– Kisah ini dimulai dengan pencatatan diriku di Adult Friend Finder yang terdapat di internet. Setelah tercatat di Adult Friend Finder dan mengantarkan profilku ke mereka, aku memperoleh tidak sedikit respon dari orang-orang yang menanggapi profil diriku tersebut.
Dari sekian tidak sedikit respond melewati e-mail tersebut, ternyata terdapat segelintir cewek yang mengantarkan e-mail respond kepadaku. Satu di antaranya yang membuatku tertarik ialah seorang cewek dari Indonesia juga. Dia bermukim di Bali. Namanya Komang. Usianya 30 tahun.
Ia mengajakku ke lokasinya di Denpasar. Wah, kupikir, kan Denpasar jauh dari Jakarta, kota lokasi tinggalku. Mbak Komang mencantumnya nomor teleponnya. Akhirnya kuputuskan guna menghubungi nomor telepon tersebut, +6285QQ 99xxxx.
“Halo, selamat pagi.”
“Selamat pagi. Bisa saya bicara dengan Mbak Komang?”
“Ya, saya sendiri. Dengan siapa ini saya bicara?”
“Eh, Mbak Komang. Ini Lena dari Jakarta!”
“Lena? Lena Domino Qiu Qiu (Domino99)?” Mbak Komang melafalkan nama permainan judi ku.
“Bener, Mbak.”
“Kenapa, Lenn? Kok tumben anda telepon saya.”
“Begini, Mbak. Mengenai anjuran Mbak ke Bali”
“Yups… Begini deh, Lenn. Kamu datang aja ke lokasi saya. Untuk ongkos pesawatnya bakal nanti saya ganti deh, setibanya.”
Aku jadi bertanya-tanya, sebetulnya apa maksud Mbak Komang mengajakku menjumpainya di Bali. Akhirnya kukatakan untuk Mbak Komang, aku juga berkemas-kemas. Dan, siaplah aku ke Bali keesokan paginya.
Cerita Sex Cewek – Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih sedikit, kesudahannya pesawat Garuda yang kutumpangi tiba dengan mulus di bandara Ngurah Rai, Denpasar.
Mbak Komang yang katanya bakal menjemputku setibanya di bandara. Akhirnya aku menyaksikan seorang perempuan cantik yang berusia selama 30-an yakin dialah Mbak Komang cocok profilnya.
“Lena ya.”
“Bagaimana, Lenn, perjalanannya?”
“Yah, begitulah Mbak. tiap kali naik pesawat, belum sempet nafas, tau2 sudah tiba aja.”
“Hahaha biasa aja, Yuk deh, anda cus.”
“Oke deh, Mbak.”
Sesampainya ditujuan, aku segera diperkenalkan oleh Mbak Komang untuk mereka. Ternyata orang Bali ramah-ramah pun ya. Tempatnya tidak begitu besar, namun resik dan teratur rapi.
“Lenn, sekarang anda istirahat dulu aja. Mbak inginkan pergi dulu ya, terdapat pekerjaan. Jangan pergi ke mana-mana lho. Nanti anda nyasar.”
Aku mengangguk. Setelah melepas kepergian Mbak Komang dengan mobilnya, aku merapikan barang-barang bawaanku dan membawanya ke kamar. Hhmm… Alangkah harumnya bantalnya. Beberapa menit kemudian, aku juga jatuh terlelap tanpa sempat mengubah pakaian dahulu.
Jam dinding berdentang tujuh kali ketika aku bangkit dari lokasi tidur. Langit telah gelap, tapi keadaan rumah tersebut masih sepi. Ah, Mbak Komang tentu belum kembali sejak tadi siang. Ih, rasanya badan gatal nih belum mandi.
Kulepaskan pakaian luarku, sampai-sampai aku melulu mengenakan BH dan celana dalam. Aku menunduk dan mencari-cari handuk, pakaian ganti, dan perlengkapan mandi lainnya dari koperku.
Aku bergegas ke kamar mandi. Setelah mencopot seluruh pakaianku. Kunyalakan shower, kemudian aku mandi di bawahnya seraya bernyanyi-nyanyi. Ah, sejuknya mandi dengan air dingin ketika tubuh lelah seperti ketika ini.
Karena derasnya shower kunyalakan dan begitu kerasnya suara nyanyianku, sampai-sampai aku tidak mendengar suara mobil yang masuk ke pekarangan lokasi tinggal Mbak Komang dan suara Mbak Komang yang memanggil-manggilku, yang kesudahannya masuk ke dalam rumah memakai kunci cadangan.
Segarnya tubuhku sesudah mandi dengan puas disiram shower sekitar menit. Kukenakan kaus oblong tanpa lengan dan celana pendek warna-warni dari bahan katun. Aku pulang ke kamar istirahat Mbak Komang.
“Heh, Mbak Komang, telah pulang. Kok saya nggak dengar sih?”
“Kamu sih mandi apa nyelam, Lenn?” Aku tertawa.
Kamu tentu sudah tahu dan dapat menebak sebetulnya saya ini apa dan siapa. Saya seorang perempuan panggilan. Tapi saya bermain cinta tidak pernah guna uang, melainkan melulu untuk kesukaan dan kepuasan seksual belaka. Jadi tidak boleh samakan saya dengan pelacur yang menerima bayaran atas servisnya.
– Aku mengangguk-angguk memperhatikan penuturan Mbak Komang. Hatiku tidak banyak miris memahami bahwa rekan baruku ini seorang perempuan panggilan.
Saya dapat bermain dengan lelaki maupun wanita, namun saya lebih suka dengan wanita, karena lebih aman, dan seringkali sesama perempuan tidak terlalu saling menuntut. Sampai disini anda paham kan?
Memang, saya tertarik pada anda setelah menyimak profil anda di Friend Finder dan menyimak seluruh isi e-mail dari kamu. Saya belum pernah bersangkutan dengan orang yang jauh lebih muda laksana kamu.
Jadi kini terserah kamu. Kalo anda nggak inginkan ya nggak apa-apa. Saya nggak bakal memaksa kamu. Kita jadi rekan biasa aja, oke. Tapi perlu anda tahu, Lenn, saya telanjur suka sama kamu.
Batinku, apakah aku kini akan dijadikan di antara kekasih lesbian Mbak Komang? Wah, celaka tigabelas. Jangankan lesbian, bersangkutan seks normal dengan laki-laki saja aku belum pernah. Aku masih punya Memek Perawan.
Kupikir tidak terdapat salahnya aku mencoba-coba bersangkutan dengan Mbak Komang. Lagipula sebab sama-sama wanita, tentu lebih aman. Akhirnya dengan pelan, kuanggukkan kepalaku. Mbak Komang juga tersenyum. Ia mengulurkan tangan kanannya mengajakku menghampiri menghampirinya.
Aku dan Mbak Komang duduk saling berhadapan di atas ranjang. Wajah anda amat berdekatan. Dengan segera, Mbak Komang memagut bibirku yang merekah di depannya. Lidahnya mempermainkan lidahku. Aku pun menjawab mengulum lidahnya dengan hangat.
Terasa suatu perasaan mengherankan mengalir di sekujur tubuhku ketika lidah anda saling bersentuhan. Apakah ini yang disebut nafsu birahi? Sementara mulutnya masih terus melumat bibirku yang ranum, tangan Mbak Komang mulai meluncur ke bawah ke arah dadaku.
Ia menyingkapkan kaus oblongku ke atas, sampai-sampai tampaklah dua bukit estetis mempersona di dadaku yang berukuran rata-rata namun padat dan mengandung tanpa tertutupi selembar benangpun. Memang aku terbiasa di lokasi tinggal setelah mandi senja tidak pernah menggunakan BH.
Mbak Komang menyuruhku berbaring tertelentang di atas ranjang. Jari-jarinya yang lentik menyusuri lekukan celah salah satu kedua bukit kembar di dadaku. Dengan ahlinya, Mbak Komang memilin-milin puting Lennuku yang semakin lama memang semakin menegang.
Sementara tangan satunya turun lagi ke arah bawah perutku. Dengan dua kali tarikan, dipelorotkannya celana pendekku yang memakai tali kolor dan celana dalamku.
Kini, terpampanglah kemaluanku yang ditumbuhi oleh rambut-rambut tipis berwarna kehitaman yang masih segar. Melihat wilayah vitalku ini, Mbak Komang semakin bergairah.
Karena rangsangan yang sedemikian hebatnya ini menciptakan puting Lennuku memerah keras dan kurasakan terdapat cairan jernih mengalir terbit dari lorong kewanitaanku.
Aku menjerit lumayan panjang tatkala jari telunjuk tangan kanan Mbak Komang mempermainkan klitorisku yang terletak di unsur atas gerbang kewanitaanku. Dicubitnyya dengan sarat perasaan daging kecil kemerahan tersebut.
Lidah Mbak Komang kini pun beralih menyusuri masing-masing bagian mulut liang kewanitaanku. Tak terdapat yang terlewatkan olehnya. Dijilatinya pula daging kecil pembawa nikmat milikku. Kemudian lidahnya dijulurkan masuk ke dalam tertelan oleh liang kewanitaanku yang berdenyut-denyut, mengerut kembang kempis.
Mbak Komang menghentikan kegiatannya. Tangannya menggapai-gapai membuka laci meja riasnya. Diambilkan suatu benda lonjong dan agak panjang berwarna hitam dari dalam laci.
“Kamu tahu benda apa ini, Lenn?”
“Oaahh… Mbak Komang… Jangaaaaann….!”
Terlambat, benda hitam tersebut telah disodokkan oleh Mbak Komang ke dalam liang kewanitaanku dengan Lennah payah, menilik liang kewanitaanku yang masih sempit dan belum pernah terjamah. Makin dalam masuknya, hingga benda itu nyaris masuk semuanya.
Secara tak sadar, secara refleks, aku memutar-mutarkan pantatku mengimbangi liukan benda yang sedang mengerjakan penetrasi dalam kewanitaanku itu.
Mbak Komang juga mulai mendorong dan unik benda hitam itu di dalam liang kewanitaanku. Tambah lama tambah cepat. Dan putaran pantatku pun semakin cepat pula.
Dengan lengkingan panjang, kumuntahkan semua cairan jernih berwarna putih yang semenjak tadi antre untuk terbit dari liang kewanitaanku. Dibarengi dengan darah yang pun mengalir dari Memek Perawan milikku.
“Mbak, sa.. saya.. lelah sekali..”
Aku juga jatuh tertidur. Mbak Komang tersenyum menyaksikan keadaanku. Ah curang, anda sudah keluar, aku membuka baju juga belum. Mbak Komang bangkit berdiri dan mencopot rok dan celana dalamnya. Lalu seraya berdiri, ia memasukkan benda hitam panjang yang dipegangnya.
Dengan sekali sodokan, benda hitam tersebut sudah nyaris masuk semuanya ke dalam kewanitaan Mbak Komang, menyisakan melulu dua sentimenter saja untuk lokasi tangan memegang.
Mbak Komang mempermainkan benda nikmat itu di dalam liang sorganya sendiri. Diputar-putarnya serta digesek-gesekkan benda tersebut dengan kecepatan yang mengagumkan. Diiringi oleh gerakan tubuh Mbak Komang yang laksana terhentak-hentak kemudian terhuyung-huyung.
Mbak Komang menjerit-jerit keras, Mbak Komang terjerembab lunglai di lantai dengan wajah sarat kepuasan. Tangannya masih memegang benda lonjong hitam. Mbak Komang juga menyusulku terlelap, di lantai.
Tiga hari aku menginap di lokasi tinggal Mbak Komang. Dan pada masing-masing malam tersebut pula aku dan Mbak Komang mengulangi permainan cinta kita. Dan aku juga menjadi mahir melakukannya. Aku dapat menyerahkan pelayanan dan mengimbangi permainan Mbak Komang.
Saat ini, satu bulan sudah semenjak aku pulang ke Jakarta. 1 bulan telah aku meninggalkan Mbak Komang, meskipun anda tetap sering bersangkutan lewat e-mail maupun telepon. Aku juga merindukannya.
Sepertinya aku sekarang tidak begitu tertarik lagi pada laki-laki. Apakah ini yang disebut telah tumbuh benih-benih cinta dengan kaum sejenis? Apakah aku telah pulang menjadi seorang lesbian? Help me, please!,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,