Amelia Sahabat Penaku Kena Entot dan Perawanku Direnggut Pacar

Author:

Cerita Seks Dewasacerita seks panas ini adalah cerita bokep seks indonesia yang benar – benar terjadi dari kehidupan nyata. Hubungan kami berawal dari dimuatnya surat pembacaku, ketika aku masih mahasiswa, di suatu surat kabar yang beroplah nasional tentang kesulitan mengirim surat ke luar negeri. Seminggu kemudian datang surat kepadaku mengomentari suratku dan menceritakan hal yang sama dengan yang kualami. Ia mengatakan hobinya juga surat-menyurat (korespondensi) dan mengajak bertukar hobi denganku.Semenjak itu kami rajin saling berkirim surat. Walaupun belum pernah saling ketemu, karena saling pandai menyusun kata-kata, kami serasa sudah akrab.  Amelia, sahabat penaku itu, waktu itu bekerja sebagai asisten apoteker di kota Cikampek. Ia memang lahir di situ, ayahnya mempunyai penggilingan beras. Seperti lazimnya pengusaha di kota kecil, ayahnya keturunan Cina. Ia sulung dari 6 bersaudara dan akhirnya aku juga akrab dengan keluarganya akibat sering main ke sana kalau liburan. Ia lebih tua 1 tahun dariku. Waktu itu aku sendiri punya pacar di fakultas dan Lia beberapa mempunyai “teman dekat”, seperti diceritakannya kepadaku lewat surat-suratnya.  tiga tahun setelah kami akrab, ia pindah ke Jakarta dan diserahi pekerjaan mengelola apotik di daerah Jakarta Barat. Waktu itu aku sendiri sudah selesai kuliah dan mulai mencari pekerjaan di ibukota. Hubunganku dengannya sudah cukup akrab. Beberapa kali aku menginap di rumah kostnya. Ia kos bersama adik laki-laki tertuanya, yang kuliah di salah satu fakultas kedokteran. Waktu itu ia sedang pacaran dengan seorang bule, John, karyawan suatu perusahaan Belgia. Aku, John, Lia dan Erik (adiknya), sering berjalan bersama. Waktu itu aku sendiri juga bekerja di daerah Jakarta Barat dan kos di dekat camer (calon mertua). pacarku sendiri sedang kuliah di Gajah Mada, Yogya.  Sampai akhirnya si John meninggal dunia, karena kecelakaan pesawat ketika sedang pulang ke Belgia.

Ayah Lia waktu itu sedang masuk RS dan aku setiap malam menunggui, bergantian berdua

dengan Erik atau dengan Lia, sampai juga meninggal setelah 10 hari dirawat. Kesedihan karena ditinggal si John dan ayahnya, membuat Lia memintaku banyak mendampinginya. Kalau selesai bekerja, kalau Erik sibuk kuliah, Lia memintaku menjemput ke apotik. Kalau ia dinas malam, aku biasa menungguinya sebelum ia selesai bekerja. Sering aku dan Erik (kalau sudah pulang kuliah), menunggui berdua lalu pulang bertiga. Semua teman kerja dan induk semang kosnya sudah mengenalku semua. Dan di antara kami semuanya berjalan biasa saja. Amelia ini tinggi badannya lumayan, ada 5 cm di atas tinggi badanku. jadi orang pasti tidak mengira kalau kami sedang pacaran. Lia tahu mengenai pacarku di Yogya. Walaupun demikian, kedekatan kami lama-lama membuat adanya “rasa lain”. Kami biasa menonton berdua kalau Lia pulang sore. Dia juga biasa jalan bergayut di lenganku, itupun kalau bertiga dengan Erik. Sore itu, hari Sabtu, ia pulang jam 2 dari apotik. Erik sedang pulang ke Cikampek dan ia kelihatannya sedang sedih (“Aku ingat John”, katanya), maka tangannya tak mau lepas dari lenganku. Kesedihan itu dibawanya masuk gedung, selama film ia menyandarkan kepalanya di bahuku. Spontan, kalau ia terdengar mengeluh sedikit, aku mengelus-elus kepalanya.  Setelah beberapa saat, tiba-tiba saja, aku sudah menciumi pipinya. Ia mengeluh lirih dan merangkulku sambil mulutnya bergeser mencari bibirku. Kami berpagutan bibir cukup lama, ia seakan sedang menumpahkan semua beban pikirannya kepada pagutan bibir-bibir kami. Aku betul-betul terhanyut, tetapi masih dapat “menjaga kesopanan” dengan hanya memegangi pipinya saja. Di taksi pulang ia diam saja. Hanya pegangan di lenganku semakin bertambah erat.  Sampai di kosnya, ia memintaku masuk kamarnya. tante kos sudah kenal baik denganku dan aku memang biasa masuk kamar mereka. Hanya saja kali ini ia langsung memelukku dan mengulangi kembali pagutan di bibirku. Aku sedikit bingung, sebelum kemudian memutuskan untuk mengikuti keinginannya.  Kupeluk erat-erat ia yang sedang duduk di pinggir tempat tidur. Aku
duduk di sampingnya sambil memegangi kedua pipinya.

Baca Juga Cerita mesum Hot : Sex ABG Terjerat Pergaulan Bebas dan Ngentot Paling Nikmat Dengan Bidan Cantik

Otomatis, saking serunya ciuman kami, Lia akhirnya terdorong
ke belakang dan posisinya menjadi tertidur. Tiba-tiba saja tanganku sudah
pindah ke dadanya dan dari luar (ia masih memakai bajunya) mengelus payudara
sebelah kanannya. Lia melenguh (bukan hanya mengeluh!) dan tangan kirinya
menaikkan posisi kaos yang dipakainya.  Lalu
aku sudah menggenggam payudara kanannya tanpa halangan apa-apa. Wow…, tak
begitu besar, tetapi putihnya mulus. Aku mengelus payudaranya sambil
sekali-kali memijit bundaran di bawah ujung putingnya. Lia seakan kesetanan, ia
langsung melepas kaos yang dipakainya. Dadanya telanjang dan…..  Aku tak dapat lagi menahan diri. Sejenak
kuteliti wanita di hadapanku ini. Lehernya putih, anak-anak rambut yang
menggerai di sekeliling lehernya membuat penisku mengejang. Bahunya yang pualam
menyangga mulutnya yang sedikit menganga dan mengeluarkan desis lirih yang
memburu. Matanya terpejam. Rok bawahnya masih terikat, tetapi pantatnya sudah
membuat gerak memutar-mutar sedikit.  Lalu
kutelusuri lehernya. Tanganku turun ke arah payudara kanannya. Ia menempelkan
badan erat-erat ke badanku. Kuputar telapakku di payudara kanannya. Ia
mengelinjang. Ketika tanganku pindah ke payudara sebelah kiri, gelinjangannya
bertambah dan tangannya langsung ke bawah badanku, mencari sela-sela pahaku.
Ketika aku mulai menjilati puting susunya, tangannya menerobos ritsleting
celanaku dan…, aku sedikit menggelinjang ketika ia mulai menggenggam penisku.  Kedua tangannya berusaha menurunkan celana
dalamku, tetapi masih sulit karena celana panjangku masih bertengger di sana.
Sementara itu mulutku mulai mengulum puting susunya bergantian. Dilepaskannya
penisku dan, karena kegelian dan merasa nikmat, ia merengkuh kepalaku,
ditariknya ke arah puting susunya. Lalu tiba-tiba didorongnya badanku, sambil
nafasnya terburu, dilepaskannya rok yang masih dipakainya. Lalu tanganku
diraihnya, dimasukkannya ke dalam CD-nya. Pelan-pelan kuelus bulu vaginanya.
Wah, lebat betul. Dari sekian wanita yang pernah “kutelanjangi”, baru kali itu
aku melihat pubis (rambut

vagina) yang demikian lebat. Lebat, panjang, ketat.
Hitam bukan main.  Kuelus-elus bulu
vaginanya, kugelitik-gelitik rambut-rambutnya mencari lubang vaginanya.

Tidak mudah ketemu, tetapi sudah basah karena air nikmatnya
sudah keluar. Lia sendiri membantuku dengan menekan-nekan tanganku yang di
permukaan vaginanya. “Euuuhh…, eeuuuhh..”, gelinjangnya. Lalu, tak sabar,
diturunkannya CD-nya yang sudah di pahanya. Telanjang bulatlah ia.  Gila, putihnya! Pantatnya yang bulat, yang
biasanya kupegangi (dari luar) kalau ia lagi bergelayut di lenganku,
betul-betul indah. Pinggulnya apalagi. Penisku langsung berdiri menegang
melihat itu semua dan mengantisipasi “tugas lanjutannya”. Kugosok-gosokkan
ujung hidungku ke pinggul itu, pelan-pelan kujilati memutar menuju ke pantatnya
yang indah. Kuremas-remas bulatan pantatnya, sambil kugesek-gesekkan ujung
hidungku terus. Harum baunya, harum sekali. Penisku yang tegang bergerak-gerak terus.  Ia tak sabar, dipegangnya tanganku,
dibimbingnya untuk kembali menusuk-nusuk vaginanya. Ia sendiri seakan kesetanan
menunggu lubang vaginanya dimasuki jari-jariku. Tetapi aku kembali
berkonsentrasi pada puting susunya. Kujilat, kuelus memakai lidah, kusedot
pelan-pelan sambil ia melenguh-lenguh dan menggelinjang-gelinjang. Akhirnya ia
sudah tak sabar lagi. Tangannya mulai menurunkan celana panjangku. CD-ku
langsung dipelorotnya ke bawah. Lalu tangannya menggenggam-genggam penisku.  Aku serasa melayang. Sebagai laki-laki,
selama ini kalau ia bergayut di lenganku sambil berjalan-jalan, aku sering
membayangkan tangannya yang putih dengan jari-jarinya yang panjang
mengelus-elus penisku. Atau kujilati puting susunya yang sering membayang kalau
ia memakai baju tipis. Hanya, selama itu aku hanya berani membayangkan, karena
aku menghormatinya sebagai rekan akrab. Rupanya sore itu lain.  Ia langsung membalik, mengarahkan mulutnya ke
penisku. Lalu tanpa basa-basi di kulum penisku. Aku sendiri langsung
meneroboskan muka ke arah vaginanya. Tanganku memisahkan rambut-rambut di situ
dan kulihat clitorisnya sudah kelihatan di luar. Kugosok-gosok perlahan
permukaan clitorisnya.

Lia menggelinjang-gelinjang. Kujilati clitorisnya sambil
kuisap-isap.  “Ouww Wied…,. ouw Wwwiieedddd”,
lenguhnya, “Terusss.., teruuuss”, lenguhnya dalam. Isapannya di penisku melemah
akhirnya. Kupikir ia sudah selesai. Tiba-tiba, ia membalikkan badan lagi dan
langsung berbaring di

atasku. Penisku dipegangnya dan dicoba dimasukkannya ke
dalam vaginanya yang sudah sangat basah. Rasanya oouw, ketika kepala penisku
mulai masuk. Aku yang kegelian hampir tak tahan. Maklum, waktu itu penisku baru
punya jam terbang yang dapat dihitung dengan jari, dan karena masih muda,
jarang memakai “pendahuluan” yang cukup lama. Biasanya kalau keduanya sudah
tegang (kalau main dengan cewek lain), lalu langsung kumasukkan, ejakulasi
sama-sama dan kucabut. Ini lain. Dengan Lia permainan permulaannya sudah seru
duluan! (Buatku waktu itu, ketika aku “belum berpengalaman”!)  Betul, saking gelinya, aku yang di bawah
sampai mengangkat kepala tak tahan geli dan mau bangkit. Pas saat itu, kepalaku
dipegang Lia, dibawanya ke payudara sebelah kiri. Melihat ada gumpalan daging
kenyal putih menantang, langsung kujilati dan kuisap-isap. Baru sebentar, Lia
mengerang, “Ohh…, Wied…, Lia nyampeee”. Gile, baru sebentar ia sudah nyampe! “Kamu
belum apa-apa, ya?”, tanyanya sambil menciumi mulutku. Aku diam tak bisa
menjawab karena mulutnya menyerang sana-sini. “Gantian Lia di bawah, deh, biar
kamu juga nyampe!”.  Ia membalikkan
badan. Melihat sekilas badannya yang indah dan putih itu, penisku terasa
nikmat-nikmat nyeri, rasanya ada yang akan mengalir keluar dari ujung penisku.
“Gile, aku udah mau keluar…”, pikirku. Betul, ketika aku baru tiga kali
memompa, spermaku keluar. Kupeluk erat-erat badannya, ia juga memegangi
pantatku erat-erat sambil berbisik, “Masukkan semua, Wied…, masukkan semua..”.
Kutekan erat-erat penisku ke dalam vagina bidadariku ini, kumasukkan semua
benih hidupku ke dalam jaringan tubuhnya. 
Ketika aku mau berguling ke sebelah badannya, dilarangnya aku. Ia ingin
aku tetap di atas tubuhnya, dengan penisku masih di dalam vaginanya. Kunikmati
saat itu dengan mempermainkan dagunya, menjilati payudaranya dan
menggesek-gesekkan penisku ke dalam vaginanya.

Ia tetap menciumiku. Penisku sendiri tetap tegang di dalam
vaginanya.  Lima menit kemudian nafsunya
bangkit lagi. Ia mengerang pelan, sambil menggoyang-goyangkan pantat. “Lia
nafsu lagi, nihh”, erangnya. Penisku sendiri yang tadi sempat sedikit

mengecil
menjadi besar kegelian tergesek-gesek permukaan dalam vaginanya. Lalu…,
“Uuuuuuhh..” Bibir vaginanya seakan memijat penisku. Aku merasa penisku
kegelian, geli-geli nikmat sampai seakan-akan badanku meronta-ronta di atas
badan Lia. Lia sendiri terangsang dengan gerakanku, memelukku erat-erat sambil
keras menggoyangkan pantatnya memutar.  Dalam
20 menit kemudian, 2 kali lagi ia mengalami orgasme. Gila, pikirku. Pijatan
vaginanya membuatku seakan melayang ke surga, tetapi aku sendiri baru sempat
orgasme sekali. Lalu ia mulai melemas seakan tak berdaya. Habis itu lalu
terjadi “perkosaan”. Aku tidak tahan lagi. Lia kugulingkan ke sana ke mari
menuruti nafsuku. Kadang kucabut penisku dari vaginanya, kumasukkan ke dalam
mulutnya, lalu kucabut dan kugesekkan di antara lembah tetek-teteknya, lalu
kumasukkan mulutnya lagi, lalu kumasukkan ke dalam vaginanya. Aku orgasme 2
kali lagi. Sekali di mulutnya, sekali di ujung vaginanya (dasar belum
pengalaman, karena kegelian digesek bulu vaginanya, begitu penisku sampai di
ujung vaginanya langsung keluar spermaku). Lia sendiri pasrah saja kuperlakukan
seperti itu. Ia seakan sudah tidak berdaya. Kugulingkan ikut saja, kusuruh
mengulum penisku yang basah mau saja, mengurut-urut kepala penis di dadanya juga
ikut, membantu memasukkan penisku ke vaginanya juga turut saja.  Ketika kami berdua sudah tidak berdaya lagi,
kulihat jam. Dua setengah jam sudah berlalu sejak kami masuk ke kamar itu.
Akhirnya kami tak kuat lagi dan terkapar kepayahan. Mata terpejam rapat,
kelihatannya ia lelah sekali dan mengantuk berat.  Aku bangkit dan barulah tercium bau sperma
bercampur keringat di kamar itu.

Lia sendiri sudah tidak berdaya lagi. Ia sudah tergeletak
begitu saja telanjang bulat. Kuselimuti badannya dan aku mulai memunguti
pakaianku yang terserak di sana-sini. Kusemprotkan Bayfresh ke dinding-dinding
kamar untuk mengurangi bau “mesum” itu. Untung Erik sedang pulang ke Cikampek.
Kucium dahi Lia, kututup pintu kamar dan aku pamit ke tante kos.  Esoknya aku datang lagi. Hari Minggu ini Lia
mengaku sakit kepada tante kos dan

minta, “Si Wied ngerawat saya, ya tante”.
Jadinya kami berdua berbulan madu di kamarnya sepanjang hari. Dan terjadi
perkosaan lagi, yang ternyata disenanginya. 
Dalam perjalanan pulang aku berpikir bahwa hubungan kami sudah berubah.
Kalau selama ini aku menganggap dia sebagai kakak, karena lebih tua 1 tahun,
lagi pula ia lebih tinggi dibandingkan badanku, malam ini hal itu sudah
berubah. Kakakku sayang itu telah membuatku merindukannya sebagai orang lain
(Kalau aku boleh berterus-terang: aku akan merindukannya untuk merasakan
vaginanya yang sangat basah dibelah penisku, untuk kudekap ketika ia telanjang
bulat-bulat, untuk menggeser-geserkan ujung hidungku di permukaan vaginanya
yang hitam, lebat dan merangsang itu, untuk genggaman baik tangan maupun
mulutnya bagi penisku yang tegang)

Perawanku Direnggut Pacar

Namaku Asmiati, tinggi 160 sentimeter, berat 56 kilogram,
lingkar pinggang 65 sentimeter, Secara keseluruhan, sosokku kencang, garis
tubuhku tampak bila mengenakan pakaian yang ketat terutama pakaian senam. Aku
adalah ibu dari dua anak berusia 44 tahun dan bekerja sebagai seorang guru
disebuah SLTA di kota S.Kata orang tahi lalat di daguku seperti Berliana
Febriyanti, dan bentuk tubuhku mirip Minati Atmanegara yang tetap kencang di
usia yang semakin menua. Mungkin mereka ada benarnya, tetapi aku memiliki
payudara yang lebih besar sehingga terlihat lebih menggairahkan dibanding artis
yang kedua. Semua karunia itu kudapat dengan olahraga yang teratur.  Kira-kira 6 tahun yang lalu saat usiaku masih
38 tahun salah seorang sehabatku menitipkan anaknya yang ingin kuliah di
tempatku, karena ia teman baikku dan suamiku tidak keberatan akhirnya aku
menyetujuinya. Nama pemuda itu Sandi, kulitnya kuning langsat dengan tinggi 173
cm. Badannya kurus kekar karena Sandi seorang atlit karate di tempatnya. Oh ya,
Sandi ini pernah menjadi muridku saat aku masih menjadi guru SD.  Sandi sangat sopan dan tahu diri. Dia banyak
membantu pekerjaan rumah dan sering menemani atau mengantar kedua anakku jika
ingin bepergian. Dalam waktu

sebulan saja dia sudah menyatu dengan keluargaku,
bahkan suamiku sering mengajaknya main tenis bersama. Aku juga menjadi terbiasa
dengan kehadirannya, awalnya aku sangat menjaga penampilanku bila di depannya.
Aku tidak malu lagi mengenakan baju kaos ketat yang bagian dadanya agak rendah,
lagi pula Sandi memperlihatkan sikap yang wajar jika aku mengenakan pakaian
yang agak menonjolkan keindahan garis tubuhku. 
Sekitar 3 bulan setelah kedatangannya, suamiku mendapat tugas sekolah
S-2 keluar negeri selama 2, 5 tahun. Aku sangat berat melepasnya, karena aku
bingung bagaimana menyalurkan kebutuhan sex-ku yang masih menggebu-gebu.

Walau usiaku sudah tidak muda lagi, tapi aku rutin melakukannya dengan suamiku, paling tidak seminggu 5 kali. Mungkin itu karena olahraga yang selalu aku jalankan, sehingga hasrat tubuhku masih seperti anak muda. Dan kini dengan kepergiannya otomatis aku harus menahan diri. Awalnya biasa saja, tapi setelah 2 bulan kesepian yang amat sangat menyerangku. Itu membuat aku menjadi uring-uringan dan menjadi malas-malasan. Seperti minggu pagi itu, walau jam telah menunjukkan angka 9. Karena kemarin kedua anakku minta diantar bermalam di rumah nenek mereka, sehingga hari ini aku ingin tidur sepuas-puasnya. Setelah makan, aku lalu tidur-tiduran di sofa di depan TV. Tak lama terdengar suara pintu dIbuka dari kamar Sandi. Kudengar suara langkahnya mendekatiku.  “Bu Asmi..?” Suaranya berbisik, aku diam saja. Kupejamkan mataku makin erat. Setelah beberapa saat lengang, tiba-tiba aku tercekat ketika merasakan sesuatu di pahaku. Kuintip melalui sudut mataku, ternyata Sandi sudah berdiri di samping ranjangku, dan matanya sedang tertuju menatap tubuhku, tangannya memegang bagian bawah gaunku, aku lupa kalau aku sedang mengenakan baju tidur yang tipis, apa lagi tidur telentang pula. Hatiku menjadi berdebar-debar tak karuan, aku terus berpura-pura tertidur.  “Bu Asmi..?” Suara Sandi terdengar keras, kukira dia ingin memastikan apakah tidurku benar-benar nyeyak atau tidak.  Aku memutuskan untuk pura-pura tidur. Kurasakan gaun tidurku tersingkap semua sampai keleher. Lalu kurasakan

Sandi mengelus bibirku, jantungku seperti melompat, aku mencoba tetap tenang agar pemuda itu tidak curiga. Kurasakan lagi tangan itu mengelus-elus ketiakku, karena tanganku masuk ke dalam bantal otomatis ketiakku terlihat. Kuintip lagi, wajah pemuda itu dekat sekali dengan wajahku, tapi aku yakin ia belum tahu kalau aku pura-pura tertidur kuatur napas selembut mungkin. Lalu kurasakan tangannya menelusuri leherku, bulu kudukku meremang geli, aku mencoba bertahan, aku ingin tahu apa yang ingin dilakukannya terhadap tubuhku.

Tak lama kemuadian aku merasakan tangannya meraba buah
dadaku yang masih tertutup BH berwarna hitam, mula-mula ia cuma mengelus-elus,
aku tetap diam sambil menikmati elusannya, lalu aku merasakan buah dadaku mulai
diremas-remas, aku merasakan seperti ada sesuatu yang sedang bergejolak di
dalam tubuhku, aku sudah lama merindukan sentuhan laki-laki dan kekasaran seorang
pria. Aku memutuskan tetap diam sampai saatnya tiba.  Sekarang tangan Sandi sedang berusaha membuka
kancing BH-ku dari depan, tak lama kemudian kurasakan tangan dingin pemuda itu
meremas dan memilin puting susuku. Aku ingin merintih nikmat tapi nanti amalah
membuatnya takut, jadi kurasakan remasannya dalam diam.  Kurasakan tangannya gemetar saat memencet
puting susuku, kulirik pelan, kulihat Sandi mendekatkan wajahnya ke arah buah
dadaku. Lalu ia menjilat-jilat puting susuku, tubuhku ingin menggeliat
merasakan kenikmatan isapannya, aku terus bertahan. Kulirik puting susuku yang
berwarna merah tua sudah mengkilat oleh air liurnya, mulutnya terus menyedot
puting susuku disertai gigitan-gigitan kecil. Perasaanku campur aduk tidak
karuan, nikmat sekali.  Tangan kanan
Sandi mulai menelusuri selangkanganku, lalu kurasakan jarinya meraba vaginaku
yang masih tertutup CD, aku tak tahu apakah vaginaku sudah basah apa belum.
Yang jelas jari-jari Sandi menekan-nekan lubang vaginaku dari luar CD, lalu
kurasakan tangannya menyusup masuk ke dalam CD-ku. Jantungku berdetak keras
sekali, kurasakan kenikmatan menjalari tubuhku. Jari-jari Sandi mencoba
memasuki lubang vaginaku, lalu kurasakan jarinya amblas masuk ke dalam, wah
nikmat sekali. Aku harus mengakhiri Sandiwaraku,

aku sudah tak tahan lagi,
kubuka mataku sambil menyentakkan tubuhku. 
“Sandi!! Ngapain kamu?” Aku berusaha bangun duduk, tapi tangan Sandi
menekan pundakku dengan keras. Tiba-tiba Sandi mecium mulutku secepat kilat,
aku berusaha memberontak dengan mengerahkan seluruh tenagaku.

Tapi Sandi makin keras menekan pundakku, malah sekarang
pemuda itu menindih tubuhku, aku kesulitan bernapas ditindih tubuhnya yang
besar dan kekar berotot. Kurasakan mulutnya kembali melumat mulutku, lidahnya
masuk ke dalam mulutku, tapi aku pura-pura menolak.  “Bu.., maafkan saya. Sudah lama saya ingin
merasakan ini, maafkan saya Bu… ” Sandi melepaskan ciumannya lalu memandangku
dengan pandangan meminta.  “Kamu kan bisa
denagan teman-teman kamu yang masih muda. Ibukan sudah tua,” Ujarku lembut.
“Tapi saya sudah tergila-gila dengan Bu Asmi.. Saat SD saya sering mengintip BH
yang Ibu gunakan… Saya akan memuaskan Ibu sepuas-puasnya,” jawab Sandi.  “Ah kamu… Ya sudah terserah kamu sajalah” Aku
pura-pura menghela napas panjang, padahal tubuhku sudah tidak tahan ingin
dijamah olehnya. Lalu Sandi melumat bibirku dan pelan-pelan aku meladeni
permainan lidahnya. Kedua tangannya meremas-remas pantatku. Untuk membuatnya
semakin membara, aku minta izin ke WC yang ada di dalam kamar tidurku. Di dalam
kamar mandi, kubuka semua pakaian yang ada di tubuhku, kupandangi badanku di
cermin. Benarkah pemuda seperti Sandi terangsang melihat tubuhku ini? Perduli
amat yang penting aku ingin merasakan bagaimana sich bercinta dengan remaja
yang masih panas.  Keluar dari kamar
mandi, Sandi persis masuk kamar. Matanya terbeliak melihat tubuh sintalku yang
tidak berpenutup sehelai benangpun. 
“Body Ibu bagus banget.. ” dia memuji sembari mengecup putting susuku
yang sudah mengeras sedari tadi. Tubuhku disandarkannya di tembok depan kamar
mandi. Lalu diciuminya sekujur tubuhku, mulai dari pipi, kedua telinga, leher,
hingga ke dadaku. Sepasang payudara montokku habis diremas-remas dan diciumi.
Putingku setengah digigit-gigit, digelitik-gelitik dengan ujung lidah, juga
dikenyot-kenyot dengan sangat bernafsu. “Ibu hebat…,” desisnya. 

“Apanya yang hebat..?” Tanyaku

sambil mangacak-acak rambut Sandi yang panjang seleher. “Badan Ibu enggak banyak berubah dibandingkan saya SD dulu” Katanya sambil terus melumat puting susuku. Nikmat sekali.  “Itu karena Ibu teratur olahraga” jawabku sembari meremas tonjolan kemaluannya. Dengan bergegas kuloloskan celana hingga celana dalamnya. Mengerti kemauanku, dia lalu duduk di pinggir ranjang dengan kedua kaki mengangkang. DIbukanya sendiri baju kaosnya, sementara aku berlutut meraih batang penisnya, sehingga kini kami sama-sama bugil.  Agak lama aku mencumbu kemaluannya, Sandi minta gantian, dia ingin mengerjai vaginaku. “Masukin aja yuk, Ibu sudah ingin ngerasain penis kamu San!” Cegahku sambil menciumnya. Sandi tersenyum lebar. “Sudah enggak sabar ya ?” godanya.  “Kamu juga sudah enggak kuatkan sebenarnya San,” Balasku sambil mencubit perutnya yang berotot.  Sandi tersenyum lalu menarik tubuhku. Kami berpelukan, berciuman rapat sekali, berguling-guling di atas ranjang. Ternyata Sandi pintar sekali bercumbu. birahiku naik semakin tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Terasa vaginaku semakin berdenyut-denyut, lendirku kian membanjir, tidak sabar menanti terobosan batang kemaluan Sandi yang besar.  Berbeda dengan suamiku, Sandi nampaknya lebih sabar. Dia tidak segera memasukkan batang penisnya, melainkan terus menciumi sekujur tubuhku. Terakhir dia membalikkan tubuhku hingga menelungkup, lalu diciuminya kedua pahaku bagian belakang, naik ke bongkahan pantatku, terus naik lagi hingga ke tengkuk. Birahiku menggelegak-gelegak.  Sandi menyelipkan tangan kirinya ke bawah tubuhku, tubuh kami berimpitan dengan posisi aku membelakangi Sandi, lalu diremas-remasnya buah dadaku. Lidahnya terus menjilat-jilat tengkuk, telinga, dan sesekali pipiku. Sementara itu tangan kanannya mengusap-usap vaginaku dari belakang. Terasa jari tengahnya menyusup lembut ke dalam liang vaginaku yang basah merekah.  “Vagina Ibu bagus, tebel, pasti enak ‘bercinta’ sama Ibu…,” dia berbisik persis di telingaku. Suaranya sudah sangat parau, pertanda birahinya pun sama tingginya dengan aku. Aku tidak bisa bereaksi apapun lagi. Kubiarkan saja apapun yang dilakukan Sandi, hingga terasa tangan kanannya bergerak mengangkat sebelah pahaku.  Mataku terpejam rapat, seakan tak dapat lagi
membuka.

Terasa nafas Sandi semakin memburu, sementara ujung lidahnya
menggelitiki lubang telingaku. Tangan kirinya menggenggam dan meremas gemas
buah dadaku, sementara yang kanan mengangkat sebelah pahaku semakin tinggi.
Lalu…, terasa sebuah benda tumpul menyeruak masuk ke liang vaginaku dari arah
belakang. Oh, my God, dia telah memasukkan rudalnya…!!!  Sejenak aku tidak dapat bereaksi sama sekali,
melainkan hanya menggigit bibir kuat-kuat. Kunikmati inci demi inci batang
kemaluan Sandi memasuki liang vaginaku. Terasa penuh, nikmat luar biasa.
“Oohh…,” sesaat kemudian aku mulai bereaksi tak karuan. Tubuhku langsung
menggerinjal-gerinjal, sementara Sandi mulai memaju mundurkan tongkat
wasiatnya. Mulutku mulai merintih-rintih tak terkendali.  “Saann, penismu enaaak…!!!,” kataku setengah
menjerit.  Sandi tidak menjawab,
melainkan terus memaju mundurkan rudalnya. Gerakannya cepat dan kuat, bahkan
cenderung kasar. Tentu saja aku semakin menjerit-jerit dibuatnya. Batang
penisnya yang besar itu seperti hendak membongkar liang vaginaku sampai ke
dasar.  “Oohh…, toloongg.., gustii…!!!”
Sandi malah semakin bersemangat mendengar jerit dan rintihanku. Aku semakin
erotis. “Aahh, penismu…, oohh, aarrghh…, penismuu…, oohh…!!!” Sandi terus
menggecak-gecak. Tenaganya kuat sekali, apalagi dengan batang penis yang luar
biasa keras dan kaku. Walaupun kami bersetubuh dengan posisi menyamping,
nampaknya Sandi sama sekali tidak kesulitan menyodokkan batang kemaluannya pada
vaginaku. Orgasmeku cepat sekali terasa akan meledak.  “Ibu mau keluar! Ibu mau keluaaar!!” aku
menjerit-jerit. “Yah, yah, yah, aku juga, aku juga! Enak banget ‘bercinta’ sama
Ibu!” Sandi menyodok-nyodok semakin kencang. 
“Sodok terus, Saann!!!… Yah, ooohhh, yahh, ugghh!!!” “Teruuss…,
arrgghh…, sshh…, ohh…, sodok terus penismuuu…!” “Oh, ah, uuugghhh… ” “Enaaak…,
penis kamu enak, penis kamu sedap, yahhh, teruuusss…” Pada detik-detik
terakhir, tangan kananku meraih pantat Sandi, kuremas bongkahan pantatnya, sementara
paha kananku mengangkat lurus tinggi-tinggi.

Terasa vaginaku berdenyut-denyut kencang sekali. Aku orgasme!  Sesaat aku seperti melayang, tidak ingat apa-apa kecuali nikmat yang tidak terkatakan. Mungkin sudah ada lima tahun aku tak merasakan kenikmatan seperti ini. Sandi mengecup-ngecup pipi

serta daun telingaku. Sejenak dia membiarkan aku mengatur nafas, sebelum kemudian dia memintaku menungging. Aku baru sadar bahwa ternyata dia belum mencapai orgasme.  Kuturuti permintaan Sandi. Dengan agak lunglai akibat orgasme yang luar biasa, kuatur posisi tubuhku hingga menungging. Sandi mengikuti gerakanku, batang kemaluannya yang besar dan panjang itu tetap menancap dalam vaginaku.  Lalu perlahan terasa dia mulai mengayun pinggulnya. Ternyata dia luar biasa sabar. Dia memaju mundurkan gerak pinggulnya satu-dua secara teratur, seakan-akan kami baru saja memulai permainan, padahal tentu perjalanan birahinya sudah cukup tinggi tadi.  Aku menikmati gerakan maju-mundur penis Sandi dengan diam. Kepalaku tertunduk, kuatur kembali nafasku. Tidak berapa lama, vaginaku mulai terasa enak kembali. Kuangkat kepalaku, menoleh ke belakang. Sandi segera menunduk, dikecupnya pipiku.  “San.. Kamu hebat banget.. Ibu kira tadi kamu sudah hampir keluar,” kataku terus terang. “Emangnya Ibu suka kalau aku cepet keluar?” jawabnya lembut di telingaku.  Aku tersenyum, kupalingkan mukaku lebih ke belakang. Sandi mengerti, diciumnya bibirku. Lalu dia menggenjot lebih cepat. Dia seperti mengetahui bahwa aku mulai keenakan lagi. Maka kugoyang-goyang pinggulku perlahan, ke kiri dan ke kanan.  Sandi melenguh. Diremasnya kedua bongkah pantatku, lalu gerakannya jadi lebih kuat dan cepat. Batang kemaluannya yang luar biasa keras menghunjam-hunjam vaginaku. Aku mulai mengerang-erang lagi.  “Oorrgghh…, aahh…, ennaak…, penismu enak bangeett… Ssann!!” Sandi tidak bersuara, melainkan menggecak-gecak semakin kuat. Tubuhku sampai terguncang-guncang. Aku menjerit-jerit. Cepat sekali, birahiku merambat naik semakin tinggi. Kurasakan Sandi pun kali ini segera akan mencapai klimaks. Maka kuimbangi gerakannya dengan menggoyangkan pinggulku cepat-cepat.

Baca Juga Cerita Seks Panas : Seks Dengan Rani yang Suka Ngeseks

Kuputar-putar pantatku, sesekali kumajumundurkan berlawanan
dengan gerakan Sandi. Pemuda itu mulai mengerang-erang pertanda dia pun segera
akan orgasme.  Tiba-tiba Sandi menyuruhku
berbalik. Dicabutnya penisnya dari kemaluanku. Aku berbalik cepat. Lalu
kukangkangkan kedua kakiku dengan setengah mengangkatnya. Sandi langsung
menyodokkan kedua dengkulnya hingga

merapat pada pahaku. Kedua kakiku menekuk
mengangkang. Sandi memegang kedua kakiku di bawah lutut, lalu batang penisnya
yang keras menghunjam mulut vaginaku yang menganga.  “Aarrgghhh…!!!” aku menjerit. “Aku hampir
keluar!” Sandi bergumam. Gerakannya langsung cepat dan kuat. Aku tidak bisa
bergoyang dalam posisi seperti itu, maka aku pasrah saja, menikmati
gecakan-gecakan keras batang kemaluan Sandi. Kedua tanganku mencengkeram sprei
kuat-kuat. “Terus, Sayang…, teruuusss…!”desahku. “Ooohhh, enak sekali…, aku
keenakan…, enak ‘bercinta’ sama Ibu!” Erang Sandi “Ibu juga, Ibu juga, vagina
Ibu keenakaan…!” Balasku.  “Aku sudah
hampir keluar, Buu…, vagina Ibu enak bangeet… ” “Ibu juga mau keluar lagi,
tahan dulu! Teruss…, yaah, aku juga mau keluarr!” “Ah, oh, uughhh, aku enggak
tahan, aku enggak tahan, aku mau keluaaar…!” “Yaahh teruuss, sodok teruss!!!
Ibu enak enak, Ibu enak, Saann…, aku mau keluar, aku mau keluar, vaginaku
keenakan, aku keenakan ‘bercinta’ sama kamu…, yaahh…, teruss…, aarrgghh…,
ssshhh…, uughhh…, aarrrghh!!!” Tubuhku mengejang sesaat sementara otot vaginaku
terasa berdenyut-denyut kencang. Aku menjerit panjang, tak kuasa menahan
nikmatnya orgasme. Pada saat bersamaan, Sandi menekan kuat-kuat, menghunjamkan
batang kemaluannya dalam-dalam di liang vaginaku.  “Oohhh…!!!” dia pun menjerit, sementara terasa
kemaluannya menyembur-nyemburkan cairan mani di dalam vaginaku. Nikmatnya tak
terkatakan, indah sekali mencapai orgasme dalam waktu persis bersamaan seperti
itu.  Lalu tubuh kami sama-sama
melunglai, tetapi kemaluan kami masih terus bertautan. Sandi memelukku mesra
sekali. Sejenak kami sama-sama sIbuk mengatur nafas. “Enak banget,” bisik Sandi
beberapa saat kemudian.  “Hmmm…” Aku
menggeliat manja.

Terasa batang kemaluan Sandi bergerak-gerak di dalam
vaginaku. “Vagina Ibu enak banget, bisa nyedot-nyedot gitu…” “Apalagi penis
kamu…, gede, keras, dalemmm…” Sandi bergerak menciumi aku lagi. Kali ini
diangkatnya tangan kananku, lalu kepalanya menyusup mencium ketiakku. Aku
mengikik kegelian. Sandi menjilati keringat yang membasahi ketiakku. Geli, tapi
enak. Apalagi kemudian lidahnya terus menjulur-julur menjilati buah
dadaku.  Sandi lalu menetek seperti bayi.
Aku mengikik lagi. Putingku

dihisap, dijilat, digigit-gigit kecil. Kujambaki
rambut Sandi karena kelakuannya itu membuat birahiku mulai menyentak-nyentak
lagi. Sandi mengangkat wajahnya sedikit, tersenyum tipis, lalu berkata, “Aku
bisa enggak puas-puas ‘bercinta’ sama Ibu… Ibu juga suka kan?” Aku tersenyum
saja, dan itu sudah cukup bagi Sandi sebagai jawaban. Alhasil, seharian itu
kami bersetubuh lagi. Setelah break sejenak di sore hari malamnya Sandi kembali
meminta jatah dariku. Sedikitnya malam itu ada 3 ronde tambahan yang kami
mainkan dengan entah berapa kali aku mencapai orgasme. Yang jelas, keesokan
paginya tubuhku benar-benar lunglai, lemas tak bertenaga. Hampir tidak tidur
sama sekali, tapi aku tetap pergi ke sekolah. Di sekolah rasanya aku kuyu
sekali. Teman-teman banyak yang mengira aku sakit, padahal aku justru sedang
happy, sehabis bersetubuh sehari semalam dengan bekas muridku yang perkasa.  Sudah seminggu Sandi menjadi” suami”ku. Dan
jujur saja aku sangat menikmati kehidupan malamku selama seminggu ini. Sandi
benar-benar pemuda yang sangat perkasa, selama seminggu ini liang vaginaku
selalu disiramnya dengan sperma segar. Dan entah berapa kali aku menahan
jeritan karena kenikmatan luar biasa yang ia berikan.  Walaupun malam sudah puas menjilat,
menghisap, dan mencium sepasang payudaraku. Sandi selalu meremasnya lagi jika
ingin berangkat kuliah saat pagi hari, katanya sich buat menambah semangat. Aku
tak mau melarang karena aku juga menikmati semua perbuatannya itu, walau
akibatnya aku harus merapikann bajuku lagi. 
Malam itu sekitar jam setengah 10-an. Setelah menidurkan anakku yang
paling bungsu, aku pergi kekamar mandi untuk berganti baju. Sandi meminta aku
mengenakan pakaian yang biasa aku pergunakan ke sekolah. Setelah selesai
berganti pakaian aku lantas keluar dan berdiri duduk di depan meja rias.

Lalu berdandan seperti yang biasa aku lakukan jika ingin berangkat mengajar kesekolah. Tak lama kudengar suara ketukan, hatiku langsung bersorak gembira tak sabar menanti permainan apa lagi yang akan dilakukan Sandi padaku.  “Masuk.. Nggak dikunci,” panggilku dengan suara

halus. Lalu Sandi masuk dengan menggunakan T-shirt ketat dan celana putih sependek paha. “Malam ibu… Sudah siap..?” Godanya sambil medekatiku. “Sudah sayang…” Jawabku sambil berdiri.  Tapi Sandi menahan pundakku lalu memintaku untuk duduk kembali sembil menghadap kecermin meja rias. Lalu ia berbisik ketelingaku dengan suara yang halus. “Bu.. Ibu mau tahu nggak dari mana biasanya saya mengintip ibu?” “Memangnya lewat mana..?” Tanyaku sambil membalikkan setengah badan. Dengan lembut ia menyentuh daguku dan mengarahkan wajahku kemeja rias. Lalu sambil mengecup leherku Sandi berucap.  “Dari sini bu..” Bisiknya. Dari cermin aku melihat disela-sela kerah baju yang kukenakan agak terbuka sehingga samar-samar terlihat tali BHku yang berwarna hitam. Pantas jika sedang mengajar di depan kelas atau mengobrol dengan guru-guru pria disekolah, terkadang aku merasa pandangan mereka sedang menelanjangi aku. Rupanya pemandangan ini yang mereka saksikan saat itu.  Tapi toh mereka cuma bisa melihat, membayangkan dan ingin menyentuhnya pikirku. Lalu tangan kanan Sandi masuk kecelah itu dan mengelus pundakku. Sementara tangan kirinya pelan-pelan membuka kancing bajuku satu persatu. Setelah terbuka semua Sandi lalu membuka bajuku tanpa melepasnya. Lalu ia meraih kedua payudaraku yang masih tertutup BH.  “Inilah yang membuat saya selalu mengingat ibu sampai sekarang,” Bisiknya ditelingaku sambil meremas kedua susuku yang masih kencang ini.  Lalu tangan Sandi menggapai daguku dan segera menempelkan bibir hangatnya padaku dengan penuh kasih dan emosinya. Aku tidak tinggal diam dan segera menyambut sapuan lidah Sandi dan menyedotnya dengan keras air liur Sandi, kulilitkan lidahku menyambut lidah Sandi dengan penuh getaran birahi. Kemudian tangannya yang keras mengangkat tubuhku dan membaringkannya ditengah ranjang.  Ia lalu memandang tubuh depanku yang terbuka, dari cermin aku bisa melihat BH hitam yang transparan dengan “push up bra style”.

Baca Juga Cerita Mesum Hot : Perawanku Direnggut Pacar

 Sehingga memberikan
kesan payudaraku hampir tumpah meluap keluar lebih sepertiganya. Untuk lebih
membuat Sandi lebih

panas, aku lalu mengelus-elus payudaraku yang sebelah kiri
yang masih dibalut bra, sementara tangan kiriku membelai pussy yang menyembul
mendesak CDku, karena saat itu aku mengenakan celana “mini high cut style”.
Sandi tampak terpesona melihat tingkahku, lalu ia menghampiriku dan menyambar
bibirku yang lembut dan hangat dan langsung melumatnya. Sementara tangan kanan
Sandi mendarat disembulan payudara sebelah kananku yang segar, dielusnya
lembut, diselusupkan tangannya dalam bra yang hanya 2/3 menutupi payudaraku dan
dikeluarkannya buah dadaku. Ditekan dan dicarinya puting susuku, lalu Sandi
memilinnya secara halus dan menariknya perlahan. Perlakuannya itu membuatku
melepas ciuman sandi dan mendesah, mendesis, menghempaskan kepalaku kekiri dan
kekanan. Selepas tautan dengan bibir hangatku, Sandi lalu menyapu dagu dan
leherku, sehingga aku meracau menerima dera kenikmatan itu.  “Saan… Saann… Kenapa kamu yang memberikan
kenikmatan ini..” Sandi lalu menghentikan kegiatan mulutnya. Tangannya segera
membuka kaitan bra yang ada di depan, dengan sekali pijitan jari telunjuk dan
ibu jari sebelah kanan Sandi, Segera dua buah gunung kembarku yang masih
kencang dan terawat menyembul keluar menikmati kebebasan alam yang indah. Lalu
Sandi menempelkan bibir hangatnya pada buah dadaku sebelah kanan, disapu dan
dijilatnya sembulan daging segar itu. Secepat itu pula merambatlah lidahnya
pada puting coklat muda keras, segar menentang ke atas. Sandi mengulum putingku
dengan buas, sesekali digigit halus dan ditariknya dengan gigi.  Aku hanya bisa mengerang dan mengeluh, sambil
mengangkat badanku seraya melepaskan baju dan rok kerjaku beserta bra warna
hitam yang telah dibuka Sandi dan kulemparkan kekursi rias. Dengan giat penuh
nafsu Sandi menyedot buah dadaku yang sebelah kiri, tangan kanannya meraba dan
menjalar kebawah sampai dia menyentuh CDku dan berhenti digundukan nikmat yang
penuh menentang segar ke atas. Lalu Sandi merabanya ke arah vertikal, dari atas
kebawah.

Melihat CDku yang sudah basah lembab, ia langsung
menurukannya mendororng dengan kaki kiri dan langsung membuangnya sampai jatuh
ke

karpet.  Adapun tangan kanan itu
segera mengelus dan memberikan sentuhan rangsangan pada memekku, yang dibagian
atasnya ditumbuhi bulu halus terawat adapun dibagian belahan vagina dan
dibagian bawahnya bersih dan mulus tiada berambut. Rangsangan Sandi semakin
tajam dan hebat sehingga aku meracau. 
“Saaan.. Sentuh ibu sayang, .. Saann buat.. Ibu terbaang.. Pleaase.”
Sandi segera membuka gundukan tebal vagina milikku lalu mulutnya segera
menjulur kebawah dan lidahnya menjulur masuk untuk menyentuh lebih dalam lagi
mencari kloritasku yang semakin membesar dan mengeras. Dia menekan dengan penuh
nafsu dan lidahnya bergerak liar ke atas dan kebawah. Aku menggelinjang dan
teriak tak tahan menahan orgasme yang akan semakin mendesak mencuat bagaikan
merapi yang ingin memuntahkan isi buminya. Dengan terengah-engah kudorong
pantatku naik, seraya tanganku memegang kepala Sandi dan menekannya kebawah
sambil mengerang. “Ssaann.. Aarghh..” Aku tak kuasa menahannya lagi hingga
menjerit saat menerima ledakan orgasme yang pertama, magma pun meluap
menyemprot ke atas hidung Sandi yang mancung. 
“Saan.. Ibu keluaa.. aar.. Sann..” Memekku berdenyut kencang dan
mengejanglah tubuhku sambil tetap meracau. 
“Saan.. Kamu jago sekali memainkan lidahmu dalam memekku sayang.. Cium
ibu sayang.” Sandi segera bangkit mendekap erat diatas dadaku yang dalam
keadaan oleng menyambut getaran orgasme. Ia lalu mencium mulutku dengan kuatnya
dan aku menyambutnya dengan tautan garang, kuserap lidah Sandi dalam rongga
mulutku yang indah. Tubuhku tergolek tak berdaya sesaat, Sandipun mencumbuku
dengan mesra sambil tangannya mengelus-elus seluruh tubuhku yang halus, seraya
memberikan kecupan hangat didahi, pipi dan mataku yang terpejam dengan penuh
cinta. Dibiarkannya aku menikmati sisa-sisa kenikmatan orgasme yang hebat. Juga
memberi kesempatan menurunnya nafsu yang kurasakan.  Setelah merasa aku cukup beristirahat Sandi
mulai menyentuh dan membelaiku lagi. Aku segera bangkit dan medorong belahan
badan Sandi yang berada diatasku.

Kudekatkan kepalaku kewajahnya lalu kucium dan kujilati
pipinya, kemudian menjalar kekupingnya. Kumasukkan lidahku ke dalam lubang
telinga Sandi, sehingga ia meronta

menahan gairahnya. Jilatanku makin turun
kebawah sampai keputing susu kiri Sandi yang berambut, Kubelai dada Sandi yang
bidang berotot sedang tangan kananku memainkan puting yang sebelah kiri.
Mengelinjang Sandi mendapat sentuhan yang menyengat dititik rawannya yang
merambat gairahnya itu, sandipun mengerang dan mendesah. Kegiatanku semakin
memanas dengan menurunkan sapuan lidah sambil tanganku merambat keperut. Lalu
kumainkan lubang pusar Sandi ditekan kebawah dfan kesamping terus kulepaskan
dan kubelai perut bawah Sandi sampai akhirnya kekemaluan Sandi yang sudah
membesar dan mengeras. Kuelus lembut dengan jemari lentikku batang kemaluan
Sandi yang menentang ke atas, berwarna kemerahan kontras dengan kulit sandi
yang putih kepalanya pun telah berbening air birahi.  Melihat keadaan yang sudah menggairahkan
tersebut aku menjadi tak sabar dan segera kutempelkan bibir hangatku kekepala
kontol Sandi dengan penuh gelor nafsu, kusapu kepala kontol dengan cermat,
kuhisap lubang air seninya sehingga membuat Sandi memutar kepalanya kekiri dan
kekanan, mendongkak-dongkakkan kepalanya menahan keikmatan yang sangat tiada
tara, adapun tangannya menjambak kepalaku. 
“Buuu.. Dera nikmat darimu tak tertahankan.. Kuingin memilikimu
seutuhnya,” Sandi mengerang. Aku tidak menjawabnya, hanya lirikan mataku sambil
mengedipkannya satu ke arah Sandi yang sedang kelejotan. Sukmanya sedang
terbang melayang kealam raya oleh hembusan cinta birahi yang tinggi.

Adapun tanganku memijit dan mengocoknya dengan ritme yang
pelan dan semakin cepat, sementara lidahku menjilati seluruh permukaan kepala
kontol tersebut. Termasuk dibagian urat yang sensitif bagian atas sambil
kupijat-pijat dengan penuh nafsu birahi. 
Sadar akan keadaan Sandi yang semakin mendaki puncak kenikmatan dan
akupun sendiri telah terangsang. Denyutan memekku telah mempengaruhi deburan
darah tubuhku, kulepaskan kumulan kontol Sandi dan segera kuposisikan tubuhku
diatas tubuh Sandi menghadap kekakinya. Dan kumasukkan kontol Sandi yang keras
dan menengang ke dalam relung nikmatku. Segera kuputar memompanya naik turun
sambil menekan dan memijat dengan otot vagina sekuat tenaga. Ritme gerakanpun
kutambah sampai kecepatan maksimal. 
Sandi berteriak, sementara aku pun terfokus

menikmati dera kenikmatan
gesekan kontol sandi yang menggesek G-spotku berulang kali sehingga menimbulkan
dera kenikmatan yang indah sekali. Tangan Sandipun tak tinggal diam diremasnya
pantatku yang bulat montok indah, dan dielus-elusnya anusku, sambil menikmati
dera goyanganku pada kontolnya. Dan akhirnya kami berdua berteriak. “Buu
Dennook.. Aku tak kuat lagi.. Berikan kenikmatan lebih lagi bu.. Denyutan diujung
kontolku sudah tak tertahankan” “Ibu pandai… Ibu liaarr… Ibu membuatku
melayang.. Aku mau keluarr” . Lalu Sandi memintaku untuk memutar badan
manghadap pada dirinya dan dibalikkannya tubuhku sehingga. Sekarang aku berada
dibawah tubuhnya bersandarkan bantal tinggi, lalu Sandi menaikkan kedua kakiku
kebahunya kemudian ia bersimpuh di depan memekku. Sambil mengayun dan memompa
kontolnya dengan yang cepat dan kuat. Aku bisa melihat bagaimana wajah Sandi
yang tak tahan lagi akan denyutan diujung kontol yang semakin mendesak seakan
mau meledak. “Buu… Pleaass.. See.. Aku akaan meleedaaakkh!” “Tungguu Saan..
Orgasmeku juga mauu.. Datang ssayaang.. Kita sama-sama yaa..”

Akhirnya… Cret.. Cret.. Cret tak tertahankan lagi bendungan Sandi jebol memuntahkan spermanya di vaginaku. Secara bersamaan akupun mendengus dan meneriakkan erangan kenikmatan. Segera kusambar bibir sandi, kukulum dengan hangat dan kusodorkan lidahku ke dalam rongga mulut Sandi. Kudekap badan Sandi yang sama mengejang, basah badan Sandi dengan peluh menyatu dengan peluhku. Lalu ia terkulai didadaku sambil menikmati denyut vaginaku yang kencang menyambut orgasme yang nikmat yang selama ini kurindukan.  Lalu Sandi membelai rambutku dengan penuh kasih sayang kemudian mengecup keningku. “Buu.. Thank you, i love you so much.. Terus berikan kenikmatan seperti ini untukku ya..” Bisiknya lembut.  Aku hanya mengangguk perlahan, setelah memberikan ciuman selamat tidur aku memeluknya dan langsung terlelap. Karena besok aku harus masuk kerja dan masih banyak lagi petualangan penuh kenikmatan yang akan kami rasakan.  Demikianlah cerita mesum indonesia Amelia Sahabat Penaku Kena Entot dan Perawanku Direnggut Pacar oleh cerita sex hot.