kulakukan selama ini tak ada bedanya dengan pelacur. Namun aku tenggelam, hanyut dalam kegelapan yang ironisnya aku buat sendiri.

“Sshhhhh aahhhhh…..”

Kemudian setelah puas mengisap buah dadaku, kepalanya bergerak ke bawah menjilati seluruh area dada bawahku hingga tiba di perut. Ia mengangkat kepalanya dan tangannya memijat-mijat perutku.

“Hmmmm…. sampai pusarmu ditindik Jinan, pastinya cowok-cowok yang kamu layani semakin terbakar birahinya” ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Yang kamu lakukan di sungai kemarin juga gak ada bedanya sama pelacur Nan. Berani juga kamu setengah telanjang di hadapan cowok, memamerkan tubuh kotormu itu, kamu memang pelacur, Jinan” tambahnya. Aku hanya terdiam dengan tubuh menggelinjang menahan amukan birahi yang terus menyerang.

Jaka kembali menurunkan kepalanya dan menjilat-jilat area pusarku. Rasa geli yang teramat hebat kembali menyerang seluruh tubuhku yang semakin menggelinjang. Kurasakan lidahnya dengan lihai membasahi kulit pusarku yang terpasang tindik. Tiba-tiba aku mengaduh saat

ia dengan sengaja mencaplok tindik itu dan mengisapnya sehingga kulit pusarku seperti terasa ditarik. Rasa sakit bercampur nikmat kembali terasa sekali dan entah mengapa aku justru menikmatinya.

“Aaahhhhh sssakitt….. ughhhhh ssshhhhh…..”

“Kulit perutmu begitu halus Nan seperti sutera, konturnya juga terbentuk indah. Kelihatan kamu sering olahraga dan menjaga pola makan biar tubuhmu terbentuk seperti ini, jujur aku kagum padamu Jinan…..” entah mengapa di dalam hati aku merasa bangga Jaka memuji kemolekan tubuhku, memang sebelumnya aku sering dipuji oleh laki-laki yang menggunakan tubuhku sebagai sarana pemuas nafsu dan aku tak pernah menikmatinya. Namun ini lain, rasanya aku malah merasa bangga.

“Tapi sayang ya, lekuk tubuh yang indah ini malah digunakan untuk pemuas dahaga lelaki, sudah berapa banyak laki-laki yang telah menikmati tubuh ini Jinan?” tanyanya kembali yang membuatku kembali ketakutan

“Nghhhh….. aku…. aku tak tahu…..” jawabku sembarangan, respon Jaka tiba-tiba berubah. Ia melepaskan bibirnya dari pusarku dan menatapku dengan tatapan yang menakutkan.

“Kamu sampai tidak tahu berapa banyak laki-laki yang menggunakan tubuhmu? benar-benar seperti pelacur ya kamu….”

“Hen… hentikan…. jangan sebut kata-kata itu….” ucapku mulai meronta-ronta. Jaka langsung memegang daguku kembali, ia sepertinya marah denganku.

“Wanita kotor kayak kamu memang harus dikasih pelajaran. Aku sudah mengagumimu dari awal kuliah sampai sekarang dan ternyata Jinan yang kukenal sekarang bukan wanita yang baik…. Huh, aku semakin muak jadinya…..”

Kedua mataku terbelalak melihat kontol Jaka mulai mendekati mulutku, awalnya aku meronta-ronta dan berusaha untuk menutupi mulutku namun Jaka memaksaku untuk membuka mulutnya hingga akhirnya aku mengalah. Jaka mulai melesakkan kontol besarnya masuk kedalam mulutku.

“Oghhhhhhh ggggggghhhhh……” terdengar suara napasku yang tertabrak oleh benda tumpul itu karena saking tebalnya. Kedua mataku yang awalnya terpejam menjadi melotot dan mulai mengeluarkan air mata. Aku tak menyangka Jaka langsung mendorong kontolnya dalam hingga hampir menabrak anak tekak ku.

“Mmmmm….. mulutmu lumayan enak Jinan, kamu suka kan?” tanyanya dengan

dingin. Aku hanya menggangguk lemah. Setelah cukup lama mendiamkan kontolnya di dalam mulut Jaka mulai menggerakannya keluar masuk dengan perlahan. Suara napasku semakin terdengar berbarengan dengan suara becek air liur yang keluar cukup banyak. Jaka melakukannya selama beberapa saat hingga aku kembali meronta-ronta karena kehabisan napas.

“Mmmmm….. Ngghhhhh…..” kepalaku menggeleng-geleng tak kuasa merasakan penyiksaan ini. Memang sebelumnya mulutku juga sering dimasuki kontol laki-laki namun aku tak menyangka bakal separah ini.

“Kenapa Jinan, kamu tersiksa? bukannya kamu suka diginiin?”

“GLLLOOGHHHHHH…….”

Tiba-tiba Jaka mendorong pinggulnya dengan mendadak. Kontolnya langsung bergerak maju menabrak anak tekak-ku bahkan rasanya kontol Jaka sudah masuk ke dalam kerongkonganku! Rasa mual mulai terasa dan semakin terasa, aku berusaha untuk kembali meronta namun tangan Jaka dengan kuat menjambak rambutku dan memegangnya sehingga kepalaku benar-benar tak bisa bergerak!

“Kamu suka kan, pelacur? hah??” nada ucap Jaka mulai meninggi sembari terus memegang kepalaku. Air mataku terus mengalir dengan kedua mata yang melotot seakan-akan mau lepas. Aku…. aku memang merasakan kenikmatan yang sudah lama aku alami namun rasa mual juga terasa sekali.

Ia mulai menggerak-gerakan lagi kontolnya dengan perlahan dan hati-hati. Namun gerakan tersebut justru membuatku semakin mual, dan pada detik berikutnya isi perutku mulai bergemuruh, pertanda aku akan muntah sebentar lagi. Aku berusaha setengah mati untuk menahan sensasi ini namun aku tak kuasa.

“HOOGHHHHHH HHHHHHH…….”

Sepertinya Jaka tahu aku akan muntah, lalu ia mencabut kontolnya dengan cepat hingga gigiku terasa menggesek kulit kontolnya. Aku terbatuk-batuk dengan hebat hingga memuntahkan banyak air liur membasahi tubuhku sendiri, hampir saja. Kalau dia telat satu detik saja isi perutku akan keluar dan pastinya situasinya akan semakin parah.

“Uhukkk uhukkk hoeekkkhhhh…..” sensasi yang belum pernah aku alami selama hidup. Aku masih batuk-batuk hingga tenggorokanku terasa sakit. Jaka menatapku dengan dingin dan menyeka sisa-sisa air liur yang membasahi daguku.

“Hampir aja ya Jinan…. kamu suka kan digituin?”

tanyanya dengan lembut.

“Uhukkk…. Uhukkk… iya… aku…. aku suka…..” jawabku lemah. Kemudian Jaka mengambil botol air elektrolit yang terletak di meja kamar lalu membantuku untuk meminumnya. Rasanya segar sekali.

“Oke sekarang langsung aja ya untuk pelajaran kedua. Kamu siap-siap aja…..” kata Jaka sambil membetulkan kembali posisi duduknya. Kuangkat sedikit kepalaku dan melihat Jaka sedang mengocok-ngocok kontolnya sendiri, sepertinya ia akan melesakkan kontolnya ke dalam memekku.

“Jaka……”

“Yak, kita mulai…..”

“AAAAAGGHHHHHHH…….”

Kepalaku langsung terdongak keatas saat Jaka mulai melesakkan kontolnya. Rasanya aneh, nyeri bercampur geli. Ini…. ini sungguh besar dan tebal…. sampai memekku terasa nyeri sekali, ia terus mendorong pinggulnya hingga terasa kepala kontolnya menyundul mulut rahimku di dalam. Tubuhku bereaksi dan seketika juga nafsu birahiku meledak.

“Hmmmm….. sempit sekali memekmu Jinan, padahal sudah pasti udah banyak kontol-kontol yang mampir di dalam sini tapi masih sempit juga…..” katanya dengan napas dalam. Aku tak menggubrisnya karena otakku sudah dikuasai oleh birahi. Kemudian setelah diam beberapa saat Jaka mulai menggerakan pinggulnya maju-mundur. Awalnya dengan tempo yang pelan sekali sampai relung memekku terasa geli sekali, kemudian selang beberapa menit ia mulai menaikkan temponya. Aku mendesah-desah dengan riuh mengekspresikan kenikmatan yang sungguh luar biasa ini, terlebih mungkin bentuk kontolnya yang besar sampai klitorisku tergesek-gesek, semakin memperparah nafsu birahiku.

PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK

“Aaghhhhhh sshhhhhh….. enak banget Jakaaa….. Aghhhh terus genjot memekku……” ucapku berbarengan dengan lenguhan nakalku.

“Dasar pelacur, kayak gitu kan kamu melayani cowok-cowok yang kamu manfaatin. Jawab Nan!!!” ucapnya dengan nada marah.

“Iyaaahhh…. iyaahhhh Jaka…. aku memang pelacurr….. aku suka godain cowok biar bisa dientot…. AHHHHHHH AHHHHH……”

“HHGGHHHH TERIMA INI!!!”

Ia mengangkat sedikit pinggulku dan memegang pantatku dengan kasar. Ia terus menggenjot memekku dengan tempo yang sangat cepat dan brutal. Aku berteriak dan mendesah seperti orang ectasy, tak peduli nanti teriakanku didengar orang luar, rasanya…. ini rasanya sungguh memabukkan….

“DASAR MURAHAN, PELACUR….

KAMU BENAR-BENAR SANGAT HINA JINANN!!! AGHHHH SSSHHHH……”

“MMMHHHH AAAHHHH… IYAAAHH JAKAAA AKU PELACUR…… CEWEK BISPAKK….. AAAHHHH AKU MAU PIPISSSS… SSSHHHH AAHHH KYAAAAHHHHH……”

Tubuhku tersentak-sentak dengan hebat, relung memekku berkedut-kedut kencang meremas kontol Jaka di dalam. Ia sepertinya sadar akan hal itu dan mencabut kontolnya keluar, seketika aku melenguh kencang. Semburan pipis enak keluar dengan derasnya yang aku yakin pipis itu membasahi tubuh Jaka. Orgasme tersebut berlangsung selama beberapa saat hingga akhirnya berhenti sendiri. Kepalaku terjatuh kembali di kasur dengan mata melotot, keringatku bercucuran membasahi tubuhku sendiri. Meski terasa ngilu jujur saja, ini rasanya nikmat sekali.

Jaka membiarkanku istirahat selama beberapa menit dan sama seperti sebelumnya, ia membantuku meminum air hingga habis, orgasme hebat yang kualami membuatku kelelahan dan kehausan. Kemudian dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat kuat, Jaka duduk disamping kepalaku dan mengelus-elus rambutku dengan lembut, sifatnya mulai kembali berubah seperti semula tak seperti sebelumnya yang begitu menakutkan.

“Udah enakan?” tanyanya. Aku menoleh kearahnya sedikit.

“I…. iyaa…..” jawabku lemah. Jaka tersenyum kecil mendengarnya dan aku tak pernah menyangka dari wajah dinginnya ia bisa menunjukkan ekspresi seperti manusia biasa pada umumnya.

“Tadi aku sempat kaget kamu klimaks sampai muncrat-muncrat, lihat badanku jadi basah sekarang…..” kata Jaka, aku memicingkan kedua mataku melihat tubuh Jaka yang basah karena pipis enakku dengan kontol yang masih tegang sekali.

“Ma… maafkan aku…. aku memang gitu kalau orgasme Jak….” balasku dengan nada yang lemah.

“Tidak apa, aku malah cukup senang kamu bisa menikmati…..” ucapnya lagi, dalam hati aku malah merasa senang Jaka tidak memarahiku seperti tadi. Kami saling terdiam selama beberapa menit untuk mengumpulkan tenaga yang telah terkuras terlebih diriku yang masih terengah-engah.

“Kamu udah janji kan, kamu harus menuruti semua perintahku selama tiga hari ini?” ia kembali menanyakan hal itu padaku untuk memastikan saja. Tanpa pikir panjang kuanggukan kepalaku tanda iya, Jaka kembali tersenyum

kecil.

“Sekarang aku mau kamu masturbasi pakai dildo mu itu tepat dihadapanku, oh iya aku akan lepaskan ikatan pada tangan kananmu….” ucapnya, kemudian Jaka mengambil dildo besar milikku yang tersimpan dalam tas, lalu ia melepaskan salah satu ikatan pada tangan kananku. Ah, akhirnya aku bisa kembali menggerakan tanganku dengan bebas. Kemudian ia membetulkan posisi tidurku dengan menyelipkan dua bantal ke belakang punggungku sehingga sekarang aku berada dalam posisi setengah duduk bersenderan dengan bantal.

“Sudah nyaman kan posisinya? sekarang pegang dildo itu dan masukkin ke memekmu. Aku mau lihat gimana kamu masturbasi….”

Aku menggangguk dengan patuh, kuambil dildo dari tangan Jaka dan kemudian mulai mengarahkan ke selangkanganku, karena posisi tubuhku yang terbatas aku sedikit kesulitan untuk memasukkannya. Tampaknya Jaka tahu akan hal itu dan membantuku memasukkan dildo besar itu.

“Sudah pas kan? Sekarang dorong dildonya……”

“Aaaghhhhhh……”

Aku melenguh panjang saat dildo milikku itu sukses melesak ke dalam memek. Sebenarnya dildo itu tidak cukup besar dibandingkan dengan kontol Jaka namun rasanya tetap enak. Tubuhku kembali bergetar-getar merasakan kenikmatan yang mulai naik, tanganku terus bergerak-gerak menusuk liang memekku dengan dildo, kurasakan juga lendir memekku mulai terproduksi kembali hingga terasa licin disana.

“Aahhhh ahhhhhh….. Sshhhhh……” desahku nakal dan penuh nafsu.

“Hmmm begitu ya, coba kamu bayangin kalau dildo itu adalah kontol cowok-cowok yang kamu manfaatin Jinan…..”

Seakan-akan seperti trigger, aku langsung terpengaruh dengan ucapan Jaka. Kunaikkan tempo kocokan dildo ini semakin cepat dan semakin cepat, sesekali aku melakukan gerakan menghujam dalam hingga dildoku menyenggol mulut rahim di sana. Tubuhku semakin bergetar hebat dan mulutku terus mendesah, bahkan tanpa sadar aku mulai berkata-kata kotor dan merendahkan martabat lelaki tapi aku tak peduli, aku menikmati semua ini.

“Aaghhhh ssshhhhhh….. bangsat…. bangsat…. Ughhhhh….. iya ini enak sayang…. Sshhhhhh…. Dasar kalian cowok maunya memek doang…. Aaghhhhh…..”

“Gila kamu Jinan, bisa-bisanya kamu ngomong gitu dihadapan laki-laki. Memang kamu sudah

parah banget ya…..” ucapnya yang tidak aku gubris. Kulihat Jaka bergerak kedepan kepalaku dengan posisi berdiri lalu ia memegang rambutku dan mengarahkan kontol besarnya ke mulutku yang terbuka. Aku awalnya kaget namun dengan cepat aku dapat beradaptasi.

“Emmmm… Gglllpppppp….” kembali aku merasa gelagapan merasakan kontol Jaka menusuk-nusuk mulutku, sejenak kocokan dildoku mulai terasa pelan namun Jaka tahu akan hal itu dan kembali memaksakan kehendaknya, ia menyodok-nyodok kontolnya hingga masuk ke dalam kerongkonganku. Gila, aku belum pernah merasakan hal ini sebelumnya.

Kembali aku merasa mual akibat sodokan kontolnya di mulutku yang begitu brutal. Namun entah mengapa birahiku seakan-akan mengatakan untuk merelakan semuanya, dan tentunya aku kalah telak dari birahiku sendiri. Baiklah, aku akan menikmati ini semua.

“Hhghhhhh ssshhhh…. pinter juga kamu mainin mulutmu, Jinan. Sama kayak memekmu…. Aghhhh…..” kudengar Jaka mendesah-desah saat kucoba untuk mengempotkan otot dalam mulutku hingga kontolnya terasa seperti dihisap dengan kuat. Jaka mulai kembali mendesah-desah menikmati permainanku sekaligus kulanjutkan aktivitas mengocok memekku yang sempat terhenti. Suara-suara birahi kami terdengar keras mengisi ruangan kamar ini.

“Hhghhhhhh ssshhhhh….. Mmmpphhhh…..” suara desahanku terhalang oleh kontolnya sehingga tercipta suara yang aneh. Kepalaku mulai kembali menggeleng-geleng meski Jaka masih menahannya dengan kuat, air mataku terus keluar sembari merasakan hentakan brutal kontol besarnya di dalam mulutku.

Kemudian selang beberapa menit aku mulai merasakan ingin muntah, Jaka kembali tersadar akan kondisiku dan mencabut kontolnya dari mulutku secara perlahan, terlihat banyak sekali air liur yang melumuri seluruh bagian kontol termasuk juntaian bola testikelnya yang besar itu. Lalu dengan cepat Jaka langsung menyerang buah dadaku yang telah membusung, menjilat-jilat dan mengisap putingku yang sudah tegang. Mulutku yang penuh dengan air liur kembali mengeluarkan desahan nakal merasakan nikmatnya buah dadaku dipermainkan olehnya!

“Enak kan wahai wanita murahan? kamu suka?” tanya Jaka di sela-sela hisapan pada pentil tegangku.

“I…. iyaa….. aku suka…. isep yang keras… Aghhhhh…..”

Lama-lama aku

mulai tak bisa mengontrol diriku sendiri. Aku terus mengocok dildo yang tertanam pada memekku dengan tempo yang semakin cepat dan semakin cepat. Aku mendesah-desah liar, entah aku sudah tak bisa berkata-kata lagi.

“AAGHHHH BANGSAATTT AKU KELUARR JAKKKK….. KYAAAHHHHH……”

Tubuhku kembali mengejang hebat merasakan amukan orgasme yang tercipta dari dalam tubuh. Dengan cepat kulepaskan dildo itu dari dalam memek dan lubang kencingku memuntahkan banyak cairan, squirt hebat sepertinya, dan juga ditambah oleh hisapan serta gigitan kecil pada putingku saat klimaks semakin memperparah kondisi diriku, orgasme tersebut berlangsung selama beberapa saat hingga akhirnya mereda.

Kami terengah-engah kelelahan setelah menyelesaikan aktivitas gila ini. Aku terbatuk-batuk sembari berusaha mengambil udara yang masih tersisa di kamar ini, keringatku bercucuran hebat hingga kasur yang kutiduri terasa basah sekali.

“Mmmhhh….. gila kamu Jinan, sekarang aku ngerti kenapa banyak laki-laki yang suka sama tubuh kotormu itu” ucap Jaka yang terdengar lemah pada telingaku.

“Kamu gak ada bedanya sama bintang bokep, atau memang lebih pantas ya?”

“Nghhhhh…..” hanya desahan yang aku balas kepadanya, aku kesulitan untuk mengucap kata akibat orgasme hebat yang telah menguras seluruh tenagaku. Jaka mengelus-elus rambutku yang basah lepek akibat keringat lalu ia membisikkan sesuatu.

“Ini sebenarnya belum selesai Jinan, kamu sarapan dulu ya aku buatin sebentar….”

Kemudian Jaka beranjak dari tempat tidur dan meninggalkanku keluar dari kamar. Sembari menunggu dia bikin sarapan kupejamkan mataku sejenak. Aku berpikir, seharusnya ini adalah kesempatanku untuk melepaskan diri darinya namun entah mengapa aku mengurungkan niat ini, padahal sekarang aku bisa dikatakan sudah mengalami perkosaan, sexual assault atau apalah namanya dan sebagai korban seharusnya aku berusaha untuk melawan atau minimal meminta tolong. Namun kenyataannya, aku tak melakukannya.

“Setelah ini, apa yang akan dilakukan Jaka nanti…..” ucapku lirih.​

“Nah, sekarang aku masukkin lagi ya, kamu siap-siap aja…..”

“Eemmmpphhh……”

Kami kembali melakukan “pelajaran” setelah cukup lama beristirahat dan mengisi perut. Sebelumnya Jaka

menyuapi makanan nasi goreng buatannya yang ternyata cukup enak. Setelah habis, Jaka melepaskan semua ikatan pada tangan dan kakiku lalu menggendong tubuhku yang lemas ke ruang tamu, lalu ia kembali mengikat kaki dan tanganku dengan kuat hingga aku benar-benar tak bisa bergerak selain kepalaku saja. Jaka menatapku dengan senyuman kecil dan mengelus-elus rambutku dengan lembut memberikan sedikit kenyamanan.

“Buka mulutmu, Jinan…..” ucapnya yang langsung aku turuti dengan patuh. Aku kaget saat Jaka memasang sebuah mouth-gag, aku tak menyangka ia memiliki alat seperti itu, mulutku seperti dipaksa terbuka lebar akibat mouth-gag itu. Aku kembali meronta-ronta berusaha untuk bicara namun tak bisa.

“Kamu makin cantik pakai benda itu Jinan, cantik tapi kotor…..” ia kembali mengejekku namun tentu saja aku tak bisa membalasnya selain erangan aneh yang keluar dari mulutku. Setelah semuanya beres ia beranjak berdiri dan mengatur posisi tubuhku. Sekarang, aku berada di posisi sujud dengan kedua tanganku dan kakiku terikat keatas. Kudengar Jaka memuji-muji kondisi tubuhku sekaligus merendahkannya yang entah mengapa rasanya seperti campur-campur; takut, malu, marah, sedih dan terangsang. Otakku sudah tak bisa berpikir jernih dan menganggap ucapan-ucapannya seperti pecut yang menyerang diriku.

“Hmmm sepertinya posisi kayak gini malah bikin kamu tersiksa ya? okelah aku lepas aja tali di kakimu”

Kemudian aku merasakan ikatan di kedua kakiku dilepaskan sehingga aku dapat bergerak dengan bebas, sepertinya. Lalu Jaka mulai melebarkan paha gemukku hingga terpampang memekku yang sudah basah. Ia meremas-remas pantatku dengan gemas hingga mulutku mulai merespon mengeluarkan desahan yang sayangnya terhalang oleh mouth-gag

“Oke, sekarang kamu siap-siap ya, selamat menikmati pelajaran ini…..”

“Emmmpphhh……”

SLEPP

“EMMMPPGGHHHHHHH…….”

Kontol besar dan panjang milik Jaka kembali menghujam memekku dalam dan kasar, aku mendesah kencang yang terdengar aneh karena benda sialan yang terpasang pada mulutku, kepalaku terdongak keatas hingga terasa urat-urat leherku seperti menonjol saking enak dan ngilunya.

“Sshhhh….. memekmu sungguh nikmat Jinan….”

SLEPP SLEPP

SLEPP

SLEPP SLEPP SLEPP

Jaka menggenjot kontol kekarnya dengan semangat yang membara, relung memekku terasa penuh sekali seakan-akan tak kuasa menerima besar kontolnya, aku masih tak menyangka cowok yang selama ini kuanggap culun ternyata memiliki tubuh yang sangat kekar dan kontolnya yang luar biasa. Dalam hati aku merasa menyesal telah “merendahkannya”.

Terkadang di sela-sela genjotannya tangan Jaka meremas-remas pantatku dengan gemas, sepertinya ia sangat menyukai pantat sekal dan bulat ini.

“Sshhhh…. Ahhhhh…… pantatmu bisa bagus gini Jinan….. Sshhhh…. Ahhhhh…..” terdengar sumpah serampah Jaka yang berbarengan dengan suara desahannya.

“Pasti pantatmu ini sudah jadi makanan lezat buat laki-laki yang kamu pengaruhi kan? dasar murahan…..”

“Eemmpphhhh emmphhhh……”

Entah sudah berapa kali aku mendesah-desah seiring dengan genjotan kontolnya yang semakin kencang dan brutal, kurasakan mulutku telah dipenuhi air liur yang terproduksi secara berlebihan dan tertampung pada mouth-gag.

“Aahhhhhh ahhhhh….. gila ini enak sekali Jinan….. kenapa sih kamu mau aja jadi pelacur? apa karena duit? memangnya kamu benar-benar tak punya uang sampai rela melacurkan tubuh indahmu ini? Hah??…..”

“Eemmpphhh emmmppphhhhh…..”

“Kamu nakal Jinan, sungguh nakal dan rusak….. sampai pasang tindik segala buat godain cowok-cowok itu kan?”

“Eemmmpphhh…..”

“Ssshhhh ahhhh….. kamu mau keluar kan, wanita murahan? keluarin aja tak usah ditahan…. Ssshhhhh aghhhh……”

PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK

Semakin kencang tempo entotan kontolnya semakin naik nafsu birahiku, kedua mataku melotot dengan kuat dan melenguh-lenguh, aku kembali orgasme hebat. Pantatku mengejang-ngejang dengan gerakan naik turun tak beraturan, kurasakan kontol Jaka menusuk-nusuk memekku dalam hingga menyentuh mulut rahim. Ia membenamkan kontolnya selama beberapa saat merasakan kerasnya relung memekku meremas-remas kontolnya, lalu mencabutnya dengan cepat. Semburan cairan bening terasa tumpah ruah dan sepertinya membasahi lantai dan tubuh Jaka disana. Aku terkejang-kejang selama beberapa saat hingga akhirnya berhenti sendiri. Tubuhku kembali terasa lemas sekali.

“Emmm… gila-gila….. sampai kamunya muncrat banyak…..” ucapnya terdengar dari telingaku. Namun aku mengira kalau

dia bakal membiarkanku beristirahat, ternyata dugaanku salah. Dia kembali memegang pantatku, meremasnya dengan kencang dan melesakkan kontolnya kembali. Memekku yang masih terasa ngilu harus kembali menerima sodokan demi sodokan brutal kontol kekarnya. Aku semakin kacau, tubuh dan otakku seperti sudah tidak sinkron, diperparah dengan birahiku yang makin mengamuk.

“Emmmpphhh empphhhh EEMMMMPHHH……” desahku semakin hebat yang dibarengi dengan semakin banyaknya air liur yang keluar dari mouth-gag. Sodokan demi sodokan yang dilancarkan olehnya semakin terasa menyakitkan namun juga dibarengi oleh rasa nikmat dan enak bercampur jadi satu. Kemudian selang beberapa menit perut bawahku mulai kembali berkontraksi pertanda orgasme akan tiba. Jaka sepertinya sadar akan hal itu dan mengurangi tempo entotannya. Agh, gerakan kontolnya malah berubah seperti gerakan patah-patah yang justru semakin membuatku kelabakan.

“Eemmpppp…. Mmmhhhh….. EMPPHHHHH……” aku mendesah panjang melepaskan orgasme yang sama hebatnya seperti sebelumnya. Kurasakan Jaka mengentoti memekku dengan tempo patah-patah selama beberapa kali dan kembali mencabutnya perlahan, memekku berkontraksi kuat menyemburkan squirt, cairan itu terasa menyemprot berkali-kali seiring dengan proses orgasmeku selama beberapa saat hingga akhirnya mereda. Kedua kakiku yang dipegang oleh Jaka mulai terasa lemas begitu juga dengan kedua tangan dan tubuhku yang terasa nyeri.

Akhirnya Jaka membiarkanku untuk beristirahat lagi. Ia menghampiri diriku yang sudah babak belur, tangannya mengangkat wajahku yang dari tadi menempel di lantai dan melepaskan mouth-gag itu. Aku langsung batuk-batuk hebat memuntahkan banyak air liur yang dari tadi sudah tertahan membasahi lantai ruangan ini. Air mataku keluar tanpa sadar bukan karena menangis, namun aku justru menikmatinya.

“Kamu capek ya? aku ambilin minum dulu…..” kemudian Jaka kembali mengangkat wajahku dan menempelkan botol air ke dekat bibirku membantuku untuk minum hingga tersisa setengah, tenggorokanku terasa segar setelah dialiri oleh air minum itu.

Kemudian Jaka mengangkat tubuhku ke atas sofa dan membaringkannya. Ia mengelus-elus rambut panjangku yang sudah lepek dan berantakan.

“Gimana Jinan pelajarannya, enak kan? kamu

suka?” tanyanya dengan nada ramah.

“I…. iya aku suka…..” jawabku lemah.

“Sekarang apa kamu sudah sadar akan perbuatanmu, Jinan? atau memang kamu masih pengen dikasih pelajaran lagi?” tanyanya lagi. Aku jelas bingung karena otakku masih belum bisa berpikir jernih. Jujur, ini enak meski menyiksa dan ini pertama kalinya aku diperlakukan serendah ini.

“A… aku tidak tahu….” jawabku tak bisa menemukan solusinya. Jaka membalasnya dengan guratan senyum kecil. Lalu, ia beranjak dari sofa.

“Kamu tiduran dulu disitu sampai tenagamu pulih. Kita masih punya waktu tiga hari, aku akan persiapkan diri dulu untuk pelajaran berikutnya…..” ucapnya yang membuatku menelan ludah.

“…. kamu akan suka dengan pelajaran yang akan kuberikan Jinan, aku yakin…..”