Raline Shah baru saja pulang dari acara lamaran salah satu sahabat dekatnya. Tentu saja Raline berbahagia untuk sahabatnya itu. Tapi Raline tidak bisa berhenti berfikir bahwa di usianya yang nyaris 40 tahun (Raline kini beruisa 38) Raline belum juga menemukan pasangan.
Di antara teman-temannya yang pria, Raline juga merasa tak ada yang cocok. Hidup di Indonesia dan Amerika juga membuat Raline sulit dalam menemukan pasangan hidup. Entahlah, Raline juga masih bingung, apakah nanti dia bisa menikah. Aneh juga, banyak wanita ingin punya wajah cantik dan kulit putih mulus seperti Raline agar mudah mendapat pangeran yang sempurna, tapi Raline malah bingung, masih belum ada yang cocok.
“ckiiiiittttt !!!!! buuugghhh !!!”. Gara-gara melamun, Raline menabrak orang yang menyebrang. 2 orang yang memang sedang duduk di warung dekat situ pun mendekati mobil Raline.
“WOII !!! KELUAR LO !!!”, kata seorang pria menggebuk-gebuk kaca mobil Raline dengan kencang.
Sementara pria satu lagi, memeriksa orang yang tertabrak itu.
“WOI KELUAR LO !! MENTANG-MENTANG PAKE MOBIL MAHAL. NYETIR SEENAKNYE LO !! KELUAR !!!”.
Wajah Raline pucat, dan keringat dingin. Raline keluar dari mobil.
“LO NYETIR GI..MA…NE SI..H..”, orang itu langsung berhenti berbicara ketika Raline sudah keluar dari mobil.
“maaf maaf, Pak…saya nggak ngeliat tadi….”, wajah Raline benar-benar panik.
“Bapak nggak apa-apa ?”, tanya bintang film 5 CM itu sambil jongkok.
Pria yang tadi mau menolong bapak itu malah terbengong melihat Raline. Meski Raline merapikan roknya sebelum jongkok, tapi tetap saja, sedikit betisnya terlihat. Menampakkan betapa mulus kulit Raline meski hanya sebatas betis. Tak heran pria itu malah jadi bengong.
“Mbak ini gimana sih nyetirnya ?”, ucap pria yang tadi menggedor kaca mobil dengan nada sok ketus.
Sebenarnya pria itu masih dalam ‘tahap’ mengagumi si dara cantik yang sedang jongkok. Namun sudah kepalang marah, jadi dia sok ketus.
“maaf Pak. saya tadi lagi ngelamun. maaf Pak..”.
“saya nggak apa-apa kok, neng…”, jawab bapak itu. Dengan dibantu 2 orang pria, bapak itu mencoba berdiri.
“aduu duuh duuhh…”.
“kayaknya kaki bapak keseleo…”.
“harus diperiksa Pak…”.
“nggak usah, Mas…”.
“saya anterin Pak ke rumah sakit…”.
“nggak usah neng, cuma keseleo sedikit…”.
“ayo, Pak…sa ya nggak tenang kalau belum bawa Bapak ke rumah sakit…”.
“bener, neng..saya nggak apa-apa..”, ucap bapak itu, tapi seperti kesakitan menapak dengan kakinya.
“udah, Pak..coba periksa aja dulu”, saran si pria yang memapah bapak itu.
Akhirnya, bapak itu mau juga setelah dibujuk. Dengan dibantu 2 pria tadi, bapak itu sudah duduk di jok tengah mobil Raline.
“Pak. saya benar-benar minta maaf”, Raline mengucapkannya sambil terus menyetir. Wajahnya kelihatan cemas sekaligus bersalah.
“nggak apa-apa, neng. saya juga tadi asal nyebrang”.
“kaki Bapak terasa sakit banget ya ?”.
“sedikit. paling cuma keseleo, neng”.
“ya tapi harus diperiksa, Pak”.
“iya, neng”. Keadaan pun menjadi sepi. Jalanan menuju rumah sakit cukup jauh.
“em, maaf neng, kalau saya boleh nanya. neng ini artis ya ?”.
“umm. ya bisa dibilang begitu”, jawab Raline tersenyum.
“nama neng siapa ?”.
“nama saya Raline, Pak. Bapak ?”.
“saya Yanto, neng. Neng Raline yang waktu itu pernah main film naik gunung itu kan?”.
“iya, Pak. Bapak sering nonton film itu ?”.
“iya, neng. tiap pas nongol di tv”.
“oh. saya boleh nanya juga, Pak ?”.
“nanya apa, neng ?”.
“Bapak ini guru ya ?”.
“iya, neng. saya guru. kok neng Raline bisa tahu ?”.
“seragam Bapak mirip paman temen saya yang guru”.
“oh begitu”.
“guru apa, Pak ?”.
“guru Biologi di SMP Negeri, neng”.
“oh….”. Aneh rasanya, Raline kelihatan enak sekali berbicara dengan Yanto, suara Bapak tua itu pun membuat pemain film Supernova itu menjadi tenang dan menghilangkan kecemasan dan rasa bersalahnya.
“ayo, Pak. hati-hati..”. Raline menunggu Yanto yang berusaha turun dari mobil.
Tanpa ragu, Raline memapah Yanto yang sedikit kesusahan berjalan ke dalam rumah sakit. Yanto pun bisa mencium aroma tubuh Raline yang sangat harum. Aroma vanilla yang manis dan menggemaskan.
“gimana, Dok ?”.
“sepertinya sendi kaki Bapak Yanto sedikit bergeser”.
“bisa disembuhin, Dok ?”.
“bisa. tapi mungkin Pak Yanto harus istirahat di rumah 2 minggu supaya sendinya sembuh total”.
“oh begitu ya, Dok ? terima kasih, Dok”. Raline pun mengurus biaya administrasi sambil menunggu Yanto keluar. Tak lama kemudian, Yanto dengan dipapah seorang juru rawat laki-laki keluar dari ruangan menuju ruang tunggu.
“gimana, Pak ?”.
“tadi lumayan sakit, tapi sekarang enakan, neng”.
“maaf banget, Pak”.
“nggak apa-apa kok, neng”.
“ini resepnya, Pak ?”, Raline mengambil secarik kertas yang di genggam Yanto.
“iya, neng. tapi sini saya aja yang bayar”.
“nggak, Pak. biar saya aja..”. Setelah membayar semuanya, Raline pun memapah Yanto keluar.
“makasih, neng udah bayarin saya berobat”.
“kenapa Bapak terima kasih ? saya udah nabrak Bapak sampai Bapak harus istirahat 2 minggu..justru seharusnya saya minta maaf ke Bapak”.
“yaudah, neng. saya udah nggak apa-apa, jadi neng Raline nggak usah ngerasa bersalah lagi..”, petuah Yanto untuk menenangkan Raline.
“iya, Pak. terima kasih”.
“ya sudah, neng. kalau begitu saya pamit pulang dulu..”.
“lho ? Bapak mau ke mana ? tas Bapak kan masih ada di dalem mobil saya ?”.
“oh iya. hampir aja…”.
“saya anter Bapak pulang ya sekalian ?”, tanya Raline dengan raut muka sangat manis.
“nggak usah, non. nanti ngerepotin…”, tolak Yanto halus. Ditawari pulang bersama oleh gadis muda yang sangat cantik, belum lagi berstatuskan artis pastilah Yanto sangat ingin menerimanya, tapi dia merasa tak enak.
“jangan membuat saya ngerasa bersalah lagi, Pak. tolong biarin saya nganter Bapak pulang ke rumah”, Raline agak memaksa.
“mm. iya deh, neng. boleh kalau begitu. maaf ngerepotin”. Raline tersenyum sebelum membantu Yanto masuk ke dalam mobil. Karena cukup asyik mengobrol, tiba-tiba sudah sampai di depan rumah Yanto.
Rumahnya kecil, mungil, sederhana, dan bertipe RTRB (Rumah Tipe Rakyat Biasa), namun kelihatan aman dan nyaman.
“biar saya anter sampai dalem, Pak”.
“nggak usah, neng. saya bisa kok kalau cuma jalan sedikit-sedikit”, ucap Yanto sambil mengambil tasnya.
“ini, Pak. nomer hp saya, kalau ada apa-apa, telpon saya”.
“iya, neng. makasih neng”.
“sama-sama, Pak. saya pulang dulu ya. sekali lagi maaf, Pak”. Yanto tersenyum sambil mengangguk.
Raline pun pulang ke rumah. Selama di rumah, Raline terus memikirkan Yanto. Bukan karena hanya kasihan dan bersalah, tapi rasanya Raline juga kangen dengan suara guru tua itu. Entah ada apa dengan Raline, padahal baru kenal, tapi terasa sudah lama kenal, bahkan terasa seperti keluarga.
Keesokan harinya.
“tok tok tok !!”.
“sebentar !”.
“lho ? neng Raline ? ayo masuk, neng”.
“iya, Pak. terima kasih”.
“silakan duduk, neng”.
“mau minum apa, neng ?”.
“ah nggak usah, Pak. nanti ngerepotin. saya cuma mau ngelihat keadaan Bapak. gimana, Pak ? udah enakan ?”.
“iya, neng. lumayan. balsemnya bener-bener bikin enakan”.
“oh gitu ya, Pak ? bagus deh”.
“iya, neng…”.
“obatnya udah di minum, Pak ?”.
“udah, neng. udah saya minum semua”.
“oh iya, Pak. saya bawa makanan buat Bapak”.
“ha ? kenapa neng repot-repot bawa makanan segala ?”.
“ya nggak apa-apa, Pak. piringnya dimana, Pak ?”.
“biar saya siapin sendiri, neng”.
“biar saya saja, Pak. dimana piringnya, Pak ?”.
“nggak apa-apa, neng ?”.
“iya, Pak. nggak apa-apa”.
“oh, yaudah, neng. piringnya di sana, neng”. Raline menyiapkan makanan yang di bawanya.
“ayo, neng Raline makan juga”.
“saya udah makan, Pak”, jawab Raline tersenyum.
“ayo, neng. saya nggak enak makan sendiri. lagian kan neng Raline yang beli”.
“mm…iya deh, Pak”. Raline dan Yanto pun makan bersama. Seperti biasa, Raline makan secukupnya.
“oh iya, Pak. ngomong-ngomong istri Bapak kemana ? kok nggak keliatan ?”.
“istri saya sudah meninggal 8 tahun yang lalu, neng”.
“oh maaf, Pak. saya nggak tau, maaf”.
“nggak apa-apa, neng”. Raline pun menemani Yanto sampai sore karena gadis cantik itu merasa kasihan Yanto yang sedang dalam masa penyembuhan sendirian saja di rumah.
“Pak. maaf nih, saya pulang dulu ya”.
“oh iya, neng. silakan. makasih banget udah nemenin saya dari pagi sampai sore”.
“iya, Pak. sama-sama. saya juga lagi butuh temen ngobrol”.
“oh begitu”.
“mari, Pak. saya pulang dulu”.
“iya, neng. sekali lagi makasih, neng..”.
“iya, Pak…”, Raline tersenyum.
Akhirnya, pemandangan indah itu hilang juga dari mata Yanto. Semenjak istrinya meninggal 8 tahun lalu, baru kali ini Yanto mengobrol lama dengan wanita di rumahnya lagi. Sudah begitu, bukan sekedar wanita biasa tapi artis muda yang wajahnya seperti bidadari. Kesan yang ada di benak Yanto kalau artis itu sombong, sangat bertolak belakang dengan Raline. Saat mengobrol tadi, Raline tak segan-segan tertawa dan tersenyum bersama guru tua itu. Cantik dan baik hati, persis seperti penggambaran seorang bidadari atau dewi, andai Raline menjadi istrinya, pasti akan terasa seperti di surga, dilayani wanita cantik setiap harinya.
Tunggu, memperistri Raline ? Yanto tersenyum licik lalu mengambil sebuah buku catatan dari lemarinya. 5 hari sudah berlalu, Raline tak bisa datang karena sedang ada kerjaan, tapi dia selalu menelpon Yanto supaya tahu kabarnya, gadis cantik itu perhatian ke Yanto karena merasa harus bertanggung jawab ke guru tua itu.
“halo…”.
“Pak Yanto ? ada apa, Pak ?”.
“maaf, neng ganggu. Bapak mau nanya, nama balsem yang di kasih dokter waktu itu, apa neng namanya ?”.
“lho ? emang kenapa, Pak ?”.
“ini, non. balsem Bapak udah habis, Bapak mau beli lagi”.
“oh iya, resepnya saya yang megang. ya udah, Pak. nanti biar saya aja yang beli”.
“jangan, neng. biar Bapak beli sendiri aja”.
“nggak apa-apa, Pak. saya juga mau lihat keadaan Bapak sekalian”.
“mm..yaudah neng. makasih banget ya…”.
“sama-sama, Pak…”. Raline langsung membeli balsem di apotik setelah selesai suting terakhirnya untuk 1 minggu ke depan, tapi dia terjebak macet parah di jalan menuju rumah Yanto.
“Pak Yanto. maaf, saya kena macet. jadi saya masih lama nyampenya”.
“iya, neng. nggak apa-apa”.
“Bapak nggak lagi butuh banget balsemnya kan ?”.
“nggak sih, neng. Bapak cuma jaga-jaga aja, soalnya balsemnya tinggal sedikit”.
“oh yaudah, maaf ya, Pak”, jawab Raline lembut.
“iya, neng….”.
“oh iya, Pak. gimana kakinya ? udah mendingan ?”.
“udah, neng. udah kayak biasa lagi. paling besok, Bapak juga udah bisa ngajar lagi”.
“oh gitu. syukur deh”. Raline akhirnya sampai di rumah Yanto saat senja (sore menjelang malam).
“aduh, maaf, Pak. tadi macet banget”.
“iya, neng. nggak apa-apa. sebentar, neng”. Yanto membawa minuman.
“ini, neng. diminum”.
“kok repot-repot, Pak”.
“udah, nggak apa-apa, neng. pasti neng Raline haus. ayo neng diminum”.
“iya, Pak. makasih, Pak”. Raline mengobrol dengan Yanto sambil melepas lelah sebentar.
“Pak, saya minjem kamar mandinya sebentar”.
“oh, iya, neng. silahkan”. Saat keluar kamar mandi, Raline mencari-cari Yanto, tapi tak kelihatan.
Raline pun memutuskan untuk pulang tanpa pamit karena sudah cukup malam.
“klk klk…”, sepertinya pintunya terkunci. Saat sedang mencoba membuka pintu, Raline dibekap dari belakang.
“emmpphh emmffhhhh”, Raline memberontak sekuat tenaga, melepaskan dirinya dari bekapan seseorang itu.
Tapi, sudah bisa ditebak, tenaga gadis mungil seperti Raline tidak berpengaruh. Orang itu mudah mengangkat Raline dan membawanya ke dalam kamar.
“bugg !!”, Raline dilempar ke atas tempat tidur.
“Pak Yanto ?! Mau apa ??!!!”, ketika Raline mau bangun, Yanto langsung menomploknya, menekan tubuh Raline agar tidak bisa kemana-mana.
“udah lama Bapak nggak nidurin perempuan, neng. hehehe”, seringai jahat tercetak di wajah Yanto.
Sangat berbeda 180 derajat, wajah Yanto yang tadi kelihatan arif dan bijaksana, kini seperti wajah perompak.
“JANG, hmmpppfffh !!”, Yanto langsung menambal mulut Raline dengan bibirnya.
“haph..ummm nyeemmhhh”. Raline menggelengkan kepalanya kesana kemari sambil berusaha untuk teriak.
Namun, bibir Yanto sangat gigih mengejar bibir Raline. Dengan gemasnya, guru tua itu mengemut-emut bibir Raline yang empuk dan lembut sambil berusaha menyelipkan lidahnya masuk ke dalam mulut Raline. Gadis cantik itu meronta-ronta sekuat tenaga, menutup bibirnya rapat-rapat. ‘pertahanan’ Raline masih kuat, insting laki-laki sejati milik Yanto pun mengambil alih. Pria tua itu mulai mencumbui sekujur leher Raline.
“jangan, Pak…tolong…jangaan, Paak…”. Rupanya Raline sangat sensitif.
Baru diciumi sebentar saja, tubuhnya sudah melemah. Mudah sekali bagi Yanto. Lidah kasar guru tua itu pun menjalari sekujur leher Raline yang mulus.
“aaahhhmmm jangaannhhh Paaakkhhh….”, lirih Raline begitu lemah.
Terlalu mudah, Yanto sudah membayangkan betapa nikmatnya menggumuli Raline yang cantik itu. Tapi, tiba-tiba.
“TAAKKK !!”, Raline memukul kepala Yanto dengan sesuatu dan mendorongnya. Sepertinya itu buku pelajaran. Tenaga Raline seperti meningkat 3x lipat, Yanto sampai terjatuh ke bawah.
Kunci yang tadi di kantung Yanto terlempar keluar. Raline langsung mengambil kunci itu dan membuka pintu depan. Dia berlari masuk ke dalam mobilnya, menginjak pedal gas dalam-dalam. Sementara Yanto sedikit berlari ke pintu depan rumahnya.
Meski terasa lumayan sedikit nyut-nyutan, tapi Yanto malah tersenyum. Raline yang sudah jauh dari rumah Yanto memberhentikan mobilnya. Dia menangis, dia benar-benar syok berat, dirinya hampir menjadi korban perkosaan karena terlalu baik dan percaya ke Yanto. Setelah sudah bisa mengontrol emosinya, Raline pulang ke rumah. Semenjak kejadian itu, Raline jadi sering murung dan diam. Bukan karena dia masih syok, tapi ada sesuatu yang lain. Gadis cantik itu sendiri bingung, padahal dia hampir diperkosa Yanto, tapi kenapa dia sekarang jadi memikirkan wajah guru tua itu terus. Bahkan sangat parah, lamunan dan mimpi Raline selalu menuju peristiwa waktu itu. Artis berwajah cantik natural itu kini selalu membayangkan apa yang akan terjadi kalau sampai digumuli Yanto.
Bukan membayangkan karena takut diperkosa, tapi malah cenderung penasaran apa yang akan terjadi padanya kalau dia sampai mempasrahkan tubuhnya untuk digeluti si guru tua. Dara cantik itu selalu gelisah, tak tenang, dan tak bisa tidur nyenyak, peristiwa waktu itu dan wajah Yanto selalu muncul di benaknya. Ya, Raline telah terkena pelet dari Yanto. Di minuman yang waktu ia minum, terdapat ramuan pelet Yanto. 4 hari sudah, Raline benar-benar tak tahan dengan perasaan gelisahnya. Raline pun mendatangi rumah Yanto lagi.
“tok tok tok !!”.
“lho ? neng Raline ? ayo masuk…”, sapa Yanto yang membuka pintu seolah kejadian waktu itu tak pernah terjadi.
“ayo, neng, silakan duduk…”. Raline hanya tertunduk malu, wajahnya sangat merah. Dia sangat malu, dia mengasumsikan sendiri kalau dia sedang menyerahkan dirinya sendiri ke Yanto untuk disetubuhi.
“ada apa, neng ?”, tanya Yanto dengan senyuman licik.
“emm…”.
“kenapa, neng ?”.
“SAYA NGGAK BISA NGELUPAIN WAKTU ITU !”, jawab Raline dengan sekali nafas.
Jelas sekali, Raline sendiri yang bilang seperti itu. Meski dalam pengaruh pelet, tapi tetap saja bukan dalam keadaan terpaksa.
“tolong saya, Pak. saya nggak tau harus gimana….”.
“jadi, neng Raline mau ngelanjutin yang waktu itu ?”. Raline tak menjawab, dia hanya menunduk.
“diem berarti iya lho, neng ?”. Raline tetap hanya menunduk.
“ya udah kalo gitu. neng Raline ikut Bapak ke kamar”. Yanto pun merangkul Raline dan ‘menggiring’ bidadari cantik itu ke kamarnya. Raline di dudukkan di tepi ranjang, di sebelah Yanto.
“tapi, Pak…..”.
“tenang aja, neng…waktu itu Bapak kalap, sekarang Bapak bakal pelan-pelan…”. Yanto mendekatkan mulutnya ke mulut Raline. Raline pun melengos ke samping.
“kenapa ngindar, neng ?”.
“saya…”, Raline masih ragu-ragu, akalnya sedang bertarung melawan efek pelet.
Raline berdiri dan keluar kamar. Rasanya dia tak bisa menyerahkan tubuhnya begitu saja ke Yanto hanya karena penasaran. Raline jelas bukan seorang perawan, tapi Raline tidak pernah bercinta dengan pria yang status sosial dan ekonominya seperti Yanto. Sebelumnya Raline hanya pernah bercinta dengan rekan sesama aktor dan para produser yang ingin memberikannya peran di sebuah film. Yanto langsung mengejar ‘buruan’nya itu.
“mau ke mana, neng ?”.
“maaf, Pak. saya nggak bisa…”.
“ayo dong, neng. kita sama-sama pengen kan ?”, bujuk Yanto. Yanto pun mendekap Raline dari belakang.
“maaf, Pak….”. Pria tua itu merasa Raline harus mendapatkan persuasif terlebih dulu.
“ccpphh ccpphhh cup”, Yanto mengecupi dan mencumbui tengkuk leher Raline.
“hemmm….jangaann, Paakk….”. Artis berwajah cantik polos itu menggeliat, merasa geli sambil berusaha melepaskan diri dari dekapan Yanto. Namun karena Raline sudah terkena pelet, rasanya perlawanan Raline hanyalah untuk ‘memancing’ nafsu Yanto.
Si pria tua itu pun terus menciumi tengkuk leher Raline dan menikmati betapa harumnya tubuh artis muda itu.
“jangaan, Paak…”, Raline melirih pelan. Efek pelet ditambah gairah yang mulai terpancing karena ciuman-ciuman Yanto di lehernya, membuat Raline mulai ‘lemah’.
Kedua tangan Yanto yang tadi melingkar di pinggang Raline kini mulai merayap ke atas.
“emmm…Paaakhh…”, seketika Raline mendesah pelan saat merasakan kedua susunya diremas-remas lembut oleh Yanto.
Baru kali ini, Raline merasakan remasan pada kedua buah dadanya. Rasanya enak seperti dipijat dan memicu rasa hangat geli pada perasaannya. Yanto menyeringai licik, bidadari itu sudah dikuasainya. Yanto menggiring Raline kembali ke dalam kamar. Masih dalam posisi memeluk Raline dari belakang, Yanto terus memainkan payudara artis cantik itu dengan gemasnya. Tak besar memang, tapi sangat ‘pas’ untuk digenggam. Momen sunyi namun mengasyikkan bagi Yanto yang sedang menggrepei wanita secantik Raline tanpa adanya perlawanan. Bahkan Yanto bisa mendengar nafas Raline yang semakin cepat dan eluhan pelan keluar dari bibir tipisnya. Pria tua itu tak mau berlama-lama, dia membuka resleting baju Raline, meloloskan kedua tali baju dari pundaknya. Raline seakan tak punya kuasa lagi atas tubuhnya. Tangannya tak bisa menghentikan perbuatan pria tua cabul itu yang sekarang berencana untuk menelanjanginya. Baju Raline pun meluncur mulus ke lantai sehingga hanya tinggal bh dan cd yang melekat di tubuh Raline.
Yanto memutar tubuh Raline. Dia memandangi bidadari itu dari kepala sampai kaki. Sungguh tubuh yang indah dan putih mulus !. Yanto benar-benar tertegun dengan kemulusan tubuh Raline. Sementara Raline hanya bisa menunduk malu dan menutupi daerah dada dan pangkal pahanya dengan kedua tangannya, wajahnya sangat merah. Dia belum pernah dalam keadaan setengah telanjang di hadapan pria seperti Yanto sebelumnya. Tonjolan langsung mencuat di celana Yanto, air liur pun serasa hampir menetes keluar. Yanto menyingkirkan kedua tangan Raline. Ada sedikit penahanan pada kedua tangan Raline. Sepertinya masih ada ‘kesadaran’ Raline di tengah pengaruh pelet Yanto. Dengan sedikit tenaga, Yanto berhasil menahan kedua tangan Raline di samping tubuhnya. Tanpa pikir panjang, Yanto membenamkan wajahnya ke buntalan daging kembar nan empuk yang putih mulus itu.
“akhh !”, Raline terpekik kaget.
“jangann, Paak….”, Raline masih menunjukkan penolakan.
Ternyata batinnya masih bisa sedikit melawan pengaruh pelet guru tua itu.
Tapi, tetap saja, harusnya Raline bisa menendang selangkangan Yanto karena kedua kakinya tak terkekang apa-apa, bidadari itu malah diam saja. Bagai seekor binatang yang sudah menaklukkan ‘mangsa’nya, Yanto mengendus-endusi tubuh Raline. Sungguh wangi dan sangat harum. Aroma parfum vanilla dan jeruk segar yang dipakai Raline menambah gelora nafsu Yanto. Yanto pun merogoh ke dalam bh Raline dan menggenggam ‘bantalan’ empuk yang ada di dalamnya.
“ummm”, gumam Raline pelan. Remasan-remasan pada payudaranya membuat Raline mulai bergumam. Empuk dan rasanya hangat sekali. Yanto pun mengeluarkan tangannya dan segera meraih kaitan tali bh yang ada di punggung Raline. Begitu kait terlepas, Yanto langsung menarik bh Raline dan membuangnya ke lantai. Guru mesum itu langsung menahan kedua tangan Raline yang mau menutupi payudaranya.
“neng Raline. Bapak mau nyusu bentar. HEHEHE !”, usai berkata demikian, Yanto langsung mencaplok payudara kiri Raline.
“aahmm heemmmhhh….Paaakkhhh….”, lirih Raline, pelan dan lembut.
Kedua mata Raline menutup, bibir bawah dikulum olehnya sendiri. Sepertinya, kini dia sudah benar-benar ‘kalah’. Baru kali ini Raline merasakan sensasi basah, geli, tapi nikmat sekaligus dan juga membuat tubuhnya serasa hangat. Tak heran kalau dia kelihatan meresapi aktivitas Yanto yang mengenyoti payudara kirinya. Payudara kanan Raline tentu tak dibiarkan begitu saja oleh Yanto. Tangannya menjamah ‘kemasan’ susu nan mulus Raline yang satu lagi. Memijat, meremasnya, dan memilin-milin putingnya.
“uhhmmm….”, Raline kelihatan semakin menikmatinya.
Dalam keadaan seperti ini, bukan pelet yang mengambil alih pikiran Raline, tapi gairah gadis cantik itu sendiri yang melemahkan akal sehatnya. Puas dengan payudara kiri, mulut Yanto cepat bergeser dan hinggap di payudara kanan Raline. Pria tua itu mulai mengenyot lagi. Sudah lama Yanto tak mengenyot payudara wanita, tak heran dia kelihatan begitu nafsu dan serakah menyusu pada Raline.
Lihat saja, pipi guru cabul itu sampai kempot saat mengenyot kedua buah payudara Raline bergantian. Untuk semakin merangsang si bidadari cantik berkulit putih mulus, tangan Yanto mulai bergrilya. Menyelip masuk ke dalam cd milik Raline dengan sangat mudah dan langsung menangkup isinya. Begitu hangat dan lembap. Persis seperti yang dibayangkan Yanto. Tangan Yanto mulai mengelus-elus naik-turun.
“uuummhhhhh….”, lirih Raline.
Jari tengah Yanto tepat di belahan bibir vagina Raline. Gairahnya semakin lama semakin naik. Nafas Raline kian memburu. Yanto tahu kalau dara cantik ini memang sudah benar-benar terangsang. Hawa hangat tubuhnya menandakan gairah yang mulai terpancing. Dengan gerakan cepat, Yanto melucuti satu-satunya pakaian yang menempel di tubuh Raline. Celana dalam Raline diturunkan Yanto sampai lutut. Tatapannya nanar dan takjub melihat daerah intim Raline. ‘apem’ Raline terlihat sangat menggiurkan, mulus, rapat, dan wangi. Tanpa ragu-ragu, Yanto langsung membenamkan wajahnya ke selangkangan Raline yang sudah tak terlindungi lagi.
“aaahhh jangaan Paakk…jangaannhh….”, dengan sisa kesadaran dan tenaganya, Raline menahan kepala Yanto menjauh dari daerah pribadinya.
Tentu guru tua itu tetap bersikeras. Dia menjulurkan lidahnya, menyentuh bibir kemaluan Raline.
“aahmm…”, tubuh Raline bergetar.
Tenaganya mengendur setelah ‘terbuai’ belaian lidah Yanto pada vaginanya. Guru cabul itu pun langsung menggunakan kesempatan dengan membenamkan kepalanya semakin masuk ke selangkangan Raline.
“ccpphh emmm enaakk….”, desah Yanto terus menjilati vagina Raline.
“mmhhh uummm Paaaakkhhhh….”. Raline tak bisa menahan sensasi nikmat pada selangkangannya.
Meski dalam pengaruh pelet, Raline masih ‘dirinya’ sendiri. Dia benar-benar sadar kalau vaginanya sekarang sedang ‘diinvasi’ oleh seorang pria yang bukan suaminya, bahkan baru beberapa hari dikenalnya.
Tapi, seakan-akan dia tak mampu menghentikan perbuatan Yanto atau mungkin lebih tepatnya, dia tak ‘mau’ menghentikan Yanto. Itulah cara kerja pelet yang digunakan Yanto. Membuat si korban pasrah terhadap perlakuan apapun dari si pengguna pelet, tapi korban masih dalam keadaan ‘sadar’. Mungkin pelet Yanto lebih tepat dibilang hipnotis tingkat lanjut. Raline benar-benar tak berdaya lagi menahan ‘serangan’ lidah si guru cabul pada daerah pribadinya. Yang tadinya kedua tangan Raline ingin menjauhkan kepala Yanto, kini malah menekan kepala Yanto ke selangkangannya sendiri. Dan kedua kaki Raline secara alami melebar, Yanto pun semakin leluasa menggerogoti vagina Raline.
“aaahh ahhh aaahhh EEMMMHHHHH !!!!!”, Raline mengerang kencang, tubuhnya menegang, dia menekan kepala Yanto sekencang-kencangnya sambil memajukan pinggulnya.
“srrruuppphhh ssrrpphhh”, dengan rakusnya Yanto mengkokop ‘kuah’ vagina Raline. Rasanya asin, gurih, dan juga manis. Kaya akan rasa.
geleng-geleng kepala. Kulitnya benar-benar putih mulus, indah sekali. Guru tua itu berencana untuk ‘memiliki’ Raline agar bisa menggenjot gadis cantik itu kapanpun ia mau. Saatnya strategi pembuat takluk dilaksanakan. Strategi dengan ilmu magis yang digunakan Yanto terhadap Raline sebenarnya sama dengan istrinya yang telah meninggal. Ya, istrinya yang dulu merupakan kembang desa juga korban dari kehebatan ilmu magis Yanto. Pertama, dipelet tingkat lanjut, diperkosa, lalu digumuli terus menerus sambil dicekoki ramuan agar menjadi tunduk dan patuh, sebelum akhirnya dipersunting menjadi istri. Yanto menyiapkan sarapan untuknya sendiri dan untuk Raline. Setelah rapih, dia komat-kamit di depan pintu rumah lalu meludah ke pintu rumahnya.
“udah neng. sekarang kita langsung aja….”. Yanto membantu Raline berdiri.
Raline mengangkat kedua kakinya bergantian saat cdnya yang masih menyangkut di lututnya diturunkan Yanto. Jadilah Raline telanjang bulat di hadapan Yanto. Yanto pun sudah ngaceng berat, di depannya berdiri seorang bidadari berwajah cantik luar biasa, berkulit putih mulus, bugil, dan lebih bagus lagi, tak berdaya melakukan apapun karena dalam pengaruh peletnya. Pria tua itu sudah tak sabar ingin ‘menjarah’ tubuh menggiurkan Raline. Raline diletakkan di tempat tidur oleh Yanto.
Yanto pun melucuti bajunya sampai ia telanjang juga. Kini, kedua manusia itu sama-sama telanjang bulat dengan 2 kondisi berbeda. Yang satu, sadar kalau akan memperkosa seorang artis muda yang sangat cantik dan melampiaskan nafsu birahi kepadanya. Yang satu lagi, memang sadar, namun dia seperti tak bisa mengontrol tubuhnya sendiri dan membiarkan dirinya diperkosa. Yanto melebarkan kedua paha Raline untuk memperjelas sasaran tembaknya yang tak lain adalah alat kelamin Raline. Yanto sengaja menggesek-gesekkan penisnya ke belahan vagina Raline yang sangat tertutup rapat.
“umm ummm”, gumam Raline pelan, pinggulnya naik-turun seperti ‘mencari’ pasangannya.
Yanto tersenyum licik, dia ingin mempermainkan batin si dara cantik itu terlebih dahulu.
“gimana, neng? masukin nggak?”, goda Yanto yang terus menggesek-gesekkan alat kelaminnya ke vagina Raline.
“masukin, Paakhh…pleaseee….”, lirih Raline memelas.
“oke deh…hehe…”.
“heekh…ennggg…”, Raline terpaku dan matanya terbelalak saat kepala penis Yanto mulai mendobrak bibir vaginanya masuk ke dalam.
Bejat tapi masih baik. Yanto tak tega melihat Raline yang kelihatan menahan rasa sakit yang teramat sangat. Dia tak bergerak, memberikan waktu agar Raline bisa beradaptasi. Yanto mulai memajukan ‘cacing’ besarnya, menggali vagina Raline lebih dalam.
“oohhh…..”, desah Yanto.
Liang vagina Raline benar-benar hangat, sangat sempit, dan juga peret. Inilah kedahsyatan menyodok vagina yang dirawat dengan mahal oleh pemiliknya.
Yanto pun merem melek, penisnya seperti dicengkram kuat sekaligus dipijit-pijit oleh dinding vagina Raline. Selangkangannya terasa amat pedih, penuh sesak, dan rasanya seperti terbakar. Air mata Raline merembes keluar lagi.
“nnhhh..”, Raline menggigit bibir bawahnya saat Yanto menarik penisnya perlahan.
Dara cantik itu merasa vaginanya seperti ikut tertarik. Yanto mendorong lagi penisnya masuk ke ‘gua cinta’ milik Raline secara perlahan. Tarik-ulur perlahan, sengaja untuk membiasakan artis cantik itu menerima ‘tikaman’ penis pada kemaluannya.
“plk plk plk plk”. Yanto mulai meningkatkan tempo tumbukan penisnya terhadap vagina Raline.
“aaahhh aaahhh uummhhh mmmhhh”, nafas Raline semakin cepat, berbanding lurus dengan kecepatan hujaman penis Yanto.
“cllkk cllkk cllkk”. Liang vagina Raline semakin becek, Yanto makin mudah mempercepat hujaman penisnya.
“plok plok plok plok”, bunyi selangkangan mereka yang beradu dengan cepat.
“emmmmhhhh mmmhhhh….”. Tubuh Raline pun mengejang dan memeluk Yanto dengan erat.
Pria tua itu berhenti sejenak sekedar ingin meresapi siraman vagina Raline yang begitu hangat pada batang kejantanannya. Tak lama kemudian, Yanto mulai menggenjot lagi.
“ccpphhh ccpphhhh”. Yanto melumat bibir Raline dengan sangat bernafsu, dan Raline juga membalasnya dengan begitu bergairah. Bibir mereka saling kejar mengejar, lidah mereka saling belit membelit. Bagai sepasang kekasih yang bercumbu dengan panasnya ketika bercinta, padahal Raline sedang dalam kondisi diperkosa. Bukan pelet yang membuat Raline membalas ciuman Yanto dengan penuh gairah. Dalam tahap ini, tidak perlu pelet untuk membuat Raline menjadi sangat ‘bergairah’ dan kooperatif.
Nafsu birahinya sendiri yang membuat Raline berubah 180 derajat seperti itu.
“oohhhh…”, desah Raline lepas.
Rasa nikmatnya tak bisa dilukiskan. Tak terbayangkan kalau bersetubuh akan senikmat ini. Kedua kaki Raline pun melingkar di pinggang Yanto. Kedua tangannya merangkul leher guru tua itu. Aroma tubuh Raline yang wangi bercampur keringat dari birahinya yang sedang menggelora benar-benar sangat membangkitkan hawa nafsu Yanto. Si guru tua semakin gencar menyodok-nyodok vagina si gadis cantik. Tak jarang juga, ia memutar pinggangnya agar penisnya bisa mengaduk-aduk rahim.
“ooouuhhh aaahhhh uummhhh….”. Nafas keduanya semakin menderu-deru, keringat mereka bercucuran semakin banyak. Desahan dan eluhan mereka pun saling bersahut-sahutan. Baik si bapak tua maupun si gadis muda sedang terengah-engah, berlomba mencapai puncak dari kenikmatan yang mereka dapatkan dari alat kelamin mereka yang terus saling bergesekkan.
“ooh aah ooh aah ouuhh !!”.
“jleb !”. Yanto mendorong penisnya sekuat tenaga sampai Raline juga ikut terdorong.
“OOKKHHHH !!!!”, erang Yanto melepaskan orgasmenya.
“OOUUUHHHH !!”, Raline mengerang juga. Letupan sperma Yanto begitu kuat sampai membuat tubuh Raline berkedut-kedut setiap kali rahimnya ‘ditembak’.
“hhhhh….”. Keduanya mengatur nafas mereka yang tak teratur. Yanto memandangi wajah Raline. Betapa puasnya dia telah menggumuli wanita yang begitu cantiknya. Dan tambah puas mengingat di dalam rahim bidadari yang sedang dipandanginya itu telah menggenang air maninya. Terbayang oleh Yanto kalau Raline sampai hamil olehnya. Raline pun menatap kosong ke langit-langit rumah Yanto. Raline bingung, apakah dia baru saja diperkosa atau baru saja bercinta. Dibilang diperkosa, tapi tadi ia pasrah dan melayani Yanto dengan sangat bergairah. Dibilang bercinta, tapi tadi kadang Raline sadar kalau dia dipaksa melakukan hubungan badan. Yang jelas Raline benar-benar merasa sangat lemas, namun terasa enak dan lega.
Dalam hatinya ia juga mengakui kalau sensasi tadi benar-benar sangat luar biasa. Dan rasa hangat pada rahimnya juga membuat Raline merasa nyaman. Inikah yang namanya surga duniawi ?, tanya Raline sedang mencoba berusaha menelaah sensasi terhebat yang pernah ia rasakan pada hidupnya yang baru saja ia rasakan tadi. Harga dirinya sebagai wanita terhormat dan berpendidikan mengatakan seharusnya ia bersedih karena telah diperkosa. Namun, naluri alaminya sebagai wanita mengatakan kalau pergumulan tadi adalah momen yang sangat luar biasa nikmat dan ingin merasakannya lagi. Wajah cantik Raline terlihat begitu polos dan alami. Sungguh wajah yang mirip bidadari, ujar Yanto berpuitis di dalam hatinya. Penis Yanto yang telah menumpahkan isinya ke dalam rahim Raline pun kian menyusut. Dia mencabut penisnya. Dan seketika cairan putih agak kemerah-merahan pun meleleh keluar dari sela-sela bibir kemaluan Raline.
“emmhhh….”. Leher, bibir, dan payudara Raline menjadi target cumbuan Yanto. Alhasil, Raline bergairah kembali. Ia menunjukkannya dengan cara membalas pagutan Yanto penuh gairah. Berhasil membuat gadis cantik seperti Raline terangsang kembali tentu membuat Yanto ereksi penuh lagi. ‘tongkat pacul’nya sudah siap digunakan untuk menggarap ‘sawah’ yang ada di depannya. Malam itu, mungkin 3-4 kali Yanto menikmati tubuh indah Raline. Raline pasrah dirinya dicabuli terus oleh Yanto. Pertama saja dia tak bisa melawan apalagi seterusnya saat dia sudah lemas dan tak berdaya. Jadi, tak ada pilihan lain selain pasrah. Lagipula, tak bisa dipungkiri, Raline malah kelihatan begitu menikmati disetubuhi oleh guru tua itu berkali-kali
Keesokan paginya.
Prosedur yang harus dilakukannya agar Raline tidak mau meninggalkan rumah. Raline terbangun. Selangkangannya terasa begitu ngilu dan juga lengket. Teringat tentang kejadian tadi malam. Raline menangis. Harga dirinya telah hilang karena diperkosa seseorang yang memiliki status sosial yang berbeda dengannya. Selain itu, dia menangis karena kecewa dengan dirinya sendiri. Kecewa karena dia seharusnya tak menikmati pergumulan tadi malam. Cukup lama dia menangis, namun terhenti karena perutnya sangat lapar.
“aaww uww….”, Raline turun dari tempat tidur dengan perlahan. Selangkangannya terasa ngilu sekali. Tadi malam, Yanto juga menjebol anusnya. Tak heran kalau Raline merasa begitu ngilu. Raline menuju kamar mandi. Dia membersihkan tubuhnya, terutama selangkangannya yang ‘kotor’. Tak ada handuk untuk mengeringkan tubuhnya. Dia pun kembali ke kamar, mencari pakaiannya. Tak ditemukan. Sambil berbasah-basahan, Raline berjalan pelan ke semua sudut rumah untuk mencari pakaiannya, tapi tetap tak ketemu. Saat mencari, Raline mencium aroma makanan yang membuat perutnya bernyanyi keroncong.
Naluri alaminya membuatnya berhenti dan membuka tudung saji. Dia semakin lapar melihat nasi goreng telur yang ada di meja. Berpikir tak ada orang lain, Raline memutuskan untuk duduk dan menyantap nasi goreng itu dalam keadaan telanjang bulat. Raline makan dengan buru-buru. Dia merasa was-was, takut ada yang melihatnya telanjang. Tapi juga ada perasaan menggelitik, liar, dan begitu nakal. Baru kali ini Raline tak mengenakan apapun di luar kamar. Dan lebih parah lagi, Raline telanjang di rumah orang. Dia merasa begitu liar, sensasi yang aneh namun cukup memberi rasa gelitik di dirinya. Usai makan, Raline cepat-cepat masuk ke dalam kamar. Dia berusaha berpikir jernih. Lemari pakaian yang ada di dalam kamar terkunci. Tadi dia juga sudah mencari ke segala ruangan untuk menemukan sesuatu yang bisa dikenakannya, tapi tak ada.
Di saat itulah, Raline melihat sarung yang ada di pojok kasur. Masa bodohlah, Raline pun mengenakan sarung itu dan melilitkan ke tubuhnya. Dia terlihat seperti memakai kemben. Lumayan lah, bisa menutupi dari dada sampai lututnya. Raline pun duduk di kasur, memikirkan nasibnya saat ini. Sebagai seorang wanita, kalau sudah menjadi korban pemerkosaan, maka seperti tak ada masa depan lagi untuknya. Tapi, mau apa dikata, nasi sudah jadi nasi goreng. Tak bisa diubah lagi. Sekarang yang menjadi pikiran Raline, bagaimana caranya dia keluar dari rumah itu. Tak mungkin dia keluar menuju mobilnya yang diparkir di depan rumah Yanto dengan hanya menggunakan sarung untuk menutupi tubuh telanjangnya. Kalaupun ia nekat, pasti akan ada orang yang melihatnya, dan tentu akan berpengaruh padanya karena ia public figure. Apa kata wartawan jika ada yang tahu kalau dia baru saja keluar dari rumah seorang duda dengan hanya mengenakan sarung saja pada tubuhnya.
Belum lagi, ia khawatir kalau guru tua yang bejat itu telah mengambil gambar atau videonya saat dia tertidur tanpa mengenakan busana. Akhirnya, dengan terpaksa, Raline memutuskan untuk tinggal dan menunggu Yanto datang. Itulah kegunaan mantera Yanto tadi, membuat Raline secara tak sadar ingin tetap tinggal di rumah Yanto. Batin Raline seperti memberi 1001 macam alasan baginya agar tak meninggalkan rumah itu padahal pintu rumah tidak dikunci Yanto. Selama menunggu, Raline malah kepikiran tentang kejadian tadi malam. Ia seperti terngiang-ngiang akan ‘burung’ Yanto dan keperkasaan guru tua itu tadi malam. Seberapa keras pun Raline mencoba untuk menghilangkan pikiran ‘nakal’ itu, tetap saja dia kembali tersipu dan terbayang disetubuhi Yanto lagi, seperti orang yang sedang jatuh cinta, selalu membayangkan momen-momen indah bersama orang yang dicintainya. Semakin dibayangkan, Raline merasa sedikit ‘lucu’ pada daerah intimnya. Rasanya gatal menggelitik. Tanpa sadar, Raline menggerakkan tangannya dan mulai mengelus-elus lembut miss V-nya.
“emmm….”, gumam Raline lembut. Elusan-elusan tangannya sendiri memberikan rasa nikmat kepadanya. Raline mulai semakin intens mengusap-usap bibir vaginanya.
“uummhhh hmmmmhhh….”. Semakin lama memang semakin nikmat, tapi juga semakin ‘gatal’, terutama pada bagian dalam vaginanya.
“uwwmmhhh….”, sambil menggigit bibir bawahnya, Raline memasukkan jari telunjuknya. Baru kali ini ia melakukan masturbasi, tapi ia kaget sendiri kenapa ia lancar sekali melakukannya. Enak sekali rasanya, semakin dipercepat gerakan jarinya, maka semakin enak.
“aahhmmm eemmhhh”. Jari tengah Raline menyusul masuk dan membuat dara cantik itu semakin larut dalam masturbasinya. Saking larut dan terangsangnya, Raline tidak sadar kalau ada yang memperhatikannya bermasturbasi.
“aaah aahh ahhh AHNNNN !!!!”, tubuh Raline menekuk ke atas, begitu tegang. Pinggul Raline sampai terangkat dari kasur.
“hhh hhh hhh…”, Raline mengatur nafasnya, tubuhnya terasa ringan dan sekarang menjadi rileks.
“eh neng Raline belum pulang ?”. Raline langsung kaget. Refleks dia langsung menarik kain sarungnya untuk menutupi daerah intimnya. Wajahnya makin merah, nafasnya terengah-engah.
“neng Raline abis ngapain ? kok ngos-ngosan gitu ?”, ejek Yanto.
Raline tak menjawab, dia merasa sangat malu. Pasti Yanto tahu kalau tadi ia masturbasi.
“neng Raline laper ? nih Bapak bawain makanan…”.
“kok diem aja ? mau nggak nih ?”. Raline tetap diam.
“yaudah, Bapak makan sendiri kalau begitu…”.
“kruuuk…”, perut Raline bernyanyi lagi.
Sudah sewajarnya, makanan terakhir yang masuk ke dalam perutnya adalah sarapan tadi pagi dan sekarang sudah sore menjelang malam. Tak bisa menahan rasa laparnya lagi, Raline keluar kamar. Yanto sudah berganti baju dan membawa 2 gelas minuman.
“nah. neng Raline keluar juga. pasti neng Raline laper kan ? ayo sini, neng. Bapak beli pecel ayam nih buat kita berdua”. Yanto begitu ramah, seperti tak terjadi apa-apa saja, menciptakan deja vu bagi Raline.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Raline makan pecel ayam ditemani Yanto.
“Pak. tas, baju saya mana ?”, tanya Raline dengan nada dingin.
“oh ada di dalem lemari, neng. sebentar”.
“ini, neng…”. Raline mengambil pakaian dan tasnya dan masuk ke dalam kamar.
Tak lama kemudian, Raline keluar, sudah mengenakan pakaiannya dan menjinjing tasnya.
“permisi, Pak. saya pulang dulu..”, Raline masih bisa berlaku sopan.
“iyaa, neng. hati-hati”, jawab Yanto dengan santai dan tersenyum. 2 hari telah berlalu.
“tok tok tok…”. Seperti yang diduga Yanto. Raline yang mengetok pintu.
Bidadari imut itu berdiri di ambang pintu dengan pakaian anggun seperti biasa pada malam hari.
“Pak…”. Tiba-tiba Raline memeluk Yanto.
Dalam 2 hari, Raline yang memang sudah terkena pelet Yanto, selalu kepikiran guru paruh baya itu. Ditambah, dia sudah terkena ‘tongkat sihir’ Yanto, tak heran kalau Raline jadi begitu. Tersenyum penuh kemenangan, Yanto merangkul Raline masuk ke dalam, kemudian menutup dan mengunci pintu.
“ccpphh mmmhh ccpphhh mmmmhhh. neng..Raline..kenapa..ke..sini..ccpphh mmhh”, ucap Yanto terputus-putus karena sambil bercumbu penuh gairah dengan Raline.
Keduanya saling memagut begitu nafsu, lidah mereka bergantian masuk ke dalam rongga mulut satu sama lain.
“saya…ke..inget…emmhh…bapak…teruss…ccppphhh…mmmmhhh ccpphhh….”. Jawab Raline.
Tanpa membalas, Yanto pun menyingkirkan kedua tali gaun yang menyangkut di pundak Raline. Raline mengangkat kedua tangannya agar tali gaunnya bisa lepas. Gaunnya pun meluncur ke lantai dengan mudahnya. Tinggalah bra dan cd yang melekat di tubuh Raline. Sambil terus asik melumat bibir Raline yang lembut, Yanto membuka kaitan bra Raline. Dan terakhir, Yanto memelorotkan celana dalam dara jelita itu. Raline pun mengangkat kedua kakinya bergantian. Jadilah ia telanjang bulat di depan Yanto. Tubuh yang begitu indah dan putih mulus. Yanto mendekap tubuh Raline dan menciumi lehernya bertubi-tubi.
“ahhmmm Bapak aahh…”, desah Raline begitu manja sambil menggeliat kegelian.
Raline tak memikirkan lagi kalau dia sudah tak mengenakan apapun sedangkan Yanto masih berpakaian lengkap, dia malah sedang keenakan diciumi Yanto di lehernya. Yanto pun langsung menuntun bidadari cantik ke dalam kamar agar bisa segera menemaninya pergi ke ‘surga’. Sangat amat berbeda sekali Raline sekarang dengan Raline 2 hari lalu. 2 hari lalu Raline masih malu dan kaku sekali, tapi sekarang dia bergoyang begitu bersemangat. Alhasil, sepasang insan manusia itu pun bercinta penuh gairah, begitu menggelora dan sangat bernafsu. Raline kelihatan sangat puas bisa merasakan pentungan Yanto lagi. Artis berwajah cantik polos itu kelihatan sangat amat menikmati sodokan demi sodokan dan goyangan-goyangan penis Yanto pada vagina dan anusnya. Tak menyia-nyiakan kesempatan, setiap penisnya sudah mampu lagi setelah orgasme, Yanto kembali menggasak Raline lagi. Bagai tak ada puasnya bercinta, keduanya melakukannya berulang-ulang hingga akhirnya dini hari dan mereka benar-benar tak kuat lagi. Mereka berdua tidur dengan batin yang puas.
Keesokan Paginya
“neng. Bapak berangkat dulu ya…”, bisik Yanto pelan dan mengecup pipi Raline.
“mm ? iya…”, jawab Raline sebisanya.
Yanto pun berangkat kerja, dia sudah membuatkan sarapan untuk Raline yang tentu sudah dijampi-jampi supaya Raline semakin tergila-gila dan tunduk padanya. Tak lupa Yanto membacakan mantera di depan pintu rumahnya seperti kemarin supaya Raline ‘enggan’ meninggalkan rumah. Raline bangun.
“nnggggg….”, dia meregangkan anggota tubuhnya alias ngulet. Dia turun dari tempat tidur, selangkangannya terasa ngilu. Tak ada angin, tak ada hujan. Raline senyum-senyum sendiri dan tersipu malu saat melihat sprei tempat tidur yang awut-awutan. Tak pernah dibayangkannya kalau dia begitu puas dan menikmati berhubungan intim dengan lelaki tua yang bukan suaminya dan bahkan baru dikenalnya beberapa minggu terakhir ini saja. Harusnya ia membenci Yanto karena tubuhnya dinikmati secara paksa, tapi dia malah begitu menyukai saat diintimi oleh Yanto.
Raline sama sekali tak mengerti dengan perasaannya dan ia pun sampai ke keputusan akhir kalau dia akan bodo amat dengan kejadian yang menimpanya, dia akan mengikuti nalurinya saja. Go with the flow. Lagipula, tak ada yang tahu kalau dia ditiduri oleh seorang pria tua kecuali mereka berdua saja. Raline menghubungi ibunya dan berpura-pura sedang bersiap-siap syuting. Tentu ibunya percaya sebab Raline tidak pernah bohong ke keluarganya selama ini. Raline bilang kalau dia akan menginap di rumah teman perempuannya dekat lokasi syuting supaya mudah dan tidak perlu pulang atau pergi larut malam. Ibunya setuju sekali kalau Raline menginap supaya tidak bahaya pulang atau pergi larut malam. Andai ibunya tahu kalau anaknya menginap di rumah seorang oknum guru tua yang mesum. Ibunda Raline benar-benar tak tahu kalau anaknya telah ditiduri dan dicabuli berkali-kali oleh seorang pria tua yang tak pernah dikenalnya. Raline pun menutup telpon dan menaruhnya ke dalam tas yang ada di meja kecil samping tempat tidur.
Tiba-tiba ada perasaan nakal di hati Raline. Entah kenapa ia ingin mengulangi yang kemarin. Raline membuka pintu kamar perlahan, dia mengendap-endap keluar. Hatinya berdegup kencang. Sensasi luar biasa, merasa deg-degan sekaligus begitu bebas dan liar. Makan tanpa mengenakan sehelai benang pun. Apalagi, Raline belum membersihkan tubuhnya. Sperma Yanto masih membekas di sekitar selangkangan Raline. Bau air mani pun masih tercium tajam dari tubuh Raline. Selama makan, selalu muncul khayalan di pikiran Raline. Khayalan tentang ada beberapa orang yang mendobrak masuk dan menemukannya telanjang bulat atau juga berkhayal, tiba-tiba Yanto masuk dan ‘memperkosa’nya dengan beringas di meja makan. Raline tak tahu imajinasi liar dan nakal seperti itu datang darimana, tiba-tiba saja datang, dan selalu muncul meski ditolak berkali-kali oleh batin Raline. Tapi yang jelas, imajinasi-imajinasi nakal berdurasi pendek di pikiran Raline membuat bagian bawah bidadari cantik itu menjadi lembap.
Usai makan, Raline mandi membersihkan tubuhnya dari segala ‘noda’. Dia mengenakan pakaian santainya yang memang ia bawa. Tentu ia membawa pakaian ganti, karena kali ini, dia yang mengantarkan dirinya sendiri ke Yanto jadi ia sudah mengantisipasi kalau-kalau ia harus ‘bermalam’. Raline beres-beres rumah terutama tempat tidur yang sangat berantakan. Gadis cantik itu tersipu malu sendiri. Dia mengkondisikan dirinya sendiri seperti istri Yanto. Beres-beres sambil menunggu Yanto pulang, dan pasti setelah Yanto pulang, Raline tahu kalau dia akan digauli penuh gairah sampai larut malam. Raline seperti tak sabar menunggu Yanto pulang. Artis cantik nan imut itu merasa begitu bergairah. Tubuhnya terasa panas saat membayangkan Yanto akan mencabulinya dengan bernafsu. Pentungan Yanto yang besar dan keras tentu akan bisa membuatnya terpuaskan. Artis cantik itu berubah dari gadis baik-baik yang polos dan bertingkah sopan menjadi gadis nakal yang hanya berpikiran tentang sex.
Sore hari
Yanto pun pulang. Dan betapa senangnya saat Raline membukakan pintu untuknya sambil tersenyum manis.
“ayo, Pak. pasti Bapak laper. Raline udah masakkin makanan…”.
“wah neng Raline sampe repot-repot…”.
“nggak apa-apa, Pak..ayo kita makan”.
“iya, neng. Bapak ganti baju dulu…”.
Mereka pun makan bersama. Sikap Raline benar-benar hangat ke Yanto. Pria tua itu merasa seperti punya istri lagi. Dia sudah yakin kalau Raline sudah tunduk kepadanya. Usai makan dan mengobrol sebentar, Raline menunjukkan gelagat-gelagat nakal menggoda untuk memancing nafsu Yanto. Dia enggan meminta langsung karena malu.
“Pak. saya tidur duluan ya…”.
“iya, neng…”, jawab Yanto dingin dan melanjutkan menonton tv.
Raline merasa kesal. Saat dia sudah menerima kehadiran Yanto di hati dan hidupnya, pria tua itu malah dingin dan bersikap tak acuh terhadapnya. Tapi, saat Raline sudah masuk ke dalam kamar, Yanto mendekapnya dari belakang dan langsung mencumbui tengkuk lehernya bertubi-tubi.
“emm….”, desah Raline manja sambil tersenyum.
Kedua tangan keriput Yanto langsung menyelinap masuk ke dalam kaos yang dikenakan Raline. Agak terkejut juga, ternyata artis mungil itu tak mengenakan bra !. Yanto menyeringai mesum. Tanpa ada penghalang, dia bisa meremas-remas kedua gumpalan empuk milik Raline secara langsung dan juga bisa memilin-milin kedua puting Raline yang kenyal itu.
“emm emmm…”, suara Raline begitu lembut namun sensual. Tubuhnya pun menggelinjang keenakan. Kelihatan sekali kalau Raline sudah mulai bergairah.
“neng Raline jangan ngambek dulu. Bapak cuma bercanda kok”, rayu Yanto sambil terus asik menggrepei payudara Raline.
“umm…”, Raline hanya menggumam sebagai jawaban.
Wajahnya memerah. Dia agak malu juga, berarti sebenarnya Yanto tahu kalau dia sedang ‘kepingin’. Untuk memastikan, satu tangan Yanto merayap ke bawah, daerah lembab dan hangat alias daerah intim Raline. Ternyata benar, artis berwajah innocent itu juga tak mengenakan celana dalam. Sepertinya Raline sudah sepenuh hati melayani Yanto.
Tanpa ragu-ragu, Yanto langsung mengobel kemaluan Raline.
“aahh aammhhh uuuhhh”. Malam hari biasanya waktu orang beristirahat, tapi Yanto malah sedang asik menjamah tubuh seorang gadis muda yang cantik untuk menaikkan gairahnya. Malam itu pun berlanjut ke pergumulan yang begitu panas, bergairah, dan penuh nafsu di atas tempat tidur. Gadis itu melayani nafsu si pria berumur dengan sepenuh hati. Dan tentu si pria tua menggasak si dara cantik dengan penuh nafsu. Nafsu keduanya terlampiaskan dengan sangat puas setelah keduanya kelelahan.
“dari hari Senin, muka Bapak keliatan cerah dan sering senyum ? ada apa, Pak ?”, tanya Gia, salah satu rekan kerja Yanto di SMP tempat ia mengajar.
Gia adalah guru perempuan paling cantik dan muda di antara guru perempuan lainnya. Umurnya baru sekitar 28 tahun. Guru-guru pria banyak yang naksir Gia, termasuk Yanto. Tapi, Yanto tidak menggunakan peletnya karena masih ragu. Bisa dibilang Yanto beruntung.
Kalau saja ia menggunakan peletnya pada Gia, pasti dia tak akan mendapatkan Raline. Karena sudah mendapatkan Raline yang seperti bidadari, Gia jadi kelihatan tak menarik lagi di mata Yanto.
“ah, nggak ada apa-apa kok bu Gia. badan saya kerasa enak aja dari kemaren”, ujar Yanto bohong.
“abis dapet bini baru kali, Bu !! hahaha !!!”, celoteh Edi yang juga rekan kerja Yanto.
“sembarangan kowe…”. Yanto tak mau mengaku karena bisa repot kalau teman-teman kerjanya minta dikenalkan ke calon istrinya yang tak lain adalah Raline.
Yanto pulang ke rumah dengan semangat, langkahnya cepat seperti sedang berlomba jalan cepat. Rasa lelah dari mengajar seharian sama sekali tak terasa karena di benak Yanto sudah terbayang dengan wajah cantik Raline, senyumannya yang indah, dan terutama, tubuh Raline yang putih mulus, sungguh membangkitkan hawa nafsu. Benjolan di celana Yanto semakin besar saat dia membayangkan puting pink pucat Raline dan vaginanya yang merah merekah yang sangat menggugah selera.
Dan lebih baik lagi, bidadari cantik yang ada di rumahnya sekarang alias Raline, menerima perlakuan cabul dan mesumnya dengan senang hati dan tanpa protes sedikitpun. Yanto terkejut ketika pintu rumahnya terbuka. Di ambang pintu, berdiri Raline yang tak mengenakan apapun. Tak sehelai benangpun menutupi tubuh putih mulusnya. Payudara dan vaginanya terekspos begitu saja tanpa ada yang menutupi. Raline pun menarik Yanto masuk dan segera menutup pintu. Payudaranya naik-turun seiring dengan nafasnya. Raline merasa deg-degan tapi begitu liarr dan hebat. Membuka pintu depan dengan bertelanjang bulat adalah hal paling gila dan liar yang pernah ia lakukan dalam hidupnya.
“neng Raline…”, Yanto masih terbengong-bengong.
Setelah menenangkan hatinya yang deg-degan, Raline pun tersenyum dan menuntun Yanto untuk duduk di kursi. Dengan perlahan, Raline membukakan sepatu Yanto. Benar-benar seperti mimpi yang sangat nakal, seorang gadis cantik membukakan sepatunya tanpa mengenakan apapun.
“kok neng Raline nggak pakai baju ?”. Raline hanya tersenyum.
Setelah kedua sepatu Yanto terlepas, Raline berdiri dan mendekatkan mulutnya ke telinga Yanto.
“baju saya yang kemarin kotor. Saya lupa bawa baju ganti lagi…”, bisik Raline lembut sebelum tersenyum.
“oh begitu….”, Yanto tersenyum.
Sikap Raline benar-benar berubah, dari yang sopan, anggun, dan polos menjadi hangat, agresif, dan nakal. Hanya dalam hitungan hari saja. Memang hebat pelet gue, pikir Yanto. Tapi, dia ingat kalau pagi ini, dia tak menjampi-jampi makanan dan minuman Raline serta tak memantrai pintu rumah. Berarti Raline sudah kecanduan keperkasaan Yanto, persis seperti istrinya dulu. Dan juga Raline tak memakai kata saya lagi, tapi sudah menggunakan nama, berarti dia sudah nyaman dekat dengan Yanto.
“ayo neng. duduk sini..”, Yanto merapatkan pahanya untuk alas duduk Raline.
Dengan gerakan menggoda, Raline duduk di pangkuan Yanto, berhadap-hadapan. Kedua tangan Yanto langsung ‘menyergap’ kedua susu Raline dan juga menyambar bibir Raline.
“ccpphh ccpphh mmmhhh”, keduanya bercumbu mesra.
“Pak. mendingan kita makan dulu. udah saya buatin…”, Raline menghentikan ciuman mereka.
Dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, karena itu dia harus menghentikan Yanto agar bisa makan dulu sebelum melakukan ‘aktivitas’ itu.
“mm…oke deh, neng…”, Yanto sedikit kecewa.
Raline berdiri lagi dan menuntun Yanto ke meja makan.
“bentar ya, Pak…”. Raline bolak-balik mengambil piring, gelas, nasi, dan lauk pauk dari dapur. Melihat gadis cantik berkulit putih mulus berlalu-lalang di depan matanya tanpa mengenakan apapun tentu semakin memancing nafsu Yanto. Yanto langsung mengurung Raline dengan kedua tangannya dari belakang saat Raline akan mengambil nasi dari magic jar yang sudah ditaruh di atas meja makan. Di depannya meja makan, di belakangnya terhalang Yanto, kanan kiri terkurung oleh kedua lengan Yanto.
“ayo dong, neng. sekalii aja, Bapak lagi nafsu banget nih…”, bujuk Yanto sambil menekan-nekan selangkangannya ke pantat Raline.
“mmm…iyaa deh…”, jawab Raline sambil tersenyum.
Tak mungkin Raline bisa menolak kemauan Yanto. Dia juga sudah bergairah sedari tadi apalagi pantatnya disundul-sundul benjolan di celana Yanto. Lagipula, Raline tak mengenakan apapun untuk menutupi tubuhnya. Secara tak langsung, Raline mengatakan ke Yanto kalau dia bisa ‘diserang’ kapan saja. Yanto mundur sedikit sambil melorotkan celananya. Raline memundurkan pantatnya, menyodorkan pantatnya ke Yanto.
“awwwhhh….”, pekik Raline saat anusnya ditancap cukup kencang oleh penis Yanto.
“ooh oohh…”. Yanto menyodomi pantat Raline saat itu juga sampai 15 menitan.
Yanto pun mengambil piring Raline yang sudah berisi nasi. Dia mencabut penisnya, mengocoknya sebentar dan akhirnya menyemburlah air mani Yanto ke nasi Raline. Tanpa disuruh, Raline jongkok dan mengulum benda tumpul milik Yanto itu.
“Pak. kok nasi saya disiram pake punya Bapak sih ?”.
“nggak apa-apa, neng. coba aja dulu. enak kok…”.
“nggak mau ah..jorok…”.
“coba dulu..”, Yanto menyuapi Raline.
Sebenarnya Raline tidak jijik, dia sudah 5x menelan sperma Yanto. Dia hanya merasa aneh saja, memakan nasi dengan kuah air mani. Tapi, ternyata Raline suka dengan rasa gurih dan asin dari sperma bercampur nasi. Dan jadinya, Raline makan nasi dengan kuah sperma Yanto itu dengan lahap. Yanto hanya tertawa-tawa saja melihat Raline yang berwajah innocent itu lahap memakan nasi yang berlumuran air mani. Dan setelah makan, mereka pun melakukan ‘rutinitas’ favorit mereka yaitu saling mengadu alat kelamin di atas tempat tidur. Keesokan harinya pun berlangsung sama. Meski sama, keduanya tak pernah bosan menumpahkan hasrat mereka satu sama lain. Besok adalah hari minggu, Yanto sudah membeli amunisi, yaitu obat kuat. Dia berencana untuk menggempur Raline seharian penuh dan tak membiarkan gadis muda itu turun dari tempat tidur meskipun cuma sebentar. Pagi-pagi, Yanto sarapan dengan Raline. Baru kali ini, mereka bisa sarapan bersama karena biasanya Raline bangun agak siang, kelelahan digempur semalaman.
Setelah sarapan, barulah Yanto meminum obat kuat yang telah dibelinya kemarin.
“Pak..itunya…”, ucap Raline agak malu-malu menunjuk ke burung Yanto yang sudah berdiri tegak.
Mereka berdua memang tak mengenakan apapun sehingga Raline bisa melihat perkakas Yanto dengan jelas.
“iya nih, neng. hehe….”. Wajah Raline memerah melihat penis Yanto bergerak-gerak tanpa dipegang oleh si pemilik.
Dia tahu apa yang akan terjadi padanya kalau tongkat itu sudah berdiri tegak. Raline pun berlari kecil menuju kamar. Yanto pun segera mengejar Raline ke dalam kamar.
“emmm…jangan, Paakhh…masih pagi…”, kilah Raline berusaha menyingkirkan tangan Yanto yang menjamah vaginanya.
“justru itu, neng…kan kita belum pernah gituan pagi-pagi. hehehe…”.
“tapi..ntar ada yang ngeliat…”.
“nggak ada, neng…tenang aja…”. Dan Raline pun akhirnya tak bisa menolak lagi kemauan pejantan tua yang cabul itu. Dia tersenyum lalu berlutut, ‘menyerah’ pada todongan senjata Yanto.
Lidah Raline pun lincah menari-nari di selangkangan Yanto. Raline yang sebelum bertemu Yanto belum pernah mengulum kemaluan pria, kini terlihat begitu lihai dan natural membelai lembut penis Yanto dengan lidahnya. Tentu saja Raline jadi pandai mengulum, selama 2 hari kemarin, secara intensif, Yanto melatih kemampuan ranjang Raline, mulai dari berciuman, oral seks, sampai teknik dan posisi bercinta. Lagipula, semenjak Raline ‘mencicipi’ burung Yanto dengan lidahnya, dia suka dengan rasa asin dan amis dari penis Yanto. Raline juga tak tahu mengapa, dia suka sekali rasa penis Yanto, tak heran dia selalu menghayati dan menikmati saat mengulum kemaluan Yanto. Raline tidak tahu kalau Yanto minum obat kuat sampai Yanto menyemprotkan air maninya ke dalam mulut Raline, tapi setelahnya, tak mengecil sedikitpun. Raline tak berkomentar atau bertanya, dia malah naik ke tempat tidur dan terlentang pasrah, seperti sudah menyiapkan diri untuk melayani nafsu pejantan tuanya.
Yanto langsung menomplok bidadari cantik dan bersiap menikmati tubuh indah Raline seharian penuh. Desahan, nafas menderu, tetesan keringat, bunyi ranjang yang bergoyang, dan suara kecipak air mengiringi persetubuhan mereka yang sangat bergairah dan panas seperti pengantin baru di malam pertama. Dengan bantuan obat kuat, Yanto bisa terus-terusan menyodok mulut, anus, dan vagina Raline tanpa jeda sehingga artis cantik itu benar-benar lemas, kewalahan karena terus menerus dibuat orgasme oleh Yanto. Akhirnya dari pagi-sore, setelah 6 jam, efek obat itu berakhir. Raline sudah tidur duluan alias pingsan saking lemasnya setelah 4 jam digempur Yanto non-stop. Pria tua itu juga kelelahan dan tertidur memeluk tubuh Raline yang telah digunakannya untuk melampiaskan nafsunya dengan maksimal. Senja hari, sekitar jam 6 sore, barulah Raline terbangun. Tubuhnya terasa begitu pegal. Selangkangannya begitu ‘berantakan’ dan terasa ngilu sekali. Noda putih yang hampir menjadi kerak ada di mana-mana pada tubuhnya terutama daerah intimnya.
Raline pun ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya. Sementara itu, Yanto terbangun karena suara siraman air dari kamar mandi. Tak lama kemudian, Raline keluar.
“eh neng Raline udah bangun duluan ?”.
“iya, Pak. baru aja bangun…”. Yanto memperhatikan jalan Raline yang agak mengangkang.
“neng Raline kok jalannya ngangkang gitu ?”.
“um…ngilu, Pak…”, jawab Raline malu-malu.
“gara-gara Bapak ya ? maaf banget neng”.
“nggak apa-apa, Pak”, jawab Raline ditambah senyum manisnya.
“saya mau nyiapin makan malam dulu ya, Pak…”. Tanpa repot, Raline berjalan mengangkang keluar kamar tanpa mengenakan pakaian.
Sambil menyiapkan makanan, Raline masih merasakan sodokan-sodokan penis di vagina dan anusnya seakan dia masih di genjot Yanto. Raline pun hanya tersenyum saja sambil mengusap perutnya dan berpikir, pasti tak lama lagi, dia akan mengandung anak dari Yanto. Mereka berdua melalui malam penuh kemesraan dan kehangatan. Walau Raline tak mengenakan apapun, di dekat Yanto terasa hangat.
Malam semakin larut, Yanto dan Raline kini sedang bermesraan di tempat tidur. Keduanya saling berhadap-hadapan, berpelukan, dan berciuman.
“Pak. besok saya pulang ya”.
“kok? jangan, neng. jangan tinggalin Bapak sendirian..”.
“maaf, Pak. kalau besok saya nggak syuting, kontraknya batal…”.
“hm..ya udah, neng..nggak apa-apa deh…”.
“tapi kalau ada waktu, Raline bakal ke sini kok..”.
“bener yaa, neng ?”.
“iyaa…”.
“makasih yaa, neng…”, Yanto membelai rambut Raline lembut. Betapa cantiknya wajah yang ada di depan mata Yanto.
“cuupphh…emmm mmmhh…”, keduanya menggumam, mereka berdua berciuman dengan mesra dan saling bertatapan.
Meski kedekatan mereka terjadi karena pelet dan agak ‘pemerkosaan’, namun mata Raline menyorotkan sinar cinta, begitu juga Yanto.
“cuuphh ccpphhh…”, Raline mencium Yanto setelah mobilnya sampai di depan sekolah Yanto mengajar.
“ntar saya usahain abis syuting ke rumah Bapak..”. Usai mengucapkan perpisahan, Raline pun mengendarai mobilnya.
Yanto merasa sedih juga, ditinggal bidadarinya. Kalau nanti pulang, tak ada lagi si bidadari cantik yang menyambutnya. Sebenarnya, Raline belum syuting hari ini, dia baru syuting 2 hari lagi. Dia ingin membuat kejutan.
“ini, Mah, Pah…rumah kontrakan Aku…”.
“kok kecil ya ?”.
“ya mau gimana lagi, ini yang paling deket sama lokasi syuting…”.
“oh, ya terserah kamu..”. Raline menunjukkan rumah Yanto ke kedua orang tuanya dengan berpura-pura kalau itu adalah rumah yang dikontraknya.
Raline yang memang sudah diberi kunci duplikat rumah oleh Yanto, mengajak kedua orang tuanya ke dalam.
“kok masih banyak barang ?”.
“iya, kata yang punya kontrakan, biarin aja..”.
“oh…”. Setelah kedua orang tuanya melihat-lihat, Raline pun mengantar kedua orang tuanya pulang sekalian mengambil barang-barang pribadinya untuk ditaruh di rumah Yanto.
Ibu dan bapaknya membantu Raline packing barang-barang yang bisa dipakai. Mereka tidak tahu kalau anaknya bukan mengontrak melainkan tinggal bersama seorang pria tua yang mesum. Andai mereka tahu kalau anak mereka yang cantik itu sudah dijamah berkali-kali oleh pria tua yang bahkan tak pernah mereka kenal. Raline sendiri belum berencana untuk memberi tahu tentang hubungannya dengan Yanto. Raline yakin, pasti kedua orang tuanya takkan setuju dia menjalin hubungan dengan pria yang tua dan hanya berprofesi sebagai guru. Ia tahu keinginan orang tuanya yang berharap ia mencari suami yang tampan dan mapan.
Atau setidaknya, suaminya berkecukupan dengan rentang umur yang tidak terlalu jauh, 3-6 tahun dengan Raline. Bukannya dengan pria yang umurnya jauh lebih tua dari umur Raline sekarang, mungkin seusia pamannya. Raline segera berangkat lagi ke rumah Yanto dengan mobilnya yang penuh dengan barang pribadinya. Kebanyakan Raline membawa baju, parfum, sedikit kosmetik, pokoknya dia membawa keperluan syuting, tapi dia juga membawa barang-barang lainnya seperti bed cover, selimut, guling dan bantal favoritnya, tentu juga sarung untuk guling dan bantalnya. Begitu sampai, Raline langsung beres-beres seorang diri. Memindahkan barang-barang dari mobilnya ke dalam rumah Yanto. Akhirnya kamar Yanto jadi terlihat seperti kamarnya, Raline merasa tambah nyaman saja. Dara jelita itu sekalian membersihkan rumah Yanto. Tak terasa, sudah hampir jam pulang Yanto, Raline merapikan makanan di meja makan lalu mandi untuk menyegarkan tubuhnya yang berkeringat sehabis beres-beres seharian tadi. Sambil mandi, Raline merasa tak sabar sekaligus deg-degan menunggu Yanto pulang layaknya istri yang menunggu suaminya pulang.
“cklek…”. Yanto mengunci kembali pintu rumah setelah masuk ke dalam. Dia langsung mencari-cari sumber dari aroma sedap yang ia cium pas masuk ke dalam rumah. Ternyata ada macam-macam makanan enak yang tersedia di meja makan. Yanto tersenyum sumringah. Dia tahu siapa yang menyiapkan makanan untuknya. Tak mungkin makanan itu muncul begitu saja atau ada peri yang membuatkan makanan seperti di dalam dongeng. Pastilah seorang bidadari cantik berkulit putih mulus nan indah, pikir Yanto.
“neng Raline !! neng Raline !!”, panggil Yanto tak sabar ingin melihat bidadarinya. Dia pun langsung mengecek dapur, tak ada. Saat Yanto membuka pintu kamar untuk mencari Raline, pria tua itu cukup terkejut. Kamarnya berubah jadi harum, sangat rapi, dan ada beberapa boneka serta parfum. Yanto menoleh ke belakang saat ada yang mencoleknya.
“neng Raline !”, Yanto langsung tertegun melihat Raline yang sekarang berdiri di depannya.
Raline mengenakan pakaian yang bisa disebut gaun malam berwarna hitam namun sangat tipis, bahkan cenderung transparan. Dan Raline tidak mengenakan apapun selain gaun itu. Yanto bisa dengan jelas melihat lekuk-lekuk tubuh Raline. Keindahan tubuh rampingnya dan kemulusan kulit putihnya seakan berpadu dengan gaun indahnya membuat Raline kelihatan anggun tapi juga sexy menggairahkan.
“Bapak baru pulang. Saya udah nunggu dari tadi…”, lirih Raline manja sambil melingkarkan kedua tangannya di leher Yanto.
“tapi, bukannya Neng….”. Raline memutus ucapan Yanto dengan mencium pria tua itu. Tak disangka, gadis cantik yang kelihatan sopan dan anggun itu bertingkah sangat manja dan agresif di depan Yanto.
“mmm…”, keduanya begitu menikmati ciuman itu. Sangat lembut dan penuh perasaan.
“mendingan kita makan dulu, Pak…”, ucap Raline menghentikan ciumannya sendiri. Yanto tersenyum senang sambil mengangguk.
Sambil makan, tak henti-hentinya Yanto memandangi Raline yang mengenakan gaun transparan itu.
Meski memang tubuh Raline tak begitu sintal dan montok, tapi warna kulit Raline dengan gaun hitamnya begitu kontras, memicu gairah Yanto. Bidadari cantik itu terlihat seksi sekali. Raline juga tahu kalau Yanto terus memperhatikannya. Dia tahu harusnya dia tak mengenakan pakaian menggoda untuk Yanto. Biasanya itu dilakukan seorang wanita untuk memancing nafsu suaminya sebelum berhubungan intim dan Raline sadar betul kalau Yanto itu bukan lah suaminya. Tapi, entah datang darimana, Raline memang sangat ingin memanjakan mata Yanto dan ‘menggoda’ nafsu pria tua itu sejak tadi pagi, makanya ia membeli pakaian itu tadi siang. Tentu ia membelinya dengan menyamar agar tak ada orang yang mengenalinya. Raline tahu keinginannya tak seharusnya ia penuhi, tapi ia tak bisa melawan hasrat untuk ‘menggoda’ Yanto.
Raline sampai sekarang tak mengerti kenapa ia kepincut dengan Yanto dan setiap ia jauh dari Yanto, ia selalu membayangkan wajah Yanto dan momen-momen bermesraan dengan guru tua itu. Keinginannya sudah dilaksanakan, sekarang ia mendapatkan rasa luar biasa dari pakaiannya yang mengundang mata Yanto terus terpaku kepadanya. Raline merasa begitu nakal, bangga, dan juga merasa sangat seksi. Inikah rasanya seorang istri yang berhasil menggoda suaminya dengan pakaian sexy ?, Raline bertanya-tanya dalam hatinya sendiri. Usai makan, tiba-tiba Raline berdiri dan melepaskan gaunnya hingga ia telanjang. Dia menarik kedua tangan Yanto yang masih kotor dengan makanan lalu menaruhnya di pantatnya.
“neng..tangan Bapak kotor…”.
“nggak apa-apa, Pak…gimana kalau kita cuci tangan di kamar mandi ?”, ajak Raline dengan sangat menggoda.
Yanto langsung mengangguk semangat. Usai mencuci tangan, mereka pun langsung berasyik-mahsyuk di atas tempat tidur. Meluapkan gairah mereka yang begitu menggebu-gebu seakan tiada hari esok.
Yanto tentu begitu sangat amat bernafsu menyenggamai gadis muda yang cantik seperti Raline. Sementara Raline tak enggan dan senang hati melayani pria tua dan jelek seperti Yanto dengan tubuh indahnya karena dia sudah ‘kecantol’ dengan senjata Yanto. Semenjak hari itu, Raline resmi tinggal bersama Yanto. Yanto merasa rumahnya seperti surga karena ada bidadari yang selalu menemaninya. Raline melayani Yanto sepenuh hati, baik lahiriah maupun (terutama) bathiniah. Tak jarang Yanto melakukan ‘serangan fajar’ ke Raline dan Raline tak pernah menolaknya.
Dan jika Raline ada syuting lalu pulang larut malam, biasanya Yanto menunggu Raline pulang untuk kemudian menyergap dan langsung ‘menculik’ bidadarinya itu ke dalam kamar. Tapi, meskipun sangat lelah setelah pulang syuting, Raline selalu tersenyum melayani nafsu Yanto. Dia merasa sudah menjadi kewajibannya untuk melayani Yanto. Ya, saking seringnya diintimi, alam bawah sadar Raline mengkondisikan dirinya sendiri seperti istri Yanto yang harus siap melayani nafsu Yanto kapan pun.
Suatu malam, Raline pergi ke acara penghargaan bagi perfilman Indonesia. Yanto mengerti kalau Raline tak mengajaknya. Dia menonton tv sendirian di rumah. Raline menjadi salah satu host acara penghargaan itu, lebih tepatnya pembaca nominasi salah satu kategori penghargaan. Yanto memperhatikan Raline dalam keadaan ‘normal’. Terlihat begitu anggun dan sangat cantik. Yanto pun tersenyum, sementara pria-pria lainnya yang menyaksikan acara itu baik secara langsung maupun melalui tv pasti penasaran dengan kemulusan tubuh seorang Raline Shah yang bertampang cantik innocence, Yanto tahu betul ‘onderdil’ yang dipunyai Raline yang sudah dilihatnya berkali-kali. Melihat Raline di tv, Yanto jadi membayangkan tubuh indah nan putih mulus itu ada di depannya. Andai saja bidadarinya yang sedang ia pandangi di tv ada di sampingnya, pasti Yanto sudah menyembunyikan Raline dalam sarungnya untuk ‘merawat’ burung miliknya.
Raline masuk sebagai nominasi artis wanita favorit, tapi ia tidak menang. Begitu pulang, Yanto langsung memeluk Raline.
“kamu jangan sedih, sayang…itu cuma penghargaan biasa…”, ucap Yanto menyemangati Raline.
“iya, Pak. Saya juga nggak sedih. saingan saya hebat semua”.
“hmm..bagus bagus…”.
“tapi..kamu menang penghargaan kok ?”.
“penghargaan apa, Pak ?”.
“calon istri terbaik 2023 hehe…”.
“ah Bapak….”, pukul Raline manja.
“kamu mau lihat pialanya nggak ?”, Yanto menatap ke benjolan di sarungnya. Sambil menggigit bibir bawahnya, Raline mengangguk. Yanto pun langsung menggaet bidadarinya ke dalam kamar dan bercinta penuh nafsu. Usai bersenggama, Raline dan Yanto pun bercengkrama.
Kini Raline Shah, aktris yang terkenal di Indonesia dan mancanegara itu tak lebih dari seorang budak seks dari seorang guru cabul yang bernama Yanto.
The End