Aku dengan Rahdian telah membina rumah tangga selama 3 tahun sebelum akhirnya kusadari betapa mengecewakan hidupku.
Rahdian sebenarnya tipe laki-laki yang sangat baik, seperti kebanyakan laki-laki lainnya, tidak pernah menyeleweng, setidak-tidaknya menurutku, meski kami sering bertengkar dari waktu ke waktu selayaknya orang berumah tangga. Masalahnya adalah dia tidak pernah memuaskanku di tempat tidur.
Setiap hari dia bangun pukul 07:00 sehingga banyak waktu untuk lari pagi, kemudian kerja sepanjang hari, lalu olah raga di pusat kebugaran setiap malam, dan bila tidak ke sana dia akan pulang lebih sore, lalu menghidupkan televisi sampai tertidur di depannya.
Kami terbiasa tidak bercinta beberapa minggu. Mulanya aku percaya bahwa Rahdian tidak lagi tertarik padaku; rasanya menggantung perkawinan kami sambil menunggu saat yang tepat untuk menemukan kekasih lain yang sempurna.
Bila sempat kami bercinta, dia melakukan tanpa bersuara sedikitpun, kecuali satu atau dua lenguhan, aku tidak pernah tahu apakah dia menikmatinya atau tidak.
Rahdian tidak pernah melakukan oral sex, pendeknya dia tidak pernah mencoba sesuatu yang baru.
Aku tidak begitu menyukai oral sex biasanya gaya itu sangat menyakitkan, tapi aku sama sekali tidak keberatan sejauh dia masih menunjukan cintanya padaku.
Aku begitu menyesal bila ingat harus melakukan masturbasi secara rutin, hampir setiap hari. Mulanya aku tidak pernah menggunakan alat-alat lain kecuali jari-jari tanganku sendiri, namun lama kelamaan aku tidak bisa menutup-nutupi lagi, kuceritakan itu pada teman terdekatku.
Sarah, yang akhirnya menyarankan padaku untuk memakai vibrator. Katanya, selamanya laki-laki hanya dirangsang insting alamiahnya, dan apa yang selalu Sarah lakukan adalah melakukan masturbasi dengan menggunakan vibrator di depan suaminya.
Dia tidak boleh cemburu – karena siapa yang sudi cemburu pada seonggok plastik dengan dua baterai yang mengeluarkan dengungan itu?
Akhirnya aku membeli sebuah vibrator ganda, yang memiliki dua penis – yang satu besar dan lainnya lebih kecil sehingga aku bisa melakukan masturbasi lewat dua jalan sekaligus pada vagina dan pada dubur.
Perlu waktu seminggu sebelum akhirnya aku berani melakukannya, dan malam itu kutunggu Rahdian pulang dari pusat kebugaran. Aku berjongkok di depan cermin panjang di kamar rias seraya menyingsingkan rokku.
Kulumuri vibrator itu dengan minyak pelumas, sehingga warnanya mengilat dan tampak licin, lalu kunyalakan baterainya.
Mulanya aku sangat hati-hati memakainya, masih bisa kuingat saat itu tanganku bergetar karena gugupnya.
Kugosok-gosokkan ujung penis yang besar ke rambut kemaluanku dan bibir vaginaku, kurasakan betapa dahsyat sensasi yang ditimbulkannya. Juga – aku tidak begitu tahu, sepertinya ia mendengung.
Degungan itu membuat semua otot kemaluanku tegang, dan mulai berlendir dan basah.
Kutekan sedikit keras ujung vibrator itu ke kelentitku, lalu kugesekkan ke atas dan ke bawah pelan-pelan, rasanya sungguh tidak bisa kupercaya.
Aku tidak pernah merasakan sensasi seperti itu dalam hidupku. Seketika itu juga aku mengalami orgasme, lendir itu mengalir keluar dari vaginaku terus ke pangkal pahaku. Aku tidak pernah merasakan yang begitu mengasyikkan seperti ini.
Pipiku sembuart kemerah-merahan, napasku ngos-ngosan, mungkin Anda mengira aku baru berlari sejauh sepuluh kilometer.
Aku begitu terangsang sampai tidak sadar tanganku sudah berada di balik blus dan braku, sebentar kemudian tanganku mulai meremas dan memelintir puting susuku.
Kucondongkan tubuhku agak ke belakang, lalu kugeser kepala vibrator yang besar itu tepat di lubang kemaluanku, ditengah-tengah bibir vaginaku.
Warnanya merah muda cerah, tapi vibrator itu benar-benar tampak seperti penis laki-laki, hanya yang ini lebih besar sedikit, dengan kepala yang besar dan urat-urat yang menyembul sepanjang permukaannya.
Sungguh lucu bahwa penis itu tidak tergantung di selangkangan laki-laki!
Kemudian kukeluarkan tanganku dari dalam bra dan kuletakkan dipantat sehingga bisa kubuka celah duburku.
Sebelumnya aku belum pernah memasukkan sesuatu ke dalam duburku, tidak heran sekarang aku sedikit tegang dan gugup.
Kuberanikan diri untuk untuk memasukkan jari-telunjukku ke dalam lubang duburku sekedar untuk membuatnya licin sehingga vibrator yang satunya yang lebih kecil bisa masuk dengan mudah. Karena terlalu mudahnya sampai-sampai aku bisa memasukkan secara penuh vibrator kecil itu ke dalam duburku, kulesekkan sedalam mungkin, sehingga aku mengalami dua sensasi dengungan plastik dalam tubuhku, keduanya berdegung selaligus, rasanya sangat mengasyikkan.
Seperti yang telah kukatakan, aku belum pernah memasukkan sesuatupun ke dalam duburku, dan belum pernah kurasakan betapa nikmatnya sensasi yang diberikan.
Dalam hati aku bertanya, bagaimana mungkin aku bisa melewatkan itu semua?
Kurenggangkan bibir kemaluanku dengan kedua jari tanganku sehingga bisa kulihat vibrator besar itu melesek masuk ke dalam vaginaku dan kukocok kelentitku sekaligus.
Aku suka kocokan yang kuat, pelan dengan arah ke bawah, kocokan itu sungguh membuatku terangsang.
Beberapa detik lamanya aku tidak tahu siapa diriku yang sebenarnya – kemudian aku mencapai orgasme, rasanya sanggup mengguncangkan bumi, satu hal yang baru sekali ini kurasakan sepanjang hidupku.
Kucondongkan tubuhku ke depan sehingga dahiku menyentuh kantai kamar tidur, bergoyang, meliuk-liuk serta memutar-mutar kedua vibrator itu di dalam vagina dan duburku.
Saking nikmatnya, aku sendiri tidak kuasa menghentikannya. Aku tidak ingin berhenti.
Malam itu ketika Rahdian pulang dari pusat kebugaran, setelah santap malam dan hal-hal rutin lainnya, kubawa Rahdian segelas teh hangat dan kami bercengkrama di sofa. Lalu Rahdian menceritakan segala peralatan baru di pusat kebugarannya, alat-alat mekanis untuk meningkatkan otot-otot perutnya — “six packs” begitulah dia menyebut enam tonjolan urat di daerah perutnya.
Kukatakan bahwa aku juga mempunyai peralatan baru yang tidak kalah menariknya, lalu kukeluarkan dua vibrator itu dari bawah bantal sofa.
Aku sama sekali tidak mengharapkan tanggapan darinya seperti itu. Ternyata Rahdian sangat malu dan wajahnya langsung semburat merah.
Kukatakan,: “ Kamu tidak perlu curiga, toh ini hanya dua buah plastik rongsokan, tapi sungguh mengasyikkan!”
Katanya,: “Apakah kau sungguh ingin mencobanya?”
“Tentu saja,” jawabku, “Percayalah rasanya sungguh mengasyikan, benda ini membuatku bergairah.”
Tidak kukatakan padanya benda rongsongkan itu mampu memberiku orgasme terbaik yang pernah kurasakan.
Kusingkapkan rokku, tahulah Rahdian bahwa aku tidak memakai apa-apa dibaliknya. Kubuka pahaku sedikit lebar, kunyalakan vibrator itu dan kugosok-gosokkan kepala penis buatan itu naik turun pada bibir kemaluanku.
Dia tidak percaya apa yang sedang kulakukan. Aku tidak tahu apakah dia marah atau tidak, tapi aku tidak memberinya kesempatan sedikitpun.
Kukatan,: “Kemarilah, kamu bisa melakukannya!” lalu kutarik tangannya dan kuberikan vibrator itu padanya.
Awalnya dia hati-hati memegang vibrator itu, bahkan kelihatan betul kegugupannya, tangannya sedikit gemetar, namun ketika kusibakkan rambut kemaluanku dan kurenggangkan sedikit lebar kemaluanku dan kukatan, ayolah, dorong saja, masukkan Rahdian, maka tidak ada yang bisa menghentinya.
Kukatakan, di dubur juga Rahdian, lalu kuselipkan dua jari sekaligus untuk membuka bibir duburku sehingga ‘penis’ kecil itu bisa mudah masuk. Kupejamkan mata dan berbisik, kamu boleh menciumku kalau mau.
Dia mencondongkan tubuhnya dan menciumku.
Pada saat yang sama, dia terus melesekkan vibrator itu ke dalam vaginaku, sangat dalam, namun Rahdian melakukannya dengan pelan-pelan, satu hal yang tidak pernah dia lakukan dengan penis sendiri.
Kucondongkan tubuhku dan kubuka ikat pinggangnya, lalu kulorotkan celananya sedikit ke bawah.
Penisnya sudah tegang sampai celananya tidak bisa menampungnya!
Kumasukkan tanganku ke dalam celana dalamnya dan kukeluarkan penisnya. Penis itu sangat besar dan sedikit hangat, ujung penis sudah sangat licin, kupikir dia sudah mencapai klimaks, meski sebenarnya belum.
Kugosok penisnya pelan-pelan ke atas dan ke bawah, sedikit kucengkramkan penisnya dengan kuku-kuku tanganku, juga kuremas-remas bola kemaluannya. Dia mengerang – sungguh!
Kukocok penisnya ke atas dan ke bawah dalam irama yang tetap seperti tangannya yang sedang menggagahiku dengan vibrator besar itu ke dalam vaginaku, inilah pertama kalinya kami bercinta dalam irama yang sama.
Tidak masalah apakah saat itu kami bersetubuh secara alami atau tidak. Yang penting kami terasa begitu dekat, kami sama-sama asyik-masyuk.
Kami berciuman demikian liarnya sampai-sampai kami saling gigit satu sama lain.
Rahdian melesekkan vibrator itu sedemikian kerasnya sehingga duburku mulai terasa sakit, tapi itu rasa sakit yang nikmat, sungguh rasa sakit yang bercampur kenikmatan dan itu membuatku lebih terangsang lagi.
Akhirnya, aku tidak ingin Rahdian menghentikan hentakannya, meskipun aku merindukan penisnya sendiri.
Kukatakan, berbaliklah, lalu dilepaskan celananya dan Rahdian berbalik sehingga dia berjongkok di depan wajahku.
Tangannya terus menggagahiku dengan vibrator besar yang terus berdengung itu, tapi sekarang dia bisa mencondongkan tubuhnya dan menjilati kelentit dan vagina dan semua daerah duburku pada saat yang sama.
Percayalah – dengan vibrator besar yang tidak henti-hentinya berdengung di dalam vaginaku dan lidah Radian yang dengan liarnya menjilati kelentitku, kini aku mengerti bahwa surga ketujuh itu memang ada!
Penisnya yang besar bereaksi menggelantung tepat di wajahku, lalu kujulurkan lidah dan kujilati serta mengisapnya kira-kira enam sampai tujuh kali.
Dia sangat terangsang. Demikian terangsangnya sampai-sampai dia tidak kuasa lagi menahan cairan bening kental yang memancar keluar ke wajahku.
Kepegang penisnya, dan mengocoknya ke atas ke bawah beberapa kali, lalu kubuka mulutku lebar-lebar dan mengisapnya dalam-dalam. Lalu satu lagi erangan keluar dari mulut Rahdian!
Mulutku penuh sesak dengan penisnya, dan kupermaikan lidahku menjilati semua yang ada di sana, kukeluarkan penisnya dan kujilati semua permukaan penisnya sampai ke pangkalnya. Kulakukan banyak hal yang belum pernah kulakukan sebelumnya, karena dulu aku merasa belum cukup puas melakukannya. Itu tidak diragukan, bila kamu sangat terangsang, kamu tidak akan merasa malu lagi — yang ingin kamu lakukan adalah menyenangkan dan memberikan segalanya pada pasanganmu semaksimal mungkin.
Kujilati bola kemaluannya, kujelajahi seluruhnya dengan isapan dan jilatan terbaik yang belum pernah kuberikan, tidak lupa kujilati bagian bawah tubuh penis terus ke depan menuju ujung penis. Karena caranya berjongkok di depanku, dengan kepala berada di tengah-tengah kakinya, maka penisnya bergerak ke atas ke bawah, jika kamu mengerti maksudku, sehingga aku bisa memegang penisnya dengan kedua tanganku seperti sedang memegang buah pir, dan membuka lubang penisnya, lalu kumasukkan ujung lidahku di sana serta mengisap cairan yang keluar.
Ketika Rahdian mencapai klimaks, rasanya sangat menakjubkan. Kubuka lubang penisnya selebar mungkin, dan tiba-tiba cairan kental itu melesat keluar, jatuh ke lidahku, ke seluruh bibirku dan sebagian ke daguku. Bisa kurasakan bagaimana penisnya bergetar saat spermanya memuncrat keluar.
Rahdian melepaskan spermanya lagi dan lagi, seluruh wajahku basah oleh spermanya. Sebagian sperma itu ada yang mengenai bulu mataku dan mengalir turun ke pipiku.
Kujilati dan kuisap penisnya, dan pada saat yang sama Rahdian terus menghentakkan vibratornya ke dalam vaginaku, lalu dicabutnya vibrator itu, dibenamkannya wajahnya ke selangkanganku dan diisapnya vaginaku dalam-dalam, sementara jari-jarinya tidak henti-hentinya terus menusuk-nusuk duburku.
Kurasakan orgasme dalam tubuhku yang menghantamku seperti gelombang air pasang.
Aku terhempas. Baru kali inilah, orgasme terindah yang pernah kualami dalam hidupku, satu hal yang belum pernah kurasakan, dengan vibrator.
Setelah itu kami berbaring dia atas sofa, saling berpelukan, tubuh berkeringat dan sekitar lima menit lamanya kami tidak berbicara sepatah katapun. Lagi pula, apa yang perlu dikatakan setelah segala kenikmatan itu kami reguk?