Pada minggu pagi yang cerah, rumahku terasa sepi. Suamiku, Fajar, dan ibu mertuaku pergi menjenguk tetangga yang sedang sakit di rumah sakit. Mereka berdua akan pergi dalam waktu yang lumayan lama karena jarak rumah sakit yang relatif jauh, meninggalkan aku sendirian di rumah bersama bapak mertuaku, Pak Hasan. Aku memutuskan untuk mengisi waktu dengan mencuci pakaian di belakang rumah.
Hari munggu memang waktunya untuk mencuci baju disela-sela kesibukan di hari-hari sebelumnya membuatku hanya bisa mencuci saat longgar termasuk apda hari minggu ini. Aku merendam pakaian dalam ember besar. Sambil mencuci, pikiranku terkadang membayangkan hal-hal yang bersifat vulgar, karena aku adalah wanita yang hobi nonton film bokep.
Kehidupan rumah tanggaku dengan Fajar memang cukup bahagia, tetapi kadang-kadang aku merasa ada yang kurang. Ya maklum saja karena Fajar sering sibuk dengan pekerjaannya, sehingga waktu kami bersama terasa kurang.
Saat sedang mencuci sambil membayangkan hal yang bukan-bukan, aku tidak menyadari bahwa Pak Hasan berdiri di dekat pintu kamar mandi hanya pakai celana kolor doank dan sepertinya dia tidak memakai celana dalam karena aku bisa melihat bayang-bayang batang kontolnya yang menggantung di balik celana kolor itu, terlihat batang kontol bapak mertuaku itu ukurannya lebih besar dari kontol suamiku. Aku membayangkan seandainya memekku dientot oleh kontol bapak mertuaku itu, aku pasti sangat puas dan meminta untuk dientot lagi.
Tiba-tiba bapak mertuaku bertanya, “Sedang apa, Nia?” tanya Pak Hasan dengan tersenyum.
Aku kemudian menjawab dengan tersenyum malu-malu. “Iya, Pak. Lagi mencuci pakaian Fajar.”
Pak Hasan mendekat, dan entah kenapa kehadirannya membuatku merasa gugup. “Biar Bapak bantu, Nia. Kamu pasti capek.”
Aku terkejut dengan tawarannya, tetapi tidak bisa menolak. “Terima kasih, Pak. Tapi ini kan tugas saya sebagai istri.”
Pak Hasan tertawa kecil. “Tidak apa-apa, Nia. Kita saling membantu. Lagipula, tidak ada salahnya Bapak ikut membantu pekerjaanmu ini.”
Dia mulai membantu mencuci, dan aku merasa ada sesuatu yang berbeda dalam setiap gerakannya. Dia sering melihat ke arah pahaku yang memang ketika mencuci aku hanya menggunakan celana short dan baju tanktop, sepertinya pak Hasan sangtat suka melihat pahaku dan juga area dadaku yang memang aku orangnya montok dan berisi begitu pula dengan toketku yang membusujng besar. Tanpa henti pak Hasan melihat auratku ini, tapi aku tidak merasa risih, bagiku bila pria suka melihat auratku, maka itu bentuk penghargaan bagiku.
Setelah beberapa waktu, Pak Hasan tiba-tiba ingin berkata sesuatu. “Nia, Bapak mau bicara sesuatu.”
Aku merasa jantungku berdebar lebih cepat. “Ada apa, Pak?”
Dia menarik napas panjang sebelum berkata, “Nia, Bapak tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi Bapak tidak bisa lagi membohongi perasaan Bapak sendiri. Sejak kamu menikah dengan Fajar, Bapak selalu merasa bapak memiliki perasaan padamu juga.”
Aku terkejut dengan pengakuannya. Perasaanku campur aduk, antara rasa bersalah dan penasaran. “Pak Hasan, maksud Bapak?”
Dia mendekat, mengambil tanganku dengan lembut. “Bapak mencintaimu, Nia.”
Hati dan pikiranku bergejolak. Aku tahu ini salah, tetapi kata-kata Pak Hasan menyentuh sesuatu di dalam diriku. Perasaan yang selama ini mungkin aku abaikan. Tanpa sadar, aku mulai merespons genggamannya. “Pak Hasan, saya juga… merasakan hal yang sama.”
Kami berdua tahu bahwa ini adalah hubungan yang tidak seharusnya terjadi, tetapi perasaan itu terlalu kuat untuk diabaikan. Pak Hasan mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan kami berciuman untuk pertama kalinya. Ciuman itu penuh dengan gairah nafsu dan perasaan yang terpendam.
Setelah berciuman sesaat, mataku jatuh pada suatu pemandangan yang indah. Tanpa sadar aku melihat kontol pak Hasan mengintip dari sela-sela kolornya. Aku terus memperhatikan kontol pak hasan yang besar walaupun tertutup kolor itu, lantas Pak Hasan berkata “Nia, Hayo kamu lagi ngelihatin apa?, kamu lagi ngelihatin selangkangan bapak ya? Kelihatan ya kontol bapak?”, tak ku sangka pak Hasan akan terang-terangan menyebut kata “kontol” di mana itu termasuk kata yang cukup vulgar, apalagi bila dikatakan pada aku, menantunya. “Gak apa-apa kok Nia, kalau kamu mau lihat kontol bapak nanti bapak kasih lihat kamu”, tambahnya. Mendengar itu pun aku langsung kaget dan spontan berkata “Yang benar pak, saya boleh melihat kontol bapak?”. “Ya sudah ini bapak kasih lihat kntol bapak, besar kan?” Sambil melorotkan celananya pak hasan memamerkan kebesaaran kontolnya. terang saja pak Hasan pede mau memeprlihatkan kontolnya padaku, lha ukuran ontolnya super jumbo, tiga kali lipat dari ukuran kontol suamiku. “Wow besar sekali pak kontolnya, Nia boleh pegang?”, pintaku. “Kamu boleh pegang, tapi ada syaratnya”, kata pak Hasan. “Apa syaratnya pak”, aku menjawab. “Sekali kamu pegang, maka kamu harus ngocok kontol bapak ini pakai tanganmu sampai ngecrot, gimana, setuju?”. Tak kusangkan, bapak mertuaku ini memang orang yang sangat mesum dan orang yang suka berterus terang, aku suka. “Oke pak, aku akan ngocok kontol bapak sampai muncrat dan akan aku kuras semua sperma bapak sampai habis tak bersisa” jawabku.
Lantas aku memegang kontol bapak mertuaku itu, kontolnya terasa begitu lembut, besar hingga ketika aku melingkatkan jari-jariku pada kontolnya masih tidak cukup untuk menutupi diameter kontolnya. terasa hangat kontol bapak emrtuaku itu yang terang saja, jumlah darah yang menuju ke kontol itu semakin bertambah seringin dengan semakin intensifnya gerakan tanganku mengelus-elus kontol bapak mertuaku itu. “Ahhhh, enak banget Nia, tahu gini dari dulu bapak minta dikocokin sama kamu, tanganmu lembut sekali, lebih lembut dari tangan ibu mertuamu”, kata bapak mertuaku. Setlah beberapa menit berlalu, aku semakin cepat geraan tanganmu mengocok kontol bapak mertuaku, nafasnya mulai tersengal-sengal, matanya merem melek merasakan kenikmatan yang dihasilkan oleh kocokan tanganku pada kontolnya. Aku pun membalurkan lotion di kontolnay agar ketika aku kocok menjadi lebih licin dan membuat kocokan semakin nikmat, aku mengocok kontol bapak mertuaku dalam posisi duduk sedangkan dua dalam posisi berdiri, aku semakin mempercepat kocokanku. “Ahhhh, ahhh, ahhhh, heemmm, heeemm, heemmmm, bajingan kau Nia, kocokanmu luar biasa enaknyaaaa”. Aku semakin mempercepat kocokan tanganku tubuhnya mulai mengejang-mengejang, dan tampaknya bapak mertuaku itu sembentar lagi akan ngecrot dan benar saja ia lansgugn berka “Nia bapak sudah tidak tahan lagi, bapak mau ngecrot, ahhh, ahhh, ahhh”. “Crottkan saja pak, keluarkan semua sperma bapak, muncratkan semuanya jangan sampai tersisa,” kataku. Lantas di beberapa kocokan terakhir pertahan bapak mertuaku jebol, dan crooottt, crooottt, croootttt, cairan sperma menyembur keluar dari kontolnya, jumlahnya sangat banyak menyembur dengan cepat ke arah depan dalam beberapa kali semprotan, dan banyak juga yang meleleh di tanganku dan banyak juga yang jatuh ke lantai. Jumlah sperma yang keluar sangatlah banyak, aku bahkan masih memencet-mencet batang kontolnya untuk menguras semua sperma yang masih ada di batang kontolnya, hingga spermanya tidak ada lagi yang tersisa. “Terima kasih Nia, bapak mencintaimu”, aku terkejut namun aku juga bahagia, dan aku menjawab “Aku juga mencintaimu bapak”.
Aku lantas mengambil tisu dan mempersihkan batang kontol bapak mertuaku itu dan juga tanganku, spermanya muncrat dan membasahi lantai juga aku bersihkan, tak lupa aku mengepelnya agar tidak ketahuan oleh suamiku dan ibu mertuaku. memperhatikan aku. Beliau adalah sosok yang bijaksana dan perhatian. Usianya yang sudah paruh baya tidak mengurangi pesonanya sebagai pria yang masih gagah dan karismatik. Aku terkejut ketika mendengar suaranya yang dalam.
Hari itu menjadi awal dari hubungan gelap kami. Setiap kali Fajar dan ibu mertua tidak ada di rumah, kami mencari kesempatan untuk bersama. Kami menjaga rahasia ini dengan hati-hati, menyembunyikan setiap jejak yang bisa mengungkapkan hubungan kami.
Dalam setiap pertemuan, aku merasakan kebahagiaan dan kehangatan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Pak Hasan selalu memperlakukan aku dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Dia membuatku merasa dihargai dan dicintai dengan cara yang berbeda dari Fajar.
Waktu terus berjalan, dan hubungan gelap kami semakin dalam. Pak Hasan dan aku selalu mencari cara untuk bisa bersama, meskipun hanya sebentar. Setiap momen terasa begitu berharga. Kami sering berbicara tentang perasaan kami, tentang bagaimana hubungan ini tidak mungkin diterima oleh orang lain. Namun, kami juga tahu bahwa perasaan ini terlalu kuat untuk diabaikan.
Suatu hari, saat sedang berdua di ruang belakang, Pak Hasan memelukku erat dan berbisik, “Nia, apapun yang terjadi, kita harus tetap berhati-hati. Bapak tidak ingin kamu atau kita ketahuan. Bapak sangat mencintaimu.”
Aku mengangguk, merasakan kehangatan dari pelukannya. “Saya juga mencintai Bapak. Kita akan selalu berhati-hati.”
Dan begitulah, hubungan kami terus berlangsung, tersembunyi dari pandangan orang lain. Setiap kali Fajar dan ibu mertua tidak ada, kami memanfaatkan waktu untuk bersama. Meskipun hidup dalam kebohongan, kami menemukan kebahagiaan dalam setiap pertemuan diam-diam kami.
Rahasia ini kami simpan rapat-rapat, menjaga agar tidak ada yang tahu. Hubungan gelap ini menjadi bagian dari hidup kami yang tidak bisa dipisahkan. Kami tahu bahwa apa yang kami lakukan adalah salah, tetapi cinta dan perasaan kami begitu kuat sehingga sulit untuk diabaikan.
Hingga kini, hubungan rahasia kami tetap berjalan. Pak Hasan dan aku saling mencintai dalam diam, menjaga agar cinta terlarang ini tetap tersembunyi dari dunia luar. Kami menjalani dua kehidupan yang berbeda, namun selalu merindukan momen-momen berharga bersama. Dan dalam setiap pelukan dan ciuman yang terlarang, kami menemukan kebahagiaan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.