Di sebuah gang sempit di pinggiran kota Jakarta, ada sebuah warung tegal yang dimiliki oleh Bu Siti, dia adalah wanita yang sebenarnya usianya cukup matang namun masih belum menikah. Bu Siti orangnya ramah dan selalu tersenyum pada pelanggannya. Warung tegal Bu Siti dikenal dengan nama “Warteg Bu Siti”, yg menjadi tempat favorit para anak kos di sekitarnya untuk makan sehari-hari. Warteg ini tidak hanya menjual makanan yang lezat dan terjangkau, tetapi juga menawarkan kehangatan dan perhatian dari Bu Siti yang sudah seperti ibu kedua bagi banyak anak kos di sana.
Salah satu pelanggan setia Bu Siti adalah Riko, seorang mahasiswa teknik informatika yang sedang menyelesaikan skripsinya. Riko adalah anak rantau dari Jawa Tengah yang sudah tiga tahun tinggal di Jakarta untuk kuliah. Dia dikenal sebagai anak yang rajin, sopan, dan selalu membantu Bu Siti setiap kali ada waktu luang. Bagi Riko, warteg Bu Siti sudah seperti rumah kedua. Setiap kali dia merasa rindu dengan masakan ibunya di kampung, dia selalu datang ke warteg untuk menikmati masakan Bu Siti yang penuh dengan cita rasa dan kehangatan.
Suatu hari, pada waktu sore dan warteg sudah mulai sepi, Riko datang dengan ekspresi wajah yang tampak lelah. Hari itu dia baru saja selesai melakukan bimbingan dengan dosennya yang cukup melelahkan. Bu Siti yang sedang membersihkan meja langsung menyadari kehadiran Riko.
“Riko, kamu kelihatan capek nak. Sudah makan belum?” tanya Bu Siti dengan nada penuh perhatian.
Riko tersenyum lemah. “Belum, Bu. Baru saja selesai bimbingan skripsi.”
“Kalau begitu, duduk dulu. Ibu buatkan nasi goreng spesial untuk kamu ya,” jawab Bu Siti sambil melangkah ke dapur.
Tak lama kemudian, Bu Siti datang dengan sepiring nasi goreng yang kelihatannya enak. Dia menaruh piring itu di depan Riko dan duduk di seberang meja. “Kamu harus makan yang banyak, biar tetap semangat menyelesaikan skripsimu ya.”
Riko mengangguk dan mulai menyantap nasi goreng buatan Bu Siti. Setiap suapan terasa seperti pulang ke rumah, ke pelukan hangat ibunya. “Terima kasih, Bu. Nasi gorengnya enak sekali.”
Bu Siti tersenyum. “Ibu senang kalau kamu suka. Kamu harus jaga kesehatan, jangan sampai sakit. Ibu tahu skripsi itu berat, tapi kamu pasti bisa menyelesaikannya.”
Malam itu, setelah warteg benar-benar sepi, Bu Siti dan Riko berbincang lebih lama dari biasanya. Mereka bercerita tentang banyak hal, mulai dari kehidupan di kampung halaman hingga impian dan harapan Riko setelah lulus nanti. Dalam percakapan itu, Bu Siti berbagi banyak nasihat bijak yang membuat Riko merasa tenang dan termotivasi.
Seiring berjalannya waktu, hubungan antara Bu Siti dan Riko semakin erat. Bu Siti tidak hanya menjadi sosok ibu bagi Riko, tetapi juga sahabat dan mentor. Setiap kali Riko merasa kesulitan dan jenuh, dia selalu datang ke warteg Bu Siti untuk mencari dukungan dan semangat darinya.
Suatu malam, saat hujan deras turun, Riko datang ke warteg dengan wajah yang penuh kegembiraan. “Bu Siti, saya lulus! Skripsi saya diterima dengan nilai sangat baik!”
Bu Siti yang sedang membersihkan dapur langsung menghentikan kegiatannya dan berlari menghampiri Riko. “Yes, bagus banget, Riko! Ibu bangga sekali padamu. Kamu memang anak yang pintar dan rajin. Selamat ya nak”
Riko tersenyum lebar. “Ini semua berkat dukungan dan nasihat Bu Siti. Riko tidak akan bisa sampai sejauh ini tanpa bantuan Ibu.”
Malam itu, mereka merayakan kelulusan Riko dengan sederhana namun penuh kebahagiaan. Bu Siti memasak makanan favorit Riko dan mereka makan bersama sambil bercerita tentang rencana Riko ke depan. Riko menceritakan impiannya untuk bekerja di perusahaan besar dan mengajak keluarganya pindah ke Jakarta agar bisa tinggal bersama.
Ibu Siti memeluk Riko erat, matanya berkaca-kaca karena bahagia. Riko merasakan kehangatan di hatinya, seolah-olah baru saja diselimuti oleh cinta dan dukungan. Riko menyadari bahwa payudara Bu Siti termasuk payudara Jumbo, gadisgadis teman kuliahnya tentu tidak ada yang sebanding paytudaranya dengan payudara Bu Siti, terang saja usia Bu Siti yang sudah menginjak 38 tahun membuat payudaranya matang dengan sempurna dan siap untuk di remas dan dibuat mainan oleh Riko. Ketika Bu Siti memeluk Riko, tekanan payudaranya sangat terasa di dada Riko, membuat pikiran Riko membayangkan buah dada sangat menggoda dan siap untuk dikenyot.
“Terima kasih, Ibu Siti. Saya tidak akan bisa melakukan ini tanpa bimbingan dan dorongan dari ibu,” kata Riko, suaranya penuh dengan rasa terima kasih.
Ibu Siti tersenyum. “Sama-sama, Riko. Ibu senang melihat kamu berhasil.”
Saat mereka berbincang, Riko menyadari bahwa mata Ibu Siti terus memperhatikan selangkangannya. terang saja, kontol Riko termasuk besar, walaupun Riko memakai sempak dan celana panjang, namun masih terlihat jelas bentuk kontolnya yang panjang dari balik celananya. Riko merasakan Bu Siti ingin kontolnya, ya terang saja di usia 38 tahun, Bu Siti masih single dan belum pernah memang atau merasakan kontol masuk ke vaginanya walau sekali. Riko pun merasa kasihan pada Bu Siti.
Tiba-tiba, Ibu Siti mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke Riko, bibirnya menyentuh telinganya. “Riko, ada sesuatu yang ingin ibu katakan,” bisiknya.
Jantung Riko berdebar kencang di dadanya saat ia menatap mata Ibu Siti. “Ada apa, Ibu Siti?” tanyanya, suaranya nyaris seperti bisikan.
Ibu Siti ragu sejenak, matanya memperhatikan wajah Riko. “Aku… aku punya perasaan padamu, Riko,” katanya, suaranya nyaris tak terdengar.
Mata Riko membelalak karena terkejut, tetapi ia merasakan kegembiraan. “Aku… aku merasakan hal yang sama, Ibu Siti,” katanya.
Mata Ibu Siti berbinar karena bahagia, dan ia menarik Riko lebih dekat padanya. “Aku sangat senang mendengarnya, Riko,” katanya, bibirnya menyentuh bibir Riko. Cium ibu nak Riko, Riko pun memberanikan diri mencium bibir Bu Siti yang tebal itu.
Saat mereka berciuman, Riko merasakan gelombang nafsu syahwat mengalir di sekujur tubuhnya. Ia melingkarkan lengannya di sekitar Ibu Siti, menariknya lebih dekat padanya.
Ibu Siti menanggapi dengan semangat yang sama, tangannya menggerayangi tubuh Riko. Kontol Riko menegang dan semakin menonjol keluar, dan Ibu Siti tahu itu. “Riko, Kontol kamu ngaceng tuh, Bu Siti berucap. “Iya Bu, maaf, Ibu membuatku terangsang, apa ibu mau aku perlihatan kontolku ini?”. Bu Siti kemudian menjawab :kalau boleh ibu mau lihat, sepertinya panjangd an besar,”. Riko pun membuka celananya dan benar saja, Kontol Riko ngaceng maksimal seperti pedang yang siap menusuk lawan.
Dengan perlahan, Ibu Siti menuntun Riko ke bagian belakang warung makan, di mana mereka bisa berduaan. Dia mendorongnya ke dinding, bibirnya melahap bibir Riko saat tangannya memegang kontol Riko. Riko mengerang senang saat tangan Bu Siti megang kontolnya, membelainya perlahan dan mengocoknya. “Seumur hidup, ibu belum pernah memagang kontol cowok, ternyata seperti ini rasanya, luar biasa nak Riko, kontolmu adalah kontol pertama yang ibu pegang, dan sangat besar dan panjang juga hangat. Riko bisa merasakan napas Bu Siti yang hangat di lehernya saat Bu Siti membisikkan hal-hal nakal di telinganya. “Ibu ingin dientot sama kamu, Riko,” gumamnya, suaranya penuh nafsu. “Aku ingin kamu masukkan kontolmu itu ke vagina ibu.”.
Kontol Riko masih digenggam oleh Bu Siti sembari dikocok-kocoknya, Riko takut kalau dia tidak tahan dengan kocokan tangan Bu Siti dan spermanya muncrat sebelum berhasil masuk ke vagina Bu Siti. Baiklah bu aku akan mengentot ibu dan membuatmu hamil anakku. Bu Siti menjawab “Ibu mau hamil anak kamu Riko, hajar vagina ibu dengan kontolmu itu”. Rikopun melepas celana dan sempak bu Siti, dan Riko berkata” Siap ya bu”. “Ahhhh, blessssss”, kontol Riko perlahan tapi pasti masuk ke dalam vagina bu Siti yang masih perawan karena belum pernah dimasuki kontol. Vagina bu Siti terasa sempit dan mencengkram batang kontol Riko. Bu Siti tersentak senang saat kontol Riko menekan vaginanya, meluncur masuk secara maksimal ke dalam vaginanya yang basah. Riko menggenjot kontolnya dengan perlahan kemudian mulai cepat, terlihat darah sedikit keluar dari vagina Bu Siti, namun Bu Siti tampak cuek dan tidak menyadarinya karena larut dalam kenikmatan tiada tara yang sama sekali belum pernah ia rasakan selama hidupnya.
Riko bisa merasakan vagina Bu Siti mencengkeram kemaluannya, seolah-olah mencoba menahannya di dalamnya selamanya. Kocokan demi kocokan, hujaman demi hujaman kontol ia lakukan ia tusuk vagina Bu Siti hingga Bu Siti berteriak dan mengerang keenakan. “Bajingan, kontol bangsat” teriak Bu Siti. Riko kaget mendengar Bu Siti mengeluarkan kata-kata kotor, tapi sepertinya itu reflek Bu Siti karena merasakan kenikmatan yang luar biasa. “Kontolmu enak banget anjiiing”. Riko pun tertawa dan menjawab “Memekmu enak banget Lontee”. Bu Siti kemudian berkata “Iya nak Riko, Ibu adalah lontemu, nikmatilah vagina lontemu ini”.
“Oh, Riko, vagina Ibu mau muncrat!” dia berteriak, suaranya serak karena hasrat. “Ahhhh..ahhhh”, crooottt, crootttt, crootttt, Ibu Siti memuncratkan cairan squirt yang banyak sekali yang kemudian Riko langsung menempatkan dirinya persis di depan vagina Bu Siti dan dia langsung mangap untuk meminum air squirt Bu Siti..
Riko sendiri tahu bahwa dia tidak bisa menahan kontolnya untuk ngecrot. Dengan dorongan terakhir yang kuat, dia membenamkan penisnya dalam-dalam ke dalam vagina Bu Siti, “Bu aku mau ngecrotttt”, “Ngecrot saja di vagina Ibu sayang, Ibu mau hamil anakmu, “Ahhhh, ahhhh, Bu Siti, I love You” dan croootttt, crooottt, crootottt, cairan sperma Riko emnyembur dengan kencang dan banyak di dalam vagina Bu SIti, bahkan hingga tumpah-tumpah ke luar. Ibi siti pun kemudian menyepong kontol Riko untuk memastikan tidak ada sperma Riko yang terbuang sia-sia.
Bi Siti berteriak karena kenikmatan saat dia merasakan penis Riko berkedut di dalam dirinya, Riko dan Ibu Siti saling berpelukan, tubuh mereka basah oleh keringat dan saling berlumuran cairan kelamin mereka masing-masing. Mereka berbaring di sana sejenak, mengatur napas dan menikmati sisa-sisa gairah bercinta mereka.
“Itu luar biasa nak Riko,” bisik Ibu Siti, suaranya masih serak karena nafsu. “Ini pengalaman pertama ibu ngentot nak Riko.” Riko tersenyum, matanya dipenuhi dengan cinta dan kekaguman pada wanita dalam pelukannya. “Aku merasakan hal yang sama, Ibu Siti,” katanya. “Aku sangat beruntung memilikimu bu.” Ibu Siti balas tersenyum padanya, matanya bersinar dengan kebahagiaan. “Ibu juga beruntung memilikimu, Riko,” katanya, suaranya dipenuhi dengan cinta.
Bu Siti pun hamil di luar nikah dengan Riko dan Riko berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan teknologi yang cukup besar. Suatu sore, saat warteg mulai sepi, Riko datang dengan membawa sebuah bingkisan. Dia memberikannya pada Bu Siti. “Bu Siti sayang, ini ada sedikit hadiah dari aku.
Riko melanjutkan dengan suara yang penuh haru. “Bu Siti, maukah Ibu menikah dengan saya? Saya tahu perbedaan usia kita cukup jauh, tapi cinta saya tulus dan saya ingin membahagiakan Ibu.”
Bu Siti terisak dan memeluk Riko dengan erat. “Riko, kamu adalah anugerah terbesar dalam hidup Ibu. Ibu sangat terharu dan bahagia mendengar ini. Ibu mau menikah denganmu.”
Saat mereka berpelukan, Riko bisa merasakan tubuh Bu Siti menempel padanya, lekuk tubuhnya pas dengan lekuk tubuhnya. Dia tahu bahwa dia menginginkannya lebih dari apa pun di dunia ini, dan dia tidak sabar untuk menjadikannya istrinya.
Kabar pernikahan Bu Siti dan Riko segera tersebar di lingkungan sekitar. Meskipun ada beberapa orang yang terkejut dengan perbedaan usia mereka dan ibu Siti hami di luar nikah dengan Riko namun kebanyakan orang mendukung dan mendoakan kebahagiaan mereka berdua. Hari pernikahan mereka diadakan dengan sederhana namun penuh makna, dihadiri oleh keluarga Riko dan beberapa sahabat dekatnya.