Minggu pagi biasanya sengaja aku bangun sedikit siang, efek dari menghabiskan malam minggu di salah satu diskotik di kota ini. Tapi aku terbangun gara-gara suara ramai dan teriakan itu. Diam sejenak dari tempat tidur dan kemudian segera bergegas mencuci muka ingin melihat ada apa diluar, sekilas ku lihat jam dinding menunjukkan pukul 08.10 wib. Oh yaa, namaku Pratama biasa di panggil Tama. Setelah selesai mencuci muka, langsung ku seduh kopi hitam dan meraih rokok yang masih tersisa di atas meja. Perlahan, ku buka pintu kontrakan itu sembari menyingsingkan mata karena silau mentari pagi yang menembus ruangan ini.
Rupanya, suara yang ku dengar tadi sebuah mobil grand max pick-up dengan tumpukan barang. Ada 2 orang lelaki paruh baya yang hilir mudik mengangkuti barang dari mobil tersebut ke kontrakan sebelahku. Yaa, kontrakan itu sudah kosong sebulan lalu setelah penghuni sebelumnya pindah tugas. Kontrakan ini campur, dan rata-rata penghuninya pekerja muda yang belum berkeluarga. Tak lama kemudian, ku lihat sebuah motor beat hitam di kendarai sesosok perempuan dengan menggunakan kaos merah cerah yang kontras dengan warna kulitnya dipadukan jeans hitam ketat. Wajahnya belum ku lihat, karena masih tertutup kaca helm motif hello kitty. Hanya dadanya yang membusung di balik kaos merahnya yang menarik perhatianku.
Sesaat setelah memarkirkan motornya, dan melepas helm hello kitty itu barulah ku lihat paras wajahnya. Senyum yang sungguh manis dengan lesung pipit nya mengalahkan manisnya kopi yang ku hirup tadi, dengan rambut hitam sebahu yang terurai lurus. Di langkahkan kakinya, menuju ke arahku yang masih duduk di beranda depan kontrakanku. Selamat pagi mas… menyapaku dengan suara merdunya, “oh ya, perkenalkan saya Armarani Lestari, biasa di panggil Rani” ujarnya sambil mengulurkan tangan. Segera ku letak rokok yang masih menyala di asbak, dan ku sambut uluran tangannya, tangan dengan kulit putih mulusnya itu. “Tama..” sambil ku balas dengan senyuman, ku taksir usinya sekitar 22-23 tahun. “Ehh, mas.. maaf tangannya” ujar Rani tersipu malu. Aku pun tersadar dari lamunanku yang memandang paras wajahnya, “ehh.. maaf” ujarku tersipu malu.
“Mas Tama, mulai hari ini Rani akan jadi tetangga baru, Rani yang menempati kontrakan sebelah ini” ujarnya. “Ooo..o” guman ku, selamat datang di kontrakan semoga betah dan nyaman tinggal disini. “Siapp, mas..” ujarnya. Obrolan kami berlanjut, disitu ku ketahui ternyata Rani merupakan seorang guru seni budaya yang baru lulus CPNS dan di tempatkan d kota tempat kami ngontrak saat ini, salah satu kota di Provinsi SS. Rani aslinya berasal dari Provinsi B, dan karena tidak memiliki saudara, jadinya ia mengontrak disini karena tempat tugasnya di salah satu SMP Negeri di kota hanya berjarak 2 Km dari kontrakan. “Mas.. maaf ini, klo gak keberatan dan ganggu waktunya, Rani minta tolong bantuin menata barang yaa” ujarnya sambil berharap diiringi senyum manisnya. “Oh iya, boleh.. kan hari minggu juga, gak ada kerjaan hari ini, tapi nanti setelahnya traktir aku makan siang ya” jawabku sambil tertawa. “Beres… Klo urusan makan” ujarnya berlalu sambil mengerlingkan matanya dan menuju masuk kontrakannya.
Aku pun segera masuk ke kontrakanku, mengganti kaos tipis dan celana pendek dulu untuk membantu Rani menata barang di kontrakannya, kemudian langsung ke sebelah. “Tok.. tok” sedikit ku mengetuk, aku perhatikan barangnya tertumpuk di ruang tamu kecil dan sebagian masih ada yang di teras luar. Rani pun keluar dari kamarnya dan menyapaku juga. Posisinya sudah berganti pakaian, hanya menggunakan tangtop biru dengan pendek basket putih. Aku kembali terperangah, bagaimana tidak paha mulus dengan kaki yang jenjang di tambah gundukan kedua dadanya yang sangat nge-press di tangtop biru itu. “Wahh.. ini bukan pindah kontrakan, tapi udah pindah rumah” kataku tertawa. “Ihh.. gak juga kalee.. barangku sedikit kok” jawab Rani dengan senyum cemberutnya. Kami pun mulai menyusun dan menata barang sesuai tempatnya, sesekali tak sengaja aku melihat belahan dada Rani yang ketika menunduk mengambil dan mengangkat barang. Seakan ingin meloncat dari wadahnya yang ku lihat menggunakan BH berwarna hitam. Otomatis, batang kejantananku keras berdiri. Untung saja tadi aku pakai celana bukan boxer seperti biasa sehingga tidak terlalu kelihatan jika diperhatikan sekilas.
Mungkin ada sekitar 2 jam kami berdua menata barang, sudah terlihat rapi dan siap untuk di tunggui oleh pemiliknya. Sebenarnya tidak terlalu banyak karena di kontrakan ini sudah include sepasang sofa dan meja di ruang tamu kecil, dan di kamarnya juga sudah tersedia AC 1/2 PK, springbed ukuran queen dan lemari pakaian dua pintu. Aku pun bersandar di depan pintu kontrakan, sambil izin sama Rani untuk menyalakan rokok putih favoritku. Rani pun beranjak ke belakang, tidak lama kemudian kembali ke depan sambil membawa 2 botol minuman dingin dan cemilan ringan yang disajikan di piring. “Ayoo mas Tama, di minum dulu.. pasti capek ya” kata Rani. “Oh iya, makasih.. jadi repot nih” aku pun menjawabnya. Rani pun duduk di sofa, dan aku masih asyik bersandar sambil merokok. Kami terus mengobrol untuk saling mengenal diri, karena asyiknya ngobrol sampai Rani terkadang tidak menyadari posisi duduknya. Dari celah celana pendeknya terlihat CD hitam yang dikenakan, selaras dengan warna BH yang dari tadi ku lihat. Tentunya, mataku pun refleks beralih kesana ketika Rani duduknya lagi tidak benar, he.. he.. ujarku.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 segera ku akhiri obrolan kami, dan pamit pada Rani. “Ran… Aku mandi dulu ya, gerah dan lengket sama keringat ini” ujarku. Rani pun menjawab “Owhh.. pantesan ada bau gak sedap gitu” sambil tertawa. “Yeee.. gini juga tetap wangi kok” ujarku berlalu dan “oh yaa, jangan lupa janji makan siangnya” ujarku lebih lanjut. “Siappp boss” hanya suaranya yang ku dengar sambil ku masuk dalam kontrakanku. Aku pun langsung ke kamar mandi mengambil handuk dan mengguyur badan ini. Sambil menggosokkan sabun ke badan, kembali ku terngiang wajah Rani dan pemandangan yang ku saksikan saat beres-beres tadi. Penisku berdiri, segera ku mainkan dengan kocokkan tangan. Sambil terus membayangkan tubuh Rani dan sedikit mendesah enak, ada sekitar 10 menit ku kocok dengan tempo lembut dan cepat tak lama kemudian, croott.. croott.. ku lepaskan cairan kenikmatan itu ke arah toilet, ahh.. lega.
Setelah selesai dari kamar mandi dan berpakaian, “tok..tok..” pintu kontrakanku di gedor, “mas Tama ini Rani, udah siap belum… Yuk kita makan siang” ujarnya sedikit teriak. “Iyaaa, bentar” ujarku sambil membukakan pintu kontrakan. Rani cukup anggun siang itu, menggunakan dress terusan pink dengan bandana di rambutnya. Segera aku ke parkiran, menyalakan Starlet andalanku yang dari pagi belum ku panaskan. Tak lama, Rani pun masuk ke mobil. Segera ku pacu mobil meninggalkan kontrakan menuju salah satu rumah makan. Diiringi tembang lawas band white lion dan obrolan ringan antara aku dan Rani di sepanjang jalan itu.
Makan siang pun selesai, ku tawarkan kepada Rani “mau kemana lagi nih?” Rani menjawab “sepertinya kita pulang saja mas Tama, abis beres-beres di tambah makan yang mengenyangkan ini buat mata jadi ngantuk”. “Okehh dehh” segera kembali ku pacu gerobak tuaku kembali ke kontrakan, tidak lama.. 20 menit kemudian kami pun tiba kembali. “Makasih mas Tama, udah bantu beres-beres tadi” ujarnya. Aku pun menjawab “sama-sama, dan makasih juga sudah di traktir makan siangnya”. Kami pun berpisah di beranda teras, Rani masuk ke kontrakannya dan aku pun membuka pintu kontrakanku. Segera ku rebahkan badan ini, melepas lelah karena energi yang terkuras, apalagi tadi pas mandi sambil onani, sehingga kantuk ini tak tertahan dan aku pun tertidur.
Tiba-tiba… Tokk..tok.. “mas Tama” ada yang memanggil namaku. Aku pun tersadar dari tidurku dan tanpa sempat merapihkan baju yang ku kenakan, langsung ku buka pintu kontrakan. “Ehh, maaf masih tidur yaa.. ganggu tidurnya”, ternyata Rani yang menggedor tadi. “Iya nih.. baru bangun, ada apa?” jawabku. Rani termangu, rupanya tanpa ku sadari aku hanya mengenakan boxer tipis di bagian bawah, dan efek baru bangun tidur penisku berdiri menjulang di dalam boxer ini. “Ehh, maaf.. maaf” aku pun berlalu ke kamar segera melapisi dengan celana. Kemudian aku pun keluar kembali “oh yaa, ada apa Ran?” ujarku. “Ehm, begini mas.. mau minta tolong lagi, lampu kamar mandi gak nyala, bantu gantiin karena gak nyampe, lampunya sudah Rani beli” katanya. “Oke, gampang itu” jawabku. Kami berdua berlalu menuju kamar mandi kontrakan Rani.
“Mana, sini lampunya” ujarku di atas kursi yang menopang badanku untuk memasang lampu. Rani pun memberikan lampu itu, karena posisiku diatas aku pun kembali melihat belahan dada rani yang sekarang bisa ku taksir berukuran 36C dari balik kerah dasternya. Aku kembali menelan ludah, melihat pemandangan indah itu. Segera ku pasang dan meminta Rani menghidupkan sakelar lampu, dan akhirnya lampu pun menyala. Aku pun turun dari kursi, dan keluar dari kamar mandinya. “Makasih ya mas.. merepotkan kembali” ujarnya. Aku pun mengangguk dengan tersenyum. Waktu pun berlalu, aku kembali lagi ke kontrakanku, hingga malam pun menjelang seiring matahari yang mulai meredup di ufuk barat.
Selepas makan malam, aku pun kembali duduk di teras depan kontrakan. Sambil menikmati kopi hitam dan hisapan rokok putih. Sesekali ku sapa penghuni kontrakan lain yang lewat setelah beraktivitas diluar dan kembali ke kontrakannya. Hening malam itu, samar-samar suara TV dsn obrolan telepon ku dengar dari pintu-pintu kontrakan. Krekk.. suara pintu sebelah terbuka, ku lihat wajah Rani nongol dari balik pintu masih mengenakan dasternya tadi. “Selamat malam manis, belum tidur nih” ujarku. “Eh, mas Tama.. iya nih mas belum bisa tidur, mana tadi siang sudah tidur juga” ujarnya. Aku pun mengajak Rani untuk duduk di kursi sebelahku, dan tawaranku di sambutnya dengan melangkahkan kaki dengan mengunci pintu kontrakannya lebih dahulu.
Kami pun kembali mengobrol, sambil ku hisap rokok dan tegukan kopi terakhirku. “Nonton film horor, mau gak?” Aku coba memancing Rani. “Boleh mas.. kapan?” jawabnya. “Yaa.. sekarang, kebetulan ada film genre horor yang sudah dibeli tapi belum sempat nonton” jawabku. “Ayoo” jawab Rani. Segera ku beranjak dan mengajak Rani masuk ke ruang tamu kecil. Aku pun menghidupkan TV dan DVD setelah itu ke belakang mengambil soft drink dan sebungkus kacang kulit untuk menemani menonton. Ku lihat Rani sudah duduk di sofaku dan aku pun mengambil posisi disebelahnya. Baru saja film di mulai, Rani tersentak kaget dengan adegan dan sound mengerikan yang keluar dari TV. “Aww!!” Secara refleks Rani memalingkan wajahnya dan langsung memeluk aku yang disebelahnya. Aku pun tertawa melihat tingkahnya, ternyata takut juga dengan adegan film horor ini.
Film terus berputar, jeritan kecil Rani sesekali terdengar begitu ada adegan yang menakutkan. Sedangkan aku, aku tidak fokus pada film. Mata ini terfokus pada belahan daster yang Rani kenakan dan paha mulus dari daster yang tersingkap karena posisi duduknya. Batang penis ini pun menegak secara perlahan, sesak memenuhi celana yang ku kenakan. Aku pun mencoba merangkulnya, tidak ada respon penolakan dari Rani. Perlahan pun mulai ku elus rambutnya, sepertinya Rani tau gelagat ku dan tanpa paksaan mulai disandarkan kepalanya di dadaku. Ku coba mendekati bibirnya, hanya diam bergeming Rani tanpa merespon apa pun. Hanya saling tatap dan memandang diantara mata kami, dan makin ku dekatkan untuk menciumnya, Rani pun menyambut bibirku. Film yang diputar hanya kamufalse keintiman kami saat itu. Kecupan-kecupan kecil terus ku lakukan, sesekali lidah ini ikut bermain menyentuh gigi putihnya yang rapi itu, eluhan kecil Rani terdengar, Ouwh…
Aku pun tidak menyiakan kesempatan ini, french kiss terus berjalan, tangan ini pun ikut bermain. Mulai ku turunkan menyentuh gundukan yang sedari pagi aku bayangkan. Kembali hanya eluhan dari Rani yang terucap dan terdengar, ouwh.. ouwh.. payudara pada berisi itu ku mainkan, sembari merogoh melalui kerah dasternya. Outchhh damn! Ternyata Rani tidak lagi mengenakan BHnya dan dengan mudahnya ku sentuh puting mungil di tengah payudara itu. Rani pun semakin beringas, menandakan ia sudah menikmati permainan gairah ini. Ouwhh.. ouwhh.. Rani kembali mengeluh. Aku pun melanjutkan dengan menyingkap dasternya ke atas, dan sambil berciuman Rani mengangkat tangannya seolah menyetujui aku untuk melepaskan daster yang dikenakannya itu. Ku hentikan sejenak, dan semakin terpana melihat tubuh Rani yang sekarang hanya tertinggal CD putih mungil yang hanya menutupi sekitar belahan vaginanya.
Kembali ku melanjutkan, kali ini ku arahkan untuk menghisap payudaranya kiri dan kanan secara bergantian, puting kecokelatan dan aerola yang kecil semakin mengunggah nafsuku untuk melumatinya. Tanganku pun tidak diam, mulai ku sentuh pangkal paha bagian dalamnya dan sesekali ku ikuti goresan belahan vaginanya. Rani semakin meracau, ahhh.. ahhh… ahhh… Rani menikmati setiap sentuhan yang ku berikan. Tangan Rani pun sekarang bermain di bagian bawahku, mulai memasukkan tangan di celah celanaku dan meraih batang penisku. Di urutnya secara perlahan naik turun seiring tanganku yang naik turun juga memainkan vaginanya dimana sekarang kondisi CDnya yang sudah basah. Aku pun mengangkat sedikit badanku di bantu tangan Rani untuk meloloskan CD dan celana pendek yang ku kenakan.
Tanpa diminta, sekarang Rani mengalihkan wajahnya mendekati kepala penisku. Di ciumnya perlahan sambil memainkan lidahnya. Sungguh, sensasi luar biasa ku rasakan saat ini, gantian eluhan itu yang keluar dari mulutku ahhh… ahhh… nikmatnya. Rani cukup lihai memutar dan memainkan lidahnya. Slurrrpp.. sekarang sudah di emutnya batang penisku, di diamkan sesaat dan terasa deep throath penuh. Tangannya pun mengelus pelan biji zakarku yang semakin membuat aku terbuai dengan kenikmatan ini. Aku pun mencoba menyelipkan tangan bagian belakang CDnya. Ku remas perlahan bongkahan pantat sekalnya itu sambil jariku sesekali menyentuh lubang anusnya. Plokk… Plokkk.. plokk.. mulut mungil Rani naik turun menikmati batang penisku. Sesekali erangannya kembali terdengar, ketika jari ini ku sentuh kembali lubang anusnya.
10 menit berlalu, nafsuku semakin tinggi… Aku pun mencoba menarik dan meloloskan CD Rani. Seketika Rani menahan tanganku dan menghentikan kulumannya. “mas Tama… Aku masih perawan” ujarnya lirih. Damn! Aku terkejut mendengarnya, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan di penisku. Rani pun kembali berucap “sejauh ini, hanya batas sini saja yang pernah ku lakukan dengan pacarku sebelumnya”. Aku pun menghormati keputusan Rani itu, dengan tersenyum dan mengangguk aku iyakan keputusannya. Tanganku pun tidak lagi berupaya untuk meloloskan CDnya. “Ran.. tanggung, tolong keluarin yaa lewat mulut mungilmu” ujarku berharap. Rani pun tersenyum dan mengangguk kecil, mengiyakan apa yang aku katakan.
Kembali dilanjutkannya dengan memasukkan batang penis ini ke mulutnya. Plokkk… Plokkk… Plokkk… Naik turun kembali mulut dan jilatan lidahnya bermain di penisku. Tanganku pun sekarang naik ke atas, memainkan payudara indahnya. Walau tidak sampai penetrasi, tapi gairah dan nafsu kami terus membara, sehingga tetesan keringat mengalir diantara tubuh kami. Rani pun mempercepat tempo mengulumnya, aku pun sudah tidak tahan untuk melepaskan sperma yang tertahan ini. Ran.. Rani.. bentar lagi, semakin meracau aku merasakan kenikmatan seiring Rani yang semakin mempercepat kulumannya, dan.. croottt… croottt… croottt… Sekitar 3 kali tembakan kencang ku lepaskan di dalam mulutnya, di susul tetesan kecil yang mengikuti orgasme ku ini. Rani tidak sedikit pun melepaskan mulutnya, di telannya semua yang sudah ku lepaskan tadi hingga perlahan batang penis ini kembali ke ukuran semula. Sisa-sisa di batangnya pun tidak lepas dari jilatan lidah Rani. Aku yang sudah kehabisan energi tetap melihat senyum kecilnya itu. Ku usap rambutnya, sambil berkata “terima kasih, Rani” dan Rani pun tersenyum kecil, sembari tangannya meraih BH dan dasternya kembali.
Rani mengenakan CD dan dasternya, dan kemudian duduk kembali di sampingku. Rani pun membantu menaikkan kembali CD dan celana pendek yang ku kenakan. Kemudian di peluknya kembali tubuhku dari samping, sambil berbisik “mas Tama, Rani bobok sini ya malam ini” aku pun tersenyum dan mengiyakan keinginan Rani itu. Yaa, malam pertama di kontrakan baru Rani, di akhiri dengan kenikmatan nafsu di kamarku ini, hingga malam berganti pagi kembali.
Terbangun dari tidurku, ku perhatikan tidak ada lagi Rani yang tadi malam bersamaku di tempat tidur ini. Entah kapan Rani keluar dari kamar dan kembali ke kontrakannya, aku tidak menyadarinya. Segera ku beranjak, merapikan tempat tidur dan bergegas ke belakang untuk cuci muka sembari membuat kopi. Ku lihat jam dinding masih menunjukkan pukul 06.00 wib, masih banyak waktu untuk mempersiapkan diri sebelum menunaikan kewajiban rutin aktivitas kantor. Setelah kopi sudah ku seduh, segera ku buka pintu kontrakan agar udara segar pagi hari mengisi ruang ini. Ku nyalakan rokok putih kesukaanku dan kemudian duduk di beranda teras sambil menikmati secangkir kopi. Kesibukan pagi ku saksikan dari beberapa pintu kontrakan, ada yang mau kerja, ada yang menjemur pakaian dan ada juga yang hening masih lelap dalam tidurnya.
Tinn.. tiiin.. “selamat pagi, mas Tama” klakson motor yang mengagetkan ku dari lamunan nikmat sebatang rokok dan secangkir kopi. Rupanya itu Rani, ternyata dari tadi ada di parkiran yang sudah rapi dan siap untuk berangkat mengajar. Tetaplah cantik dengan setelan baju cokelat khas ASN dengan bawahan rok selutut. Senyumnya sungguh manis di balik helm hello kitty yang di kenakan nya. “Ehh, pagi.. udah rapi aja nih, cepat benar berangkatnya” ujar ku menyapa balik. “Iya mas, biasa ini kan hari senin di sekolah ada upacara, gak enak klo datang terlambat” katanya tetap dari atas motor. “Oh begitu, ya udah hati-hati di jalan yaa” aku pun menimpali. Rani tersenyum sambil mengangguk dan kemudian perlahan menarik tuas gas dan melaju meninggalkan kontrakan ini. Rokok ku sudah habis, kopi pun sudah tegukan terakhir. Segera ku masuk ke dalam untuk bersiap-siap kerja juga.
Tidak perlu waktu lama, 30 menit sudah cukup bagiku untuk bersiap mulai dari mandi hingga berpakaian. Aku pun segera mengikat tali sepatu dan mengunci pintu kontrakan. Segera ku starter starlet andalan ku, dengan perlahan gas ku tekan dan melaju membelah jalan kota ini yang mulai padat oleh rutinitas hari senin. Sambil menyetir aku pun tersenyum sendiri, mengingat kejadian tadi malam. Rani yang baru pindah di sebelah kontrakan ku sudah masuk dalam buaian dan tampilan ku ini. Sesekali ku lihat ke arah spion tengah, klo di pikir ternyata ganteng juga aku ini. Tepat pukul 07.15 aku tiba di kantor, sudah ada beberapa rekan kerjaku yang tiba juga. Segera ku parkirkan gerobak tua ini di tempat biasa parkir.
Tak banyak cerita hari ini di kantor, seperti hari-hari biasanya menyelesaikan tugas yang sudah ku susun dalam kerangka kerja dan sesekali bergabung ke meja rekan kerjaku di sebelah ruangan sambil bercerita topik apa pun. Hari pun menjelang sore, waktunya untuk pulang. Dalam prinsip ku, jangan sampai kerjaan di tumpuk dan akan jadi lembur. Tetap di sesuaikan dan di tuntaskan selama jam kerja saja. Setelah absen fingering pulang, aku pun kembali menuju ke kontrakan. Mampir sebentar untuk membeli martabak ketan hitam sebagai teman cemilan sore ini. Jam 17.00 aku sudah tiba kembali di kontrakan. Ku lihat, Rani sudah duduk di beranda teras kontrakannya. Sepertinya baru saja mandi sore, karena ku lihat rambutnya yang basah. Mungkin, Rani baru keramas sore ini kata ku dalam hati.
“Ehh, bu guru sudah pulang ini” sapa ku pada Rani. Rani pun tersenyum dan menjawab sapaan ku “iya mas Tama, sudah dari jam 15.00 tadi, kan di sekolah jam nya tidak sampai terlalu sore. Lalu ku serahkan kantong berisi martabak tadi ke Rani, “ini ku bawa martabak, buatkan kopi ya” ujarku meminta. “Ihh, mas Tama ini.. alasan bawa martabak tapi minta kopi” katanya sambil tertawa. Aku mandi dan salin sebentar yaa, sambil menunggu kopi buatan bu guru cantik. Rani pun ngeledek sembari berdiri masuk ke dalam, membuatkan kopi sachet untuk ku.
Sore ini ku habiskan waktu bersama Rani bercerita pengalaman pertama kerjanya sebagai guru dan cerita canda lainnya sambil menikmati potongan martabak dan secangkir kopi buatannya di tambah rokok yang ku hisap. Tentu yang lebih melengkapi sore itu, memandangi wajah Rani yang menggunakan setelan piyama pendek berbahan satin dengan belahan dada rendah. Sesekali ketika Rani menunduk untuk mengambil martabak, terpampang kembali dua gundukan yang telah ku jamah malam sebelumnya. Kembali terbayang olehku nikmatnya memainkan puting kecil Rani, sampai mengeluh erang kecil ahh… ahh.. otomatis, batang kejantanan ku juga bergolak ingin lepas dan dari cengkeraman CD yang ku kenakan. “mas.. nanti malam sibuk gak?” Rani berkata. “Ohh, gak sih ada apa Ran?” jawabku. “Rani boleh minta temanin ke supermarket, buat isi persediaan kebutuhan di kulkas, nanti Rani traktir makan malam deh” ujar Rani berharap. Tentu saja, aku tidak menolaknya, dan ku-iyakan dengan anggukan kecil tanda setuju. Azan maghrib menyudahi obrolan sore itu, cakrawala senja telah tiba berganti malam dengan kerlip bintang nan jauh disana.
Senja telah berganti malam, aku pun sudah siap menunggu Rani di depan beranda teras. Tak lama Rani pun keluar, ku lihat malam ini Rani cantik sekali. Mengenakan kaos putih ketat yang menonjolkan payudaranya, dipadukan dengan hotpants hitam yang menunjukkan paha mulusnya. Kontras dengan pakaian dinas kerja yang digunakannya tadi. “Yuk mas.. Rani dah siap ini” ujarnya. Aku pun beranjak dari beranda, melangkah bersama Rani menuju parkiran gerobak tua ku. “Ran.. cantik banget” pujiku sebelum masuk ke dalam mobil. Rani hanya tersipu malu menanggapi pujian yang ku lontarkan tadi. Kami pun beranjak meninggalkan kontrakan, menuju salah satu supermarket yang ada di kota ini. Canda dan tawa kami dalam mobil sambil di iringi lantuan tembang kenangan menemani perjalanan kami, hingga tak terasa sudah sampai di supermarket tujuan.
Turun dari mobil, refleks ku genggam tangan Rani. Rani sedikit terkejut, tapi tidak ada penolakan darinya untuk melepaskan genggaman tanganku. Kami pun berjalan memasuki pintu utama supermarket. Sungguh terlihat mesra kami malam ini yang saling bergandengan. Ku perhatikan beberapa mata lelaki memandang ke arah kami, tertutama menatap Rani, karena kaos ketatnya yang membentuk lekukan sempurna payudaranya. Satu per satu lorong dalam supermaket, aku membantu Rani mendorong troli. Dengan cekatan Rani memasukkan barang yang yang ingin dibelinya. Mulai dari makanan ringan, softdrink, bumbu instan, dan perlengkapan rumah lainnya. Hampir satu jam kami di supermaket itu, tinggal mengantri di kasir untuk membayar. Aku pun bilang ke Rani, untuk menunggunya diluar sambil merokok dan Rani pun meng-iyakan omongan ku tersebut dengan mengangguk.
Belanja sudah selesai, ku bantu memasukkan barang belanjaan Rani ke bagasi mobil. Kami berdua pun kembali memasuki mobil. “Ran… mau makan apa?” Ucapku sambil menyetir. “Uhm.. Rani ikut mas Tama aja deh seleranya, sebagai ucapan terima kasih Rani sudah di temani belanja malam ini” jawabnya. Aku senyum, dan segera ku lajukan mobil ini menuju resto yang ada rooftop nya. “Kita makan di resto AX aja ya, disana view nya enak bisa sambil lihat kerlip bintang di langit” ujarku. Rani kembali mengangguk, menyatakan setuju atas pilihanku tadi. Sebentar saja kami pun sudah tiba, karena posisi resto yang tidak jauh dari supermarket. Ku ajak Rani naik ke atas, rooftop dari resto tersebut. Sengaja ku pilih duduk sedikit di pojokkan, agar tercipta suasana romantis sambil menikmati makan malam ini. Tak lama waiters pun mendekati kami sambil membawa buku pesanan. Aku memilih sate kambing, sedangkan Rani nasi goreng seafood dan dua gelas jus jeruk untuk melepas dahaga nantinya.
Sambil menunggu makanan tiba, kami kembali bercerita, kali ini Rani mengungkit kejadian malam sebelumnya. Malam ketika hampir saja bablas, untung Rani masih tersadar sehingga hanya sebatas Love Care saja yang kami lakukan malam itu. “Mas.. mengenai kejadian malam itu, maaf yaa Rani tidak bisa lebih lanjut, Rani belum pernah mas” ucapnya lirih. Aku pun tersenyum “iya gak apa-apa kok, aku juga lepas kendali malam itu, habisnya lelaki mana yang tidak nafsu ketika ada perempuan cantik di hadapan mata” ujarku sambil tertawa kecil. Rani pun tersipu malu, ketika ku katakan dirinya yang cantik. Aku pun kembali membelai rambutnya, menunjukkan jika aku menghormati keputusannya malam itu. Tak lama, lamunan kami tersadarkan ketika waiters datang membawa pesanan. “Selamat makan ya, bu guru cantik” kembali ku puji dia. Rani pun membalas ucapanku “selamat makan juga mas Tama comel” katanya sambil tertawa kecil. Kami pun menikmati makan malam itu, suatu waktu ku suapkan sate kambing pesananku kepada Rani, “nihh nyicip” ujarku. Rani pun membuka mulutnya, menyambut suapan dariku untuknya.
Waktu terus berjalan, makanan yang ada sudah kami habiskan, jus jeruk pun tinggal bongkahan es nya saja yang tersisa. “Yuk, pulang… Kerlip bintang sudah menghilang sembunyi dibalik awan malam, karena malu sinarnya kalah dengan pancaran dari wajahmu” ujarku lagi-lagi memuji Rani. Rani kembali tersipu, kali ini tangannya mencubit pinggangku “ihh mas Tama, aku malu jadinya” ujarnya. Kembali ku gandeng tangannya, keluar dari resto setelah sebelumnya Rani membayar di kasir sesuai dengan janjinya untuk mentraktir makan malam. Kembali ku pacu gerobak tua ini menembus belahan jalan protokol kota. Karena efek kenyang, Rani sedikit mengantuk dan menyandarkan kepalanya di sisi bahu kiriku. Tangannya pun tak lepas menggandeng tanganku sambil sesekali menggeser persneling mobil dan mengatur kecepatan. 30 menit berlalu, tiba kembali kami di halaman kontrakan. Rani pun sudah tersadar dari tidur sayupnya. Aku membuka bagasi, membantu menurunkan barang belanjaan Rani dan membawanya masuk ke kontrakan Rani.
“Udah beres ini, aku balik ya” ucapku dari depan pintu kontrakan Rani. “Ehh, sebentar mas… e.. ee.. anu.. klo mas Tama gak keberatan, malam ini Rani bobok sama mas Tama lagi yaa” katanya dengan malu tapi penuh harap. “Abisnya, aku merasa nyaman aja ada di samping mas, tidurku lelap” kembali Rani menimpali. “Ya udah, sana ganti pakaian dulu terus jangan lupa di kunci kontrakannya, aku nunggu di kontrakanku ya sembari berganti pakaian juga” ujarku. Rani pun menngagguk, dan aku pun berlalu untuk masuk ke kontrakan. Efek makan sate kambing tadi, membuat panas dalam tubuh ini jadi sedikit gerah. Segera ku lepas pakaian ku, berganti kaos polos dan celana boxer untuk tidur malam ini. Ku pikir, tidak perlu lagi pakai celana luar, toh Rani juga sudah tau isi dalam celanaku ini.
“Tokk.. tokk.. mas Tama” ….
“Tokk.. tokk.. mas Tama” Rani memanggilku, “iya masuk aja pintunya gak di kunci” aku menjawab panggilannya. Segera aku keluar dari kamar, ke depan menyambut kedatangan bu guru Rani. Mata ini seakan terpana, terdiam sesaat, ketika yang aku lihat di depan sosok yang sangat sempurna dengan wajah yang manis dan sedikit chubby di tambah postur tubuh yang ideal, tentu saja pusat perhatian utama yaitu gundukan payudaranya. Apalagi saat itu Rani hanya mengenakan setelan baby doll berbahan satin dengan belahan lehernya yang lebar. “Heiii! Lihat apa, bengong gitu?” Rani mengagetkan ku yang sedari tadi hanya terpana memandangnya. “Ehh, iyaa.. maaf, abisnya aku bingung, kok gak ada sayapnya ya? Aku pikir tadi bidadari yang turun dari khayangan mendatangiku” kataku sambil tertawa kecil. Rani tersipu malu kembali begitu aku puji begitu, terlihat jelah rona merah di pipinya di tambah senyum manis dengan lesung pipi kecil yang semakin membuat Rani sempurna.
Rani tanpa sungkan lagi langsung duduk di sofa, sambil mencari channel tv lewat remote yang di pegangnya. “Mau nonton lagi, gak?” Ucapku. “Gak ahh, nanti filmnya horor lagi, ngeri” kata Rani. Aku pun ke belakang, mengambil sofdrink dan beberapa cemilan, ku ambil 2 kaleng cola sebungkus kacang atom dan beberapa buah wafer cokelat untuk menemani obrolan kami malam ini. Setelahnya aku duduk di sebelah Rani, sambil menawarkan minuman dan cemilan yang aku bawa tadi. Obrolan dan diselingi candaan mengisi waktu, sampai diantara kami pun habis topik mau membicarakan apalagi. Aku pun teringat, kemarin orderan mainan yang aku pesan tiba dan belum sempat aku buka. Ya, aku memesan snakes and ladders (adult version) klo bahasa kita ular tangga tapi dengan tantangan khusus dewasa.
“Eh, iya.. mau main ular tangga gak?” Kataku. “Wahh, ayoo.. aku jago lho pasti mas Tama kalah” jawab Rani. “Tapi ini ular tangganya beda, ntar aku ambil dulu yaa” kemudian aku oun berlalu ke kamar untuk mengambil paket yang masih terbungkus rapi. Segera ku keluar dengan membawa gunting kecil, dan langsung unboxing bersama Rani. Isinya ada papan permainan, 20 kartu misteri, 4 pion, 2 dadu dan 1 gelas plastik kecil untuk mengocok dadu. Perlahan Rani mulai memperhatikan papannya. Dari 100 kotak menuju finish, ada beberapa kotak yang ada logo kotak misteri. Apabila pemain memasuki kotak itu, maka wajib mengambil satu kartu misteri dan melakukan apa yang diperintahkan kartu itu. Rani pun membaca satu persatu kartu misteri. Sepertinya kaget, karena terlihat wajahnya memerah dan sedikit bengong akan setiap perintah yang ada di kartu misteri itu. “Yuk, kita main” ajakku. “Gak, ahh… masa perintahnya aneh gini” jawab Rani. “Lho katanya tadi jago, klo jago ya berani dong terima tantangan” ujarku sambil terseyum senang. Rani diam sesaat, bimbang mau main atau tidak, dan beberapa saat Rani pun berucap “okeh, klo Rani menang, mas Tama traktir makan Rani satu minggu, yaa.. klo mau, kita deal” ujarnya sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Aku pun segera menyambut tangan itu dan “deal”.
Meja di depan sofa segera aku geser mendekat, softdrink dan cemilan sudah aku pinggirkan di tepi antara kami. Posisi aku dan Rani masih duduk bersebelahan di sofa ini. Rani mengambil pion kuning, sedangkan aku pion hijau. “Suuiitt..” Rani menang, sehingga dia dulu yang menggoncangkan dadu. “Delapan!” Ujar Rani semangat, dijalankannya pion dan aman, tidak ada apa pun di kotak itu. Sekarang giliranku, “Lima” aku pun menjalankan pion dan pas ada tangga naik ke kotak 17 dan ternyata ada box misteri di angka 17 itu. Rani bersorak riang, menertawakan aku. Aku pun deg-degan mengambil kartu, Rani merebutnya dan membaca yang tertulis disana: silahkan lepas 2 bagian pakaian yang kamu kenakan. Degh… sial, malah aku yang kena duluan. Untungnya malam itu aku mengenakan kaos dalam. Sehingga yang ku lepas kaos polos dan kaos dalam yang aku kenakan. Posisiku sekarang sudah bertelanjang dada, kembali Rani menertawakanku.
Dadu pun kembali di kocok ….
Dadu pun kembali di kocok oleh Rani, dan “Sembilan!” Rani menjalankan pionnya, secara kebetulan berada di kotak yang sama dengan aku, ya! kotak 17. Sekarang giliranku yang tertawa, berharap kejutan dari kartu misteri itu. Rani yang harap-harap cemas mengambil kartunya. Kemudian secara perlahan dibaca: berikan french kiss kepada lawan mainmu selama 2 menit. Sungguh senang hatiku begitu mendengarnya. Rani cemberut kesal, malah dapat kartu itu. “Ayo, fair donk!” ujarku. Setengah terpaksa akhirnya Rani mendekatiku, perlahan bibir mungilnya mulai menyentuh bibirku. Deru nafasnya pun sangat terasa di wajahku, dan akhirnya kecupan-kecupan itu terjadi. Ciuman manis dari gadis cantik untukku. Bibir kami pun saling berpagutan, sesekali aku gigit bibir bawahnya dan memainkan lidah di sela bibirnya, Rani hanya mengeluh “uhm..”. Lagi asyik menikmati ciuman itu, tiba-tiba Rani menarik wajahnya dariku, “stop, udah 2 menit” katanya. Aku pun kesal dalam hati, moment nikmat itu berhenti begitu saja.
Kemudian, lanjut aku yang mengocok dadu.. “Tujuh!” Ku jalankan pionku hingga ke kotak 24, aman disana tidak ada apa-apa. Lanjut giliran Rani yang mengocok dadu kembali, “Sepuluh!” ujarnya. Pion pun dijalankan dan berhenti di kotak 27. Ternyata ada box misteri kembali di kotak 27 itu, dan lagi-lagi Rani kesal dengan memasang mimik muka cemberutnya. Aku kebalikkan dari Rani, tentu berharap kartu yang dibuka nanti bikin aku nikmat. Perlahan Rani pun membaca kartu misteri, dan isinya: sepertinya lawan mainmu kehausan, coba kasih sedotan (penis) jika yang kena laki-laki atau kelapa (payudara) jika yang kena perempuan. “Ihhh.. apa-apaan ini kartu, gak asyik ahh” ucap Rani. Aku pun tersenyum mesum “ayoo.. mas Tama haus nih, mau nyusu dulu”. Akhirnya Rani pun membuka baby doll yang dikenakannya. Sekarang ku lihat gundukan payudara itu seakan ingin meloncat karena tidak tertampung oleh BH mini berwarna pink yang dikenakannya. Dengan sigap, aku pun membantu membuka pengait BH nya dan sekarang terpampang payudara indah, idaman lelaki dengan aerola yang kecil dan pentil yang berwarna pink kemerahan.
Sebelum aku hisap pentil itu, jemariku meremas-remas kedua payudara Rani. Rani pun hanyut dalam remasan itu, ia mulai terangsang di tandai putingnya yang mulai mengeras. Eluhan dari Rani kembali keluar dari mulutnya “uhmm.. uhmm..” Rani semakin keenakan begitu aku gigit kecil putingnya, dan mulai menyedot seolah menyusu pada payudara kanannya, sedangkan payudara kiri masih ku remas lembut dengan tanganku. “Uhh.. enak, mas” ucap Rani. Semakin semangat aku menghisapnya. Yang tadinya niat karena permainan, sekarang sudah terbawa gairah nafsu birahi. Rani pun tidak tinggal diam, tiba-tiba saja jemari lentiknya sudah merogoh boxer ku. Masuk dan mulai mengelus batang kemaluanku yang sedari ciuman tadi tegak berdiri dengan gagahnya menyerupai tiang bendera upacara senin, apalagi di tambah efek panas sehabis makan sate kambing.
Sekarang di genggamnya batang penisku itu, dan mulai bergerak naik turun seperti gerakan tangannya tadi saat mengocok dadu. Aku pun menikmati setiap gerakan tangan Rani, sekarang ku coba menaikkan wajahku dari payudaranya beralih ke bibir mungilnya. Rani sudah terbawa nafsu dan gairah, Rani pun menyambut bibirku ini bahkan tangan sebelahnya di rangkul ke leherku seolah tak ingin lepas menikmati saat-saat ini. Lidah kami saling beradu, ludah kami saling bertukar, hingga deep kiss kamj lakukan. Jemari tangan Rani masih mengocok penisku. Bahkan sudah menarik karet boxer ku. Aku pun mengerti dengan sedikit mengangkat pantatku, maka loloslah boxer itu. Penisku pun menjulang tanpa halangan lagi saat ini. Kemudian Rani menghentikan ciuman itu, mata kami saling berpadangan seolah saling mengerti keinginan dalam diri masing-masing. Aku pun berkata “pindah ke kamar yuk” Rani hanya mengangguk tanda setuju. Ku lihat pion dan kartu permainan sudah berserakan, mungkin karena gerakan panas kami beberapa saat lalu. Rani pun tidak melepaskan rangkulan tangannya, bahkan tangan kanannya yang tadi mengocok penisku sudah dialihkan merangkul leherku. Aku pun menggendongnya dan Rani bergelayut manja bersamaku menuju kamar, kamar yang akan menjadi saksi bisu peraduan kami.
Begitu di kamar, Rani ku dudukkan di pinggir kasur. Aku masih berdiri di depannya. Tanpa di minta, bibir mungil yang ku cium tadi sekarang sudah beralih mencium kepala penisku. Pelan dan perlahan dari kepala hingga batangnya dan memenuhi mulutnya. Rani pun memaju mundurkan, hanya suara “plokk.. plokk.. plokk” yang terdengar, suara penis ini yang bergesek dengan bibirnya. Aku sungguh menikmati ini, sesekali ku tekan kepala Rani, hingga aku merasakan deep throath. “Ahh… Nikmatnya!” Jemari tangan Rani pun memainkan biji zakarku. Di elus-elusnya sambil di hisapnya penis ini seolah lagi menikmati ice cream kesukaannya. Mungkin, masih efek sate kambing tadi ataupun sugesti diri ini, aku masih perkasa. Biasanya sudah lemah jika mendapati kuluman nikmat seperti ini.
Lima menit berlalu, Ku lihat Rani sudah lelah mengulum. Sekarang giliranku yang ingin memuaskannya. Ku baringkan Rani di kasur dengan sandaran bantal. Pelan, ku tarik celana setelan baby dollnya. Tidak seperti malam kemarin, yang di tahan Rani, malam ini Rani mengangkat pantatnya seolah setuju dengan tindakan ku itu. Rani yang ada di hadapanku sekarang hanya tertutupi oleh CD pink yang lebih mirip g-strings sewarna dengan BH nya tadi. Sungguh indah, kulit putih mulusnya yang mulai di basahi keringat semakin menggoda nafsuku untuk melanjutkan memberi kenikmatan pada Rani. Tidak terburu-buru, ku mainkan lidahku di pangkal pahanya. Menjilati paha mulus itu sekaligus memberikan rangsangan lain pada Rani, sedangkan tanganku asyik membelah gundukan vaginanya dari luar CD nya yang juga sudah ku rasakan basah. Rani menikmati sensasi yang ku berikan, mengerang merasakan kenikmatan itu “ahhh… ahhh.. ahh…” Eluhan nafasnya semakin meningkatkan libido bercintaku.
Kemudian mulai ku tarik g-string yang dikenakan Rani, bagian terakhir yang tersisa di tubuhnya. Rani pun membantu ku melepasnya dengan kembali mengangkat pantat sekalnya itu. Mulai ku mainkan lidah ini di bibir vaginanya, menyapu setiap sudut yang bisa ku sentuh. Erangan Rani semakin mengeras, apalagi saat lidahku ini membelah bibir vaginanya yang merekah indah, menyentuh dinding dan klitorisnya. Rani mengerang hebat “ahhhh…” Bersamaan erangan itu, keluar cairan kenikmatan dari vagina Rani yang sedikit membasahi wajahku. Ku biarkan sesaat, agar Rani merasakan orgasme yang baru saja di dapatnya. Mata sayu Rani semakin meyakinkan ku bahwa Rani benar-benar menikmati ini.
Tak lama, aku mulai mengangkangkan kedua pahanya. Vagina indah yang dihiasi rambut kemaluan tipis menyerupai bulu jagung ada di hadapanku. Rani hanya menatapku, seketika aku arahkan penis ini mendekati vaginanya, Rani berkata “Mas Tama… First Time, pelan-pelan saja” Aku menyadari, bahwa Rani masih perawan seperti ceritanya malam kemarin. Aku pun mengangguk dan dalam hati berkata, akan ku berikan kenangan dan kenikmatan ini yang terbaik untukmu, bu guru Rani. Sebelum memulai, ku kecup bibir mungilnya yang sebagai jawaban atas permintaannya tadi. Pelan-pelan ku mainkan terlebih dahulu kepala penis ini di bibir vaginanya. Sambil sedikit menekan perlahan. Tentu tidak mudah, menerobos pertama kali walaupun vagina itu sudah sangat basah. Kepalanya sudah masuk, ku diamkan sesaat, karena Rani mengeluh “ouwchhh…” antara sakit dan nikmat. Dengan sedikit dorongan kembali aku coba membenamkan batang penis ini dan “blesss…” masuk sempurna seiring Rani berteriak “ahhhh….!” Kembali ku diamkan sesaat, agar vagina Rani membiasakan kehadiran batang penisku ini.
Mulai aku maju mundurkan perlahan, sambil memegang kedua lututnya yang mengangkang. Rani hanya mengerang kenikmatan “ahhh… ahhh.. ehhh…” Sambil kedua jemari tangannya menarik sprei di kasur. Aku pun menaikkan tempo gerakan dari pelan hingga cepat beraturan seperti gerakan gelombang amplitudo. Hanya erangan Rani yang terdengar “ahhh… ahhh… mas Tamaaaa”. Badanku pun mulai sedikit condong ke depan, mirip posisi lagi push-up. Kali ini ku pompa Rani dengan sesekali ku hisap puting di kedua payudaranya bergantian. Ku perhatikan raut wajahnya, pupil mata Rani mengecil, menandakan ia benar-benar dalam posisi kenikmatan birahi. Terus ku pompa, vaginanya pun sudah terbiasa dengan hadirnya batang penisku ini.
Ada kali sekitar sepuluh menit berlalu, sekarang ku minta Rani membalikkan badannya. Kemudian mengangkat pantat indahnya yang sekal itu. Yaa, aku meminta Rani untuk berganti gaya doggy style, favoritku. Kembali ku hujamkan batang penis ini, bertopang pada kedua lututku. Tanganku pun memegang pinggulnya sembari menarik mundur seirama dengan goyang maju mundur yang di tekan oleh penisku ini. Aku menikmatinya, Rani terus mengerang “ahhh… ahhh… ahhh…” Setiap sodokan yang kuberikan, begitu juga erangannya menyahut. Sesekali ku tepuk pantat sekal itu, pantat yang mulus tanpa cacat dan noda. Keringat peluh diantara tubuh kami sudah menyatu. Lima menit setelahnya, ku rasakan ada gejolak panas di sekitar pangkal pahaku, rasanya ingin melepas yang sedari tadi tertahan. Ku pompa kencang dan terus menghujam, Rani semakin mengerang “ahhh… ahhh.. ahhh…”, “Ran, aku sampai!” teriakku. “Mas Tama, diluar yach ahh.. ahh..” Rani menjawab. Sejurus kemudian ku cabut batang penisku dan “crooottt… crooottt… crooottt…” Ku lepaskan cairan putih kental ini diatas punggung Rani, mungkin ada sekitar 7 tembakan yang ku lepas hingga tak bersisa lagi. Rani telungkup kelelahan, begitu juga aku yang kemudian berbaring disampingnya. Ku lihat sekilas, batang penisku tertempel noda darah dari perawannya dan arah yang mengalir di antara pahanya hingga menetes bias ke sprei kasurku. Aku memandangnya tersenyum, Rani pun membalas senyumku. Ku kecup keningnya seraya berkata “Terima kasih, Rani” dan Rani pun membalas ucapanku “jaga aku mas, untuk saat ini atau mungkin hingga nanti”.
Ku belai rambutnya itu, matanya terpejam karena lelah. Hampir satu jam berlalu pergulatan kami dari sofa hingga ke kasur peraduan ini. Gemericik hujan terdengar seiring selesainya rengkuhan kenikmatan diantara kami. Temaram cahaya lampu dari luar semakin menguatkan keintiman yang baru saja kami rasakan. Rani.. yaa.. Armarani Lestari, bu guru yang sekarang jadi tetangga kontrakanku. Akankah kita lepas dari kontrakan ini? Menyatu dalam atap yang sama nantinya? Aku hanya berangan saat ini, semoga nanti bisa bersatu dalam ikatan yang sakral. Sayup suara burung hantu, mengiringi tidur kami malam ini. Masih dengan kepolosan dan hanya ditutupi selimut, ku peluk erat Rani yang sudah lelap tidur disampingku, selamat tidur sayang, ucapku sebelum memejamkan mata juga.
No you don’t know what its like …
Welcome to my life …
Sepenggal lirik Simple Plan, nada dering HP ku berbunyi, dan aku pun terbangun. Segera ku raih HP di meja, sekilas ku lihat di layar yang menelpon kepala kantor. “Haloo, ya pak!” Aku menjawab telpon. “Pak Tama, ada dimana? Saya tadi minta Bu Tari ke ruang Pak Tama tapi katanya tidak ada di ruangan” tanya pak kepala. Sejenak ku lihat jam dinding di kamar, ternyata sudah pukul 08.00 oh shit! Aku kesiangan ini. “Oh ya pak, tadi sudah ke kantor terus keluar sebentar sarapan ini pak” jawabku untuk mengelak. “Nanti begitu ke kantor, segera ke ruangan saya ya” dan aku pun segera mengiyakan pertanyaan akhir sebelum telepon di tutup. Ku lihat di sebelahku, ternyata Rani masih pulas dengan tidurnya. Selimut yang tersingkap memperlihatkan bentuk tubuhnya yang mulus, yang baru saja aku gagahi tadi malam. Namanya bangun pagi, normal jika batang lelakiku berdiri tegak di tambah pemandangan bergairah ini. Ku peluk Rani sesaat, sambil mengecup keningnya dan seraya mengajaknya bangun karena sudah pagi.
“Ran.. bangun, udah pagi ini” ucapku. Rani hanya menjawab dengan senyum sambil berusaha membuka matanya. “Ehh mas Tama sudah bangun duluan” jawabnya. “Bentar lagi mas, masih mau di peluk mas Tama nih” kembali Rani menjawab manja. Aku pun memeluknya dengan erat, dan.. “auw..” ujar Rani tersentak. Ternyata batang penisku tepat mengenai belahan vaginanya ketika memeluk Rani. “Ihh ini yang nakal mas Tama apa burungnya sich” Rani semakin bergelayut manja padaku. Sebenarnya ingin sekali lagi menuntaskan hasrat pagi ini, hanya saja telepon dari kepala kantor tadi membuat pikiranku juga kesana. Aku pun punya ide, untuk mengajak Rani mandi bareng, dan mungkin di kamar mandi bisa sex quickly sebentar. Setidaknya bagaimana agar batang kemaluanku ini kembali ke posisi semula.
“Mandi bareng yuk” ajakku pada Rani. Rani pun dengan sigap mengangguk menyetujui ajakan aku tersebut “tapi, gendong yaaa..” ujarnya kembali manja. Aku pun dengan cekatan membopong tubuh Rani, dengan kedua tangannya yang di rangkul di leherku sambil tetap gaya manjanya. Kami pun keluar dari kamar, kemudian masuk ke kamar mandi. Segera ku nyalakan shower dengan posisi hangat. Kucuran air dari shower membasahi tubuh kami berdua. Sesekali ku cium Rani dan di balasnya ciuman ku tersebut. Aku pun berbisik di telinganya “aku mau lagi nihh” dan Rani pun tersenyum dan tanpa perlu menjawab tapi langsung beraksi, jemari tangan kanannya sudah bermain di batang penisku. Di kocoknya lembut sambil terus kami bertukar liur dan beradu lidah di bawah pancuran shower. “Ahh…” erangku yang keenakan ketika penis ini di kocok oleh Rani. Aku pun tidak tinggal diam, ku mainkan juga jari-jari ku sebelah kanan di belahan vaginanya, masuk menyentuh klitorisnya. Yang sebelah kiri pun tidak tinggal diam, dengan meremas lembut payudaranya hingga putingnya mengeras. Rani hanya mengeluh nikmat “ahh.. ahh..” atas tindakan yang ku lakukan.
Tanpa perlu berlama-lama, mengingat harus segera ke kantor maka ku minta Rani sedikit menungging sambil berpegang pada dudukan closed. Rani pun mengubah posisinya seperti yang ku minta. Mulai ku mainkan kepala penis ini di seputaran vaginanya yang berbulu halus itu, Rani hanya mengeluh erang sambil berkata “ayo mas, masukin udah hangat iniii” katanya lagi-lagi dengan nada manja. Ku pegang pinggulnya, sambil sesekali menepuk pantat Rani yang membuat aku semakin bergairah dan… “Blesss…” Perlahan tapi pasti, batang penisku masuk menghujam vagina Rani, Rani hanya teriak “achh… ahh” aku pun mulai menggoyangkan pinggang maju mundur mengatur ritme, dan merasakan hangatnya dinding vagina Rani di sekitar batang penisku ini.
“Plokk.. plokk.. plokk..” bunyi itu terdengar di antara dua selangkangan yang beradu. Rani sangat menikmati genjotan yang aku berikan dengan tempo teratur yang semakin cepat. Sepertinya, dinding vagina Rani mulai terbiasa menerima kehadiran batang penisku, yaa perawan Rani yang ku renggut tadi malam membuat jalan tersendiri untuk batang penisku masuk dalam lubang kenikmatannya itu. “Ahh.. ahhh.. ahh, enak mas” ucap Rani, sambil aku sedikit menunduk mengikuti alur tubuhnya, agar ku bisa merengkuh kedua payudara indah milik Rani itu. Terus ku pompa dengan memainkan kedua payudaranya, meremas dan mengelus sekitar putingnya. Rani semakin menggelinjang atas perlakukan yang aku berikan itu. Sungguh beruntungnya aku, saat ini statusnya bukan hanya tetangga kontrakanku, tapi menjadi teman tidurku.
Sepuluh menit berlalu, ku rasakan sperma yang ada di dalam tubuh ini segera akan keluar. Semakin ku percepat memompa vagina Rani, dan Rani pun semakin mengerang nikmat “mas Tama.. Rani mau pipis” ujarnya. Mendengar ucapan itu, gelora birahiku semakin memanas “sebentar Ran.. bentar lagi mas keluar” aku pun semakin mempercepat tempo, dan ketika sudah di ujungnya segera ku tarik batang penisku seiiring cairan nikmat Rani juga yang keluar membanjiri sekitar vaginanya dan membasahi batang penisku. “Croott… Crooot…” Ku lepaskan sperma yang dari tadi di tahan di atas pantat sekalnya itu. Padahal baru malam tadi dikeluarkan, ternyata pagi ini tidak kalah banyaknya juga. Kami diam sesaat menikmati sensasi yang baru saja dirasakan. Keringat maupun tetesan air dari shower sudah bercampur menjadi satu diantara tubuh kami. Kemudian ku peluk kembali Rani dan menariknya ke bawah pancuran shower. Ku kecup keningnya, seraya mengucapkan terima kasih. Ya untuk diketahui, satu poin penting ketika kita sudah diberi kenikmatan, maka jangan lupa ucapkan terima kasih kepada pasangan kita saat itu.
Akhirnya kami berdua kembali melanjutkan mandi yang tertunda. Baik tanganku maupun tangan Rani saling menyabuni setiap ujung dan sudut dari tubuh ini. Segar rasanya, ketika habis mengeluarkan energi panas berganti dengan guyuran air. Aku dan Rani pun saling tersenyum mesra, dan mengakhiri mandi pagi itu dengan bersama. Dengan cepat aku berganti pakaian kerja, dan Rani pun kembali mengenakan setelan babydoll yang ia kenakan tadi malam tidak lupa dengan sepasang BH dan CD pink nya itu. “mas Tama siap-siap sana, Rani ke belakang dulu untuk siapin cemilan dan kopi untuk mas” ucap Rani. “Lho, kamu gak ke sekolah hari ini Ran?” tanyaku. Sembari keluar kamar, Rani menjawab “hari ini jadwal mengajar Rani, kosong mas jadi libur deh” jawab Rani.
Yaa aku sungguh beruntung, bertemu dengan tetangga seperti bu guru Rani. Selain di dukung dengan parasnya yang cantik, bentuk tubuh yang sempurna, dan sikap ia kepadaku yang begitu baik. Hanya senyum-senyum sendiri diriku, membayangkan pertempuran tadi malam di sambung pagi ini. Lamunanku buyar ketika Rani sudah datang ke sofa depan, sambil membawa kopi panas dan cemilan roti biskuit untukku. Tentu saja sambil mengobrol dan bercanda mengiringi kami menghabiskan sarapan. Aku pun pamit kepada Rani, untuk segera ke kantor. Rani pun kembali berucap manja “hati-hati di jalan mas.. semangat kerjanya” sambil mencium pipiku.