Cik Yayang tinggalnya pas di depan rumahku. Cik Yayang sudah punya suami, tapi belum punya anak.
Heran, di sekitar rumahku banyak cewek yang cantik-cantik dan sexy, kenapa aku bisa suka dengan wanita yang sudah punya suami? Apa istimewanya Cik Yayang?
Kalau aku melihat dia memakai celana pendek yang tipis dan celana dalamnya kelihatan menjiplak di pantatnya yang bulat, waduh… aku bisa onani 2 sampai 3 kali sehari.
Perawakan Cik Yayang gemuk pendek, sekitar 160 sentimeter tinggi badannya. Matanya sipit, tapi kulitnya putih bening. Kalau aku didekatnya aku bisa melihat pembuluh darah berwarna kebiru-biruan miliknya muncul di tangan dan kakinya. Begitu bening kulit putih Cik Yayang dan buah dadanya juga montok.
Kalau Mama ke rumahnya, aku suka ikut, karena kalau kebetulan pas hari panas, Cik Yayang suka tidak memakai BH, aku bisa melihat buah dada Cik Yayang dengan jelas, pentil buah dadanya besar.
Aku sering membayangkan bagaimana pentil itu dihisap oleh Koh Adri, suami Cik Yayang sewaktu mereka bersanggama. Pulang ke rumah aku ngocok lagi di kamarku.
Pada suatu hari, di rumah Cik Yayang akan diadakan pesta ulang tahun mamanya yang ke 60. Mama ikut membantu memasak dengan beberapa tetangga. Nggak ada masalah kalau aku juga ikut Mama ke rumah Cik Yayang. Aku bisa membantu susun meja dan ngatur bangku untuk para tamu.
“Pandu, kamu suka ikut mamamu kemana saja, kamu masih suka netek ya…” goda Tante Elsye, salah satu tetangga yang ikut membantu memasak di rumah Cik Yayang.
“Ya tuh, Cik Elsye…” jawab Mama. “Soalnya bau mamanya enak sih, kemana-mana mamanya pergi ngekor aja truss…”
Tiba-tiba aku melihat Cik Yayang keluar dari kamar mandi. Rambutnya basah, pasti Cik Yayang baru selesai mandi. Seketika muncul niat jahat di pikiranku, biar kucuri pakaian bekas pakai Cik Yayang kalau dia meninggalkan pakaiannya di kamar mandi, kataku dalam hati.
Jika aku masuk ke kamar mandi, pasti ibu-ibu yang membantu memasak di rumah Cik Yayang sebanyak 4 orang itu tidak akan mencurigai aku berniat jahat ingin mencuri pakaian bekas pakai Ci Yayang. Bisa saja aku ingin kencing.
Atau kalau Cik Yayang tahu dia kehilangan pakaian, di rumahnya banyak orang begitu, belum termasuk famili-familinya yang menginap, Cik Yayang pasti tidak berani menuduh aku sembarangan mencuri pakaiannya. Cik Yayang tidak tahu aku menyukainya kok!
Di dalam kamar mandi selain jantungku berdebar-debar, aku senang sekali, karena di ember aku tidak hanya menemukan pakaian bekas pakai Cik Yayang, tetapi aku menemukan BH dan celana dalamnya.
BH Cik Yayang yang berwarna merah itu baunya asem, sedangkan celana dalamnya yang berwarna hitam belepotan dengan lendir berwarna kekuningan. Lendir itu kental, baunya busuk.
Cepat-cepat aku gulung kedua ‘benda keramat’ itu, lalu aku masukkan ke saku celana pendekku. Aku juga menemukan celana dalam adiknya Cik Yayang, namanya Yuli dan celana dalam mamanya Cik Yayang.
Celana dalam Yuli, warnanya putih, di bagian selangkangannya terdapat noda kecoklatan, baunya amis bercampur bau pesing, sedangkan celana dalam mamanya hanya bau pesing.
Aku tidak mengambil kedua celana dalam itu, karena aku tidak ada keperluannya dengan mereka. Setelah itu aku keluar dari kamar mandi dengan tenang meskipun jantungku berdebar-debar karena bukan kebiasaanku mencuri celana dalam, apalagi celana dalam milik wanita yang kusukai.
“Pulang gih sana…” suruh Mama.
“Minta duit…” kataku manja pada Mama.
Mama memberikan aku 10 ribu, lalu aku segera pulang. “Pandu, mau kemana kamu?” teriak Cik Yayang memanggil aku saat aku melewati pintu kamarnya.
“Mau pulang Cik…” jawabku, mudah-mudahan Cik Yayang tidak melihat kantong celana pendekku yang menggelembung berisi BH dan celana dalam kotornya, batinku.
“O… bisa bantu Cicik angkat kasur keluar untuk dijemur nggak? Cicik nggak kuat angkat sendiri…”
“Boleh…” jawabku dengan senang hati.
Lalu aku masuk ke kamar Cik Yayang membantu dia mengangkat kasur ke halaman untuk di jemur. “Ini kasur Cicik tidur berdua sama Ko Andri, ya?” tanyaku setelah meletakkan kasur per itu di halaman.
“Ya dong, apa kamu mau ikut tidur dengan Cicik?” goda Cik Yayang.
“Nggak ah kalau tidur bertiga, kalau tidur berdua dengan Cicik aku mau.” jawabku.
“Kenapa?”
“Kalau tidur berdua sama Cicik kan aku bisa dipeluk sama Cicik, hi.. hi..”
“Tidur bertiga, Cicik juga berani peluk kamu, Ko Andri orangnya baik kok…” jawab Cik Yayang.
Hanya sampai disitu pembicaraanku dengan Cik Yayang, karena Cik Yayang sudah dipanggil oleh mamanya.
Sesampai di kamarku, aku bisa melihat nomor BH Cik Yayang di labelnya, nomor 36B, lalu aku membandingkan dengan BH Mama. BH Mama nomor 34B. Sedangkan celana dalam Cik Yayang, nomornya L.
Hari-hari yang kulalui tidak bisa aku lewati tanpa menikmati bau BH dan celana dalam bekas pakai Cik Yayang sambil aku ngocok kontolku. Kalau kontolku keluar air mani, rasanya aku sangat puas, karena air maniku keluarnya sangat banyak dan kental seperti mengandung butiran buble gum.
Apalagi kalau Cik Yayang berada di halaman rumahnya menjemur pakaian, aku mengocok kontolku, sengaja aku menghadapkan kontolku ke jendela kamarku yang kubuka lebar-lebar.
“Hadd…dee..eehh… apa yang kamu lakukan, Panduu..uuu…??!!!!” jerit Mama tiba-tiba berdiri di depan kamarku.
Aku tidak hanya panik saat itu. Jika ada sumur di depanku, rasanya aku ingin mencebur diriku ke dalam sumur saking malunya aku terhadap Mama.
“Bukan tutup pintu, ya… sampai Mama keget tadi! Bagaimana kalau Mama sakit jantung…???” gerutu Mama masuk ke kamarku.
Aku menutup kontolku yang sudah loyo karena ketakutan dan malu itu dengan telapak tanganku. Mama mendekatiku dan memandangku dengan senyum yang tertahan, lalu memandang ke bawah, “He.. he.. kocok lagi…” kata Mama tertawa ringan. “…Mama pengen lihat…”
Bagaimana reaksiku selain malu dengan Mama, karena bulu kontolku sangat lebat.
“He.. he.. Mama aja…” jawabku.
“Mmm..mmh…” lenguh Mama dengan wajah cembetut. “Mama belum pernah, maka itu Mama pengen lihat, ayoh…”
Cik Yayang sudah menghilang masuk ke rumahnya. Untung Mama tidak tau aku ngocok kontolku sambil nonton Cik Yayang menjemur pakaian.
“Ayoh…” kata Mama lagi seperti penasaran.
“Sudah gak bisa tegang…” jawabku.
“Nggak papa… dibuka coba, Mama pengen lihat…” suruh Mama. “Kan sudah lama Mama nggak melihat… ayoh…”
Aku masih dipengaruhi oleh bayangan Cik Yayang, lalu aku menyingkirkan telapak tanganku yang menutupi kontolku. Kontolku benar-benar tertunduk malu di depan Mama.
“Uhh… besar, Du…!” lenguh Mama. “Kalau dimasukin ke Mama, pasti punya Mama sesak deh… mau coba…??” tanya Mama.
Aku pernah membaca cerita mengenai hubungan incest antara anak dengan ibunya sendiri, tetapi oleh karena aku tidak napsu dengan Mama, melainkan napsu dengan Cik Yayang, aku tidak terkejut mendengar pertanyaan Mama.
“Dicoba yuk, daripada kamu kocok gitu… yuk…” ajak Mama menarik tanganku ke tempat tidur.
Aku tidak membantah Mama. Di depan tempat tidur Mama melepaskan celana longgar selutut yang dipakainya. Melihat celana dalam yang dipakai Mama dan pahanya, kontolku tetap tertunduk malu.
Mama naik ke tempat tidur berbaring. “Ayoh, naik ke sini…” suruh Mama.
Aku menurut. Aku naik ke tempat tidur. Lantas Mama melepaskan celana dalamnya.
“Ayoh… naik…” suruh Mama.
Aku tetap tidak bernapsu dengan Mama. Mungkin kalau Cik Yayang yang suruh, secepatnya aku naik ke tubuhnya memasukkan kontolku ke lubang memeknya dan menyetubuhinya.
Tetapi karena aku takut mengecewakan Mama, akupun naik ke tubuh Mama. Mama langsung menjulurkan tangan kanannya ke bawah memegang kontolku yang masih loyo, lalu Mama mengusap-usapkan kontolku ke depan memeknya, “Sseesstthh…. aaahhh…” desah Mama. “Nih, hisap, sayang…” suruh Mama menaikkan kaos dan BH-nya menyuruh aku menghisap teteknya yang sudah ditelanjanginya.
Tetek Mama kecil. Putingnya mungil dan buletan di sekitar putingnya hanya sebesar koin 500 rupiah. Aku mulai sedikit bernapsu, apalagi kontolku terasa nikmat digosok-gosok terus oleh Mama ke memeknya.
Akhirnya kontolku benar-benar tegang. Lalu Mama menekan palkonku ke lubang memeknya yang terasa sudah basah. “Ayoh… masukin…” suruhnya. “Dorong saja, mudah kok…”
Sambil aku mendorong batang kontolku yang keras ke lubang memek Mama, kedua kaki Mama ikut membantu dengan menekan maju pantatku, sehingga sluuu..uurppp…. bleeessss… ambles lubang memek Mama dimasuki kontolku.
Kedua kaki Mama segera mendorong-dorong pantatku. “Huu..uuhh… keluarin sayang… oohhh, enak banget… sshhhh… aahhh…” Mama mendesah-desah.
Pergesekan kontolku dengan dinding memek Mama terasa sangat nikmat, sehingga membuat aku mulai ngentot Mama. Kontolkunkutarik keluar lalu kudorong masuk, keluar-masuk, kulakukan begitu terus berulang-ulang.
“Ooohh… sayang, truusss…” desah Mama.
“A.. akuh ma…mau keluar, Mah…” desahku juga saat merasa kontolku memakin nikmat tergesek dinding memek Mama.
Kedua kaki Mama mendorong pantatku. “Ayoo..ohh…. keluarkan… shiitt… ooohhh… uuughhh…”
Crooottt… crroottt… crrooottt….
Aku dan Mama diam tak bergerak. Sejenak kemudian, aku menggulingkan tubuhku turun dari tubuh Mama dengan kontol yang sudah loyo mengkerut. Ada perasaan takut di hatiku, bagaimana sampai ketahuan…
“Jangan cerita sama siapa-siapa ya…” kata Mama padaku.
“Aku juga takut, Ma…” jawabku dengan suara gemetar.
Beberapa hari kemudian aku mendengar suara Cik Yayang memanggil Mama di depan pintu pagar. Mama kebetulan tidak ada di rumah, lagi pergi keliling berjualan pakaian.
“Mama tidak ada di rumah, Cik..” kataku keluar dari rumah menemui Cik Yayang.
“Mamamu tinggalin pakaian di rumah nggak, Pandu? Cicik mau tukar BH yang kemarin Cicik beli, nggak cocok terlalu ketat…” ujar Cik Yayang.
“Coba aku lihat ya, Cik… ayo masuk…” kataku membuka pintu pagar untuk Cik Yayang yang memakai daster berkain lembut berwarna kuning itu. Lalu aku pergi ke gudang melihat apakah Mama meninggalkan barang dagangannya.
“O… ada Cik…” kataku keluar dari gudang menemui Cik Yayang di ruang tamu sambil kubawa bungkusan dagangan Mama.
Aku menaruh bungkusan itu di meja ruang tamu dan Cik Yayang mulai memilih-milih BH yang cocok untuknya. “Daripada Cicik bawa pulang coba di rumah, lebih baik Cicik coba di sini aja ya, Pandu. Boleh nggak Cicik pinjam kamarmu?”
“O… boleh dong, ayo Cik…” aku mengajak Cik Yayang masuk ke kamarku. “Tapi kotor kamarku, Cik…”
“Gak papa…” jawab Cik Yayang membawa 2 lembar BH masuk ke kamarku, warna coklat dan warna hitam.
Aku teringat dengan BH bekasnya yang kusimpan, tapi bau keringat Cik Yayang sudah pudar. Celana dalamnya juga sudah jamuran, mau aku buang sayang.
Aku meninggalkan Cik Yayang di kamarku dan Cik Yayang tidak menutup pintu kamar. Jantungku berdebar-debar, berani tidak aku masuk ke dalam kamar ditengah-tengah Cik Yayang memcoba BH. Pasti daster dan BH yang dipakainya dilepas saat dia mencoba BH, batinku
Benar saja, sewaktu aku pura-pura melewati pintu kamarku, aku melihat Cik Yayang di dalam kamar hanya memakai BH dan celana dalam.
“Ah… Cicik, maaf… belum selesai, ya?” kataku pura-pura kaget berdiri di depan pintu kamar
“Nggak apa-apa, masuk aja sini…” suruhnya.
Dengan jantung berdebar aku masuk ke kamar mendekati Cik Yayang yang mau membuka BH yang dicobanya, tetapi tidak jadi. Dia bertanya padaku, “Bagus nggak Cicik pakainya?”
“Bagus… hi.. hi… Cicik sexy…” jawabku tertawa cengengesan, penisku rasanya berdenyut-denyut di dalam celana pendekku melihat tubuh Cik Yayang hanya hanya memakai BH dan celana dalam.
“Bagus yang hitam apa yang coklat? Dua-duanya pas sih buat Cicik…” kata Cik Yayang.
“Ambil aja dua-duanya Cik…” jawabku.
“Tapi Cicik nggak begitu suka yang warna coklat…”
“Ya udah, ambil aja yang warna hitam…” balasku.
“Ya deh, bantu Cicik copot pengaitnya, ya….” suruh Cik Yayang, lalu aku segera membantu Cik Yayang membuka pengait BH-nya yang berada di punggungnya.
Rasanya aku ingin membelai punggung Cik Yayang yang putih bersih itu, apalagi tercium olehku bau keringatnya. Penisku keras sekali sampai celana pendekku membentuk tenda kecil. Apalagi kemudian aku melihat payudara Cik Yayang yang telanjang sewaktu dia melepaskan BH-nya dan hanya memakai celana dalam saja.
“Cik…” panggilku.
“Kamu terangsang ya, tuh lihat celana kamu sampai menggelembung begitu besar…” kata Cik Yayang tidak buru-buru memakai BH-nya.
“Ya…” jawabku seraya aku menjulurkan tanganku menjangkau payudaranya.
“Ih… jangan…” kata Cik Yayang menangkap tanganku.
“Kocok kontol aku ya, Cik…” ujarku berani.
“Ihhh… gila, kocok kontol? Pasti kamu sudah sering onani, ya?” kata Cik Yayang.
“Ya Cik, aku suka sama Cicik, aku sayang sama Cicik, aku onani sering membayangkan Cicik, maaf ya Cik, kalau aku kurang ajar sama Cicik…”
“Laki-laki seumuran kamu wajar kalau sering onani, Pandu… Ko Andri juga masih sering onani kok…” jawab Cik Yayang.
“He.. he..” aku tertawa.
“Sini, keluarkan burungmu. Tapi hanya onani, ya… nggak yang lain ya…”
Akupun tanpa malu mengeluarkan penisku dari dalam celana pendekku. “Mmm… panjang sekali, Pandu…” guman Cik Yayang mengenai bentuk penisku.
“Baring saja kamu…” suruh Cik Yayang. “Supaya gampang Cicik ngocoknya, tapi kamu jangan cerita ke teman-temanmu, ya….”
“Ya Cik, nggak…” jawabku berbaring di kasur.
Cicik Yayang duduk bertelanjang dada di tepi tempat tidur menggenggam penisku yang berdiri tegang dengan tangan tangannya yang mulus dan hangat, lalu mengocoknya. Sambil mengocok, dia meludahi penisku. Mungkin supaya basah dan gampang dikocok.
“Oh… enak, Cik… bolehkah aku pegang tetek Cicik?” tanyaku.
Cik Yayang berbaring di sampingku, lalu menyodorkan pentil payudaranya ke mulutku. “Ohh…” desah Cik Yayang saat aku menghisap pentil payudaranya yang nikmat seperti anak kecil menyusu pada payudara ibunya.
Lama-lama aku menghisap, mungkin merasa nikmat, lalu Cik Yayang menggosok-gosok penisku ke selangkangannya yang tertutup celana dalam. Aku pura-pura tidak tahu dan terus menghisap pentil payudaranya.
Tidak lama kemudian, Cik Yayang menarik lepas pentil payudaranya dari mulutku, lalu dia merubah posisi dengan naik ke atas tubuhnya. Penisku ditindihnya dengan selangkangkannya yang tertutup celana dalam, lalu selangkangannya digoyang-goyangkannya maju-mundur.
“Boleh lihat memek nggak, Cik?” tanyaku.
“Nggak boleh,” jawabnya, tapi kemudian dia menyibak sedikit celana dalamnya untukku. Memeknya hanya kelihatan pinggirnya saja, warnanya coklat, berbeda warna dengan pahanya yang berwarna putih bening.
Air maniku sudah mau keluar, tapi entah bagaimana caranya, tiba-tiba penisku sudah masuk ke dalam memek Cik Yayang. Dimasukkan lewat bagian pinggir celana dalamnya.
Cik Yayang menggoyang. Penisku yang keras di dalam memeknya itu seperti ditekuk-tekuk. Ngilu tapi nikmat. Aku tidak bertahan lebih lama lagi, kemudian jebollah kantong air maniku.
Croott… crroott… crroott.. air maniku keluar di dalam memek Cik Yayang.
“Awas, kalau kamu ngomong sama teman-teman kamu. Cicik nggak bakalan kasih kamu lagi.” ancam Cik Yayang. “Kecuali kamu pegang rahasia ini kuat-kuat, kapan kamu mau, Cicik akan kasih kamu.” kata Cik Yayang.
“Baiklah, Cicik.” jawabku.
Aku mendapat 2 wanita sekaligus. Aku jadi bisa bergantian menyetubuhi mereka. Enak… asyik.