Sejak Mama menjadi janda, Mama sering tampil di muka umum dengan pakaian yang seksi-seksi. Mungkin Mama ingin menarik kumbang untuk menghisap madunya, meskipun Mama sudah tidak muda. Mama sudah berusia 50 tahun, dan Mama sudah mempunyai 2 orang cucu dari kakakku.
Tetapi selama ini aku belum pernah melihat Mama jalan dengan laki-laki. Mama tidak mungkin menyembunyikannya di depan aku, karena Mama bukan orang yang seperti itu. Mama selalu jujur dan terbuka di depan aku.
Ia pergi kemana-mana selalu mengajak aku. Pergi kondangan, pergi arisan, pergi belanja ke pasar atau ke super market, jalan-jalan di mall, Mama selalu pergi dengan aku. Mama tidak bisa membawa mobil sendiri.
Maka itu di dalam mobil Mama selalu menyediakan makanan. Entah roti atau nasi dengan air minum. Selalu tersedia di dalam mobil, dan Mama juga yang sering menyuap aku makan roti atau nasi dengan lauknya sembari aku menyetir mobil.
Malam itu kami pulang kondangan dari salah seorang anak teman Mama yang menikah, Mama ketiduran di mobil. Biasanya jarang aku memperhatikan Mama. Kalau ia tidur, ya tidur saja. Nanti ia akan bangun sendiri jika mobil sudah di dekat rumah.
Tetapi malam itu dari sorotan lampu mobil yang berlawanan arah dengan mobilku aku melihat blouse lengan panjang berwarna putih yang dipakai Mama, kancingnya terbuka dua. Dan, dari kancing yang terbuka dua itu aku bisa melihat sebuah pemandangan yang indahnya luar biasa. Belahan payudara Mama yang menyembul keluar dari bra hitamnya.
O… astaga, seruku dalam hati.
Payudara yang masih padat dan mampu menggetarkan jantung 1000 laki-laki, bukan payudara yang sudah kempot dan sudah keriput.
Sewaktu mobilku berhenti di depan lampu merah, kujulurkan tanganku ke blouse Mama hendak membetulkan kancing blousenya. Rupanya Mama sadar. Tanganku dipegang oleh Mama.
Aku ketakutan juga. Takut Mama bilang aku pengen macem-macem dengannya. Tapi tanpa kusangka, Mama mencondongkan tubuhnya ke arahku, Mama mencium bibirku dan tanganku dimasukkannya ke balik blousenya.
Mama mendesah, “Ooohhh… mmmhh… Deskaaa… ooohhh… mmmhh…”
Mama membuat jantungku bergetar hebat, rasa takutku hilang lenyap terbang entah kemana dan malahan perjakaku ikut terbakar ketika Mama menghisap bibirku dengan sepenuh napsunya.
Sehingga tanganku pun berani kumasukkan ke balik branya untuk merogoh payudaranya dan kemudian payudara Mama yang masih kenyal berisi itu kuremas-remas. Tubuh Mama menggeliat-geliat tidak karuan di tempat duduknya sambil terus mendesah, “Oohhh… oohhh… Deskaa… ooohhh….”
Aku sampai tidak mendengar mobil di belakangku membunyikan klakson, karena saking nikmatnya aku meremas payudara Mama dan aku melumat bibir Mama serta bertukar ludah dengan Mama.
Entah aku mendapatkan keterampilan tersebut dari mana, aku sendiri tidak tahu, sebab aku belum pernah berpacaran dan belum pernah bercumbu dengan wanita. Aku melihat wajah Mama pucat sekali dan napasnya tersengal-sengal setelah kami melepaskan diri.
Aku merangkul pundaknya dan mencium pipinya. “Maaf ya, Ma…” kataku merasa berdosa.
“Mama sudah kaku ya, Des?” tanya Mama.
Haa… haa… aku tertawa, tetapi jantungku tidak bisa kutenangkan, masih gradak-gruduk bunyinya. “Menikah lagi dong, Ma… aku dan Kak Ade nggak keberatan kok punya papa baru…” kataku.
“Nggak kepikir oleh Mama, Des…. lagipula siapa yang mau sama Mama? Mama sudah nggak bisa melahirkan dan di tempat tidur juga Mama sudah payah. Mama kan sudah menopause, Des…”
“Nggak mungkin nggak ada laki-laki yang mau sama Mama. Mama masih cantik dan tubuh Mama masih sekal. Mama masih mampu membuat 1000 jantung laki-laki bergetar. Contohnya aku tadi…” balasku.
Tidak terasa mobilku sudah sampai di depan rumah. Tadi sebelum berangkat kondangan kami sudah menyalakan lampu, tetapi rumahku terasa begitu sepi. Mama hanya melahirkan aku dan kakakku, Ade.
Sejak Papa meninggal dunia sudah hampir setahun karena penyakit jantung yang merenggut nyawanya secara tiba-tiba, sejak saat itu pula aku hanya berdua saja dengan Mama di rumah. Kak Ade dengan anak istrinya hanya datang sebulan sekali menengok Mama.
Malam itu jadi terasa sangat berbeda ketika kulihat Mama melepaskan blouse dan celana panjangnya di kamar. Mama hanya memakai BH berwarna hitam yang payudaranya kelihatan menyembul keluar dan korset berwarna coklat yang membalut bokongnya yang masih kelihatan padat menggelembung.
Siapa yang tahan melihat tubuh seperti itu sedangkan tadi di dalam mobil aku sudah menikmati kekenyalan payudaranya dan kenikmatan bibirnya yang melumat dan menyedot bibirku?
“Mama mau teh anget?” tanyaku berdiri di depan pintu kamarnya.
“Tadi Mama sudah makan kenyang banget…, nggaklah, sayang.” jawab Mama. “Sini, kita ngobrol.” ajaknya.
Di balik ajakan Mama, aku mengerti pasti ada maksud lain dari Mama, karena Mama tidak menutupi tubuhnya. Tentu saja aku tidak menolak ajakan Mama, aku melangkah masuk ke kamar tidurnya.
“Malam ini tidur di sini ya, Des?” suruh Mama. “Sekali-sekali temani Mama nggak apa-apa dong. Oke?” kata Mama tersenyum manis dan dengan telapak tangannya ia mengelus pipiku.
“Oke, Ma.” jawabku. Mama memeluk aku.
Saat itu aku sudah mempersiapkan diri apapun yang akan terjadi. Benar saja. Dalam kesunyian malam itu, Mama mencium bibirku. Karena aku sudah siap, aku pun ikut mencium bibirnya. Desahan dan rintihan Mama memecah kesunyian ketika bibir kami mulai saling melumat.
Mama sudah tidak mampu membendung napsu birahinya lagi. Aku melemparkannya ke tempat tidur dan melepaskan branya, ia pasrah saja memberikan aku meremas payudaranya yang sudah telanjang, mencium, menjilat dan menghisap putingnya yang bagaikan buah anggur black autum yang segar.
“Oohhh… ooohhh… Deskaaa….” desahnya menggeliat dan dengan mata yang tertutup, kepalanya terdongak ke atas.
Sebentar saja payudara Mama yang putih mulus itu sudah merah dengan bekas cupangan bibirku. Kemudian kupindah menjilat perutnya dan kuhisap pusernya. Perut Mama berkedut-kedut dan ia tidak ingin aku mencumbui perutnya terlalu lama.
Tangannya mendorong kepalaku ke korsetnya. Inilah pertama kali aku mencium selangkangan wanita, selangkangan mamaku sendiri. Baunya amis bercampur bau pesing. Kulumat dengan hidung dan mulutku. “Ahhhh…. Deskaaa…. buka Deskaaa…. buka korset Mama…” suruhnya.
Tidak perlu kutunggu lama, segera kutarik lepas korset Mama. Mama telanjang bulat di depan aku tidak memakai sehelai benang pun di tubuhnya yang putih dan masih mulus itu.
Mama yang rajin ke salon, ternyata tidak hanya manipedi saja di salon, atau creambath tetapi Mama juga mencukur bersih bulu kemaluannya. Mama tidak mempunyai bulu kemaluan dan terlihat jelas olehku lipatan vaginanya yang berwarna coklat sudah keriput.
Tapi tubuhnya kelihatan masih begitu sempurna. Saat itu aku tidak tahu bagaimana vagina yang enak dan mana yang tidak. Jangankan melihat vaginanya, melihat tubuhnya yang telanjang saja sudah membuat tubuhku panas dingin tidak karuan.
Apalagi kemudian Mama membuka lebar pahanya. Kedua lembar bibir vaginanya yang berwarna coklat itu segera kuhisap dengan mulutku. Saat itu rasanya ingin aku menggigit, mengunyah dan menelannya mentah-mentah.
Aku tidak berpikir lagi wanita yang telanjang di depan aku ini adalah mamaku yang pernah melahirkan aku 20 tahun yang lalu. Aku juga melepaskan pakaianku. Setelah tubuhku telanjang, lubang vaginanya kudorong masuk lidahku. Lubang vagina Mama rasanya asin bercampur sedikit bau amis.
Kuputar dan kudorong-dorong lidahku di dalam lubang sempit itu. Mama menggelinjang. “Oooo…. ooohhh… Deskaaa… ooohhh….” rintih Mama sambil menaik-turunkan pantatnya di atas kasur.
Kupeluk Mama. Kulit telanjang kami menyatu. “Tidak kusangka Ma, aku bisa mengalami semuanya ini bersama Mama…” kataku.
“Ya Des, Mama minta maaf… Mama tidak bisa menahan godaan. Kalau kamu nggak mau terusin, nggak apa-apa…” jawab Mama.
“Masa nggak mau terusin sih, Ma? Aku belum pernah, ingin kucoba…”
“Kamu mau di atas atau Mama yang di atas?” tanya Mama.
“Enak mana ya, Ma?”
“Dua-duanya harus kamu coba, ayo… kamu di atas dulu…” suruh Mama.
Aku menindih Mama. Mama memegang penisku. Ia menggosok-gosok kepala penisku di belahan vaginanya seperti ia mengasah pisau supaya tajam ketika kutusuk ke lubang vaginanya. Karena enak, penisku bertambah keras.
Ketika kutusuk ke lubang vaginanya, ternyata penisku terpeleset. Mama menyuruh aku mengambil body lotion di meja riasnya. Mama mengoleskan body lotion ke sepanjang penisku dan body lotion juga dioleskan ke lubang vaginanya.
Setelah itu, Mama menyuruh aku menusuk lubang vaginanya lagi. Ketika kutusuk, kali ini blessss…. penisku seperti tercebur ke dalam lubang sempit. Ohhh…. enak sekali, hangat!
Apalagi kemudian kutarik-dorong penisku maju-mundur, awwwhh… Mama tidak berbaring diam saja di tempat tidur. Mama meliukkan pantatnya, sehingga penisku yang keras itu seperti sebuah tongkat yang mengaduk-aduk lubang vagina Mama.
Benar-benar nikmat! Pantesan banyak orang berani bayar mahal untuk sebuah lubang kecil ini, sehingga penisku semakin gencar menusuk lubang vagina Mama. Ceprettt… ceplokkk… ceprettt…. ceplokkkk….
“Ooohh…. Deskaaa…” Mama merintih.
“Bagaimana, Ma? Enak ya?” tanyaku.
“Enakkk…” jawab Mama tersenyum.
Kupeluk Mama erat-erat. Malam ini, tempat tidur yang luas itu seperti milik kami berdua. Mama menangis. “Mama teringat sama papamu, Des. Entah bagaimana perasaan papamu di alam sana melihat kita seperti ini. Mama merasa berdosa Des…, kita sudah melakukan hubungan terlarang! Hubungan sedarah, meskipun Mama sudah tidak bisa hamil lagi….”
“Mama memerlukannya, Ma…. Mama nggak usah menyalahkan siapa-siapa, nikmati saja! Terserah Mama nanti kalau mau menikah lagi…”
“Sudah Mama katakan Des, nggak akan….”
“Iya sudah, Ma…. kita nikmati….” kuhapus air mata Mama yang mengalir turun di samping kiri dan kanan pelupuk matanya. Mama nampak begitu cantik. Kukecup bibirnya dengan mesra.
Lalu kuakhiri dengan menyemprotkan air maniku yang kental dan hangat di lubang vaginanya. Kuturun dari tubuh Mama pelan-pelan, lalu kuambil tissu di meja membersihkan vaginanya dan membersihkan penisku juga.
Kupeluk Mama. Mama menarik selimut menutupi tubuh kami yang telanjang. Kami tidur berpelukan.