Namaku Deni, usiaku saat ini 16 tahun, baru saja naik kelas 2 SMU. Aku adalah anak semata wayang orangtuaku. Ayahku, Gito, 40 tahun, seorang pegawai swasta, dengan posisi sudah mapan, ibuku, Santi, 36 tahun, juga bekerja sebagai karyawati di sebuah perusahaan swasta. Secara ekonomi keluarga boleh dibilang mapan menengah ke atas. Kami sekeluarga tinggal di kota Jakarta. Ayahku sendiri berasal dari kota Semarang, sementara ibuku berasal dari sebuah desa di dekat kota Tasikmalaya. Kalau aku, ya karena lahir dan besar di kota Jakarta, lebih merasa sebagai orang Jakarta saja tuh.
Sebenarnya ayah dan ibuku tentu saja berharap bisa mendapatkan anak lagi, usaha membuat anak jalan terus, tapi ya mau gimana lagi, dapatnya cuma aku saja. Akhirnya mereka tak pernah lagi memimpikan untuk mendapatkan anak lagi. Ibuku pernah cerita kepadaku, saat usia ibu memasuki usia ke 35, ayah dan ibu sepakat, impian buat punya anak lagi sudah tak akan diteruskan. Kenapa ? Pertama, kalau punya anak lagi, kasihan, usia ayah ibu saat ini sudah lumayan, nanti ngejomplang jaraknya sama anak itu, semisal dapat anak lagi, saat anak itu usia 20an, ayah ibu sudah memasuki usia 60an. Kedua, jarak antara aku dan adikku itu juga bakal terlalu jauh, sulit buat dekat. Karena pemikiran itu akhirnya sudah bisa dipastikan aku tak akan pernah punya adik. Sebagai antisipasi, ibu memasang alat KB.
Aku sendiri seperti kebanyakan tipikal remaja seusiaku di Jakarta ini, adalah remaja yang gaul, trendi dan dinamis. Ayah dan ibu tidak mengekang pergaulanku, namun tetap mengawasi dan memberi masukkan yang positif. Buat urusan pelajaran, aku termasuk encer, nilaiku selalu bagus, walau tidak peringkat utama, tapi biasanya masuk 10 besar, pokoknya orang tuaku tidak khawatir dengan masalah pelajaran. Buat masalah gaya, gaul dan trendi, aku juga cukup oke, ikut kegiatan olahraga sepak bola dan basket, sering ke mall atau nongkrong sama teman – teman, kadang kalau iseng main band, aku bagian kecrekan saja hehehe, nggak bakat, cuma buat kompakkan saja. Walau sering bergaul sama teman – teman namun aku bisa mengontrol diri, di samping juga pengawasan dari orang tuaku, aku nggak mau sama yang namanya alkohol, narkoba dan sejenisnya, no way, bodoh kalau mau terjerumus begituan, kita hancur, melarat, yang kaya bandarnya doang. Paling aku cuma merokok, itu juga sesekali, solider sama teman, ( Cuma merokok yang aku solider, kalau yang lain nggak deh ). Aku pernah ketahuan sama orang tuaku, dan aku jujur saja bahwa aku memang suka merokok, tapi tidak terlalu banyak, secukupnya, kadang kalau lagi pusing belajar, aku merasa terbantu dengan merokok. Ayahku juga perokok, dan karena aku sudah jujur maka ayah hanya memperingatkan agar jangan terlalu banyak atau kecanduan, dan untuk membeli rokok, ya pakai uang jatah jajanku, nggak bisa minta jatah khusus. Ya, lumayan deh sehari paling banyak aku hisap 3 batang, itu juga kadang nggak rutin tiap hari, kalau lagi mau saja.
Kalau pulang sekolah aku jarang langsung pulang, soalnya pasti nggak ada orang di rumah, orang tua belum pulang kerja, di rumah kagak pakai pembantu, paling bayar jasa cuci setrika saja sama tetangga. Jadi kalau pulang sekolah pasti aku keluyuran dulu, nongkrong, ke mall, rumah teman, atau ke Warnet dekat rumah. Warnet sering jadi lokasi favourite, yang jaga juga sudah akrab, jadi bisa agak bebas, kalau lagi malas, bolos dari pagi ( banyak juga lho yang sering begini, makanya di warnet dipasang tanda : pelajar berseragam sekolah dilarang masuk; tetap saja kagak efek tuh ). Aku nggak gitu hobi main game online, lebih banyak chatting, facebook-an, browsing, dan melakukan aktivitas favourite, buka situs jorok dan download. Hasil berkelana di dunia maya, taruh di USB, simpan dan nikmati di Laptop di rumah…hehehe.
Usiaku saat ini memang sedang hot – hotnya ingin tahu tentang perempuan dan seks, sayangnya aku belum punya pacar atau pengalaman dalam bidang ini. Sejauh ini pengalamanku hanya dunia fantasi saja, kadang nyetel bokep, baca majalah porno, ngayal lalu ngocok deh…belum ada yang nyata. Secara selera aku suka wanita yang tinggi, cantik, kulitnya putih atau agak hitam itu relatif, rambut juga relatiflah nggak spesifik, bertetek besar itu keharusan, dan aku senang yang berbulu lebat. Jujurnya aku paling merasa senang dengan wanita yang usianya sekitar 30 tahunan ke atas. Aku paling cepat ON kalau lagi nonton bokep dan pemain wanitanya ada yang kayak aku sebutkan tadi. Kalau buat bahan khayalan, paling teman sekolahku si Hana, Rini, Mitha, juga bu Tina yang bahenol. Baru berani ngayal, belum berani lebih dari itu, buat pacaran juga masih belum mau ah, aku masih mau bebas merdeka tuh.
Selain itu aku paling sering mengkhayalkan ibuku, ibuku memang tipe wanita paruh baya yang seksi, tinggi, cantik dan juga masih montok. Teteknya juga besar. Ibuku biasanya pulang kerja lebih dulu dari ayah, ayah pulangnya agak malam. Aku paling hobi ngintipin ibuku mandi. Kebetulan kamarku bersebelahan dengan kamar mandi, karena aku banyak waktu luang, jadinya aku akali saja, sehingga aku bisa mengintip melalui celah eternit. Kalau ibu masuk kamar mandi, aku segera masuk kamar, kunci pintu, naik meja, peloroti celana, lalu menikmati tubuh mulus ibuku yang sedang mandi, membusahi tetek dan pentilnya dengan sabun, mengusap m3meknya yang dihiasi jembut yang rimbun, kont01ku pasti langsung keras dan siap minta dikocok – kocok…cok. Aku selalu berhati – hati, posisi lobang mengintipnya pun tak akan menimbulkan kecurigaan dan tak ketara dari kamar mandi, lobang satu laginya di kamarku, kalau aku selesai ngintip, aku langsung tutup dengan tripleks, pokoknya aman terkendali. Kadang memang timbul niat lebih pada ibuku, namun aku belum punya nyali, ya jadi cukup memuaskan dan bahagia dengan kondisi ini dulu saja. Aku memang merasa amat sangat ingin mencoba melakukan dan merasakan hubungan badan, namun belum ketemu lawan yang pas ( kayak ngadu ayam saja, pake istilah lawan hehehe ). Tapi aku selalu percaya akan ada kesempatan dan waktunya bagi mereka yang berhasrat ini.
Sekarang hari pertama liburan, aku lagi uring – uringan, karena ayah ibuku janji setelah ambil raport, besoknya akan mengajakku berlibur ke bali, mereka akan cuti besar, namun mendadak atasan ayah membatalkan cuti ayah, nggak ditentukan kapan bisa ambil lagi, karena ada proyek besar yang mendadak didapat dan harus ayah urus. photomemek.com Gede banget nilainya seru ayah berapi – api samapi muncrat ludahnya saking semangatnya menjelaskan. Ayah sebenarnya menyuruh ibu dan aku berangkat saja, namun ibu nggak mau, katanya kalau mau liburan harus sekeluarga. Jadilah akhirnya ibu juga memutuskan mempersingkat cutinya, ibu tetap cuti namun hanya satu minggu saja, bukan 3 minggu seperti direncanakan. Ayah bilang kepadaku dia tahu aku kecewa namun urusan kantor juga penting, duit komisinya buat ayah lebih dari lumayan kata ayah. Nanti saja akan ayah atur waktu, mungkin libur akhir tahun kalau perlu ke Singapore saja, ongkosnya juga nggak beda dengan ke Bali. Jadilah hari pertama libur mukaku sudah bete…bete…bete…ah.
”Den, sudah dong, jangan marah begitu, muka ditekuk terus kayak gitu apa nggak pegal, ibu saja pegal ngelihat muka kamu kayak gitu.”
”Ah ibu, Deni lagi sebel nih, nggak mau diajak becanda..”
”Sudah deh, kamu kan juga tahu urusan kantor ayah, lagian ayah kan kerja nyari duit buat kita juga.”
”Iya sih, tapi Deni kan sudah senang dari kapan tahu tuh bu karena kita mau ke Bali, tahunya batal mendadak gini, siapa yang nggak kesal….huh.”
”Ya sudah…, ibu juga sudah terlanjur cuti nih, jadi tadi ibu bilang ayah, ibu mau ke kampung, nengok bibi – bibi kamu. Mungkin 3 atau 4 harian, kamu mau ikut…???”
”Hah….jauh amat kenyataan sama impian…Bali sama kampung dekat Tasik…ogah ah.”
”Ya sudah kalau begitu, kamu di rumah saja sendiri sama ayah.”
Ah, malas sih pergi ke kampung ibu saat ini, tapi kalau di rumah juga, paling seminggu saja aku semangat keluyuran selebihnya bakal bosan, lagian sendirian, ayah cuma ada kalau pulang kerja, hari sabtu-minggu kalau lagi ada proyek juga biasanya ayah masuk…., ya mending ikut ibu saja deh.
”Nggg…ikut deh bu, daripada bete sendirian.”
”Huh dasar kamu ini, bawa saja baju banyakan, siapa tahu nanti ibu pulang duluan, kamu masih betah di sana.”
”Alaaah….nggak perlulah, seadanya saja. Siapa juga yang mau menghabiskan seluruh liburan di kampung….emang kita cowok apaan, nggak janji deh.”
Ibuku sendiri mempunyai 3 orang saudara, kakak tertua Bi Lasmi, 40 tahun, suaminya pelaut, Bi Lasmi tinggal di kampung juga, anaknya si Joko, kuliah di Yogyakarta. Ibu anak nomor 2. Anak nomor 3, Mang Nurdin, 34 tahun, sudah berkeluarga, anaknya 3 orang, tinggal di Surabaya, kerja di sana. Anak nomor 4, Bi Ratna, 33 tahun, janda, sudah menikah 2 kali, suami pertama meninggal karena sakit, suami yang kedua dengar – dengar sih meninggal kecelakaan, anaknya si Jaka, 4 tahun, anak dari hasil pernikahan dengan suami kedua. Si Jaka ini biasanya dipanggil si Ucil. Bi Ratna sudah menjadi 2 tahun terakhir ini, untuk ukuran di kampung sudah lumayan lama. Ibuku paling dekat dan sayang sama bi Ratna ini. Kakek dan nenekku dari pihak ibu sudah meninggal, jadi di kampung memang hanya tinggal bibi – bibiku ini dan beberapa family lainnya. Ibu tetap sering berkunjung ke sana kalau ibu sempat. Ibu sendiri memang beda dengan kedua bibiku, ibuku dulu lebih memilih bekerja di Jakarta sewaktu tamat sekolah, dan akhirnya ketemu jodoh yaitu ayahku di sana. Kedua bibiku ini juga cantik seperti ibuku, namun aku tidak terlalu banyak memperhatikan, karena memang jarang ke sana dan dulu kan belum masa puber, jadi kagak terlalu paham soal itu.
Akhirnya esok harinya, pagi – pagi aku dan ibu berangkat, ibu nggak mau bawa mobil, lebih memilih naik bis yang bagus kelasnya, biar nyaman. Ibu bilang ke Ayah mungkin nanti hari Sabtu kami pulang. Perjalanan ke sana tidak terlalu memakan waktu, jadi belum siang kami sudah tiba di kota Tasikmalaya, lalu menyambung dengan angkot, kurang lebih satu jam, dan akhirnya tiba di kampung X, kampungnya memang agak ke dalam, tapi sudah bagus, jalannya sudah diaspal ( kabarnya sih belum lama, dari caleg yang menang pilkada, penuhi janji ), listrik, sekolah, sinyal HP, siaran TV juga lengkap. Banyak sawah dan kebun di sini, memang mata pencarian utama dan juga hasil yang utama di sini adalah hasil bumi beserta olahannya. Ada yang menggarap tanah sendiri, kerja di tanah orang, berdagang hasil bumi. Bibi – bibiku mengelola tanah milik keluarga yang jadi bagian warisan mereka. Punya ibu juga ada, ibu memepercayakan dikelola kedua saudarinya ini, hasilnya terima bersih saja, toh ibu sudah punya penghailan tetap yang lumayan besar dari pekerjaannya. Mereka memperkerjakan beberapa orang untuk menggarap, sistem bagi hasil dan juga upah saat panen. Bi Lasmi juga mengelola tanah miliknya yang dibeli suaminya. Pemandangan di sini sebenarnya indah, ada pemandangan gunung di kejauhan, kalinya tidak terlalu deras dan tidak banyak bebatuan besar, lokasi buat berenang di kali banyak. Buat mancing juga ada tempat yang enak di saluran irigasi. Udaranya segar dan masih asri. Lokasi satu rumah dengan rumah lainnya tidak sama, ada yang dekat ada yang jauh. Penduduknya masih banyak, yang kerja di kota tidak banyak, karena di kampung juga banyak kegiatan dan penghasilan. Makanya kalau mau kampungnya tidak kosong ditinggal warga merantau, perangkat desa harus siap harus ada tanah yang digarap dan juga lapangan pekerjaan lain yang mendukung. Banyak kegiatan dan peluang kerja di kampung, orangnya juga tak bakalan merantau…betul nggak…? Sotoy loe Den…hehehehe.
Bibi – bibiku senang sekali dengan kedatangan kami, soal tempat tinggal bisa di mana saja, tapi kali ini ibu bilang mau nginap di rumah Bi Ratna saja, bi Lasmi tidak masalah, toh rumahnya juga dekat, mungkin juga paham dengan niat ibu yang mau membujuk bi Ratna biar kawin lagi. Mereka sibuk melepas kangen, dan ibu membagikan oleh – oleh. Sedang aku mulai sibuk ditarik – tarik si Ucil, ngajak main.
Tentu saja percakapan dilakukan dalam bahasa Sunda, namun demi memudahkan yang nggak ngerti, di tulis bahasa Indonesia saja ya…kalau yang paham, silahkan baca dan mentranslatenya dalam hati ke bahasa sunda, biar lebih menghayati ceritanya…hehehe
”Ucil, nanti duluh atuh…kang Deninya juga masih capek, biar istirahat dulu,” kata Bi Ratna.
”Nggak apa – apa bi, lagian sudah lama kagak ketemu si Ucil, sekarang sudah gede dan pintar ngomong.”
”Ya sudah, tapi mainnya dekat sini saja ya, nanti sebentar lagi kita makan, bibi mau siapkan dulu, kamu sudah lapar kan…?”
Akhirnya aku menemani si Ucil, memang si Ucil ini paling senang kalau aku datang. Aku juga senang – senang saja, habis anaknya lucu dan polos. Tak berapa lama akhirnya kami dipanggil dan mulai makan siang. Mantap menunya, ikan gurame goreng garing, pepes tahu, pete bakar sama lalapan dan cabe cobek, kayak wisata kuliner saja. Kenyang banget perutku memakannya. Setelah beristirahat, ibu mengajak bi Lasmi menemaninya berkunjung ke rumah family dan temannya. Ibu menanyakan aku mau ikut atau tidak, tapi aku bilang malas, masih capek, akhirnya ibu mnyuruhku menemani Bi Ratna, si Ucil sedang asik dengan ngoroknya, tertidur pulas dengan iler menetes, dasar si Ucil. Selepas ibu dan bi Lasmi pergi, aku bermaksud membantu bi Ratna membereskan rumah, namun katanya aku istirahat saja dan menemaninya ngobrol, sudah lama nggak ketemu. Memang sudah lama nggak ketemu, dan juga karena saat ini aku sudah puber, aku baru sadar ternyata bibiku ini memang cantik, kulitnya putih bersih, bodinya juga aduhai dengan fokusku ke arah teteknya yang memang besar menantang. fantasiku.com Sepertinya ibu dan kedua bibiku memang memiliki garis keturunan yang bertetek besar dan aduhai. Nggak lama bibi masuk ke kamarnya, aku hanya melamun saja, nggak sadar bibiku sudah keluar lagi, terdengar panggilannya, dari arah samping rumah. Aku segera ke sana, dan kulihat bibi sedang mengangkat jemuran, tapi bukan itu yang membuatku terkejut dan senang, bibiku kini hanya mengenakan kain dan kutang model kampung, hampir kayak kembem gitu, agak panjang sampai batas perut, dengan kedua talinya di bahu. Gila, seksi banget, apa memang yang kayak gini sudah biasa dan busana sehari – hari, waktu suaminya masih ada, dulu aku jarang nginap di sini, biasanya di rumah bi Lasmi, dan mungkin karena aku masih anak kecil, jadi masih culun bin lugu, belum paham. Kutangnya nampak ketat sekali membungkus teteknya yang besar, belahan teteknya nampak jelas, saat ia mengambil jemuran, kulihat di lengannya nampak bulu ketek yang seksi makin menambah nafsuku. Jadi keras nih kont01ku. Akhirnya aku pura – pura membantu, biar lebih dekat dan bisa lebih fokus melihat belahan teteknya.
”Sudah besar ya kamu sekarang, Den, sudah perjaka.”
”Kan dikasih makan sama ibu,Bi.”
”Ah kamu bisa saja…ponakan bibi ini sudah punya pacar belum…?”
”Ah…belum kok bi.” kataku lagi. Posisiku agak di belakangnya, mataku sekan mau melotot keluar melihat pemandangan belahan teteknya.
”Dicari atuh Den, enak lho punya pacar, kamu bisa ngerasain gituan lho…enak lagi, umur kayak kamu mah di sini juga sudah banyak yang kawin.”
”Ah…bibi, malu atuh ngomong kayak gitu…”
”Alaahh…sama bibi mah kagak usah malu gitu, santai saja….kayak bibi kagak pernah muda saja. Bibi mah ngerti anak muda kayak gimana. Lagian kamu kan lelaki jadi bibi paham.”
”Iya juga sih…tapi tetap sajalah malu.”
”Ya sudahlah, kata ibumu kamu lagi libur sekolah, kamu mau pulang kapan..?? kalau kagak ada kegiatan mah, di sini saja, temani si Ucil.”
Ternyata bibiku ini ngomongnya bak – blakan dan vulgar juga, belum lagi tubuhnya memang bahenol banget, kont01ku sudah sesak rasanya di balik celanaku. Sebenarnya sih aku tidak rencana menghabiskan liburan di sini, nanti ikut ibu balik, namun melihat ”rejeki” yang bakalan aku terima kalau aku di sini, juga melihat gaya bibiku, hatiku jadi bimbang, mungkin saja aku bisa mengalami hal yang menjadi keinginanku di sini. Aku hanya menjawab…
”Deni belum tahu bi, lihat saja nanti.”
”Ya sudah, tapi sebaiknya kamu berlibur saja di sini, daripada di Jakarta terus. Toh di rumah bibi kosong. Lagian juga banyak kegiatan yang bisa kamu lakukan. Bisa nambah ilmu sama pengalaman kamu juga. Sok atuh..udah beres ngangkat jemurannya, masuk ke dalam saja.”
Akhirnya bibi selesai mengangkat jemuran, dan kami pun masuk ke rumah. Aku permisi ke kamar mandi, bilangnya mules, padahal mah ada sesuatu yang harus kulepas nih, gila…keras banget kont01ku…., sesampainya di kamar mandi, langsung saja kukocok kont01ku sambil membayangkan tubuh bibiku tadi, ah lega rasanya saat akhirnya hiburan tangan ini selesai.
Sorenya ibu balik, bi Lasmi pulang dulu, nanti janji mau nginap juga. Malamnya, karena kamar di rumah bibi hanya ada 2 maka, aku tidur di kamar dengan Ucil, sedang ibu dan bibi – bibiku di kamar bibi, mereka tampak seru ngobrol dan tertawa, maklumlah nostalgia dan melepas kangen.
Keesokan harinya akhirnya kuketahui, memang kalau di rumah, pakai busana kayak yang kulihat waktu itu, memang wajar saja, bibiku cuek saja, ibu juga nggak melihat itu sesuatu yang aneh dan menggangguku, bahkan ibu juga memakai busana yang sama, saat kutanya, jawabnya santai sekali, katanya…nyaman pakai baju kayak gini, juga sudah lama nggak memakai pakaian kayak begini dan toh ibu dan bibi nggak perlu canggung di depan kamu…..memangnya kamu ada masalah ? Ya sudah, nggak masalah kok bu kataku dalam hati, maka selama itu aku mendapatkan pemandangan bagus terus, tubuh montok ibu dan bibi, makin sering saja aku ke kamar mandi, gimana lagi kalau setiap saat melihat belahan tetek besar dari 2 orang wanita yang seksi. Untung saja tanganku bisa kutahan untuk tidak menjamah. Singkatnya ibu banyak menghabiskan waktu berkunjung ke rumah saudara dan temannya, sesekali ke sawah dan kebun, kadang aku ikut. Suatu malam kami semua pergi jalan menyewa angkot milik tetangga, ke kota Tasikmalaya, ibu mau membelikan baju buat bibi – bibiku, si Ucil dan saudaraku sekalian traktir makan, makin asik karena pas ada pasar malam dekat situ, lumayan ngerasain wahana Dunia Fantasi dadakan dan seadanya, ya senang – senanglah, sedikit banyak aku mulai melupakan rasa kesalku batal liburan ke Bali. Ada suasana hangat kekeluargaan yang juga mampu mengobati kekecewaanku.
Di rumah bibi, ada motor, aku nggak tanya milik siapa, mungkin milik almarhum suaminya, bibi memberi kuncinya, katanya kalau aku mau jalan – jalan, bawa saja, asal jangan ngebut. Biasanya aku ajak Ucil keliling, si Ucil senang sekali, katanya ibunya jarang bawa motor, hanya kalau ada perlu saja, jadi dia jarang naik motor. Karena pom bensin jauh, orang sini biasanya beli eceran, agak mahal dikit. Akhirnya tibalah saat malam terakhir, besok pagi ibu akan pulang, ayah tidak bisa menjemput jadi ibu pulang sendiri bersamaku. Malam itu aku bilang aku mau tetap di sini saja, habis udaranya enak, suasananya tenang, juga senang main sama si Ucil, ( dan tentu saja karena ada pemandangan indah di rumah bibi : bibiku sendiri.). Lagian bosan di Jakarta nggak ada kegiatan.Ibuku agak heran, katanya dasar aku plin plan, tapi memperbolehkan. Masalahnya bajuku terbatas, ibu jadi agak kesal, katanya kan sudah dibilang bawa baju lebih. Akhirnya esok ibu mengajakku sekalian mengantarnya ke kota Tasikmalaya, untuk membeli baju kaos dan celana pendek serta CD. Aku bilang naik motor saja, karena aku mau beli bensin di derigen, mulanya ibu keberatan, tapi akhirnya mau. Aku segera ke belakang, mencari derigen, memang ada, dan dari baunya saat aku mencium dalamnya waktu membersihkan, sepertinya memang dipakai untuk menyetok bensin, 2 buah ukuran 10 liter, tidak besar.Aku segera ikatkan di bagian depan. Esok paginya ibu sudah siap, setelah berpamitan dengan bi Lasmi, bi Ratna, beberapa family dan temannya, berangkatlah kami. Bawaan ibu tidak terlalu banyak, oleh – oleh juga muat di tas dan plastik. Enak juga naik motor lebih cepat, juga dapat bonus, punggungku sesekali merasakan tetek empuk nempel…nyamannya hehehe. Karena naik motor,, maka tak berapa lama kami sudah samapai. Ibu mengajakku ke pasar terdekat di kota, membeli kaos murah meriah, 10 potong, 3 celana pendek dan ½ lusin celana dalam, kagak sampai 300 ribu belanja. Sekalian juga mengajakku ke toko makanan, membeli makanan ringan dan kopi juga susu sachet. Kutitip dulu di tokonya, karena bawaan sudah penuh, nanti kuambil lagi. photomemek.com Lalu ibu minta diantar ke ATM, mengambil uang, memberiku uang buat jajan kunanti dan beli bensin. Sekalian uang untuk ongkos pulang, takutnya nanti ayah nggak bisa menjemput, kubilang aku bisa pulang sendiri. Setelah itu aku antar ibu ke teminal, parkir motor, belikan karcis dan menunggu bisnya berangkat, ketika bis sudah mau jalan ibu mengecup pipiku, sambil berpesan agar jangan merepotkan bibi – bibiku. Akhirnya ibu pulang, aku lalu segera membeli bensin, mengambil belanjaanku dan kembali ke rumah bibi. Sesampainya di sana hari masih belum terlalu siang, kulihat si Ucil yang agak merengut karena tidak kuajak. Aku godain saja dia, akhirnya aku bilang ke bibi mau ajak si Ucil pelesir ke tempat wisata dekat kampung sini, tanpa diduga bibiku mau ikut juga, katanya iseng nggak ada kegiatan, toh sawah dan kebun sudah ada yang ngurus. Akhirnya kami berangkat, karena jalan di kampung, nggak perlu helm. Sempat berpapasan dengan bi Lasmi, katanya sayang naik motor jadi nggak bisa ikut, berpesan agar aku tidak ngebut dan hati – hati. Akhirnya kami tiba di sana, tempat wisata alam dengan permainan anak, karena hari Sabtu dan masa liburan jadi mulai agak ramai. Si Ucil mulai heboh menunjuk mau main ini – itu, bibiku hanya tertawa dan memberiku uang untuk membeli karcis. Kami bertiga bersenang – senang di sana, si Ucil sudah kayak dinamo mobil – mobilan Tamiya saja, muter terus ke sana ke mari. Agak sore kami makan bakso di tempat makan di situ. Si Ucil masih sibuk bermain, aku dan bibi hanya mengawasi.
”Bibi senang, kamu memutuskan tetap berlibur, jadi si Ucil ada temannya. Kamu pakai saja motor itu kalau mau pergi. Kalau memang sempat bibi ikut, tapi kalau nggak, sama si Ucil atau ajak saja bi Lasmi, pasti dia senang juga.”
”Oh ya, itu motor siapa bi, punya almarhum mang Wawan ya…?”
”Iya…bibi juga kagak gitu paham, si Wawan geblek itu kan mati kecelakaan. Bibi juga kurang paham prosedurnya, nggak ngerti urusannya, setelah peristiwa itu, bapaknya yang juga kakek si Ucil kirim tuh motor, katanya ganti asuransi, dia bilang buat bibi saja, di rumahnya banyak, ini buat ajak jalan si Ucil, tapi itu pun bibi juga jarang pakai.”
”Oh…”
Aku hanya ber-Oh saja, tapi aku sempat menangkap sepertinya bibiku rada jengkel dan juga agak kasar membicarakan almarhum suaminya. Mungkin bibi menangkap kebingunganku, dia hanya tersenyum, sambil bilang nanti di rumah akan dia kasih tahu. Kami lalu kembali ngobrol, mataku sempat memandang beberapa sejoli yang sedang kasmaran, aku hanya nyengir saja, bibiku sempat melihat dan kembali meledekku, rupanya kemarin kalau ada ibu, bibi nggak berani terlalu vulgar. Kuperhatikan wajahnya sekilas, memang cantik dan terus terang wajahnya memang agak mengundang, setahuku sudah hampir 3 tahun, bibi menjanda, rasanya wanita secantik bibi agak aneh kalau sulit mencari pasangan lagi, aku hanya diam saja berpikir, akhirnya karena hari sudah sore, bibi mengajakku pulang. Si Ucil tertawa terus sepanjang perjalanan pulang. Akhirnya kami tiba di rumah. Bibiku lalu memandikan si Ucil, nggak lama bibi juga mandi, dan mulai menyiapkan makan malam. Aku juga segera mandi dan memasukkan motor. Kini bibi sudah kembali memakai busana favouriteku, kini mataku bisa bebas jelajatan, nggak ada ibu sih, bibi sendiri sih cuek saja. Selesai makan si Ucil, nonton TV bersamaku, nggak lama ketiduran, si Ucil ini kalau sudah tidur, parah, nggak bakalan bangun kalau dia belum puas, dicolek atau digoyang – goyang juga kagak bakal bangun, tahu kalau disiram air seember hehehehe. Aku gendong si Ucil, karena ibu sudah pulang, si Ucil tidur kembali di kamar bibi, aku yang menggendong, nyelonong masuk saja, bibi rupanya lagi berbaring, istirahat, kainnya nampak agak tersingkap, segera dirapikan, aku kaget dan segera minta maaf, bibi bilang tidak apa, dan merapikan tidur si Ucil. Aku sendiri langsung keluar dan menonton TV.
Tak berapa lama nonton, kurasakan kepalaku agak pusing dan badanku agak tidak enak, perut terasa mual, makin lama makin kuat, jangan – jangan hamil…hush….sembarangan, kayaknya masuk angin, segera kuberlari ke kamar mandi dan muntah, setelah puas mengeluarkan rasa mualku, kusiram dan kubersihkan mulutku. Keluar dari kamar mandi kulihat bibi sudah menunggu, menanyakan kenapa, aku bilang nggak tahu, tiba – tiba mual, dia bilang pasti masuk angin, karena dari pagi aku naik motor, dan telat makan. Dia menyuruhku tidur saja, nanti dia buatkan teh manis dan obat, juga akan mengerokiku, aku hanya bisa mengangguk lemas dan berjalan ke kamarku. Tak berapa lama bibi masuk dan membawa teh, obat dan minyak gosok. Bibi menyuruhku membuka baju dan telentang, lalu mulai mengerokiku, walau lagi sakit, tapi aku merasakan tangannya halus di punggungku, apalagi dekat denganku. Biar nggak enak badan, tapi yang namanya kont01, terkadang kagak mau ngerti, diam – diam membesar. Bibi masih terus mengeroki punggungku, lalu mulai mengolesi minyak gosok dan memijatku, duh enak banget, mana tangannya lembut. Sampai sini kagak ada masalah, lalu bibi menyuruhku berbalik, katanya depanku juga harus dikerok, biar anginnya cepat keluar……gawat…aku cuma bercelana pendek, mana celanya nggak terlalu besar, bisa tengsin dong aku, kelihatan ada yang bejendol besar di balik celana, aku bilang nggak usah…bibi terus memaksa, bahkan agak mendorong membalikkan tubuhku.
”Iya deh bi, tapi jangan marah ya…”
”Marah kenapa Den…”
”Anu….Deni kan lelaki, terus juga bibi itu cantik banget sih, jadi Deni kebablasan…maaf ya Bi,” aku berterus terang, rada takut dia marah.
”Oalah….cuma begitu aja, ya namanya juga baru gede sih, ada – ada saja kamu ini, bibi ini kan jelek, sudah tua….sudah balik saja, nggak usah malu dan minta maaf, memangnya bibi belum pernah lihat kont01, ayo. Kirain kenapa.”
Dengan agak malu aku membalikkan badan, nampak dari celanaku ada tonjolan yang besar, bibiku melihatnya sekilas, nyengir dan mulai mengeroki dadaku. Sedang aku makin ngaceng saja, karena bisa melihat dengan jelas belahan dadanya, bulu keteknya saat mengerokiku dari depan. Sesak banget rasa celanaku.
”Den..Den, kamu ini, sama bibi yang sudah tua kok masih bisa ngaceng….sudah kagak perlu malu gitu, wajar kok, namanya juga baru remaja, sedang masa pertumbuhan.”
”Iya…Bi, tapi sumpah kok, bibi cantik juga belum tua. Kalau di sini memangnya seumur bibi sudah masuk kategori tua ya…nggak lah. Mana masih montok lagi.”
”Ah…kamu ini, jangan ngeledek ah”
”Benar kok bi, maaf ya, apalagi dengan pakaian kayak gini, aduh bi, maaf deh, jangan marah dan salahkan Deni, benar – benar membuat nafas berdetak cepat.”
”Lha…apa toh yang salah dengan pakaian kayak gini, biasa atuh di kampung sini.”
”Iya…tapi di Jakarta kan kagak ada bi. Apalagi bibi yang memakainya, terus terang saja, Deni nggak mau bohong nih, waktu melihatnya rasanya jantung Deni mau copot. Namanya juga anak laki bi, bukannya mau kurang ajar, tapi melihat bibi seperti itu duh….”
”Ah..kamu ini, memangnya kenapa dengan begini..? Memangnya kamu mau apa..? Paling juga kont01 kamu ngaceng, terus kamu kocok…iya kan. Bibi mah nggak yakin kamu sudah pernah begituan. Sudah paham kalau anak seumuran Deni lagi sedang panas – panasnya.”
”Iya sih….maaf deh bi.”
”Sudah…dari tadi minta maaf melulu, bukan salah kamu, habis mau gimana lagi, bibi biasanya memang berpakaian begini kalau di rumah, toh hanya ada kamu keponakan bibi, sudah seperti anak juga. Ya, memang sih usia kamu lagi tanggung, jadi bibi maklum dan paham deh dengan keadaan kont01 kamu. Nah sudah selesai, sekarang, minum obatnya.”
”Terimakasih ya Bi, sekarang Deni, tidur dulu istirahat.”
”Eh…tunggu dulu, masih ada lagi, kondisi kayak gini kagak bagus dibiarkan, sebenarnya bibi mau saja membantu, tapi tangan bibi masih panas dengan minyak gosok.”
”Apaan lagi Bi…?”
”Sekarang kamu buka celana kamu…!!!”
”APA…??? Maksud bibi apaan, dan apa hubungannya sampai harus buka celana.”
”Huh dasar kamu ini, otaknya pasti sudah ngeres…hehehe. Dengar ya Den, kalau kont01 yang lagi ngaceng itu kamu dibiarkan, akibatnya jelek ke badan kamu yang lagi masuk angin ini, bisa jadi panas, karena nggak dikeluarkan, efeknya menambah panas badan, tapi kalau kamu keluarkan rasanya jadi adem ke badan. Percaya deh, bibi serius kok, dari pengalaman dengan suami bibi yang pertama..”
”Ah becanda saja deh bibi ini.”
”Benar kok, bibi serius, sebenarnya bibi mau bantu kamu, toh kamu masuk angin juga karena ngajak Ucil sama bibi, sudah nyenangi kami, jadi bibi nggak sungkan, toh biar kamu cepat baik. Namun nggak bisa, takut nanti kont01 kamu kepanasan. Sudah kamu sendiri saja ya. Bibi mau beresin bekas ngerokin kamu.”
Aku masih ragu, masih nggak percaya dengan kecuekan bibiku mengatakan hal tadi dengan sangat ringan tanpa beban kepadaku, secara logika yang dikatakannya memang masuk akal, tapi tetap saja aku jadi agak jengah mendengarnya. Duh…gimana nih enaknya..??? Bibi sudah bersiap mengangkat gelas dan piring kecil minyak gosok.
”Nggg….baiklah, tapi bibi temani ya…,” aku nekat saja deh.
”Den..Den…ada – ada saja kamu ini, tinggal kocok bereskan, sudah sering kan..? Ngapain juga bibi temani.”
”Kan bibi yang menyarankan, jadi bibi tungguin dong, biar jelas…sudah deh temani saja, katanya mau Deni cepat sembuh. Bibi nggak malu kan…?”
Kayaknya ucapan terakhirku pas menembak sasaran. Akhirnya Bibi kembali duduk di pinggir tempat tidur. Agak kikuk dan nyengir. Aku juga sama, nyengir saja buat menghilngkan aura canggung yang ada, aku lalu mulai menurunkan celanaku perlahan, ketika akhirnya celanaku sudah lepas, kulihat wajah bibi agak terkejut, dan menatap kont01ku. Aku sih tidak merasa ada yang beda dengan kont01ku, biasa saja, dibanding dengan pemain film bokep yang kutonton, kalah jauh. Punyaku maksudnya.
”Ngg…nggg..ge..gede juga kont01 kamu ya Den.”
”Masa sih bi ? Deni mah kagak paham, menurut Deni biasa saja.”
”Den, percaya kata bibi deh, sudah pengalaman, barang kamu itu gede, si Wawan mah kagak ada kayak kamu. Lagipula kamu masih masa pertumbuhan, masih bisa bertambah. Perempuan pasti senang ngelihat kont01 kayak punya kamu.”
Aku pun mulai mengocok kont01ku, sambil melihat kutang bibiku, bibiku terus menatap kont01ku, kulihat sesekali dia meneguk ludahnya, duduknya agak gelisah, aku sendiri sudah cukup puas dengan kondisi ini, nggak berniat lebih, cukup melihat bibiku dengan kutangnya sudah bisa menyenangkan kont01ku saat ini, terlebih melakukan onani disaksikan bibiku menimbulkan sensasi tersendiri. Aku kocok kont01ku dengan cepat, mataku terus melihat tetek bibiku, bibiku makin gelisah melihat kont01ku yang sudah agak memerah karena cukup lama kukocok. Akhirnya aku merasakan mau keluar, bibi paham dan segera mengambil kain, lalu aku segera memuncratkan pejuku ke kain tersebut. Memang rasanya badan dan pantatku jadi agak ringan, juga tidak terasa terlalu panas lagi. Bibi masih diam melihat kont01ku, aku segera melipat kain dan berbicara, bibiku tersentak kaget…
”Benar juga bi, rasanya jadi lebih enak…bi….bi…bibiii…”
”Ha…apa Den…???”
”Deden bilang, badan rasanya jadi lebih enak..”
”Oh ya…syukurlah…benar kan kata bibi. Nah sekarang kamu tidur, istirahat. Terus pesan bibi, kalau memang lagi ngaceng, jangan suka sering ditahan, lebih baik dikeluarkan biar lebih baik buat kesehatan. Ditahan – tahan malah jadi sengsara, kalau dikeluarkan jadi lega dan meringankan pikiran, Sudah, kamu istirahat, bibi mau tidur juga, kamu kalau ada perlu apa – apa panggil saja atau datang ke kamar bibi.”
Di kamarnya Ratna berbaring agak gelisah, dilihatnya anaknya, si Ucil sudah tidur pulas sekali, ia tersenyum sesaat. Lalu kembali hanyut dalam lamunannya. Memang dia merasa malas untuk berumah tangga lagi, tidak setelah pengalaman buruknya bersama suaminya yang terakhir. Saudaranya juga sampai bosan menyuruhnya agar berumah tangga lagi. Bukan maunya mengalami hal ini, tak ada wanita yang mau rumah tangganya hancur, tak ada, semuanya pasti mau bahagia. Perkawinan pertamanay sebenarnya tak ada masalah, hanya nasib menentukan suaminya harus meninggal karena sakit. Ia mencoba bangkit, membina rumah tangga lagi, ternyata lebih parah, suaminya yang kedua sangat bejad. Ratna mencoba bertahan, tapi itu juga ada batasnya. Minta cerai juga tak bisa, akhirnya nasiblah yang membebaskannya. Tapi setelah kejadian itu, hatinya terluka, merasa takut berumah tangga. Memang ia tak menunjukkan sikap canggung pada lelaki, juga tak sungkan berbicara dengan vulgar, sebenarnya kalau mau jujur itu juga untuk menutupi rasa kurang percaya dirinya. Buat urusan berumah tangga, Ratna sudah mantap untuk tak mau berumah tangga lagi, ia masih mampu mebiayai Ucil tanpa perlu sosok seorang suami. Toh kakeknya Ucil juga masih membantu mengirimkan uang buat cucunya ini. Ketika akhirnya ia menjanda….lagi, memang tak sedikit lelaki yang mencoba peruntungan untuk memperistrinya, mulai dari yang bujang samapi yang sudah beristri. Mulai dari yang seumuran dengannya, lebih muda dan perjaka, samapi yang sudah uzur, tapi tetap tak mengubah keputusannya.
Tapi walau begitu untuk urusan hasrat, dia agak keteteran. Di usianya sekarang ini masih butuh kenikmatan hubungan seks. Dia coba meredam dan memadamkannya, walau sulit dan menyiksa batinnya, toh ia mampu. Bekerja di sawah dan kebun, mengurus rumah juga si Ucil mampu mengalihkan gairahnya. Walau ingin, namun ia memilih memadamkannya secara sadar. Tapi tadi saat melihat kont01 keponakannya, Deni, dia merasa api gairah dalam dirinya mulai menyala dan tersulut. Ratna menghela nafas….gelisah, lalu ia memjamkan matanya. Tidur…daripada berpikiran yang tidak – tidak.
Deni masih memikirkan hal yang barusan, rasanya masih belum percaya, otaknya mulai nakal, kayaknya sih bakalan hilang keperjakaanku di tempat ini, dan kalau dengan bibiku, aku rela dan tidak akan menyesal, rasanya sih tidak akan sulit memikirkan caranya, apalagi kayaknya bibiku terpesona dengan barangku. Kont01nya kembali ngaceng….tak berapa lama akhirnya Deni mengantuk, mungkin pengaruh obat dan kerokan tadi, akhirnya ia tertidur. Tengah malam Deni terbangun, melihat jam di HP nya, jam 1 malam, sudah lama juga ia tertidur, badannya sudah enak rasanya, nggak meriang lagi, pusingnya juga sudah hilang, kebelet pipis, ia segera menuju kamar mandi, pipis, lalu minum, ngantuknya sudah hilang, akhirnya ia seduh kopi, sudah…nonton bola saja, kan jam segini kalau minggu dinihari banyak siaran langsung. Ia kembali ke kamar, membuka tas, mengambil rokok. Ia nyalakan TV pelan saja, bahkan sangat pelan, tidak terdengar dari kamar bibi, takut mengganggu, mencari siaran bola, menyalakan rokok dan meminum kopi..otaknya kembali membayangkan kejadian tadi, juga tubuh bibinya, siaran bola jadi tak menarik. Deni mulai berpikir mencari cara, nggak mau main tubruk saja, yang pasti bibinya sudah lama nggak merasakan berhubungan seks, entah bagaimana namun nalurinya sangat pasti akan hal itu, ia mesti memanfaatkan ini, lagipula ia masih pemula jadi nggak bisa seenaknya. Kalem saja mengikuti alur. Tak perlu tergesa, masih banyak waktuku, masih ada hampir 5 minggu sisa liburanku. Setelah rokok dan kopi habis, dia matikan TV, membereskan gelas dan asbak, lalu Deni melangkah….ke arah kamar bibinya.
Kamar bibi memang tidak pernah dikunci, bahkan pintunya jarang ditutup, hanya ditutup gorden kalau malam. Deni belagak saja, kalau tengsin, tinggal bilang dari WC, karena masih ngantuk dan agak kurang enak badan jadi salah kamar. Dilihatnya si Ucil masih pulas, ngorok lagi…dasar si Ucil, bibi juga tertidur, tanganya terangkat memperlihatkan barisan bulu keteknya yang aduhai, kutangnya agak kendor, sehingga tetek besarnya seperti mau tumpah saja, ia segera naik ke atas tempat tidur, sengaja menyenggol tubuh bibinya agak keras saat merebahkan tubuh. Lalu Deni pura – pura sudah tertidur, kurasakan bibi kaget karena tersenggol tadi, sempat bingung sejenak, lalu melihat Deni yang tertidur, posisinya memunggunginya, deni merasakan tangan bibinya menggoyang tubuhnya…
”Den…Den…hei ngapain kamu tidur di sini…Den…”
”Wah…ngelindur nih bocah, habis pipis kali, ya sudahlah biarin saja, kasihan, mungkin masih meriang.”
Deni mendengar suara bibinya yang masih agak mengantuk. Kembali melanjutkan tidurnya. Ia kini hanya diam saja, memunggunginya, belum berani bergerak atau membalikkan badan. Kulihat jam dinding di tembok, jam 01.40. Suasana masih hening, hanya terdengar suara ngorok si Ucil yang seru sekali tidurnya. Kulihat jam…jam 02.15, setelah yakin ia balikkan tubuhnya, bibinya nampak tertidur pulas, kulihat satu kakinya agak menekuk, kainnya agak tersingkap…..astaga, bibiku tidak memakai celana dalam pikirr Deni. Ia hanya meneguk ludah menyaksikan m3meknya yang indah, bulu jembutnya sangat rimbun dan hitam. Posisi badannya agak miring, teteknya nampak menonjol mau keluar dari balik kutangnya. Deni masih berdiam diri menikmati pemandangan indah ini, mataku terus menatap bergantian ke arah kutang dan m3meknya. Perlahan Deni menurunkan tubuhnya, Ia dekatkan wajahku ke m3meknya, nampak mempesona dengan belahannya yang panjang. Ia puaskan menyaksikan pemandangan yang baru pernah disaksikan secara nyata dan sedekat ini selama hidupnya. Kont01nya berdenyut keras meronta – ronta di balik celanannya. Ia beranikan tangannya secara perlahan menyentuh jembut bibinya, tebal dan rimbun. Lama Deni memelototi m3mek bibinya, hanya ini saja yang bisa ia lakukan, belum berani lebih. Puas, Deni kembali naikkan tubuhnya perlahan, kini menyaksikan bulu ketek dan teteknya, kalau saja….ya… ia menjulurkan pelan tangannya, perlahan menarik pelan ujung kutang bibinya yang sudah melonggar, pelan – pelan…….yessss, seakan meloncat bebas satu tetek besarnya saat akhirnya bagian sebelah kutangnya berhasil ditarik…..Ampyunnnn…..besar dan putih bersih sekali teteknya, besar, bulat dan masih kencang. Pentilnya seperti tombol volume suara radio, berwarna coklat agak gelap, dihiasi lingkaran aerola yang besar dan lebar di sekelilingnya. Deni menelan ludahnya menikmati keindahan tetek bibi Ratna ini. Tangannya mengelus bulu keteknya, lalu setelah mempertimbangkan ia sentuh perlahan pentilnya….Oooohh nikmatnya, jadi inilah rasanya memegang pentil tetek besar bibi ratna. Lama Deni memegangnya, memilinnya lembut, nggak berani menciumnya, masih takut bibinya terbangun dan marah. Deni merasakan pentil bibinya mulai membesar dan mengeras saat dimainkan, teteknya terasa kenyal saat tersenggol tangannya. Tangan Deni yang satu lagi sibuk mengelus kont01nya sendiri. Bibinya mulai menggeliat, Deni jadi makin senang memainkannya, lama – lama bibinya makin sering geliatnya, nampaknya akan segera terbangun nih, segera Deni menghentikan kegiatan tangannya, dengan cepat dan tanpa suara ia membalikkan tubuhnya, pura – pura tidur pulas.
”Ugh…Wah…mimpi apaan aku tadi…kok enak rasanya.”
”Lho…kenapa tetekku bisa keluar begini….Nggg…mungkin kendor talinya…memang mesti dijahit lagi, untung si Deni masih tidur.”
Lalu kudengar bibinya merapikan baju dan kainnya, merasakan tubuh bibinya melangkah dirinya, nampaknya bibi mau turun, ketika bibi keluar, kulirik jam dinding, sudah jam 5 lewat, terdengar suara di kamar mandi, lalu kesibukan di dapur, nampaknya bibiku memutuskan untuk bangun. Deni rada kecewa tapi ya sudahlah cukuplah rejekiku saat ini pikirnya. Deni lalu melanjutkan tidurku….masih dengan kont01 yang ngaceng.
Paginya Deni terbangun jam 8 lewat, kulihat si Ucil sudah tak ada di tempat tidur, ia lalu keluar kamar, melihat bibinya sedang menyuapi si Ucil, dia menanyakan kondisi Deni, bibi bilang semalam aku ngelindur, habis pipis, salah masuk kamar, tapi bibi tak tega membangunkan, Deni pura – pura kaget dan minta maaf, nampaknya bibi tidak curiga.Bibi lalu menanyakan aku mau sarapan apa, aku bilang apa saja. Deni mengambil handuk lalu mandi. Di kamar mandi Deni ngocok lagi melepas beban tadi subuh, lega rasanya. Saat sarapan, bibi bilang mau ke kebun, Deni bilang mau ikut. Jadilah kami bertiga ke sana, jalan kaki. Di sana ketemu bi Lasmi. Kubantu bibi di sana sambil bermain dengan Ucil. Pekerja yang di sana sudah tahu siapa Deni. Tengah hari kami pulang untuk makan, lalu Deni mengajak Ucil berenang dan memancing. Saat mancing pikiran ngeresku kambuh…..duh kayaknya kagak bisa tahan lagi nih, apalagi setelah melihat aset bibiku….gimana juga caranya nanti malam harus…harus…tekadku membara, nggak sadar umpan kailku sedang dimakan ikan, ketika sadar sudah habis umpannya, Ucil tertawa geli….dasar Ucil…habis ibumu terlalu membuat nafsu sih.
Sorenya kami pulang, setelah mandi lalu makan. Setelahnya kuajak Ucil nauk motor sebentar, biar dia senang dan cepat tidur. Pulangnya Ucil nonton TV sebentar, bibi juga ikut nonton, tak sampai satu jam Ucil sudah tertidur, bibi mau memindahkan, tapi Deni melarang, biar Deni saja, bibi tersenyum berterimakasih. Setelah itu Deni membawa Ucil ke tempat tidur, tidur yang pulas ya Cil…Aa…ada perlu sama ibumu. Deni keluar, menanyakan apa bibinya mau kopi susu, lalu menyeduh 2 gelas, kembali duduk dan menyaksikan TV sambil mengobrol ringan, matanya bergantian dari TV dan kutangnya. Deni memulai percakapan
”Bi…katanya mau cerita tentang Mang Wawan, itu kalau bibi mau lho…”
”Ah…nggak ada yang perlu diceritakan dari si Wawan brengsek itu..”
”Lho kok gitu….ceritakan dong bi. Kan bibi sudah janji…hayo…jangan ingkar janji.”
”Baiklah karena kamu memaksa, ibu dan bibi kamu juga sudah tahu, bibi nggak merasa malu cerita ke kamu, karena bibi sebel banget sama dia.”
”Lho dia kan suami bibi, bapaknya Ucil.”
”Iya, tapi kelakuannya itu memuakkan. Kamu tahu Den, dia itu memang anak satu – satunya, bapaknya pedagang hasil bumi yang sukses di daerah sini. Terlalu memanjakannya. Waktu kenal bibi, bibi pikir dia lelaki baik dan rajin, ternyata bibi salah. Dia cuma berpura – pura saja waktu itu, untuk menarik simpati bibi. Orang tuanya senang saat dia memutuskan menikah dengan bibi. Apalagi saat mendapatkan cucu.”
”Terus apa yang salah bi….???”
Bibi mengambil nafas sejenak, mereguk gelas kopinya, lalu kembali menerangkan…
”Dengar dulu, bibi belum selesai, seperti kata bibi tadi, orang tuanya memang kaya, terlalu memanjakannya yang hanya anak tunggal, bibi nggak mau punya laki yang kerjanya hanya foya – foya dan mabuk – mabukkan. Sudah tebal kuping bibi mendengar omongan orang tentang kelakuannya yang suka main perempuan. Bibi nggak mau punya laki yang hanya menerima dari orang tuanya, bibi punya kebun dan sawah, dia bisa bantu mengelola, atau dia bisa kerja sama bapaknya, sebagai suami dan bapak si Ucil memang sudah kewajibannya untuk bekerja, tapi ya itu tadi memang selalu dimanja orang tuanya,apalagi setelah memberikan cucu.”
”Iya juga sih….Deni bisa mengerti…”
”Sifatnya kalau lagi mabuk itu amat menjengkelkan, belum lagi suka marah – marah, mau enaknya saja, juga ringan tangan, rasanya bukan ini perkawinan yang bibi impikan.”
”Wah nggak boleh begitu dong, masa jadi suami main pukul sih…gemes banget nih Deni dengarnya.”
”Setahun sebelum ia mati, sifatnya makin menjadi – jadi, saking kesalnya bibi sampai nggak sudi lagi punya anak darinya, cukup Ucil saja. Tanpa sepengetahuannya bibi memasang alat kontrasepsi. Rasanya malas dan tak rela buat hamil anak lelaki bejad itu.”
Deni mengangguk sok tahu, mencoba meyakini bibinya bahwa ia sependapat.
”Terus kenapa mang Wawan meninggal..?”
”Bibi masih ingat jelas, waktu itu hujan, si bejad itu pulang mabok, bawa cewek nggak benar lagi, kagak peduli istri sama anaknya, kalau cuma itu saja biarlah, bibi masih tahan, tapi ini dia panggil bibi, suruh menyaksikan dia ngewek sama itu perempuan sundal itu. Mending kalau cakep, kayak ondel –ondel menor begitu. Kalau menolak, bibi dia tampar dan tendang, akhirnya bibi diam saja melihatnya, edannya lagi dia suruh bibi melayani tingkah bejatnya, waktu bibi menolak dia marah, ditamparnya bibi, diancam akan dia hajar habis – habisan, akhirnya bibi turuti, hampir seperti pemerkosaan saja, karena bibi nggak rela. Perempuan sundal itu malah ketawa – tawa, sakit hati bibi.”
”Gilaaaa…Keterlaluan banget, sudah punya istri secantik bibi masih main perempuan juga, pake acara bawa ke rumah lagi, pantas saja bibi benci sama dia. Bego banget tuh orang.”
”Bibi teruskan ya, selesai dengan nafsu bejadnya, dia melanjutkan minum – minuman yang sudah dibawa bersama dengan perempuan itu, untung si Ucil sudah tidur saat peristiwa itu. Akhirnya setelah puas mabok dan memaki bibi, kedua laknat itu pergi, dan terjadilah kecelakaan itu.”
”Oh ya…gimana tuh ceritanya bi…??”
”Kamu tahu kan, tikungan yang curam dan tajam di dekat kali situ…? Nah waktu itu jalannya belum bagus dan terang kayak sekarang, dulu masih jelek dan gelap, belum ada tembok sama besi pembatas, apalagi hujan saat itu, mungkin karena mabok, motornya tak terkontrol, saat berpapasan sama mobil angkot yang baru mau pulang, kedua laknat itu jatuh ke bawah, ke dasar yang dalam, langsung tewas seketika. Anehnya bibi tidak merasa sedih tuh. Malah senang, sakit hati bibi terbalas dengan cepat. Lalu bapaknya, abahnya si Ucil, nampak menyesal karena terlalu memanjakannya, dan nampaknya tahu kelakuan anaknya, dia meminta maaf sama bibi. Untuk si Ucil dia akan menanggung dan membiayainya, sebenarnya dia meminta Ucil tinggal bersamanya, tapi bibi masih keberatan dan Ucil juga belum mau.”
Suasana jadi agak canggung setelahnya, gila…ngaco banget tuh si Wawan, bini cakep kayak gini masih doyan saja main perek, dasar, pantas saja umurnya pendek, pantas bibi benci sama manusia itu. Untuk mencairkan suasana Deni mulai mengalihkan pembicaraan ke hal lain, akhirnya suasana menjadi santai kembali, setelah beberapa lama, Deni mulai menggiring arah percakapan…..
”Bi, mulai besok selama Deni nginap, jangan pakai pakaian begini lagi ya, ganti deh, pokoknya selama sisa liburan Deni, tolong ya….”
”Lha kenapa si Den..??? Bibi sudah biasa, nggak mau ah…”
”Aduh bi, Deni kan lelaki, ribet jadinya, kasihan dong sama Deni, anunya tegang terus.”
”Kan bibi sudah bilang, kalau memang begitu ya keluarin saja, kan beres.”
”Oh gitu ya bi,….ya sudah…”
Memang ucapan ini yang Deni tunggu, tanpa basa – basi lagi, Deni berdiri dan menurunkan celananya, lalu duduk kembali dan dengan santai mengocok kont01nya yang sudah tegang. Bibinya nampak kaget melihatnya.
”Den, apa – apaan sih kamu, memang begini maksud bibi, tapi jangan di depan bibi atuh…”
”Ya salah bibi sendiri…..kan ini juga gara – gara bibi, yang penting Deni bisa lega…”
Bi Ratna kini mulai gelisah melihat ke arah kont01ku, sedangkan aku semakin provokatif saja mengocok kont01ku. Kulihat Bi Ratna mulai tidak tenang posisi duduknya.
”Bi, kemarin katanya mau bantuin Deni tapi tangannya panas karena minyak gosok, sekarang kan nggak, kenapa nggak bantuin sekarang saja…??? Deni senang kok kalau bibi yang bantuin.”
”Nggg….gimana ya, Den…kemarin kan karena Deni sakit, sekarag mah lain atuh…”
”Sudahlah bi, kan nggak ada yang lihat, lagipula sungguh kok, Deni malah akan merasa senang sekali kalau bibi bersedia, sebaliknya kalau bibi menolak Deni akan sediihhhh sekali. Deni tahu bibi juga mau pegang punya Deni kan.”
”Baiklah, tapi cuma itu saja ya, Den.”
Akhirnya Bi Ratna mulai mendekat dan berlutut dekat Deni, tangannya yang halus mulai menyentuh kont01nya, lama ia menyentuh dan hanya menggenggamnya, mungkin sedang menghayati terlebih dahulu, mungkin sudah terlalu lama dia tidak melihat kemaluan lelaki. Deni merasakan tangan bibinya sangat halus sekali, membuat kont01nya tambah keras. Tak berapa lama tangannya mulai mengocok kont01 Deni, dan Deni merasa nikmat sekali, apalagi sambil menikmati kocokan bibinya, Deni bisa melihat belahan teteknya dengan jelas.
”Ughhh….enak bi, Deni senang banget nih…”
”Sudah kamu nikmati saja….”
Sambil mengocok kont01 Deni, matanya nampak terus memandangnya, sesekali Deni lihat bibinya meneguk ludahnya, sepertinya sedang ragu mau memutuskan sesuatu, Deni tidak mau kehilangan moment ini, segera mengeluarkan jurus muslihatnya yang level paling tinggi.
”Biii….kalau cuma bibi yang lihat punya Deni, nggak adil nih….”
”Apa maksud kamu,Den…kamu mau lihat m3mek bibi, nggak ah…nggak boleh.”
”Ya bibi, curang deh…kalau memang nggak boleh, boleh nggak Deni melihat dan memegang tetek bibi saja, Cuma tetek bibi saja, terus terang Deni suka sekali melihatnya, bahkan kont01 Deni ngaceng begini karena melihat tetek besar bibi terus di balik kutang bibi…boleh ya bi…”
Kulihat bibi terus mengocok kont01ku, raut wajahnya seperti sedang berpikir, antara mengijinkan atau tidak…Dan memang Ratna sedang bergelut sama batinnya…ragu tapi juga terbakar gairah…ya sudahlah akhirnya memutuskan, remaja baru gede seperti keponakannya, melihat tetek saja juga sudah puas…cuma tetek saja tak masalah. Lalu setelah beberapa lama, bibinya berdiri dan duduk di samping Deni, tangannya mulai menurunkan kutangnya….dan terpampanglah kedua teteknya yang besar dengan indah di hadapan Deni, kont01 remaja tanggung itu langsung berdenyut. Deni hanya memandanginya saja, sementara bibi kembali mengocok kont01 Deni.
”Tuh sudah lihat kan, kok bengong doang…kalau mau pegang ya pegang saja Den, bibi nggak marah kok.”
”I…ii..iya, Bi….”
Dengan tangan gemetar Deni mulai meremas kedua tetek besar itu, ranum, rasanya empuk dan nyaman, jarinya mulai memainkan pentilnya, lama kelamaan pentilnya makin mengeras dan membesar, kocokan bibi Ratna mulai terasa cepat.
”Bi…Deni boleh hisap pentilnya nggak…???”
Bibi tak menjawab, hanya mengangguk saja, nggak terlalu masalah dengan permintaan keponakannya. Setelah menghisap pentil, nanti juga anteng pikir Ratna. Deni segera mendekatkan mulutku ke tetek bibinya, lidahnya mulai mengulum dan memainkan pentil tetek bibinya, menikmati betul moment pertamanya merasakan tetek wanita. Lalu dia mulai menghisap pentilnya, bergantian kiri dan kanan…lama kelamaan Ratna mulai menggeliat dan gelisah…
”Den…Ughh…Den, aduh…bibi mau kasih sesuatu yang enak ke kont01 kamu, kamu nikmati saja ya…sudah kepalang tanggung, nambah ini sedikit nggak masalahlah…lagipula pegel tangan bibi dari tadi ngocokin kont01 kamu, belum ngecret juga.”
Lalu bibi mulai merendahkan kepalanya, otomatis Deni menghentikan hisapannya pada pentil bibinya. Deni sebenarnya sudah tahu apa yang akan dilakukan bibinya, sudah sering melihatnya dalam film bokep yang sering ia tonton….namun merasakan untuk pertama kalinya tentu saja membuatnya berdebar….., Deni merasakan lidah bibinya mulai menjilati kepala kont01nya, geli tapi enak, sesekali lidahnya menjilat lubang pipisnya. Lama bibinya menjilati kepala kont01nya, tangannya membelai biji peler keponakannya ini, lalu lidahnya mulai menjilati batang kont01 Deni, ketika akhirnya mulutnya mulai mengulum dan menghisap kont01nya, tanpa sadar Deni mendesah…tangannya meremas rambut bibinya. Gilaaaaa….lemas rasanya lutut Deni, seluruh sendi terasa lepas, enak sekali ia rasakan saat kont01nya dikulum dan dihisap oleh mulut manis bibi Ratna. Sesekali dirasakan pangkal kepala kont01nya bersentuhan dengan bibir hangat bibinya, merem melek Deni menahan rasa geli – geli nikmat ini. Bi Ratna dengan semangat dan rakusnya melumat habis kont01 Deni dengan mulutnya. Mimpi apa Deni..bisa merasakan kenikmatan pertama di-oral bersama bibinya yang cantik dan bahenol ini
.
Setelah beberapa lama bi Ratna menghentikan kesibukan mulutnya, ia segera duduk dan menatap Deni, ekspresi wajahnya fifty – fifty, sebagian agak canggung buat ngomong, tapi juga sebagian lainnya penuh gairah dan rasa penasaran….. ..
”Den, sudah kepalang tanggung, bibi memang sudah lama nggak merasakan barang lelaki, kamu mau kan bantu bibi. Kamu belum pernah ngerasain begituan kan..? Makanya bibi mau kamu ngeluarin pertama kali di dalam m3mek bibi. Bibi pakai alat KB, belum bibi lepas,jadi nggak masalah. Eh..kalau kamu belum tahu caranya, jangan khawatir, nanti bibi akan bimbing kamu.”
”I…iii..iya bi, kalau sama bibi, Deni justru merasa senang dan bahagia, nggak bakalan nyesal. Kalau Deni masih bego, maklumin saja ya bi..”
”Ah…nanti juga pintar. Umumnya sih kalau dari pengalaman, juga cerita banyak teman bibi, kalau perjaka awalnya suka cepat keluar, tapi nggak tentu, ada juga yang alot, lama keluarnya. Itu bukan masalah, yang namanya pertama pasti masih tegang, masih terlalu nafsuan, nanti juga biasa. Sini kemari….bantu bibi buka pakaian bibi.”
Deni segera membuka kaosnya, sangat penuh luapan kegembiraan dan penasaran…Deni sudah lama mau melepas keperjakaannya, tapi kini saat akhirnya siap melepasnya, ternyata moment itu sama bibinya yang aduhai ini…grogi dab tegang campur penasaran bercampur satu. Deni lalu membantu bibi Ratna melepaskan kutangnya, lalu bibinya berdiri, ia bantu melepas kainnya, terlihat celana dalamnya, Deni bengong menatapnya, bibi ratna tersenyum dan menyuruhnya melepaskannya. Memang semalam ia sudah melihat m3meknya, namun sekarang melihatnya sedekat ini, mengethui sebentar lagi ia bebas melakukan niatnya dan juga saat bibinya tak tertidur jauh lebih mengasyikkan, indahnya…lalu bibi menarik tangannya ke arah kamar tempat Deni tidur, mungkin dia lebih nyaman melakukannya di tempat tidur daripada di sofa. Sesampainya di kamar bibi segera berbaring, Deni hanya berdiri saja menyaksikan tubuh telanjang bibinya yang sangat indah dan mempesona.
”Ayo sini, kamu naik dong, Den. Tadi kan semangat betul, kok sekarang banyak bengong..? Kamu lihat m3mek bibi kan..? Nah…, ayo arahkan mulutmu ke situ, nanti bibi kasih tahu…”
Dengan cepat Deni segera naik, masih rada kurang pede, bibi mulai merenggangkan kakinya, mempertontonkan m3meknya yang dihiasi bulu jembut yang lebat, belahan m3meknya nampak jelas dan rapat, mungkin karena sudah lama nggak diterobos barang lelaki. Mata Deni terpaku menyaksikannya.
”Den, sekarang kamu mainin m3mek bibi sama mulut dan lidah kamu, perempuan akan senang kalau lelaki memainkannya.”
Tangannya mula – mula mengelus dan membelai bulu jembutnya, terasa tebal dan kesat, sesekali ia menarik bulu jembut itu perlahan, nyamannya, lalu jarinya mulai mengusap permukaan luar m3meknya. Tebal juga m3mek bi Ratna, belahannya panjang dan rapat. Deni meneguk ludahnya…kont01nya sudah ngaceng sekeras batang kayu.
”Sekarang gunakan jarimu, lebarkan m3mek bibi..kamu bisa gunakan lidahmu untuk menjilatinya”
Deni mulai mengikuti bimbingan dan arahan bibinya, jarinya mulai melebarkan belahan m3meknya, merenggangkannya, nampaklah lobang m3meknya yang berwarna pink rada kemerahan menggoda, Deni mendekatkan mulutnya ke arah sana, hidungku mencium aroma wangi yang enak, sangat natural dan menggelitik saraf – saraf sensualnya. Ia mulai memainkan lidahnya menjilati seluruh bagian dalam dan juga lobang m3mek bibi Ratna.
”Aahhh…ya…betul begitu, nah…dekat atas lobang m3mek bibi, ada tonjolan daging sebesar biji kacang, itu it1l bibi, kamu mainkan dengan lidahmu, bibi akan merasa enak sekali kalau kamu memainkannya.”
Deni mulai mencari tonjolan enak milik bibi, lalu lidahnya mulai menjilatnya, memainkannya, memulasnya ke atas bawah, kiri kanan, pinggul bibi mulai bergoyang, mulutnya mengerang dan mendesah nikmat. Secara naluriah, tangan Deni mulai beraksi, jarinya mulai menusuk – nusuk lobang m3meknya…
”Sssshh…Aaaahhh…Yaaaa..pinteeeerrr juga kamu….Deeeennn….Hhhhh”
Makin senang Deni mendengar bibi Ratna memujinya, PeDenya bertambah, tangan bibi mulai menjambaki rambutnya, sedang Deni makin bersemangat menjilati it1lnya, jarinya makin leluasa keluar masuk di dalam lobang m3mek bibinya yang sudah basah, makin tercium aroma yang khas sekali, yang belum pernah ia rasakan dengan indra penciumannya sebelum ini, aromanya enak sekali di hidung. It1l bibinya makin mengeras dan mudah sekali dimainkan oleh lidahnya, lama Deni memainkannya sesuka hatinya, sesekali bibirnya menarik lembut memainkan it1l bibi Ratna, juga masih asik menyodokkan jarinya di lobang m3mek bi Ratna. Bibi hanya mendesah dan merintih penuh gairah, pantatnya sesekali ikut bergoyang, Deni nggak bosan, ini pengalaman pertamanya, dan ia menyukainya….ketika akhirnya Deni merasakan desahan bibinya makin kuat, dan badan bibinya mulai bergetar, pantat bi Ratna sedikit terangkat, tubuhnya mengejang kuat…tak lama m3meknya menyemburkan cairan hangat, Deni merasakan jarinya sedikit hangat juga lengket.
”Duuhhh…enaknya sudah lama rasanya bibi nggak merasakan nikmat ini. Den, bibi rasa buat urusan lidah, kamu bakalan cepat mahir. Sekarang kamu coba masukkin kont01 kamu ke m3mek bibi, nikmatnya bakalan luar biasa, percayalah. Karena ini pengalaman pertama kamu, nggak usah khawatir, lumrah kalau cepat keluar…nanti juga terbiasa.”
”Ba..Baik bi…, bantu Deni ya…”
Deni lalu mulai memposisikan diri di atas tubuhnya, satu tangan bibi mulai melebarkan lobang m3meknya, sedangkan satu tangannya lagi mengenggam kont01 Deni, membimbingnya menuju ke arah yang benar. Percobaan pertama agak meleset….lalu akhirnya…Blessss…kont01nya mulai terbenam ke dalam lobang nikmatnya, ketika akhirnya seluruhnya masuk, badan bi Ratna nampak bergetar kuat. Deni melihat wajah bibinya seperti wajah orang haus yang baru saja menemukan air. Deni hanya diam dulu merasakan kenikmatan saat pertama kali kont01nya memasuki m3mek wanita, terasa hangat dan nyaman. Sulit dia mengungkapkan perasaannya saat itu. Yang dia tahu bibi mulai menyuruhnya memompakan kont01nya, Deni mengikuti petunjuknya, konsentrasinya saat itu hanya tercurah pada pompaannya, belum terpikir untuk melakukan hal sambilan lainnya seperti menghisap teteknya, hanya focus pada pompaannya…maklum masih pemula. Deni juga belum pandai mengatur ritme…memompa sekuatnya dan secepatnya, memang m3mek bibinya terasa sempit dan mencengkram, membuat kenikmatan tiada tara pada kont01nya…
Tidak sampai 2 menit Deni merasakan klimaks pertama kalinya pada lobang m3mek wanita. Sangat spesial bagunya karena wanita itu adalah bi Ratna.
Dia hanya mampu terkulai lemas di atas tubuh bibinya. Masih diam menikmati sensasi yang baru dirasakan. Bibi hanya membelai – belai punggungnya. Tidak berapa lama, dia cabut kont01nya dan berbaring di sampingnya.
”Bi…maaf ya, Deni cepat selesainya…”
”Nggak apa Den, justru itu normal, tadi kan bibi sudah bilang, kebanyakan orang memang akan cepat keluar saat pertama kalinya, karena memang belum terbiasa. Nantinya pasti akan lain.”
”Bi…Deni senang sekali, bahkan bahagia karena pengalaman pertama Deni bisa melakukannya sama bibi, akan jadi kenangan indah banget buat Deni.”
”Bibi juga Den, syukurlah kalau Deni senang karena memilih bibi sebagai wanita pertama bagi Deni untuk melakukan ini. Bibi memang sudah lama nggak melakukannya, saat melihat barang kamu, jujur saja m3mek bibi berdenyut, mungkin merasa ketemu lawannya. Bibi sempat bimbang, tapi karena kamu keponakan bibi, bibi justru merasa nyaman dan aman. Biarkan ini menjadi rahasia kita berdua ya.”
”Bi…???”
”Iya Den…kenapa…??”
”Deni ngaceng lagi…..mau masukkin lagi…”
Akhirnya malam itu Deni kembali meneruskan pelajarannya, sampai 4 ronde, sudah makin pandai dan terkontrol. Setelah selesai bibinya kembali ke kamarnya. Deni kini sendirian, masih lemas sekali, tenaganya terkuras habis. Meski begitu sangat bahagia….gilaaaa, keputusannya buat tetap tinggal di kampung, sangat menguntungkannya. Tak menyesal ia hilang keperjakaannya untuk wanita semenawan bi Ratna. Deni karena lelah segera tertidur dengan senyum amat manis menghiasi bibirnya.
Paginya ternyata bi Ratna juga bangun agak kesiangan, kecapekan juga. Benarnya Deni mau ngebetot lagi, sayang ada si Ucil. Bibinya setelah selesai sarapan, minta diantar ke kota, mau beli pil KB, buat jaga – jaga katanya, walau pakai alat KB, tetap lebih baik berjaga. Di puskesmas di balai warga sebenarnya ada dan bisa beli pil KB, tapi nggak mungkin bibinya membeli di sana, bisa geger dunia persilatan…eh salah…maksudnya bisa geger warga kampung sini, kalau bibinya yang menjanda melenggang santai ke Puskesmas untuk membeli pil KB. Akhirnya mereka berangkat, si Ucil diajak juga tentunya, bocah itu juga tak’kan paham apa yang akan dibeli ibunya. Agak siangan mereka sudah sampai, bibinya segera ke kebun seperti biasa. Ucil mengajak Deni ke rumah abahnya, ya sudah Deni mau saja.
Kini sudah hampir 2 minggu Deni melakukan hubungan seks sama bi Ratna, sudah bisa dibilang mahir dan mampu memuaskan bibinya. Hari ini Ucil tak di rumah, dijemput abahnya, diajak kondangan ke saudara di bandung, pulangnya besok sore. Dari pagi Deni ikut bibinya ke kebun, tapi baru sebentaran di sana sudah terus colek – colek bibinya minta pulang. Nggak tahan mau nyodok lagi. Hari ini bi Ratna memakai kaos dan celana selutut.Akhirnya bi Ratna nyengir memaklumi kemauan keponakannya yang lagi doyan – doyannya, belum siang mereka sudah pulang. Bibinya masuk ke rumah, menuju kamar.Deni yang sudah ngaceng berat, segera memasukkan motor ke dalam rumah, menutup pintu asal rapat tanpa menyadari belum terkunci, dengan semangat 45 segera ke kamar bibinya. Bi ratna baru juga membuka baju kaosnya, hanya menyisakan BH, Deni sudah menomploknya merebahkannya ke kasur. Bibinya tertawa kecil…
”Sabar atuh Den, semalam kan sudah sampai 3 kali, masa sekarang belum tengah hari sudah minta lagi….doyan amat sih ponakan bibi ini.”
”Namanya juga anak muda masih semangat. Lagian memang bi ratna sangat menggoda sih.”
Deni segera memendamkan wajahnya di antara belahan tetek bi Ratna, menciuminya, wangi dan harum, aroma wangi tubuh dan sabun bercampur satu dan memabukkan. Tangannya segera meremasi BH bibinya, tak lama, sebentar saja, tangannya tak sabaran segera melucuti paksa Bh bibinya. Kini ia asik mengulum dan memainkan pentil bibinya, menghisapnya kuat – kuat. Bibi Ratna sampai kelojotan. Keponakannya ini benar – benar murid yang pandai, sebentar saja sudah mahir mengetahui juga lihai memainkan titik – titik sensitifnya. Mampu secara kreatif mengembangkan potensinya. Tangan bi Ratna menyusup ke balik celana pendek Deni, mulai meremas – remas kont01 Deni.
Dengan cepat akhirnya keduanya kini sudah tak berbusana lagi, Deni masih di atas menindih bibinya, mengangkat lengan bibinya, menciumi dan menjilati rimbunan keteknya, enak dan harum. Bibinya masih asik mengocok kont01nya, karena sudah tak tahan, Deni menurunkan pantatnya sedikit dan…blesss…kont01nya menerobos m3mek bibinya. Kini Deni sudah tak culun lagi, sudah pandai menjaga tempo. Ia mulai memompa dengan semangat, kaki bibinya terkangkang lebar, Deni menyodokkan kont01nya, kuat dan bertenaga serta sedalam mungkin. Tetek bibina bergoyang nafsuin. Gemas banget Deni melihatnya, ia dekatkan mulutnya, menghisap pentil itu kuat, sodokannya makin kuat, hampir 3 menit lewatt, masih tetap menghisap kedua pentil tetek bibinya secara kuat dan bergantian juga menyodok dengan cepat dan konstant, efeknya bibinya mendesah kuat dan penuh gairah…
”Aaahh…..Ssssshhh…..lagiiiii….”
”Huahhhh….ooohhhh……Wooowwww…”
”Yessss……”
Tubuh bi Ratna menggeliat dan mengejang kuat, menyemburkan cairan orgasmenya, sebenarnya Ratna juga heran di awalnya, dulu sama suaminya yang bejat, sulit sekali ia orgasme, tapi sama keponakannya ini, sangat mudah dan sering, mungkin karena ia sendiri enjoy dan menikmati semangat Deni yang penuh gairah tanpa surut. Deni tak memperdulikan bibinya yang masih lemas, makin mantap menyodokkan kont01nya, mata bi Ratna merem – melek menrima gempuran sodokan kont01 Deni, tangannya memeluk erat pundak Deni.
Sementara kedua insan ini masih seru memacu birahi, Bi Lasmi melongok melalui hordeng yang sedikit terbuka di pintu depan, motornya ada, kenapa dari tadi tak ada yang menjawab, masa si Ratna sama Deni jam segini sudah tidur siang. Penasaran ia memutar gagang pintu…tuh ceroboh sekali tak dikunci, mana ada motor, nanti digondol maling lagi. Perlahan ia masuk dan menutup pintu, menguncinya. Memandang sekeliling…sepi amat sih. Oh ya, si Ucil kan ikut si Abah, tadi pagi Ratna sempat ngomong waktu ketemu di kebun. Ah paling adiknya lagi tiduran di kamarnya. Yakin dengan perkiraannya, Lasmi segera menuju kamar adiknya, sambil berseru..
”Rat, teteh minta kecap dulu dong, nanggung lagi masak, tadi ke warungnya si Ros, tapi tutup, lagi belanja ke pasar, makanya minta sedikit ke…APA…?”
Lasmi membelalak, saat menyingkap gordeng yang menutup kamar adiknya, ia mendapati pemandangan yang tak pernah ia duga atau bayangkan. Keponakannya Deni sedang menindih adiknya Ratna, keduanya tanpa busana. Matanya terbelalak memandangi keduanya bergantian.
Ratna dan Deni diam membatu, kont01 Deni masih menancap di m3mek bibinya. Terkejut sekali tentunya, situasi amat memojokkan mereka, mau ngomong apapun posisi mereka sangat nyata sedang melakukan hubungan yang terlarang. Rasanya mulut mereka terkunci rapat sulit menjelaskan. Setelah lama terombang – ambing dalam kesunyian yang menegangkan, rasa keterkejutan sudah berkurang, pikiran mulai mengalir kembali…
”Eh…teteh…eh…a..anu…”
”Bi…eng bi Las…Lasmi, De..Deni bi….bisa jelas…jelaskan…i…ini sa..salah Deni.”
Lasmi masih terkejut, dalam pikirannya, ampun Ratna, banyak lelaki yang mengejar kamu, mau memperistri kamu, tapi kenapa kamu malah memilih ngewek sama…ke…keponakan kita, Deni ? Harus ada penjelasan yang masuk akal, karena saat Lasmi memrgokinya, walau sesaat saja, jelas keduanya melakukannya dengan sukarela, tak ada pihak yang terpaksa. Dia duduk di pinggir ranjang, masih terkejut, semuanya diam, akhirnya Lasmi bisa menguasai diri. Ratna sudah mendahului bicara. Saking tegangnya, Deni sampai lupa mencabut kont01nya.
”Teh…nanti Ratna pasti jelaskan, ada alasan yang membuat Ratna melakukan hal ini.”
”Rasanya tak perlu kamu jelaskan. Teteh bisa membaca pikiranmu. Selama ini teteh dan teh Santi sudah mengerti kalau kamu memang trauma sama perkawinan, tapi juga butuh pelampiasan…Cuma kenapa sama si Deni..?”
”Awalnya tak pernah terencanakan, terjadi begitu saja dan tak bisa dihindarkan….”
Lasmi diam saja, saat itu deni baru sadar masih posisi menancap, ia mencabut kont01nya, bergulir ke samping bi Ratna. Mata Lasmi sempat memandang kont01 Deni, dan sama seperti Ratna dulu kala pertma kali melihat kont01 Deni, Lasmi juga terkesiap. Sebenarnya Lasmi juga belakangan ini selalu uring – uringan, iyalah…suaminya yang pelaut, kalau melaut waktunya selalu lama,kalau berlabuh cuma sebentar, tentu saja ia kurang terpuaskan. Mana terakhir ia ngewek hampir setengah tahun yang lalu, suaminya juga masih lama pulangnya. Matanya memandang kont01 Deni dengan raut kepingin. Tak heran kalau ratna sampai mau melakukannya sama keponakannya ini pikir Lasmi. Dia mulai bergairah dan merasakan denyutan pada m3meknya. Kalau tadinya hal ini hanya menjadi rahasia Ratna dan Deni berdua…kini sudah saatnya menjadi rahasia mereka bertiga. Tapi keduanya harus dihukum dulu. Ratna dan Deni masih tegang menunggu reaksi Lasmi selanjutnya, makin tegang melihat Lasmi yang sedang serius berpikir. Untunglah Lasmi kembali berbicara…
”Kalian…selesaikan apa yang sedang kalian perbuat…”
”HAH…?” Ratna dan Deni mengucapkan keheranan mereka berbarengan, melongo bingung menatap Lasmi minta penjelasan lebih lanjut.
”Kenapa ? kalian dengarkan. Lanjutkan saja apa yang sedang kalian perbuat.”
”Ta..tapi teh…nggak mungkinlah…di di depan teteh.”
”Mungkin saja, kenapa malu ? Untuk apa ? Melakukannya sama keponakanmu kamu bisa nggak malu, apa bedanya sekarang ?”
”Ti…tidak…Ratna nggak mau. Ini lain soal.”
Deni hanya diam saja, bingung dan nggak tahu harus ngomong apa. Akhirnya Lasmi menggetokkan palu terakhir, final….
”Baik…kalau begitu bersiaplah…teteh akan membicarakan hal ini ke Santi…ya tetehmu Ratna, dan juga ibumu,Deni. Dan teteh yakin kalau Santi tak akan senang dan bisa menerima hal ini. Bagaimana…?”
Deni sangat terkejut. Gila…mampus deh…..wah nggak bisa begini, ia akhirnya membuka suara.
”Sudah bi Ratna, kita teruskan saja. Daripada berabe.”
”Ta..tapi Den…i…itu…”
”Sudah…tenang saja, ayo, santai saja.”
”Kamu dengarkan Rat, Deni benar, daripada berabe. Lagipula teteh sudah berbaik hati mau membiarkan kalian menuntaskan ngewek kalian yang terputus menddak tadi.”
Akhirnya Ratna siap melanjutkan, canggung rasanya. Deni walau tadi terkejut, tapi kont01nya masih ngaceng, maklum tadi dalam posisi tempur dan terangsang berat. Ratna kembali berbaring, melebarkan kakinya dengan agak ragu. Deni sudah di atasnya, beda dengan ratna, Deni tak ada keraguan, kalau bi Lasmi bilang teruskan dan ia tak akan mengadukan hal ini ke ibunya, ya sudah, teruskan saja. Blesss….kont01nya dengan cepat sudah menerobos, mulai memompa. Deni sih tetap semangat, cuma Ratna sudah kehilangan selera. Jadilah ini pergumulan satu arah. Kont01 Deni menyodok dengan mantap. Mulutnya juga mulai menciumi dan menghisapi pentil bi Ratna. Nafsunya sudah kembali normal, seakan jeda yang menegangkan barusan tak pernah terjadi.
Lasmi duduk menyaksikan, duduk manis di pinggir ranjang, dekat kaki pasangan yang sedang bergelut itu, sedikit demi sedikit gairahnya naik, menyaksikan kont01 keponakannya yang gede itu menerobos m3mek Ratna, memompanya keluar masuk membuat m3mek Lasmi mulai basah, tangannya perlahan menyingkap kainnya, kini asik mengelus CD-nya yang tebal, perlahan lalu makin cepat, akhirnya tangannya enyusup ke balik Cd-nya, mulai asik mengelus belahan m3meknya. Merasa kurang nyaman, ia lepskan CD-nya. Melepas kainnya. Lasmi di usianya yang ke 40 juga masih menggairahkan. Bodynya memang sedikit lebih montok dan berisi, tapi tetap tperutnya juga rata, nyaris tanpa timbunan lemak yang berarti. Kakinya mulai ia kangkangkan, m3meknya juga sama seperti saudaranya, ditumbuhi jembut yang lebat samapi ke belahan pantatnya, tangannya mulai mengelus belahan m3meknya yang sudah basah, segera saja belahan itu mekar, menampakkan lobang m3meknya yang merah. Jarinya masih asik hanya mengelus. Ratna dan Deni masih belum sadar dengan yang sedang dilakukan Lasmi.
Lama – lama karena sodokan kont01 Deni, Ratna mulai On lagi, desahannya mulai terdengar kembali. Deni menjilati lehernya, memompa kont01nya kuat – kuat, terasa sangat mentok di m3meknya, jilatan Deni juga sangat merangsangnya. Bi Ratna menggelinjang kegelian, rasa nikmat makin menjalar ke seluruh tubuhnya. Geli dijilati, enak disodok di bagian m3mek. Tanganya memeluk pundak Deni kuat…
”Awww….Den….geliiiiii”
”Oooohhhh….Owwwww…..Sshhh…”
”Dikiiiitttt…….laaaggiiiii….Aaaaahhhh….”
Tanpa ampun bi Ratna kembali jebol, Deni jadi makin bergairah, senang karena bi Ratna kembali menikmati pergumulan mereka. Deni sebenarnya mau ganti posisi, tapi malas, ada bi Lasmi…mendingan cepat tuntaskan saja yang sekarang.
Lasmi mulai menyodokkan jarinya ke lobang m3meknya, dikocoknya dengan cepat, tangan yang lain mulai memainkan dan mengelus it1lnya yang besar dan menonjol, memainkannya dengan ujung jari jempol dan telunjuk, cepat dan konstant, menahan desahannya agar tak terdengar. Makin naik gairahnya…Aaahh…Ssshhh….enak…rasa nikmat yang sangat, ditambah melihat adegan yang terjadi di depan matanya. Saat ia melihat dan mendengar Ratna mendesah kuat terakhir tadi, nafsunya jadi naik. Makin cepat jemarinya beraksi….Ooooohhhhhhh….ia menekan bibirnya kuat, menahan agar suara desahannya saat orgasme tak terdengar.
Ratna mengangkangkan kakinya selebar mungkin, sudah kepalang enak, sebodoh amatlah sama teh Lasmi,eh di mana dia….ia agak mengangkat bahunya…lho….lho….ngapain teh Lasmi, ke mana kain dan Cd-nya…lagian dia kok lagi mainin m3meknya pakai jarinya sendiri. Seketika otak Ratna seperti diterangi cahaya terang…sialan…pikirnya..teh Lasmi ngerjain aku sama Deni. Saat itu teh Lasmi sedang asik bermasturbasi, matanya terpejam. Ratna menarik kepala Deni, mendekatkan kuping Deni ke mulutnya, ia segera membisikkan sesuatu, Deni masih tetap memompakan kont01nya. Deni mengangguk.
Lasmi sudah lupa dengan Ratna dan Deni, ia asik bermasturbasi sambil terpejam, hal yang biasa ia lakukan di rumahnya sendiri, kalau sudah bergairah dan orgasme,ia makin asik menikmati pemainan jarinya. Tiba – tiba ia merasakan tubuhnya seperti ditarik merebahkannya. Siapa….Deni yang menariknya…walau kuat tapi tetap lembut. Ratna nampak sedang mengaso berbaring memulihkan tenaga. Dengan cepat Deni segera beraksi, mulutnya langsung menyasar daerah selangkangan bi Lasmi, tanpa sungkan lagi mulutnya dengan ganas menciumi m3mek bi Lasmi, aromanya enak. Bi Lasmi yang sadar kalau sekarang gilirannya telah tiba, mengangkangkan kakinya. Lobang m3meknya menganga jelas. Deni segera menjilatnya dengan rakus, Lasmi mendesah Lidah Deni segera menjilati it1lnya yang besar, menggoyangkannya dengan cepat membuat bi lasminya kelojotan. Melihat lobang m3mek bi Lasmi yang sangat merangsang, Deni segera mempersiapkan jari telunjuk dan jari tengahnya, menyodok lobang m3mek itu dengan cepat, Lasmi kelabakan. Sementara Deni menggarap m3meknya, Lasmi dengan cepat melepas kaos dan BHnya, keteknya juga rimbun, dan teteknya jauh lebih besar dari tetek Ratna. Tentu Deni belum sadar, masih sibuk bergerilya di bawah sana. Bi Lasmi meremas teteknya dengan tangannya sendiri
Ratna melihat Deni sedang gantian mengerjai bi Lasmi…dasar teteh…padahal kepengen, pakai acara nakutin segala. Gairah Ratna mulai naik lagi. Ia mendekat ke arah tetehnya. Memang kalau gelombang seks sudah memancar, kadang pengertian yang paling mustahilpun akan timbul, tanpa perlu diucapkan lagi, pelakunya bisa memahami niat dan kemauan yang lain. Ratna mulai meremas tetek Lasmi. Lasmi diam saja tak protest, tangan Ratna mulai memilin pentilnya yang sudah mengacung, dia sudah sering melihat tetehnya ganti baju, tapi tetap saat ini ia megagumi betapa besar dan kenyalnya tetek tetehnya. Mulutnya mulai menghisap pentil teh Lasmi.menjilati dan menggoyangnya dengan lidahnya. Lasmi makin kelojotan, tangannya menarik lembut pantat Ratna, mengarahkannya m3mek ratna ke mulutnya, dia belum pernah menjilat m3mek perempuan, tapi tak sulit, tinggal melakukan seperti yang dilakukan suaminya dan kini Deni pada m3meknya sendiri. Lidah Lasmi mulai menyapu m3mek Ratna, m3mek Ratna kemerahan karena baru disodok Deni, juga belahannya dalam posisi mekar. Lidahnya mulai menjilati it1l Ratna. Awalnya canggung, tapi makin lama makin terbiasa, buktinya Ratna di tengah kesibukannya menghisap pentil Lasm mulai mendesah.
Deni terlalu konsent bermain dengan m3mek bi Lasmi, tak menyadari bi Ratna telah bergabung, saat ia mendongakkan kepalanya sedikit…ya…ampuun….ini…ini….terlalu hot buat dirinya. Gilaaaa…tetek bi Lasmi….kont01nya berdenyut, ngaceng dengan keras sekali. Makin ganas menyerang m3mek bi Lasmi. Lidahnya makin cepat menggoyang it1lnya demikian sodokan jarinya. Lasmi menggoyang pantatnya, desahannya tertahan keasikannya menjilati m3mek Ratna.
Akhirnya bi Lasmi tak tahan, pantatnya terangkat, badannya mengejang….awww…orgasme yang dashyat baru saja menghantamnya.
Deni segera berhenti memainkan mulut dan lidahnya. Karena posisi bi Lasmi agak di pinggir ranjang, Deni menarik pelan kaki bi Lasmi, menjuntaikannya menggantung di pinggir tempat tidur. Deni turun berdiri di pinggir tempat tidur….blesss kont01nya menerobos m3mek bi Lasmi. Bi Lasmi bergetar, tubuhnya serasa luluh lantak saat kont01 keponakannya menghujam tadi…gilaaaa….penuh dan terasa sesak di m3meknya. Deni segera memulai pompaannya, ia condongkan badannya, mulai meremas tetek bi Lasmi, mainan baru bagi Deni. Buseeet….kalah deh bi Ratna, Deni membatin. Ia meremasnya kuat – kuat, pentilnya gede sekali. Gemas Deni memilinnya. Karena Deni mulai sibuk memainkan tetek bi Lasmi, Bi Ratna mengalah, berhenti menghisap tetek teh Lasmi. Kini bibirnya berganti haluan mencium bibir Deni. Deni makin cepat saja menyodok m3mek bi Lasmi, membuat bi Lasmi mengimbangi dengan ikut menggoyangkan pantatnya.
Lasmi makin asik saja menjilati it1l adiknya, Ratna, bahkan jari tengahnya sudah sedari tadi menyodok lobang m3mek Ratna. Lidahnya menggoyangkan dan menghisap pelan it1l adiknya itu. Ratna yang posisinya agak nungging karena mecondongakan tubuhnya untuk kemudian asik berciuman dengan Deni mulai kewalahan. Pinggulnya bergoyang liar, mengejang…lalu orgasme. Setelah Ratna orgasme, Lasmi menghentikan kegiatannya, konsentrasi pada sodokan Deni yang makin lama makin enak. Ratna berhenti mencium Deni, terkapar berbaring, kecapekan. Kini Deni melawan Lasmi. Deni langsung menghisap pentil bi Lasmi, mantap banget, sangat kuat ia menghisapnya, bi Lasmi sampai mendesah kuat, belum lagi sodokan keponakannya itu makin bertenaga, ia mendesah, mengangkat lengannya ke atas, menikmati serbuan nikmat. Deni terpesona memandang rimbunan ketek bi lasmi, mulai menciumnya dengan ganas sambil menjilatinya bergantian, pompaan kont01nya sudah sangat cepat.Bi lasmi makin kewalahan…
”Aaahh…..Pelaaaaannn….dikiiitttt…”
”Ooooh….janggaaaannnn dipelaniiiinnnn…..”
”Ughhhh….ampuuunnnn…..Awww……”
Bi Lasmi pun menggelepar penuh kenikmatan…ternyata keponakannya sungguh hebat. Deni mulai menciumnya dengan ganas dan panas, bi Lasmi tanpa sungkan meladeni, lidah mereka saling beradu, tapi tekhnik Deni belum maksimal, ciuman bi Lasmi jelas lebih tinggi tekhniknya, ia menyedot lidah deni membuat Deni serasa melayang, nyaris lepas kendali, untung tak lama kemudian bibinya melepas ciumannya, Deni samapai megap – megap….Awas ya…pikir Deni, ia bertekad membalas, sodokannya kini sudah amat sangat cepat,membuat bi Lasmi merasakan sensasi yang tertinggi, belum pernah m3meknya disodok dengan secepat dan seganas ini, apalagi kont01 Deni sangat memenuhi m3meknya.
Ada yang merenggangkan kaki Deni, deni melirik, ternyata bi Ratna yang sudah merasa segra kembali berjongkok di bawah selangkangan Deni yang sedang berdiri sambil menyodok bi Lasmi. Bi ratna mulai menghisap dan menyedot biji pelernya, tentu saja menyesuaikan dengan ritme gerakan pompaan dan sodokan kont01 Deni. Sintiiiingg…..enaknya tak terkira, sambil tetap asik menyodok bi Lasmi, bijinya diemut sama bi Ratna, Deni merasa dirinya menjadi manusia paling berbahagia di bumi saat ini. Tapi ketahanan Deni juga ada batasnya, seiring sodokannya yang makin kuat, ia merasakan denyut nikmat pada kont01nya, ia hujamkan sedalam mungkin kont01nya. Bi Lasmi nampaknya sadar Deni ma ngecret segera berucap…di dalam saja…di dalam saja. Bi lasmi bergetar saat pejunya menyemprot kuat…..selesai…dan melelahkan. Bi ratna masih asik menghisap biji pelernya, membuat dengkul deni makin lemas. Deni segera mencabut kont01nya. Bi ratna dengan rakus segera memburu kont01 Deni, menjilati sisa peju yang menempel. Setelah Bi Ratna menuntaskan jilatannya yang terakhir Deni segera menghempaskan diri ke atas kasur. Sangat lelah saat ini. Hanya bisa berdiam diri. Bi ratna juga bergabung tiduran di atas ranjang. 3 orang tanpa busana tergeletak lemas penuh kepuasan. Deni masih diam saja, menengarkan bi ratna dan bi Lasmi yang mulai bercakap…
”Ih teh Lasmi jahat, nakut – nakuti saja, padahal juga mau…dasar.”
”Awalnya sih nggak begitu. Tapi kont01 Deni sangat menggoda, akhirnya aku terangsang.”
”Terus bagaimana komenter teh Lasmi.”
”Ya puaslah, tapi….”
”Tapi apa teh…?”
”Belum puas banget…Rat, malam ini Deni menginap di rumah teteh saja ya.”
”Huh maunya…nggak, teh Santi kan menitipkan Deni menginap di sini.”
”Ya…jangan begitu dong…suami teteh masih lama berlayarnya..”
Mana rela Ratna membiarkan jagoannya dibajak sama tetehnya. Lagian tadi teh Lasmi sudh tega menakuti mereka. Akhirnya Ratna berkompromi.
”Teteh saja yang nginap, Ucil kan lagi pergi sama abah.”
”Ya sudah, tapi nanti banyakkan teteh ya, kan kamu sudah puas, sedang teteh baru hari ini.”
”Terserah teteh saja.”
”Iya…teteh mau ngerasain keponakan teteh sendirian, mungkin masih bisa maksimal lagi kemampuannya.”
Deni yang menjadi object hanya diam, selain masih lelah, juga ia sedang berpikir…gilaaaa….beruntung banget dirinya hari ini. Bi Lasmi jelas – jelas masih cantik dan juga nafsuin, ia bisa ngewek bi Lami tanpa terduga….sangat beruntung. Akhirnya semua membersihkan diri, nggak melanjutkan lagi, walau jarak rumah di sini renggang – renggang, teta nggak enak sama tetangga, siang – siang rumah terkunci rapat. Akhirnya bi Lasmi pulang, mau pinjam kecap…malah dapat saos putih kental……..
Malamnya bi Lasmi menginap, sore – sore sudah datang. Rumahnya paling dititipin sama tetangga yang juga ikut bekerja d kebun. Bi Lasmi ikut makan di sini, setealah makan, mereka bersantai. Deni asik menghisap rokok di dekat pintu sambil ngopi, baru SMS mamanya, sekedar say hello dan mengabarkan kalau ia betah di kampung. Kalau mamanya masih kurang suka ia merokok, beda sama bibi – bibinya, di kampung sini mah sudah wajar saja. Bahkan bi Lasmi sesekali merokok, seperti sekarang. Bi Lasmi asik ngobrol sama bi Ratna sambil menonton TV. Keduanya memakai busana kesukaan Deni, kain dan kutang model kampung. Lumayan seru obrolan mereka. Tak lama bi Ratna ke kamar mandi, keluar lagi, masuk kamar seprti mengambil sesuatu di lemari, lalu kembali ke kamar mandi. Agak berapa lama ia keluar, menghampiri tetehnya, sambil nyengir campur sedikit BeTe bi Ratna berbicara…
”Wah..sepertinya teh Lasmi memang beruntung, aku baru dapat tamu bulanan. Nasib…”
”Ya..mau gimana lagi Rat.”
”Tapi sudahlah…teteh nggak usah pulang sudah terlanjur, nginap saja.”
”Iya…takut amat si Deni dibawa kabur sama teteh hehehe.”
”Nggak kok teh. Ya sudah, hitung – hitung teteh mengejar ketinggalan teteh.”
Bibi lasmi terkekeh geli, setelah puas tertawa, ia berbicara kepada Deni yang masih asik bertengger di pintu, kayak burung saja bertengger hehehe.
”Den sudah dengar kan, nanti malam tidur sama bi Lasmi ya.”
Deni hanya mengangguk saja, baginya tak masalah, baik bi Ratna maupun bi Lasmi sama – sama yahud kok, ada kelebihan tersendiri. Bahkan kini ia bisa memuaskan diri bermain berdua sama bi Lasmi, kalau tadi siang kan keroyokan, nanti malam bisa puas ngewek berduaan. Keduanya masih asik menonton TV, sambil ngobrol, Deni tak mendengar apa obrolan mereka, tapi yang pasti mereka nampak gembira, cekikikan terus. Deni menyalakan sebatang rokok lagi. Sambil menghirup kopi, santai, mengumpulkan energi. Akhirnya jam 7 Deni menaruh gelas kopinya yang sudah habis, menutup dan mengunci pintu, sambil memeriksa jendela. Seelah semua diperiksa dia duduk bergabung menonton TV, bi Lasmi lagi ke WC, jadi Deni mengambil tempatnya di sofa panjang, kini Deni duduk berdampingan sama bi Ratna. Ketika bi Lasmi kembali, ia duduk di sofa kecil. Mereka menonton TV, sesekali mengobrol ringan. Jam 8-an Deni mulai merasakan bergairah kembali, acara TV juga tak menarik. Ia berucap…
”Bi Lasmi..eh anu…Deni mau netek dulu ya sama bi Ratna, habis sudah kebiasaan, nggak enapa kan ?”
”Sama bi lasmi juga bisa kan, tapi sudahlah, sesukamu.”
”Ya..bi Ratna…eng..boleh kan.”
” Dasar deh si Deni, tadi nanya dulu ke bi Ratna, baru ngomong ke bi Lasmi, tapi kamu cuma bisa netek saja ya…ayo sini.”
Deni mendekat, memojokkan bi Ratna, kini bi Ratna posisi kepala bi Ratna bersandar di atas pinggiran sofa. Deni menurunkan kutangnya, segera asik menetek dan menghisapi pentil bi Ratna. Deni membandingkan, saat sedang datang bulan pentil bibinya kelihatannya lebih membesar. Juga nantinya Deni baru tahu waktu bibinya memberitahu, kalau wanita lagi datang bulan sebenarnya nafsunya justru meningkat. Tapi ya itu, tetap nggak bisa disodok, hanya orang yang tak sabaran saja yang nekad menyodok orang lagi palang hehehe. Deni sangat menikmati menetek di teteknya bi Ratna, ia menghisapnya kuat, sambil sesekali menggoyangkan pentil itu dengan lidahnya. Bi ratna mendesah. Jadi tambah ngaceng kont01 Deni, Deni menurunkan tangannya segera mengelus tonjolan di balik celananya itu.
Lagi enak – enaknya mengelus kont01nya sendiri, ada tangan halus menepikan tangannya, lalu menurunkan celananya…oh Bi Lasmi rupanya tak sabar ingin berpartisipasi. Celananya sudah lepas, kini kont01nya mengacung bebas. Deni membiarkan bi Lasmi erbuat semaunya pada kontonya, masih asik menetek. Tangan deni mengangkat lengan bi Ratna, mulai menciumi dan menjilati keteknya, nyaman sekali rasanya.
Kont01nya terasa dibelai, biji pelernya dipijat – pijat cukup lama, enak…membuat Deni merasa rileks dan nyaman, sementara tangan satunya bertugas juga, batang kont01nya dikocok perlahan oleh bi Lasmi. Jempolnya mengelus lembut kepala kont01 Deni mengusapnya dengan penuh perasaan. Sesekali jempol bi Lasmi memainkan lobang pipisnya. Setelah agak lama menggenggam, mengelus dan mengocok dengan tangannya, bi Lasmi mulai memakai jurus lidahnya. Satu tangannya masih tetap memijat – mijit biji peler Deni. Lidah bi Lasmi mulai menjilati kepala kont01nya, ringan saja, bahkan hanya ujung lidahnya yang beraksi, tapi rasanya sangat nikmat menjalar ke seluruh tubuh Deni. Amboiii….kayaknya bi Lasmi lebih piawai buat urusan Oral pikir Deni. Lidah bi Lasmi mulai bergerak lagi, menjilati batang kont01 dan juga biji pelernya, menggelitik urat – urat pada batang kont01nya, Deni samapai merem melek dibuatnya, entahlah, gerakannya santai namun sensasi yang diberikan sangat besar. Akhirnya mulut bi Lasmi mulai menelan kont01nya, perlahan dari kepala kont01, sampai batangnya, akhirnya amblas seluruhnya…ampuuun…..mulut Bi Lasmi terlihat sesak disumpal kont01nya batin Deni dalam hati. Deni jadi nggak konsen neteknya, sesekali melirik. Mulutnya mulai mengulum, meghisap dan mengemuti kont01nya, mulai mengocoknya, lagi – lagi dengan santai, nyaris tanpa semangat, tapi anehnya kok enak ya terasa bagi Deni. Oh rupanya walau sambil mengulum ujung lidahnya tetap aktif bergerak menjilati. Deni menggoyangkan pantatnya keenakan. Lalu kembali bi Lasmi menelan kont01nya samapi pangkalnya, mendiamkan sebentar, dan kemudian mengemut dan menghisapnya kuat, Deni merasakan lemas sekli, saking nikmatnya. Hisapan Deni pada pentil bi Ratna makin kuat saja seiring rasa kenikmatan yang ia rasakan pada kont01nya. Akhirnya bi Lasmi mulai mengulum dengan cepat, tanpa jeda…entah berapa lama, akhirnya Deni merasakan klimaks, tanpa permisi pejunya muncrat membasahi mulut bi Lasmi. Deni melepas hisapannya pada pentil bi Ratna, mendesah puaaassss…. Bi Lasmi memainkan pejunya sebentar lalu menelannya samapi habis, belum cukup, dijilatinya sisa peju di ujung kont01 Deni. Gila…dihisap sampai ngecret pikir Deni…mantap juga bi Lasmi.
Bi Lasmi beristirahat sebentar, meminum air di gelas yang ada di meja. Bi Ratna yang sadar kali ini bukan dia pemeran utama wanitanya, merapikan kutangnya, permisi masuk kamar, capek mau tidur. Deni mengambil remote, mematikan TV, masih duduk di sofa, ia segera membuka kaosnya. Bi Lasmi juga mulai melucuti busananya, kini juga bugi…gil…gil….kont01 Deni segera saja mengeras, Bi Lasmi menatapnya dngan antusias. Bi Lasmi duduk di samping Deni. Dasr nggak sabarn Deni langsung saja tancap gas, mulai meremas – remas teteknya Bi Lasmi tertawa melihat ketidaksabaran keponakannya ini.
”Den sabar dulu, ke kamar saja ya, lebih enak.”
”Ayo..ayo bi.”
Bibinya bangun, Deni mengikuti dari belakan masih saja meremas tetek bi Lasmi yang memang sangat besar, kencang dan menantang.
Sesampainya di kamar bi Lasmi malah ngobrol dulu.
”Den, tadi bi Ratna cerita ke bi Lasmi, katanya kamu belum lama ya diajarin sama dia…hebat juga kamu, cepat pandai ya, si Ratna juga pintar ngajarnya….”
”Iya…iya..ih bi Lasmi ngobrol melulu…”
”Hehehe…sabar dong, nah kalau bi Ratna bisa ngajarin kamu, nanti bi Lasmi juga berharap bisa menambahkan pelajaran lagi deh, biar kamu makin pintar.”
”Iya…iya…ayo deh dimulai pelajarannya.”
”Ih kamu ini, pemanasan dulu kek, maunya langsung nyodok saja…”
Mana mikirin pemanasan sih, dari tadi sudah panas bi, batin Deni.Deni segera menidurkan bibinya, bersiap menindihnya, bi Lasmi malah mendorongnya, membuat Deni berbaring sejajar dengannya, posisi bi Lasmi di depannya. Bi Lasmi memiringkan tubuhnya, mengangkat satu kakinya ke atas, tangannya meraih kont01 Deni, diarahkan ke lobang m3meknya…blesss. Deni segera memompakan kont01nya, sodokannya masih agak santai. M3mek bi Lasmi terasa nyaman, sama nyamannya dengan m3mek bi Ratna. Bi Lasmi menaikkan satu tangannya ke atas, meraih bagian belakang kepala keponakannya itu, didorongnya kepala Deni, bi Lasmi agak memiringkan kepalanya, mulutnya mulai mencium bibir Deni, mulanya santai, lalu makin panas, dan seperti tadi siang, kembali menyedot lidah Deni, kembali membuat Deni kehilanga kendali, sodokannya makin cepat. Bibinya melepaskan ciumannya…ayo Den coba kamu sedot lidah bibi saat berciuman. Bibinya kembali menciumnya, menautkan dan beradu lidah dengan Deni, Deni berusaha menyedot – nyedot lidahnya, sulit juga…lagi…lagi, akhirnya berhasil, dan ketika Deni menyedot, bibinya balas menyedot…mantaaappp, enak banget rasanya berciuman dengan gaya ini, lidah serasa saling membetot.
Deni melepaskan ciumannya, pandangannya segera menuju ketek bi Lasmi, jarinya segera saja asik mengelus dan memainkan bulu ketek bi Lasmi, pompaan kont01nya sudah stabil. Tapi bi Lasmi segera membimbing tangan Deni ke selangkangannya, menaruhnya di atas tilnya, kalau ini Deni paham, segera saja ia memainkan it1l bi Lasmi yang menonjol, sodokan kontonya juga mulai ia percepat, gemas, mulutnya menciumi ketek lebat bibinya. Jemarinya mengurut – ngurut it1l bibinya dengan cepat, sodokannya makin kuat dan dalam…tetek bibinya bergoyang – goyang.
”Terussss…Den…Pintar….”
”Arghhhh…..Uhhhhh….Awww…”
”Yesss…Yesss….Ssshhhh…”
Bibinya mengejang, orgasme. Deni makin beringas, bi Lasmi yang baru keluar jelas kelojotan digenjot Deni habis – habisan, matanya kini merem melek.Sodokan kont01 Deni yang gede, it1lnya yang dimainin, belum lagi kini deni menambahnya dengan menghisap pentilnya, kuat sekali. Aaahhh…..suaminya kalah jauh sama keponakannya yang pemula ini. Mulut bi Lasmi mendesah terus. Saat melihat pantat bi Lasmi yang montok, Deni jadi mau nyodok m3mek bi Lasmi dari belakang, seperti di film bokep yang sering ia tonton. Deni berhenti menyodok, bi Lasmi mengambil nafas sejenak, Deni mencabut kont01nya..
”Nungging dong bi…”
”Siapa takut…ayo…”
Bibinya segera nungging, tangannya bertumpu pada kepala tempat tidur. Montok benar pantatnya pikir Deni. Ia segera meyodokkan kont01nya ke lobang m3mek bibinya, gila pakai posisi begini, lobang m3mek bibinya terasa lebih nikmat, terasa lebih sempit dan mencengkram. Deni memompakan kont01nya, matanya asik melihat saat kont01nya menerobos keluar masuk, gemas ia tepok pantat bi Lasmi perlahan, bi Lasmi tertawa kecil. Deni mulai mempercepat pompaannya, plok…plok…plok….bunyi kont01nya saat keluar masuk m3mek bibinya yang sudah basah menambah kenikmatan tersendiri. Belum lagi desahan bi Lasmi. Deni pasang gigi paling tinggi, tanpa pengumuman, ia menyodok dengan cepat sekali dan bertenaga, kedua tangannya memegang pinggiran pantat bi Lasmi, bi Lasmi kelojotan dan mendesah sejadi- jadinya…gimana nggak keenakan, kalau m3meknya disodok dengan penuh semangat begini. Pantatnya juga bergoyang mengimbangi rasa nikmat. Deni terus memperthankan kecepatan pompaan kont01nya, hampir 4 menitan sejak ia mulai mempercepat sodokannya…makin terasa denyutan pada kont01nya, bibinya orgasme kembali, dan sedetik kemudian kont01 Deni memuncratkan pejunya. Keduanya terdiam lemas, akhirnya Deni mencabut kont01nya, berbaring dulu memulihkan tenaga, demikian pula bi Lasmi.
”Walah…untung banget bii tadi siang mergoki kamu sama bi Ratna, akhirnya bibi bisa ikutan ngerasain enaknya kont01 kamu.”
”Samalah Bi. Deni juga senang bisa nyodok m3mek bibi.”
”Ya sudah istirahat dulu, sebentar lagi kita sambung.”
Dan akhirnya karena bi Ratna sedang halangan, selama 4 hari ke depan Deni diboyong bi Lasmi untuk menginap di rumahnya, bahkan nambah satu hari. Bi Ratna yang sebal karena bi Lasmi curang nambah jatah Deni nginap sehari lagi itu, segera memboyong Den kembali ke rumahnya.Pendeknya sisa liburan ini benar – benar menyenangkan dan membahagiakan mereka bertiga.
Deni nampak termenung, ia bukannya tak sadar liburannya akan berakhir. Senin besok ia harus kembali sekolah. Dan sekarang hari Sabtu. Sengaja ia tak menjawab telepon ibunya atau membalas SMS ibunya. Ia tak mau pulang. Tapi pagi ini ia mau tak mau harus menjawab telepon mamanya..
”Aduh anak ibu tak ingat pulang ya..? Ditelepon tak menjawab, SMS tak dibalas.”
”Ingat bu…besok Minggu pagi Deni pulang.”
”Sayang ayahmu sibuk tak bisa jemput. Ibu juga repot. Oh ya, ibu sudah urus daftar ulang sekolahmu.”
”Iya..bu. Sudah dulu ya bu. Besok pagi Deni pulang.”
”Den…Den…nanti dulu dong, ibu kan masih kangen lama tak ketemu kamu. Kamu sakit ya, kok lemas banget.”
”Nggak bu..sudah ya…bye.”
Deni mematikan HP-nya mencari bibinya. Mengabarkan ia akan pulang. Malamnya Bi Lasmi sengaja dan niat banget buat nginap. Sore – sore si Ucil sudah tidur, jadilah sepanjang sore sampai tengah malam, Deni, bi Ratna dan bi Lasmi mengadakan acara pesta perpisahan yang panas.
Paginya Deni pamit pulang, sedih hatinya. Ia mencium pipi kedua bibinya, nggak enak cium bibir ada Ucil. Si Ucil juga nampak sedih. Mereka mengantar kepulangan Deni. Menunggu angkot yang ke terminal. Deni berharap angkotnya tak akan pernah lewat, tapi tak lama angkot lewat, Deni naik melambaikan tangan….sedih sekali hatinya.
Ratna duduk termenung, agak anaeh rasanya setelah sebulan lebih terakhir ini ia menghabiskan waktu bersama keponakanya tersayang, Deni, kini rumahnya sepi kembali. Hanya ia dan anaknya Ucil. Ratna diam saja melamun memikirkan Deni. Hatinya terasa kosong, matanya sedikit berkaca, apakah ia sedang kasmaran….?
Agak siangan Deni sampai. Ibunya senang sekali bertemu anak semata wayang kesayangannya ini. Tapi Deni nampak lesu. Menjawab seadanya. Bahkan saat ibunya menjelaskan kalau project kantor ayahnya sukses dan klientnya sangat puas sehingga menginginkan perusahaan ayahnya mengurus project baru di daerah secepatnya. Ayahnya terpaksa harus menetap sementara di daerah itu selama sebulan ke depan. Baru tadi pagi ayahnya berangkat, menyesal tak bisa bertemu Deni. Namun Deni tak terlalu antusias. Deni cuma bilang ia capek habis menempuh perjalanan, mau tidur dulu, meninggalkan ibunya yang rada bingung. Deni masuk ke dalam kamarnya. Ia berbaring sambil berpikir, sebulan lebih yang menakjubkan sudah usai. Deni terus berpikir…lama, menjelang sore ia mantap, keluar kama mencari ibunya…nah itu dia
”Bu…Deni, mau ngomong sebentar..penting.”
“Iya..ngomong saja, kamu kayak pejabat saja gayanya. Ayo bicaralah, ibu dengarkan.”
”Eh..be…besok Deni tak mau masuk sekolah lagi.”
”HAH…? Kenapa, kamu ada masalah di sekolah sebelum kenaikan dulu yangibu tak tahu…?”
”Ti…tidak, bukan itu bu. Maksud Deni, Deni tak mau masuk sekolah lagi. Deni mau sekolah di kampung.”
”Lho…lho ada apa ini, bukannya biasanya kamu tak terlalu suka kehidupan di kampung ibu. Ada apa sih, ibu tak paham.”
Dan memang Santi bingung sama perubahan sikap anaknya yang mendadak ini. Ia menunggu jawaban Deni.
”Begini bu…Deni jenuh di Jakarta. Liburan yang lama di kampung kemarin telah membuka mata Deni. Di sana ternyata menyenangkan. Lingkungannya asik, orangnya ramah dan bersahabat. Juga Deni sempat melihat sekolah di sana, sepertinya bagus. Lagian memang Deni sangat kerasan dan menyukai kehidupan di sana. Pindhin sekolah Deni ya bu.”
”Wah..wah…nggak bisa semudah itu nak. Ibu harus berdiskusi sama ayahmu. Tak bisa mendadak. Lagipula ibu sendiri keberatan. Sudh kamu pikirkan dulu, mungkin in hanya perasaan sesat karena kamu baru saja menghabiskan waktu di sana.”
”Nggak. Pokoknya harus. Kalau tak mau…Deni tak mau sekolah lagi.”
Deni nyelonong pergi, memanting pintu kamarnya. Santi membiarkan sudah hafal tabiat anak semata wayangnya ini kalau lagi ngambek. Bingung dia memikirkan hal ini, mana suaminya lagi dinas keluar. Santi paham adat Deni, kalau dia sudah bilang tak akan sekolah, maka itu betul – betul akan dilaksanakannya. Santi bingung, kenapa anaknya mendadak kepingin sekali sekolah di kampung. Santi lalu mengambil HP-nya menelepon suaminya, menceritakan permasalahan, setelah berunding, mereka sepakat untuk membujuk Dni mengatakan alasan yang sebenarnya, pemikirn mereka, pasti deni ada masalah di sekolahnya yang tak mereka ketahui. Suaminya menyerahkan urusan ini sepenuhnya kepada Santi.
Senin ini Santi menelepon kantornya, alasan sakit. Ia sengaja tak masuk kerja, bertekad membujuk Deni. Dan memang Deni keras dengan niatnya, ia benar – benar tak masuk sekolah. Deni tak mengurung diri dalam kamar, tapi dibujuk dan dirayu bagaimanapun jawaban anak itu sama, nggak mau sekolah di Jakarta, pindah sekolah titik. Sampai lelah ibunya membujuk. Sepanjang hari. Jawaban Deni tak berubah. Malamnya Santi menyerah. Sulit, adat anaknya keras. Deni sudah tidur, Santi duduk melamun.
Santi bukannya tak mau anaknya sekolah di kampung, tapi jujur saja, Deni anak satu – satunya. Kalaupun memang dalam menempuh pendidikannya Deni harus pisah darinya, boleh, tapi nanti semasa Deni masuk bangku kuliah. Tidak di masa SMA. Santi sangat tidak mau berpisah dengan anaknya. Lagian alasan anaknya mengenai sekolah di kampung tak masuk akal, nggak, itu bukan alasan sebenarnya. Pasti terjadi sesuatu hal yag luar biasa pada anaknya selama ia berlibur di kampung…ya di kampung…semua jawaban ada di sana.
Besoknya Santi masuk kerja. Membiarkan anaknya, biar saja dulu. Dikantor Santi mengurus ijin selama 3 hari, Rabu sampai Jumat. Senin baru ia masuk kerja. Malamnya ia memanggil Deni, Santi bilang sebenarnya ia tak enak meninggalkan Deni sendirian, tapi ibu ada tugas kantor penting selma 3 hari, keluar kota. Deni bilang tak masalah. Santi meninggalkan sejumlah uang untuk jajan dan makan Deni. Di kulkas juga banyak bahan makanan kok. Sama sekali ibunya tak menyinggung soal sekolahnya, membuat Deni rada BeTe. Ibunya pura – pura cuek, memilih masuk kamar, tidur. Dan paginya Santi sudah berada di bis yang akan membawanya ke kampungnya.
Deni berbaring di kamarnya, ia rindu sama bibi Ratna dan bi Lasmi, terutama bi Ratna, mengenang moment – moment panas mereka. Memang dulu ia suka membayangkan ibunya, tapi setelah melewatkan masa indah bersama bi Ratna, kini bi Ratna adalah segalanya buat Deni. Harus…pokoknya aku harus bisa pindah sekolah di sana. Biar bisa dekat kembali dengan bibinya. Deni lalu tidur ditemani mimpi indahnya tentang bi Ratna. Selama 3 hari ditinggal pergi, Deni hanya di rumah saja tak keluyuran seperti biasa. Teman sekolahnya memang menelepon HP-nya, menanyakan kabarnya yang tak masuk sekolah, juga diminta tolong sama wali kelasnya untuk mengecek, Deni bohong saja, bilang sedang sakit, waktu sohibnya bialng mau datang jenguk, Deni bohong, saat ini ia di kampung ibunya. Deni mengakhiri pembicaraan dengan bilang tolong titip kabar ke wali kelasnya, setelah sembuh ia akan segera masuk. Deni mulai gusar lagi. Ini sudah hari Jumat, belum ada kepastian mengenai kepindahan sekolahnya….
Jumat siang, Santi sudah berada di bis yang membawanya ke Jakarta. Lelah dan tertekan. Santi memejamkan mata, memikirkan apa yang ia dapat 3 hari ke belakng. Jawaban yang ia dapatkan sangatlah mengejutkannya. Awal ia datang, tentu teteh dan adiknya menyambut gembira, tak ada hal yang aneh dengan kedatangannya. Ia memutuskan menginap di rumah adiknya Ratna. Waktu ia menceritakan perihal Deni yang aneh tak mau sekolah lagi di Jakarta, lalu mau pindah sekolah di sini, juga menanyakan apa mereka tahu apa yang terjadi selama liburan, teteh dan adiknya nampak aneh. Sepintas wajar saja saat mereka bilang tak ada masalah. Tapi ia amat mengenal kedua saudarinya ini, juga nalurinya mengatakan ada yang aneh di sini. Cara keduanya menjawab sangat dibuat – buat. Ia bertekad berusaha sekuat tenaga mencari tahu jawabannya. Cari teh Lasmi sulit, ia juga tak mungkin mendesak tetehnya, sangat sulit. Paling mungkin adiknya Ratna, hubungan mereka sangat dekat. 2 hari pertama Ratna masih menjawab dengan jawaban yang sama, ditanya macam apapun tetap sama jawabannya. Mungkin memang Deni sendiri yang tahu jawabannya, ya sudahlah nanti ia akan coba membujuk Deni untuk berterus terang. Akhirnya malam harinya, seperti biasa kalau lagi ada kesempatan ia mengajak bicara adiknya, bukan membahas soal Deni, membahas urusan si Ratna, biar bagaimanapun Santi itu kakaknya, berkewajiban mengetahui rencana masa depan adiknya.
”Rat..gimana, belum mau berumah tangga lagi…?”
”Alah si teteh, ada – ada saja nanyanya. Itu melulu yang ditanyakan”
”Ya nggaklah, kan kamu juga harus mikirin si Ucil.”
”Maksud teteh apa…?”
”Iyalah..si Ucil kan butuh sosok ayah.”
”Ah itu mah nggak harus selalu begitu, toh Ratna menyayanginya sepenuh hati. Soal biaya juga nggak masalah, kan teteh juga sudah tahu.”
Santi diam, membenarkan tidak, membantahpun tidak.
”Ya sudah, kalau buat Ucil tak masalah, gimana sama kamu…?”
” Maksudnya…”
”Alah kamu suka begitu Rat. Memangnya kamu sudah nggak butuh gituan, ayo deh sama teteh jujur saja, ngomongnya vulgar juga nggak kenapa…nggak ada orang ini, bebas ngomong yang jorok hehehe.”
”Ah, jadi malu deh…ya jujurnya sih umurnya Ratna masih doyan ngewek, tapi itu kan caranya nggak melulu mesti dengan kawin. Memuaskan diri banyak caranya”
Santi agak mengernyitkan keningnya, jawaban adiknya tak bisa ia benarkan, mana mungkin ia mau membiarkan adiknya menyalurkan hasratnya sembarangan.
”Ya ampun Ratna, kalau maksud kamu dengan kumpul kebo ya teteh Santi nggak bakalan setuju.”
”Bukan itu teh..maksud Ratna. Kan kita bisa eh…memuaskan sendiri, biar tak maksimal, lumayan bisa nurunin tegangan hehehe.”
”Bisa saja kamu. Ya, teteh sih masih berharap kamu mau berumah tangga, tapi pilihlah calon yang baik dan sesuai, jangan kayak si Wawan geblek itu.”
”Ya pastilah teh. Asli itu mah pengalaman pahit. Geblek banget tuh lelaki, orangtuanya mampu, bisa menyekolahkan dia, bisa memberikan pekerjaan malah disia – siakan. Sudah foya – foya melulu, doyan ngewek sembarangan, mending kalau becus, nafsu doang gede…huh paling sebel kalau sudah ngebahas dia.”
Santi nyengir, memang adiknya ini selalu marah kalau membahas si Wawan. Perkataan Ratna terakhir tadi membuatnya sedikit teringat masalah Deni. Ia pun kembali berucap, serius juga sedikit guyon biar adiknya nggak marah terus. Ratna masih emosi
”Itulah…makanya teteh sedih banget si Deni nggak mau sekolah, berkeras mau pindah. Teteh keberatan, lain halnya kalau si Deni sudah kuliah. Kalau masih SMA di Jakarta saja. Tapi sekarang tuh anak tak mau sekolah. Teteh nggak mau tuh anak kayak si Wawan, orangtuanya mau menyekolahkan tapi si Deni menyia – nyiakan.”
”Nggaklah teh. Mana bisa si Deni disamain sama si Wawan. Si Deni mah anak baik, sekolahnya pinter nggak bego kayak si Wawan. Lagian si Deni ngeweknya juga lebih pintar dari….”
Ratna tak menyelesaikan ucapannya. Dia memang emosi banget tiap membahas si Wawan, lagianngapain juga tetehnya nyamain si Deni sama si Wawan. Ratna yang sayang sama keponakannya tentu membelanya dengan penuh semangat dan emosi. Saking semangatnya sampai kebablasan. Ekspresi muka Ratna kini seperti orang salah tingkah. Sedang Santi yang sudah hapal karakter adiknya tahu banget kalau ekspresi adiknya sudah seperti ini, maka ada rahasia yang adiknya sembunyikan. Sementara Ratna salah tingkah, Santi memandangnya dengan ekspresi pemuh minat…
”Rat…teteh dengar kata – katamu yang terakhir walau tak kamu selesaikan. Kamu nggak usah bohong, teteh sudah tahu kalau sekarang gayamu seperti ini maka ada suatu rahasia yang kamu sembunyikan. Gimana kamu bisa ngomong dan bisa menilai kalau si Deni ngeweknya lebih pintar, jelas ada sesuatu yang tak teteh ketahui…nah sekarang kamu ceritakan saja semuanya dari awal sejujurnya…”
Dan meski adiknya Ratna mencoba berkelit, akhirnya mengalir juga penjelasannya dari awal, sungguh membuat Santi sangat terkejut, sangat tak menyangka. Ratna hanya diam saja setalah memberikan penjelasan. Sementara Santi juga diam, selain terkejut, otaknya juga mulai bisa merangkai serpihan – serpihan jawaban yang tadinya terpencar, mulai bisa memahami alasan Deni. Mau marah juga sulit, di satu sisi Deni anaknya, di sisi lain ada Ratna, adiknya. Ratna memang telah berterus terang, tapi Ratna tidak jujur sepenuhnya, Ratna memilih untuk tidak melibatkan atau membawa nama teh Lasmi, bisa tambah runyam urusannya. Agak lama berdiam diri, Ratna memulai kembali percakapan.
”Teh, jadi begitulah ceritanya. Eh..ma..maafin Ratna yah teh.”
”Untuk apa…? Ini bukan masalah dimaafkan atau tidak, semuanya telah terjadi. Kenapa Rat…? Kenapa..? Den…Deni itu kan keponakanmua sendiri…apa tidak ada lelaki lain…?”
”Teh…sungguh…awalnya Ratna juga menolak. Terserah teteh mau percaya atau tidak, tapi itu benar. Tapi yang namanya laki dan perempuan dalam satu rumah…akhirnya apapun bisa terjadi. Be..benar Ratna ini bibinya, tapi kalau digoda dan juga dari Ratna sendiri memang ada kebutuhan…ya..eh…itu akhirnya terjadi.”
”Tidak harus terjadi kalau kau bisa menahan diri dan menolak secara sungguh – sungguh.”
Santi memandang adiknya tersebut. Hatinya marah, namun juga menyadari, sesalah apapun Ratna, tetap saja ia harus bisa objectif, Santi juga memikirkan kemungkinan lainnya, ya anaknya sendiri Deni, biar bagaimanapun sedang dalam usia yang sedang puncak – puncaknya penasaran mengenai wanita dan seks. Yang satu sedang penasaran, yang satu laginya juga punya kebutuhan…klop ketika mereka bertemu. Tak peduli kalaupun itu tak boleh dilakukan.
”Teh…Ratna tak akan atau tak bisa bilang kalau Ratna menyesalinya..nggak..nggak bisa. Biar bagaimanapun sebagai wanita, Ratna mengakui kalau ratna menikmatinya. Diri ratna mendapatkan rasa nyaman. Teteh boleh bilang ini edan, tapi jelas dengan eh Deni, Ratna menemukan sesuatu yang telah lama hilang. Bukan hanya urusan eng…seks semata, tapi juga melibatkan rasa nyaman, rasa senang, hati Ratna bahagia. Setelah sakit karena perlakuan kasar si Wawan, entahlah..Ratna merasakan Deni telah mengobatinya.”
”Cukup Rat. Cukup…jangan kau teruskan perkataanmu. Teteh memang memikirkan keadaanmu yang terluka dan terpuruk akibat rumah tangga yang berantakan karena ulah suamimu yang tak bertanggung jawab itu. Berharap kau bisa bangkit lagi, tetapi jelas bukan sama anakku.”
”Iya teh. Ratna sadar itu tak mungkin. Ratna hanya mengungkapkan kalau saat itu Ratna bahagia. Bagi Ratna walau hanya sebentar, tapi saat itu telah membahagiakan Ratna. Mungkin setelah ini teteh akan benci sama ratna, tak mau ketemu lagi, Ratna bisa menerimanya, tapi tolong jangan salahkan Deni. Ini bukan salahnya sepenuhnya, Ratnalah yang pantas disalahkan.”
Santi hanya diam saja, adiknya nampak bersungguh – sungguh dengan perkataannya yang terakhir. Bahkan kini Ratna nampak menahan air matanya. Berat buat Santi untuk memutuskan atau memikirkan apa yang mau ia lakukan atau katakan selanjutnya. Ia berdiri, menuju dapur, membuat 2 cangkir teh. Dirinya perlu menyegarkan diri. Ia membuat teh. fantasiku.com Setelah selesai ia membawanya ke sofa, ditaruhnya di meja. Satu untuknya satu untuk Ratna. Ia meminumnya, hanya mengangguk memberi tanda pada adiknya juga untuk minum. Setelah minum teh, Santi merasa lebih segar dan mulai bisa berpikir lebih jernih. Ia diam sebentar untuk berpikir. Ratna hanya diam sambil memegang cangkir tehnya. Akhirnya Santi memulai bicara.
”Rat, seperti yang tadi teteh bilang, semua sudah terjadi. Jelas teteh kecewa. Sangat. Tapi juga sadar, anak teteh pasti juga punya andil dalam kesalahan ini. Pasti, teteh yakin mengingat usianya yang puber. Biar bagaimanapun kamu adik teteh, selain kamu hanya ada teh Lasmi yang tersisa, tak mungkin teteh memutuskan hubungan.”
”I..iya teh.”
”Tapi kini masalahnya adalah si Deni.”
”Den..Deni teh..? Maksudnya..?”
”Selain masalah sekolahnya, ada hal lain yang teteh harus pikirkan setelah mendengar pengakuanmu. Kamu dan teteh sama – sama tahu, kalau kita sudah merasakan dan menikmati enaknya ngewek, pasti akan mau lagi dan lagi. Ibarat orang yang sudah terbiasa merokok atau ngopi, kalau tak ketemu rokok atau kopi, pasti rasanya tak enak. Kamu paham kan..?”
”I..iya teh.”
Ratna meminum kembali tehya, kembali berbicara.
”Dan Deni telah melakukan sesuatu yang seharusnya belum waktunya ia lakukan. Jelas sudah membuatnya terbiasa. Alasannya mau pindah sekolah pasti karena itu. Kini sulit untuk teteh. Kalaupun ada sisi baiknya dalam hal ini, paling tidak Si Deni itu mengenal hubungan seks bukan dari pelacur dan sejenisnya. Namun tetap saja setelah merasakan enaknya hubungan seks, tubuhnya akan dan sudah terbiasa, pasti mau lagi, teteh khawatir anak itu…eh…bakalan mencari kepuasan melalui pelacur. Seumurannya belum mengerti resiko dan bahayanya.”
”Teh….benar juga kata teteh…”
”Ya…ini masalah yang harus dipikirkan. Soal sekolahnya, teteh akan berusaha membujuknya. Oh ya, Rat, tolong ceritakan lagi…jangan malu, ini penting. Kalau teteh mau bicara sama Deni, teteh perlu pahami dan mengerti jelas situasinya. Nah, kamu bilang tadi si Deni ngeweknya lebih pintar…eh, mana bisa si Rat. Dia itu anak baru gede…baru mau 17…?”
Ratna wajahnya bersemu merah, malu juga dia menceritakan hal ini, tapi tetehnya benar, tetehnya perlu kejelasan. Kalau tetehnya mau membujuk keponakannya buat kembali bersekolah dan juga agar tidak melakukan hal yang beresiko, maka tetehnya perlu segala informasi.
”Eh…gimana ya teh…aduh…anu…”
”Sudah jangan gugup begitu, ceritakan saja….”
”Ba..baik…eh begini teh, memang sih awalnya si Deni itu eh..per..perjaka, masih hijau, tapi karena eh…giat belajarnya jadi pintar. Bakat juga sih….”
”Iya, gurunya kamu sih. Terus ada lagi..?”
”Eh se..selain itu, teteh mungkin tak akan paham, tapi eh kont01nya itu sangat eh mengesankan. Sulit menolaknya, makanya ratna juga sampai melakukan hal ini.”
”Ah…itu sih kamu terlalu berlebihan. Mungkin kamu saja yang sudah lama nggak ngewek, makanya pas ketemu pelampiasannya jadi berlebihan menilainya. Sudah…sudah, soal itunya si Deni, nggak perlu dibahas.”
Ratna menghela nafs, lelah, banyak yang masih harus ia pikirkan. Ia butuh istirahat.
”Rat, teteh nggak bisa ngomong banyak lagi, semua sudah terjadi. Tapi tolong….tolong untuk ke depannya, tahan dirimu, jangan kamu lakukan lagi sama anakku. Teteh anggap ini hanyalah gairah sesaat saja…seiring waktu baik kamu atau Deni akan melupakannya, akan menemukan lagi jalannya yang baru. Paham…?”
”Pa..paham teh.”
”Satu hal lagi, setelah ini, jangan kamu hubungi Deni. Biar saja, dia tahunya teteh sedang dinas kantor. Bukan ke kampung. Jangan kau bocorkan kalau teteh sudah tahu hal ini. Awas kalau kamu telepon dia. Urusan ini biar teteh yang selesaikan. Sudah, besok pagi teteh pulang. Sekarang mau tidur dulu.”
”Teh…sekali lagi, maafin Ratna.”
Santi tak menjawab, hanya mengangguk kecil lalu masuk ke kamar. Dan sekarang Santi kembali membuka matanya. Bis sudah memasuki tol dalam kota, sebentar lagi ia akan sampai di rumah. Dia masih bingung harus bagaimana, satu hal tak mungkin ia memberitahu suaminya mengenai masalah ini. Bisa runyam urusannya. Memang ia seharusnya marah besar pada adiknya Ratna. Tapi ikatan di antara mereka juga membuatnya tak mampu marah secara berlebihan. Selain itu ia memakai rasionya juga…urusan ini terlepas dari masalah Ratna adalah bibi sedang Deni keponakan, sebenarnya simpe…sangat simple…ini semata karena masalah kont01 dan m3mek saja. Yang pria yaitu anaknya, memandang dan menilai Ratna dengan segala daya tariknya, yang wanita yaitu Ratna memandang dan menilai Deni dengan segala daya tariknya. Waktu dan tempat mendukung. Ketika segala rangsangan dan nafsu sudah bicara maka yang namanya etika, adat, moral, tidak boleh, tidak pantas dan sejenisnya akan masuk tong sampah. Memang ia menyalahkan Ratna juga, tapi juga tetap ada bagian dalam diri Santi yang membelanya, biar bagaimanapun andil Deni pasti besar. Dia tahu anaknya punya adat dan kemauan. Santi yakin sekali Ratna yang walaupun menyimpan hasrat dan gairah yang terpendam pasti di awalnya menolak, dan anaknya pasti akan membujuk dan berusaha terus samapi akhirnya Ratna tergoda. Insting Santi sangat yakin akan hal itu, makanya dia tak bisa terlalu menyalahkan Ratna. Ya…memang ia sedikit beruntung, karena Ratna kelepasan bicara maka akhirnya semuanya terungkap.
Menjelang sore Santi sudah di rumah, istirahat. Deni, di kamarnya masih ngambek. Santi memutuskan tak akan membicarakan hal itu hari ini terlalu lelah. Sabtu siang, ia mengajak Deni ke mall, menyenangkan hati anaknya. Malamnya Santi masih berusaha membujuk anaknya untuk sekolah dan tak usah pindah sekolah, tapi ya itulah Deni masih berkeras. Santi sengaja tak mau menyinggung atau membeberkan kalau ia sebenarnya sudah tahu yang terjadi. Santi masih berusaha, tak ada hasil. Santi maih bersabar, memilih menutup hari ini dahulu. Besok ia akan berusaha lagi, dan kalau gagal, baru ia akan mendesak Deni dengan fakta yang ia ketahui.
Minggu siang dia melihat Deni sedang menonton TV. Dia pikir dia akan coba bujuk anak kesayangannya itu lagi.
”Den, besok kamu sekolah ya sayang…”
”Bu, ngapaon sih bahas hal itu lagi. Kan sudah jelas, Deni nggak mau. Deni baru akan sekolah lagi kalau pindah sekolah di kampung. Bosan deh ibu terus saja begitu padahal sudah tahu maunya Deni.”
Ya..sudah, anak ini terlalu keras kemauannya…sudah waktunya anak ini diberi terapi, Santi membatin.
” Ibu tahu itu, dan ibu belum rela kamu tinggalkan. SMA ya di Jakarta saja. Alasan kamu pindah sekolah juga terlalu mengada – ada.”
”Nggak. Memang itu alasannya.”
”Den..dengar ya, kemarin ibu 3 hari itu bukan dinas kantor. Ibu pergi ke kampung mencari tahu kenapa kamu sampai berniat sekali pindah sekolah.”
Deni agak kaget mendengar hal ini, tapi masih PeDe kalau ibunya tak akan tahu alasan sebenarnya. Dia masih kukuh sama kemauannya.
”Terus kenapa ? Nah, Deni rasa setelah ibu ke kampung, ibu akan setuju sama alasan Deni kan ? Sekolah di sana lebih enak, juga sekolahnya bagus, hawanya sejuk,orangnya bersahabat, pemandangannya bagus, nggak sumpek kayak di Jakarta.”
Deni memandang ibunya dengan menantang. Yakin akan mampu membuat ibunya mengabulkan keinginannya. Ibunya menghela nafas, memndang wajahnya sejenak sebelum berbicara….
”Dan kamu bisa ngewek sama bi Ratna, begitu kan alasanmu yang sebenarnya ?”
Duaaarrr….Deni membisu, wajahnya pucat. Ibu….ibu tahu…gimana caranya ? Masa sih bi Ratna bisa membocorkan hal kayak gini. Hei…hei tunggu, tadi ibu hanya berkata bi Ratna. Nampaknya ibu tak tahu soal bi Lasmi. Baik…jadi aku harus waspada, jangan sampai ibu tahu hal itu. Tapi kenapa sampai bi Ratna bicara…aduh gimana sih bi Ratna. Tapi ya…ini kan ibu, biar bagaimanapun caranya pasti ibu akan berusaha cari tahu, pasti ibu mendesak atau memarahi bi Ratna sampai akhirnya ia mengakui hal ini. Deni masih diam. Ibunya kembali bicara….
”Nah betul kan…? Den..kok kamu sampai begitu sih..? Apa yang kamu pikirkan ?”
”Bi Ratna. Ya…Deni memikirkan Bi Ratna. Deni suka kepadanya.”
”Den, sudah…sudah, ibu tak akan membahas apa, kenapa, bagaimana hal itu sampai terjadi, sudah percuma, sudah terlambat, lagipula ibu sudah banyak bicara panjang lebar sama bibimu. Sekarang sudahi semua ini, alasanmu sudah jelas, besok kamu sekolah lagi. Mengerti.”
Deni hanya diam, tak tahu musti bicara apalagi. Santi memandang anaknya. Tahu anaknya pasti kaget karena dirinya mengetahui semua ini. Tapi ia yakin anaknya besok pasti sudah akan sekolah lagi. Tak ada lagi alasan Deni untuk berkeras hati. Hanya satu hal lagi yang harus ia bicarakan.
”Den…ibu juga tak nyaman membicarakan ini, tapi ibu harus bicarakan. Kenyataannya adalah seharusnya belum saatnya kamu melakukan dan belum waktunya kamu merasakan eh…berhubungan seks, tapi kamu sudah terlanjur melakukan dan merasakannya. Nah ibu hanya bisa bilang…anggaplah semua yang sudah terlanjur terjadi itu hanya gairah sesaat juga romansa sesaat saja. Seiring waktu akan terlupakan. Juga ibu harap kamu sekarng konsentrasi saja belajar dan berbuat sesuai usiamu. Jangan sampai kamu mencari kenikmatan dengan pelacur ya. Jangan…kalau sudah waktunya kamu juga akan merasakan. Sekarang yang penting, sibukkan dirimu maka dengan sendirinya eh…keinginan untuk….itu akan surut. Sudah, sekarang kamu renungi semua perkataan ibu. Ingat, besok kamu harus sekolah lagi.”
Santi meninggalkan anaknya, membiarkannya berpikir, proses pendewasaannya. Santi merasa tak perlu membahas lagi soal Ratna dan Deni, semua sudah terjadi, juga dia tak mau membuat Deni makin terkenang hal itu, sebisa mungkin menjauhkan anaknya dari memikirkan hal itu. Santi sendiri juga sudah tahu semua penyebab dan alasan semua itu dari Ratna. Sekarang biarlah Deni menata hidupnya ke depan.
Besoknya Senin, Santi bersiap berangkat kerja, biasanya dia dan suaminya berangkat terlebih dahulu. Deni belakangan, karena sekolahnya dekat. Deni sudah memakai seragamnya. Santi tesenyum melihatnya. Sudah normal kembali. Begitupun esoknya dan esoknya lagi. Memang Deni jadi diam saja, tapi itu wajarlah, mungkin anak itu butuh waktu untuk merenungi semua ini pikir Santi. Maka alangkah terkejutnya Santi ketika pada hari Jumat HP-nya berbunyi,dari sekolah Deni, mereka menanyakan kenapa Deni sudah 2 minggu ini tak masuk sekolah. Santi dengan cepat berlasan kalau anaknya sedang sakit, setelah basa – basi sebentar, percakapan selesai. Karena masih jam kerja maka Santi sulit buat memikrkan hal itu. Menjelang sore pekerjaannua sudah selesai, Santi di ruangannya hanya menunggu jam pulang. Dia mulai memikirkan anak kesayangannya ini…duh, Deni apa sih maumu kali ini ? Santi teingat sudah lama tak menghubungi suaminya, ia mengambil HP-nya menelepon suaminya, menanyakan kabar dan bagaimana pekerjaannya di daerah. Suaminya menanyakan apakah Deni sudah sekolah lagi, juga kenapa sampai kemarin anak itu minta pindah sekolah. Santi berbohong saja, dia bilang anak mereka sudah bersekolah, kemarin itu hanya karena masih terbawa suasana menyenangkan liburan di kampung saja, makanya Deni bilang mau sekolah di sana. Setelah bercakap – cakap beberapa lama lagi, Santi mengkhiri pembicaraan.
Santi melirik jam di dinding ruangan kerjanya, masih belum jam pulang.Akhirnya ia memilih menunggu sambil mencek email, lalu membuka accout FB-nya. Saat melihat halaman FB-nya wajahnya berkernyit, pada bagian recent comment dia melihat apa yang Deni posting : Kangen sama R di Tasikmalaya. R…? tentu saja itu inisial untuk Ratna. Santi menghela nafasnya, anaknya belum cukup matang, belum bisa mengatasi beban akibat perbuatannya. Akhirnya ia mematikan komputer, bersiap pulang.
Lalu sebenarnya kemana dan ngapain saja Deni selama seminggu ini ? Memng setiap pagi ia memakai seragam sekolah, menunjukkan siap berangkat sekolah. Tapi ketika ibunya berangkat kerja, Deni akan segera menukar seragamnya dengan baju biasa. Menghabiskan waktu di luar. Entah ke teman dekat rumahnya yang sekolahnya masuk siang atau paling sering ia nongkrong di Warnet dekat rumahnya, browsing sambil ngobrol sama teman – temannya di sana. Setelah terbiaa melakukan hubungan seks, tentunya saja tubuhnya mulai terbiasa dan menuntut melakukannya lagi. Seminggu di awl ia pulang hal itu belum terlalu terasa, setelahnya baru lumayan nyusahin. Belum lagi ia selalu memikirkan bi Ratna. Memang ia mencoba mengatasinya dengan bermasturbasi, tapi jelas rasanya beda dan kurang memuaskan. Dia juga berpura – pura mau sekolah lagi agar ibunya tak banyak membujuknya lagi. Soal ibunya yang akhirnya tahu hubungannya dengan Bi Ratna, Deni tak peduli, dia masih tetap kukuh ingin sekolah dan tinggal di kampung.
Santi duduk di ruang tamu, melirik jam, jam 7 lewat, kemana anaknya itu ? Waktu pulang, rumah sepi. Dicoba menelepon dan SMS anaknya, tak ada jawaban. Tak lama terdengar suara pagar dibuka. Saat deni masuk, Santi menyuruhnya duduk.
”Darimana kamu Den ?”
”Main…”
”Den, kamu bohong ya sama ibu. Ternyata seminggu ini kamu juga tak sekolah. Apa sih maumu ? ”
”Ibu sudah tahu kan mau Deni, jadi tak perlu tanya lagi.”
”Dan jawaban ibu tetap sama…tidak.”
”Ya sudah….Berhentikan saja Deni sekolah. Deni juga akan pergi ke kampung. Percuma ibu larang.”
”DENI !! Kamu itu berpikir dengan otakmu atau tidak sih…?”
”Bu, dengar ya, Deni sebenarnya sudah tak masalah untuk tetap sekolah di sini. Sayangnya Deni punya kebutuhan bu…buat ngewek sama bi Ratna.”
PLAK…Santi tak bisa menahan amarahnya, menampar pipi Deni. Deni hanya diam, lalu ke kamarnya membanting pintu dan menguncinya. Santi duduk berdiam diri. Belum pernah ia menampar anak kesayangannya itu. Tapi kali ini Deni sudah kelewatan, bagaimana mungkin anak itu bisa sesantai itu mengatakan dia butuh ngewek sama bibinya. Gila…apa yang harus kulakukan ? Sampai jam 10 Santi mengetuk pintu kamar Deni menyuruhnya keluar untuk makan, tak ada jawaban. Akhirnya ia mengunci pintu rumah. Karena khawatir, ia tidur di sofa, ia takut anaknya akan kabur. Sulit sekali ia tidur, otaknya terus bekerja memikirkan anaknya.
Ini yang paling Santi khawatirkan, sebenarnya walau Deni bicara tentang ngewek sama bi ratna, bukan itu inti permasalahan anak itu. Deni HANYA MERASA di kampung ada bi Ratna yang siap memenuhi kebutuhannya. Yang jadi masalah adalah lebih pada kebutuhan ngeweknya sendiri. Membawa nama bibinya karena perwujudan emosinya semata. Ini intinya. Masih lama Santi berpikir, mengnalisa, merenung, menjelang pagi baru ia tertidur…belum yakin dengan solusinya.
Saat Santi terbangun, hampir jam 9 pagi. Dia terkejut, langsung duduk melihat kamar anaknya, sudah terbuka, panik jadinya…lalu lega, Deni nampak sedang duduk di meja makan, sudah mandi, nampaknya baru selesai makan mi. Kini anak itu sedang merokok. Santi kembali terkejut ketika Deni bicara.
”Bu…maafin Deni ya. Semalam sudah buat ibu marah.”
”I..iya, ibu juga minta maaf sudah menamparmu.”
”Nggak itu memang salah Deni, ngomong seenaknya. Pantas ditampar. Maaf juga membuat ibu khawatir sampai seperti ini. Deni kaget waktu tadi membuka pintu kamar melihat ibu tidur di sofa. Maafin Deni bu.”
”Ya sudah kalau kamu menyadarinya. Ibu mau mandi dulu sudah jam 9.”
Santi lalu berdiri, masuk ke kamar mandi. Untunglah sepanjang siang itu Deni nampaknya sudah mulai tenang, sekarang sedang nonton TV. Santi saat ini sedang duduk di kamarnya, wajahnya serius. Akhirnya ia menghela nafas, ia memanggil Deni. Tak lama Deni masuk ke kamarnya, duduk di pinggir ranjang, siap mendengar apa yang mau ibunya katakan.
”Den, ibu langsung saja ngomongnya, nanti kalau kamu mau jawab, jawab saja sejujurmu. Dari omonganmu semalam, ibu akhirnya yakin, masalah kamu sampai tak mau sekolah sebenarnya karena kamu sudah terbiasa dan butuh dengan eh..hubungan seks. Sampai mau pindah sekolah segala. Intinya sebenarnya hal tadi.”
”Eh..itu benar bu.”
”Bagaimana kalau ibu katakan kalau ibu memahami dan akan membiarkan kamu memenuhi hal itu supaya sekolahmu bisa lancar lagi ?.”
”Maksud ibu…ibu akan mengijinkan Deni sekolah di kampung ?”
”Tidak.”
”Lalu..kenapa ibu mengatakan akan membiarkan Deni memenuhi kebutuhan seks Deni ? Kalau tidak pindah sekolah di sana, bagaimana bisa ketemu bi Ratna ?”
”Siapa bilang kamu boleh melakukan hal itu dengan bibi kamu ?”
”Maksud ibu ? makin nggak ngerti jadinya nih.”
”Kamu akan kembali sekolah. Tidak di kampung, tapi di Jakarta. Kebutuhanmu juga akan terpenuhi. Bukan dengan bi Ratna. Tapi dengan ibu.
”APA ? MAKSUD I…IBU…?”
Ya, Santi memang sudah berpikir matang. Adat Deni yang sangat keras tak akan bisa dilunturkan. Karena semuanya sudah jelas, akar permasalahannya sudah ditemukan. Anak itu harus menyalurkan hasratnya. Dan kalau dibiarkan berlarut akan parah, anak itu bisa mencari kepuasan secara sembarangan, dengan pelacur misalnya. Lebih baik Santi yang memenuhinya. Ya, Santi merasa itulah solusi terakhir yang paling baik buat Deni dan dirinya.
”Kamu sudah dengar. Kamu bisa memenuhi kebutuhanmu ke ibu. Ibu sudah pikirkan hal ini baik – baik. Jika hal ini akhirnya bisa membuatmu benar – benar bersekolah kembali, maka ibu siap.”
Deni terdiam, tak menyangka ibunya sampai sejauh itu memikirkan dan menyayanginya. Tentu saja Deni terkejut, bahkan tak tahu harus bagaimana. Tapi dorongan keinginan, juga kesadaran bahwa dirinya memang sering membayangkan ibunya telah menggelitik gairahnya. Diliriknya ibunya yang mengenakan daster biasa itu. Deni segera berkata…
”Ibu Yakin…?”
Hanya anggukan kepala saja sebagai jawaban. Deni segera mendekati ibunya, bersandar di bahu ibunya, memeluknya erat, lama hanya memeluknya, tetap memiliki keraguan. Ia mendongakkan kepalanya, matanya beradu dengan mata ibunya. Deni melihat mata ibunya, ibunya juga melihat matanya. Mata ibunya telah menjawab keraguannya. Mata ibunya nampak penuh keyakinan dan juga keseriusan akan ucapannya. Deni melepaskan pelukannya, mengangkat kepalanya yang bersandar di bahu ibunya. Ia segera memiringkan tubuh ibunya, berhadapan dengannya. Deni mendekatkan wajahnya ke wajah ibunya, ia mulai menciumi pipi ibunya, lalu bibir ibunya, ibunya hanya menutup rapat mulutnya tak membalas ciumannya. Deni menarik daster ibunya, agak sulit karena ibunya dalam posisi duduk. Ibunya membantunya, ibunya mengangkat sedikit pantatnya. Deni segera menarik daster ibunya, melepaskannya. Santi duduk diam, kini hanya berCD saja.
Deni diam terpesona, apa yang biasa hanya bisa ia lihat saat mengintip ibunya mandi, kini di hadapannya. Ia mendorong pelan ibunya, membaringkannya. Deni masih menatap tubuh ibunya itu, teteknya besar dan sekal, bulat keras. Belum lagi pentilnya. Deni segera memakai tangannya untuk meremas tetek ibunya. Perlahan, menikmati rasa kenyal dan lembutnya. Kedua tangannya meremas tetek ibunya itu. Telapak tangannya merasakan pentil ibunya yang mulai mekar dan mengeras, terasa menggelitik telapak tangannya. Jarinya mulai menelusuri pentil itu dan lingkaran coklat di sekelilingnya, terasa nyaman. Pentil itu kini dijepitnya menggunakan ujung jari telunjuk dan ujung jari jempolnya, ia pilin – pilin, makin mekar dan mengacung jadinya pentil itu. Ibuny masih diam saja. Deni membuka kaos dan celana pendeknya, hanya menyisakan kolor yang menonjol besar. Ibunya hanya diam saja melihat Deni tanpa komentar. Deni mendekatkan mulutnya, mulai menjilati kedua pentil yang sudah besar mengacung itu, menggelitiknya dan menggoyang – goyangnya dengan lidahnya, menghisapnya lembut, mengemutnya, lalu menghisapnya lagi kuat. Tubuh ibunya sedikit bergetar, juga sedikit mendesah. Deni masih terus menghisap pentil ibunya, tangannya juga kembali meremas – remas tetek ibunya. Sambil menghisap pentil itu, lidahya beraksi mengoyang – goyangkan pentil itu, ibunya mendesah kecil. Cukup lama ia fokus di tetek dan pentil ibunya, kont01nya sendiri sudah ngaceng sekali. Deni mengangkat lengan Santi, tampaklah rimbuan hiam yang menggoda, tangannya segera mengelus dan memainkan bulu ketek itu, menariknya lembut. Lalu Deni menciumi dan menjilatinya. Harum juga menebarkan rangsangan tersendiri yang menggelitik nafsu Deni. Lama ia menjilati kedua pangkal lengan ibunya, sesekali ibunya menahan rasa geli saat lidah Deni terasa sangat menggelitik.
Deni lalu menciumi belahan tetek ibunya, turun ke bawah sampai ke perut yang rata,, ia elus – elus dengan tangannya, lalu diciuminya perut ibunya, makin ke bawah, kini matanya memandang CD putih yang tebal. Tangannya diletakkan di sana merasakan rasa hangat. Terasa sekali jembut tebal di baliknya. Tangannya mengelus CD itu sebentar. Lalu mulutnya menciumi permukaan Cd itu. Tangannya segera menarik turun CD ibunya itu, ibunya mengangkat sedikit pantatnya, memudahkan Deni meloloskan CD itu. Deni diam, meneguk ludahya, matanya menatap keindahan m3mek ibunya itu, jembut yang lebat nan hitam menghiasinya sampai belahan pantatnya, sangat kontras dan menambah pesona m3mek itu. Belahannya nampak dalam mengundang. Tangannya mulai meraba dan mengelus jembut itu, Tebalnya terasa di telapak tangannya. Lalu dengan ujung jari telunjuknya ia mengelus belahan m3mek itu, naik turun, belahan itu mulai merekah, makin lama makin lebar, nampak kemerahan isi di baliknya, juga mulai basah. Ibunya hanya menggoyangkan pantatnya sedikit, masih tetap diam.
Mulutnya mulai menciumi belahan m3mek itu dengan penuh gairah dan perasaan. Aroma harum yang khas memenuhi rongga hidungnya. Diciuminya seluruh permukaan m3mek ibunya. Lobang m3mek ibunya nampak kemerahan dan rapat. Deni mulai menjulurkan lidahnya, it1l ibunya agak besar, lidahnya mulai menyapu dan mengelus it1l itu, menggoyangkannya, perlahan lalu makin cepat, pantat dan tubuh ibunya mulai kerap bergoyang. Desahannya mulai sering terdengar. Jari tengah Deni segera menyodok lobang m3mek yang sudah basah itu. Disodokkan dengan sangat cepat, dengan cepat jari itu terasa licin dan lengket. Hampir 5 menit sudah ia memainkam m3mek itu. Ibunya makin sering menggoyangkan pantatnya, kakinya menekuk dan mengangkang lebar. It1lya sangat nyaman di lidah Deni, terus dan cepat Deni memainkannya…tangan ibunya mulai meremas rambut anaknya itu. Desahannya yang tadi hanya pelan mulai keras.
”Ahhh…Dennnn….”
”Sudaaahhh….Ohhhhh”
”Arghhhhh……Ughhhhh”
Santi mengejang, badannya bergetar, pantatnya terangkat tinggi. Terasa hangat cairan orgasme yang baru saja ia keluarkan. Anak ini sudah mahir memainkan lidahnya pikir Santi. Tubuhnya masih lemas merasakan kenikmatan. Deni berdiri, menurunkan kolornya, kont01nya mengacung. Mata Santi menatap ke kont01 anaknya itu…pantas saja si Ratna sampai tak bisa menahan godaan. Santi merasakan tubuhnya terbakar gairah, m3meknya berdenyut saat ia memandan lekat – lekat kont01 Deni. Deni berdiri agak kikuk mau ngomong…
”Eh…bu..hi..hisapin ya.”
Santi mengangguk, Deni mendekat, duduk di tempat tidur, Santi yang tadi terlentang, memutar tubuhnya menjadi tengkurep, mendekat ke selangkangan anaknya. Jarinya mulai meremas dan mengelus kont01 anaknya ini. Biji Pelernya ia mainkan sesaat, diremasnya lembut. Saat tangannya menggenggam batang kont01 Deni, terasa batang kont01 itu berdenyut. Ia masih memainkan tangannya pada kont01 Deni, mengocoknya bergantian pelan lalu cepat. Lidahnya mulai menjilati kepala kont01 Deni, lalu batangnya, gerakannya sangat cepat dan penuh tekanan yang kuat. Deni mendesah sambil merem – melek. Mulut ibunya mulai menelan kont01nya, mengemut, menghisap, mengulum, saat menarik kont01nya keluar, ibunya selalu melakukannya samapai batas leher kepala kont01nya lalu menelannya lagi, sangat cepat. Batas leher kepala kont01nya sangat geli bersentuhan dengan bibir ibunya yang basah dan sensual. Ampuuunnn….enak sekali pikir Deni. Ibunya masih lama mengulum dan menghisap kont01nya, terakhir ibunya menelan sedalam mungkin kont01nya. Lalu mengemutnya dengan kuat, bikin Deni kelojotan. Ibunya menghentikan Oral nya, segera turun, berlutut di pinggir tempat tidur, ditariknya kaki Deni hingga menjuntai ke bawah. Dilebarkannya kaki itu, lalu ibunya memposisikan diri di tengah kakinya itu.
Tangan ibunya menggenggam kont01 Deni, ditaruhnya kont01 itu di belahan tetek besarnya. Kedua tangannya lalu mengapit erat pinggiran teteknya, menjepit erat kont01 itu di tengahnya. Deni melihat ibunya sedikit meludahi kont01nya dan belahan teteknya. Ibunya lalu menaik turunkan badannya, juga menggoyangkan teteknya, mengocok kont01 itu. Uffff…..Sangat Enaaaakkk….belum pernah Deni merasakan hal seperti ini, kont01nya sangat nyaman dikocok di antara tetek ibunya yang besar dan kenyal. Deni mengerang penuh kenikmatan. Tetek yang besar itu terasa membelai lembut sekaligus menekan erat kont01nya, kombinasi rasa nikmat yang tiada tara bagi Deni. Masih lama ibunya melakukan gerakan ini, Deni msih meraa nyaman, tapi sudah tak tahan mau memasukkan kont01nya di m3mek ibunya.
”Bu…su…sudah duluuu…Deni sudah nggaaakk tahan mau masukkin.”
”Ya sudah kalau begitu maumu.”
Ibunya menghentikan kegiatan tadi. Segera naik dan berbaring, melebarkan kakinya. Deni segera menindih ibunya, Deni mengangkat sedikit pantatnya, mengarahkan kont01nya, lalu blessss….gilaaa…saat kont01nya sudah amblas seluruhnya Deni diam dan merasakan rasa nyaman dan nikmat di sekujur tubuhnya, m3mek ibunya terasa sangat hangat, sangat rapat dan nyaman. Sementara Santi merasakan sesak namun nikmat dalam m3meknya. Penaasaran menjalari pikirannya….sebentar lagi ia akan tahu apa yang telah membuat Ratna sampai begitu terlena.
Deni ulai bergerak, memompa kont01nya perlahan, cairan di m3mek ibunya terasa pas dan memudahkan pompaannya. Kont01nya ia tarik keluar sejauh mungkin dan ia tekankan sedalam mungkin. Saat ia menyodok sedalam mungkin, ibunya mendesah penuh kenikmatan. Perlahan namun pasti gerakan memompa dan menyodoknya makin cepat. Tetek ibunya bergoyang – goyang dengan sangat seksi, ibunya mendesah, matanya merem melek, kedua tangannya terangkat ke atas. Deni terus menyodok, sambil sibuk kembali menciumi ketek Santi. Lalu ia jilati leher dan telinga ibunya, membuat Santi kegelian. Deni memompa dengan penuh nafsu, desahan dan wajah ibunya makin membuatnya terpacu, ibunya samapi kelojotan menahan sodokannya…
”Den…pelaaannnn….Ughhh…”
”Ssssstttt….Yeaaahhhh….Oooohhh…”
”Ampuuunnnn….Aaaahhhh….Awwww….”
Ibunya mendapatkan orgasme, dan Deni malah menjadi semakin nafsu. Tak memperdulikan ibunya yang lemas, ia makin asik menyodok. Santi sendiri sampai kelojotan, rasa nikmat yang tak henti menghantamnya, ja…jadi inikah yang telah membuat Ratna tak bisa menolak Dini, kini Santi paham sepenuhnya. Godaan ini terlalu sulit dan juga terlalu enak buat ditolak. Pantat ibunya nampak bergoyang liar mengimbangi sodokan Deni. Terasa membetot kont01nya. Tangan Deni mulai meremas kuat tetek ibunya itu. Sodokannya juga tetap stabil. Dua minggu tanpa ngewek membuatnya benar – benar disalurkannya sekarang. Bibir Deni mencium bibir ibunya, kini ibunya membalas, mereka berciuman dengan panas. Setelah itu Deni mulai menghisap pentil ibunya kuat – kuat, sodokannya mulai agak berkurang kecepatannya, sudah maksimal ia bertahan…denyut nikmat terasa pada kont01nya. Kembali ia mencium ibunya, memeluknya erat, dan dengan sodokan yang kuat…..crooot…crooot….croott…kuat dan banyak sekali pejunya, membuat ibunya bergetar saat pejunya menyemprot kuat. Deni terkulai sesaat, akhirnya dicabutnya kont01nya, berbaring….
”Bu terimakasih ya sudah muasin hasrat Deni.”
”Ya…sekarang sudah mau sekolah lagi kan…?”
”Iya.”
”Kalau kamu nanti sedang kepengen bilang ke ibu ya. Tapi jangan sampai ayahmu tahu.”
Dan akhirnya memang Deni kembali ke sekolah. Nilainya bahkan meningkat. Kini setiap ia ingin, ibunya akan memenuhinya. Ayahnya akhirnya sudah menyelesai proyeknya dan kembali pulang, namun mereka tetap melakukannya. Waktu terus berjalan….
Santi merasa sudah melakukan solusi yang paling tepat. Kini anaknya dapat memuaskan hasrat yang merongrongnya. Tahu kini ibunya selalu ada untuk membantunya. Bersekolah seperti sediakala dan tak pernah membicarakan lagi niat untuk pindah sekolah ke kampung. Santi bahkan amat menikmati melakukan hubungan seks dengan Deni, bisa sangat mengerti dan sangat memahami kenapa adiknya sampai tak kuasa menahan diri dari godaan Deni. Santi bahkan bisa toleran saat Ratna datang menginap ke Jakarta ( Ucil dititipkan ke abahnya. mungkin Ratna kangen sama Deni pikir Santi ). Rumah mereka hanya memiliki 2 kamar. Jadi Ratna tidur di kamar Deni. Suaminya tentu saja tak curiga dan berpikiran macam – macam. Tapi Santi tahu bahwa di kamar itu setiap malam Deni dan Ratna bukan hanya sekedar tidur. Deni pasti ngewek sama bibinya itu. Santi diam saja, membiarkan kedua orang yang ia sayangi itu memuaskan hasrat masing – masing.
Deni sedang merokok di kamarnya, menatap jam di dinding….tik…tik…tik…yak sudah jam 12 malam, resmi sudah kini ia berusia 17. Banyak yang terjadi belakangan ini, dan semuanya menyenangkannya. Ibu, Bi Ratna, Bi Lasmi akan selalu menjadi wanita yang ia sayangi. Ia tak akan pernah tahu apa yang akan ia temui di masa depan. Tak akan pernah tahu wanita seperti apa yang akan menjadi pasangan hidupnya nanti. Tapi satu hal yang pasti, sampai kapanpun bi Ratna akan selalu menjadi cinta pertama dan menempati ruang khusus di hatinya. Deni tersenyum, mematikan rokoknya, lalu tidur.,,,,,,,,,,,