Namaku Rian, aku seorang pegawai swasta di B*****g. Baru sebulan ini aku pindah kantor, alasannya klasik, soalnya kantor baruku ini memberi gaji yang jauh lebih tinggi dari kantorku yang lama. Sebenarnya sih aku agak heran dengan kantor baruku ini, soalnya waktu wawancara dulu gaji yang aku ajukan tidak ditawar sama sekali, langsung setuju! Emang sih aku agak nyesel kenapa gak nawarin yang lebih tinggi lagi, tapi aku sadar diri, untuk posisi yang aku tempati sekarang saja, gajiku tergolong sangat tinggi.
Hari itu hari Jumat, setelah makan siang, HP ku tiba-tiba berdering. Itu dari Bu Ita, manager keuangan yang dulu menyetujui gaji yang aku ajukan. Mengingat “jasanya” dia ke aku, tentu saja aku sangat menghormati dia.
“Halo bu, selamat siang,” sapa saya menjawab telpon.
“Halo Rian..” jawab dia riang sekali.
“Ada yang saya bisa saya bantu?” tanya saya, basa-basi sih.
“Ah enggak cuma ngecek kamu aja. Dah makan siang?” tanyanya ramah.
“Oh sudah bu, baru aja,” jawabku.
“Gimana kerja di sini, ada masalah?” tanya bu Ita lagi.
“Wah enggak bu, tapi memang saya baru mulai sih, baru membiasakan diri dengan keadaan kerja di sini,” jawab saya singkat.
“Gimana gajinya, dah cukup?” tanyanya dengan suara menggoda.
“He.. he.. he.. maunya sih tambah lagi bu,” jawab saya sambil tertawa.
“Hah.. segitu aja udah tinggi kan?” balas bu Ita sedikit kaget.
“Iya bu, becanda tadi..” jawabku singkat.
“Oh.. kirain,” jawabnya. “Eh Rian nanti sore sehabis kantor kamu ada kerjaan gak?” tanya bu Ita.
“Enggak kayaknya bu, ada apa emangnya,” tanyaku sedikit heran.
“Hmm.. ada yang ingin saya bicarakan, agak pribadi sih, makanya saya ingin bicarainnya sehabis kantor aja nanti,” jawab bu Ita.
“OK bu, saya gak ada janji untuk sore sampe malem nanti,” jawab saya.
“OK nanti aku tunggu di kafe xxx nanti sore,” kata bu Ita.
“OK bu,” jawab saya.
“Ok kalo gitu, oh iya, golongan darah kamu apa?” tanya bu Ita sebelum mengakhiri pembicaraan.
“B,” jawabku penuh kebingungan.
“Perfect! OK deh aku tunggu nanti sore,” kata bu Ita lalu menutup telponnnya.
Aku Rela Menjadi Pejantan Untuk Menghamili Bu Ita – Cerita Becek.
Sejenak aku terdiam penuh kebingungan, tapi aku kembali bekerja sebab pekerjaanku lumayan menumpuk.
Setelah pulang kerja aku arahkan mobilku ke kafe xxx yang dijanjikan tadi. Dalam perjalanan aku diselimuti kebingungan yang amat sangat. Bu Ita… Ada apa manager keuangan kantorku itu mau menemuiku, soal urusan pribadi lagi. Dan yang paling membuatku bingung adalah dia sempat menanyakan golongan darahku, untuk apa?
Sebagai informasi, Bu Ita berumur sekitar 34-35 tahun. Masih cukup muda untuk menjadi manager keuangan, tapi memang dia berasal dari keluarga yang berteman dekat dengan pemilik perusahaanku. Ditambah lagi suaminya, pengusaha yang dulu jadi sahabat pak Faisal presdir perusahaanku sewaktu kuliah. Oh iya bu Ita sudah bersuami, tapi sayang mereka belum dikaruniai anak. Tapi mungkin karena hal itu bu Ita terlihat masih seperti wanita muda. Badannya tinggi semampai, ramping tanpa lemak. Kulitnya kuning langsat dengan rambut lurus sebahu. Matanya berbinar selalu bersemangat dan bibir tipisnya itu selalu menarik perhatiannku. Hanya ada satu kata yang dapat mewakili bu Ita… Cantik.
Sesampainya di kafe xxx, aku melihat bu Ita melambai ke arahku dari meja yang agak di pojok. Kafe itu memang agak sepi, pelanggannya biasanya eksekutif muda yang ingin bersantai setelah pulang kerja.
“Sore bu, maaf agak terlambat,” kataku sambil menyalaminya.
“Oh gak pa-pa,” kata bu Ita sambil mempersilakkan aku duduk.
Aku Rela Menjadi Pejantan Untuk Menghamili Bu Ita – Cerita Becek.
Selanjutnya aku dan bu Ita mengobrol basa-basi, bercerita tentang kantor, dari yang penting sampe gosip-gosipnya. He.. he.. he.. gak guna banget.
Setelah beberapa lama akhirnya aku mengajukan pertanyaan.
“Oh iya bu, sebenarnya ada apa ya mengajak saya bertemu di sini,” tanyaku memulai.
“Oh iya,” jawabnya. Mendadak wajahnya sedikit pucat.
Beberapa saat Bu Ita terdiam. Kemudian mulai berkata, “Begini Rian, kamu tau kan kalo aku sudah berkeluarga?”
Aku menganguk kecil untuk menjawabnya.
“Tahun ini adalah tahun ke 10 pernikahanku,” lanjutnya.
Kemudian dia mengeluarkan sebuah foto dari dalam dompetnya.
“Ini foto suamiku waktu sebelum nikah, gimana mirip kamu gak?”
Aku Rela Menjadi Pejantan Untuk Menghamili Bu Ita – Cerita Becek.
Aku mengambil foto tersebut dan mengamati sebentar. Memang sih ada banyak kemiripan antara orang di foto terebut dengan aku, tapi gantengan aku dong (ge-er mode on).
“He.. he.. he.. kayak ngaca,” jawabku sambil mengembalikan foto tersebut. Sebenernya aku makin bingung arah pembicaraan Bu Ita.
“Kamu tau kan aku dan suamiku belum dikaruniai anak?” tanyanya lagi.
“Iya…” jawabku bingung.
“Jadi begini Rian, aku dan suamiku sudah mencoba beberapa cara. Tapi belum berhasil. Sedang umurku semakin bertambah, makin sulit untuk bisa punya anak. Memang kami sudah tau masalahnya ada di suamiku dan dia sekarang dalam terapi pengobatan, tapi mungkin suamiku butuh bantuan lain….. dari kamu,” kata Bu Ita.
“Bantuan dari saya? Maksudnya bu?” tanyaku yang sudah di puncak kebingungan.
“Mungkin kamu bisa bantu suamiku untuk membuahi aku,” katanya pelan.
“Maksudnya saya menyumbang sperma untuk bayi tabung ibu dan suami ibu?” tanyaku tergagap.
“Bukan, aku sudah pernah coba cara itu dan gagal. Sperma suamiku terlalu lemah. Kalau aku ulangi sekarang tentu suamiku curiga. Lagi pula sulit untuk menukar sperma suamiku dengan spermamu nanti,” jawab Bu Ita.
“Jadi?” tanyaku lagi.
“Aku pingin kamu meniduri aku, membuahi aku sampai aku hamil,” jawabnya singkat.
Aku cuma bisa ternganga terhadap permintaan Bu Ita yang ku anggap sangat gila itu.
“Tenang, jangan takut ketahuan. Kamu mirip sekali dengan suamiku, apalagi golongan darah kalian sama, jadi anak yang lahir nanti akan sulit sekali diketahui siapa ayah sebenarnya,” kata Bu Ita meyakiniku. Akhirnya terjawab kenapa dia tanya golongan darahku tadi. Mungkin alasan Bu Ita begitu gampang menyetujui waktu aku wawancara dulu salah satunya adalah rencana ini.
“Trus bagaimana kita melakukannya?” tanyaku setelah menenangkan diri.
“Kamu ada waktu malem ini? Kebetulan suamiku lagi keluar kota sampai besok,” tanya Bu Ita.
“Aku available,” jawabku.
Aku Rela Menjadi Pejantan Untuk Menghamili Bu Ita – Cerita Becek.
Kemudian Bu Ita menelpon ke rumahnya, memberitahukan pembantunya dia tidak pulang malam itu sambil memberi alasan. Kemudian dia mengajakku ke hotel xxx. Setelah cek in, kami langsung masuk kamar. Di dalam kamar, tidak ada pembicaraan yang berarti. Bu Ita langsung ijin untuk mandi, setelah dia selesai, gantian aku yang mandi.
Setelah aku keluar dari kamar mandi, aku melihat Bu Ita yang hanya memakai bathrobe tiduran sambil menonton tv. Aku kemudian duduk di pinggiran tempat tidur.
“Bagaimana, kita mulai?” tanyaku dengan perasaan gugup.
Soalnya biasanya aku ML tujuannya cuma untuk senang-senang, bahkan pakai alat kontrasepsi agar pasangan ML ku tidak hamil. Kalau ini malah tujuannya pengen hamil.
“OK,” jawab Bu Ita kemudian bergeser memberi aku tempat untuk naik ke tempat tidur.
Aku berbaring di sampingnya kemudian berkata, “Bu, mungkin tujuan kita supaya ibu bisa hamil, tapi apa bisa kita melakukan persetubuhan ini seperti layaknya orang lain yang mencari kepuasan juga?”
“Gak pa-pa sayang,” jawab Bu Ita. “Aku rela kok kamu tidurin. Malah sejujurnya kamu tuh bangkitin nafsuku banget. Ngingetin aku di awal-awal pernikahanku,” jawab Bu Ita nakal.
Aku kemudian mengecup dahi Bu Iita, sesuatu yang selalu aku lakukan sebelum meniduri wanita. Bu Ita terseyum kecil.
Kemudian aku mengecup bibir Bu Ita. Bibir tipis yang selalu menarik perhatianku itu ternyata nikmat juga. Kemudian aku mulai mencium bibirnya lagi, kali ini lebih lama dan lebih dalam. Sambil mencium bibir Bu Ita, tanganku mulai bergerilya. Pertama-tama aku elus rambutnya, Bu Ita membalas dengan sedikit meremas kepalaku. Kemudian tanganku turun untuk mengelus-elus tubuhnya, walaupun masih dari luar bathrobe.
Masih sambil berciuman, perlahan aku buka tali bathrobenya. Setelah membuka sebagian bathrobe bagian atasnya, aku langsung mengelus payudaranya, ternyata Bu Ita sudah tidak memakai bra. Awalnya aku hanya mengelus, tapi kemudian berubah menjadi meremas. Payudaranya masih kenyal, walaupun sudah sedikit turun, tapi sangat nikmat untuk diremas.
Kemudian aku mulai memilin-milin putingnya. Bu Ita merintih pelan, kemudian melepaskan ciuman. Aku kemudian turun sedikit untuk mulai menjilati puting Bu Ita. Aku mulai menjilati puting yang kiri sedang payudara yang kanan aku remas dengan tangan. Kemudian berganti aku menjilati yang kanan sambil meremas payudara yang kiri. Sesekali aku gigit-gigit kecil, tapi sepertinya Bu Ita tidak terlalu suka, dia lebih menyukai aku menyedot kencang putingnya.
Tangan kananku kemudian turun ke bawah untuk membuka bathrobe bagian bawahnya hingga tubuhnya terlihat semua. Bathrobe hanya menyangkut di tangannya. Tanganku mulai mengelus pahanya. Perlahan aku buka sedikit pahanya untuk mengelus paha bagian dalamnya, begitu mulus kulit bagian itu. Tanganku naik ke atas menuju selangkangan, ternyata Bu Ita masih memakai CD. Aku tak mau langsung ke vaginanya hingga tanganku beralih ke pantatnya. Aku meremas pantat yang bulat ini dari dalam CDnya, sebab aku selipkan tanganku ke dalam celananya. Jujur aku adalah penggemar pantat dan pinggul wanita. Apalagi wanita seperti Bu Ita ini. Pinggulnya ramping tapi pantatnya besar membulat.
Aku Rela Menjadi Pejantan Untuk Menghamili Bu Ita – Cerita Becek.
Perlahan remasan ke pantat Bu Ita aku alihkan ke depan. Di garis vaginanya aku merasa sudah banyak cairan yang keluar dari vaginanya. Kemudian aku mengelus vaginanya mengikuti garis vagina. Perlahan aku tusuk vaginanya dengan jari tengahku. Tubuh Bu Ita tersentak, pinggulnya diangkat seperti mengantarkan vaginanya untuk melahap jariku lebih dalam. Jariku aku keluar masukkan perlahan, Bu Ita merintih semakin keras.
Aku turun ke bawah, ingin menjilat vaginanya. Tapi Bu Ita menahan tubuhku.
“Gak usah Rian, aku malu,” kata Bu Ita. “Langsung masukin aja sayang, aku dah gak tahan,” lanjut Bu Ita.
Aku memposisikan tubuhku di atas Bu Ita. Kemudian aku lebarkan pahanya sehingga selangkangannya terbuka lebar. Aku arahkan penisku ke vaginanya. Perlahan aku arahkan penisku ke permukaan vaginanya, tapi Bu Ita memandangku dengan penuh harapan supaya aku cepat memasukkan penisku ke vaginanya.
Perlahan aku dorong penisku untuk masuk ke vaginanya. Vaginanya masih seret, mungkin karena belum pernah melahirkan. Aku mulai mengeluar masukkan penisku dari vaginanya, sedangkan Bu Ita merintih keras setiap penisku menghujam vaginanya. Sesekali aku mencium bibirnya, tapi dia lebih suka merintih sambil memejamkan matanya menikmati setiap gesekan vaginanya dengan penisku. Tangan Bu Ita mencengkram bahuku, sepertinya dia ingin tubuh kami bergesekan keras agar payudaranya tergesek oleh dadaku.
“Mas terus mas, terus…” rintih Bu Ita. Sepertinya dia membayangkan suaminya yang menyetubuhinya. Sebenarnya aku agak cemburu, tapi aku pikir-pikir lebih baik daripada dia merintih memanggil namaku, nanti dia kebiasaan bisa berabe kalau dia memanggil namaku sewaktu bersetubuh dengan suaminya.
Tiba-tiba tangan Bu Ita mencengkram pantatku seakan membantu dorongan penisku agar lebih kuat menghujam vaginanya. Pinggulnya pun semakin aktif bergerak ke kanan – ke kiri sambil kadang berputar. Sungguh beruntung aku bisa menikmati tubuh molek Bu Ita yang sangat ahli bercinta.
Tiba-tiba tangannya menekan keras pantatku ke arah vaginanya. Sepertinya dia sudah orgasme. Tubuhnya menegang tidak bergerak. Akupun menghentikan pompaanku ke vaginanya sebab tangannya begitu keras menekan pantatku.
Setelah tubuhnya berkurang ketegangannya aku mulai pompaanku perlahan. Cairan orgasmenya membuat vaginanya semakin licin. Memang vaginanya jadi berkurang daya cengkramnya, tapi kelicinannya memberikan sensasi yang berbeda.
Aku mengangkat tubuhnya untuk berganti posisi. Tapi Bu Ita menolak sambil berkata, “Rian please, kali ini gaya konvensional aja ya… aku pengen nikmatin… besok-besok ya.” Aku meletakkan tubuh Bu Ita lagi.
Goyangan pinggulnya makin menggila, bergerak ke kiri dan ke kanan, tapi aku paling suka saat berputar. Sungguh hebat goyangan Bu Ita. Mungkin itu goyangan terbaik dari wanita yang pernah aku tiduri. Tangannya kembali menekan keras pantatku, Bu Ita sudah sampai di orgasme keduanya. Tubuhnya sangat tegang kali ini, sampai perlu lama untuk kembali normal.
Setelah berkurang ketegangannya, aku berkata, “Bu apa kita sudahin dulu? Kayaknya ibu sudah lemas sekali,” kataku.
“Gak pa-pa Rian, aku pengen sperma kamu, terusin aja,” jawab Bu Ita.
Aku mulai memompa lagi vaginanya dengan penisku. Kali ini vaginanya sudah benar-benar basah. Bu Ita sudah mengurangi gerakannya, mungkin dia sudah terlalu lemas. Aku konsentrasikan pompaanku ke vaginanya hingga Bu Ita mulai merespon lagi. Sebenarnya aku sudah sedikit lagi ejakulasi saat Bu Ita tiba-tiba berteriak kencang, “Arrrhgh….. Rian gila enak banget,” jerit Bu Ita sambil menjepit tubuhku dengan kedua pahanya.
“Aduh gila Rian…. Aku dah 3 kali keluar kamu belum keluar juga. Ayo dong Rian, aku cari pejantan bukan cari gigolo,” kata Bu Ita lemah.
Aku sebenarnya kasian dengan Bu Ita, tapi aku juga sedikit lagi ejakulasi. Aku goyang perlahan penisku. Kali ini aku benar-benar konsentrasi menggapai orgasmeku. Tak berapa lama, aku merasa spermaku sudah sampai di ujung penisku.
“Bu saya dikit lagi keluar bu,” kataku sambil menikmati sensasi luar biasa.
Bu Ita membantu dengan menggoyangkan pinggulnya sambil menahan pantatku agar penisku tidak lepas dari vaginanya.
“Agkh…..”
Crot.. crot.. crot.. crot.. empat kali spermaku kusiram deras ke liang vaginanya. Bu Ita menahan pantatku kuat-kuat agar spermaku masuk ke rahimnya dalam-dalam.
“Tahan sebentar Rian, supaya spermanya masuk semua,” kata Bu Ita sambil menahan pantatku ke arah selangkanyannya.
Setelah beberapa menit baru Bu Ita melepaskan cengkramannya. Aku kemudian merebahkan tubuhku di sampingnya.
Malam itu aku menggagahi Bu Ita sampai 3 kali. Sama seperti yang pertama, aku tumpahkan seluruh spermaku ke liang vaginanya. Setelah itu persetubuhanku dengan Bu Ita jadi acara rutin. Minimal 2 kali seminggu aku menyetubuhinya. Aku bahkan dilarang bersetubuh dengan wanita lain, agar spermaku benar-benar 100% masuk ke rahimnya.
Dua bulan kemudian Bu Ita positif hamil, tapi sampai saat ini, saat kehamilannya memasuki bulan ke 3, aku masih rutin menyetubuhi Bu Ita. Sepertinya Bu Ita tidak bisa menolak kenikmatan digagahi olehku, dan aku tentu saja tidak mau kehilangan goyangan dasyat Bu Ita.
The post Aku Rela Menjadi Pejantan Untuk Menghamili Bu Ita – Cerita Becek. appeared first on CeritaSeksBergambar.