Jika ada kegiatan di rumah tetangganya, seperti acara sunatan atau acara pernikahan, ia tidak pernah absen datang membantu. Saya memanggilnya Bu Zaskia.
Umurnya menurut taksiran saya sekitar 45 tahunan. Ia seorang ibu rumah tangga biasa dengan 3 orang anak yang sudah dewasa semua. Anak pertamanya laki-laki, seorang PNS berdinas di daerah timur Indonesia. Yang kedua perempuan bekerja sebagai seorang Pengawas Mutu (QC) di sebuah pabrik elektronik di luar Jakarta. Dan yang bungsu kuliah di sebuah universitas swasta di Jawa Tengah.
Suaminya jarang kelihatan, katanya bekerja di Riau mengelola kebun kelapa sawit milik temannya. Sehingga, Bu Zaskia jadinya lebih sering tinggal sendirian saja di rumahnya.
Ibu yang yang berkulit kuning langsat dan bibirnya agak lebar tapi tidak terlalu tebal ini, memiliki daya tarik tersendiri untuk saya. Daya tariknya bukan terletak pada payudaranya yang montok, apalagi wajahnya yang biasa-biasa saja atau rambutnya agak ikal sebahu lewat, tapi ia memiliki daya tarik seksual di balik tubuhnya yang gemuk tidak kuruspun tidak itu.
Kesempatan saya berdekatan dengan Bu Zaskia adalah ketika ia meminta saya mengantarnya pulang mengambil panci di rumahnya. Sore itu selesai sholat magrib saya membantu memasang tenda di hajatan Haji Syukur, sedangkan Bu Saskia tugasnya memasak.
Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Saya menyanggupi permintaannya dan saya segera menghidupkan sepeda motor saya. Tak lama kemudian Bu Zaskia pun duduk di belakang sepeda motor saya. Pas pula, tempat duduk sepeda motor saya agak nungging ke depan seperti tempat duduk sepeda motor trail.
Saya menggeber agak kencang sepeda motor saya. “Pelan-pelan saja Dik Uki, Ibu takut!” kata Bu Zaskia yang pantatnya duduk di ujung tempat duduk sepeda motor saya.
“Kalo pelan jalannya gak enak, Bu.. lagi pula kelihatannya mau hujan!” jawab saya.
“Kalo kenapa-kenapa di jalan, kamu tanggung jawab, ya?” balasnya.
“Waduhh, jangan mengharapkan kenapa-kenapa dong, Bu… saya belum kawin, nih!” jawab saya sekenanya.
“Iihhhhh…!!” Bu Zaskia mencubit paha saya dengan gemas.
“Aduuhhh….”
“Makanya jangan kenceng-kenceng…” celutuknya.
Tapi tak lama kemudian, “Awwwww..!!” seru Bu Zaskia ketika roda sepeda motor saya terantuk lubang dan Bu Zaskia mengalungkan tangannya ke perut saya.
Pada saat yang sama, saya di dalam hati juga berseru,: “Awww..ww..!!” ketika merasakan tetek Bu Zaskia yang kenyal tergencet di punggung saya.
“Iihhhhh….” cubit Bu Zaskia pada perut saya. “Sudah dibilang jangan kenceng-kenceng…”
Tangan saya menangkap punggung tangan Bu Zaskia. “Oke, sayang… oke…”
“Sayang… sayang… sudah ah, jangan bercanda melulu, nanti kamu benar-benar nggak kawin…”
“Haa… haa…”
“Waduuhh… mati lampu, Dik Uki!” kata Bu Zaskia ketika sepeda motor saya memasuki gang yang mau menuju ke rumahnya.
Ada beberapa rumah yang menyalakan lilin di halaman rumah. Sepeda motor saya sampai juga di depan pagar rumah Bu Zaskia. Teras rumahnya gelap.
Bu Zaskia membuka gembok pintu pagar dengan kunci yang dibawanya. Setelah saya mendorong masuk sepeda motor saya ke halaman rumahnya, ia menggembok kembali pintu pagar, lalu melangkah membuka pintu rumahnya.
Saya menunggu. Selama penantian saya membayangkan sedang bergumul dengannya di kasur melepaskan hasrat saya yang terpendam dengannya. Saling mencium, saling menjilat dan saling meraba.
“Dik Uki, tolong bantu Ibu masuk ke dalam ambil lilin sama korek api di samping televisi,” kata Bu Zaskia setelah membuka pintu rumahnya.
Saya menyalakan handphone saya. Layar handphone saya terangnya tidak seberapa, tapi lumayan untuk mengusir kegelapan ruangan rumah Bu Saskia. Saya menemukan lilin yang tinggal setengah batang di dekat televisi, tapi korek apinya tidak ada.
Kemudian Bu Zaskia melangkah masuk ke rumahnya. Oooppss… nyala handphone saya mati. “Waduhh, gimana nih Dik Uki, gelap gulita begini…” seru Bu Zaskia gelisah.
“Handphone Ibu dong, dinyalakan,” kata saya.
“Tadi di rumah Pak Haji, baterenya sudah tinggal setrip,” jawabnya.
Ooo… ini adalah satu kesempatan yang baik, batin saya. Lalu saya melangkah memegang tangannya. Saya menuntunnya ke meja televisi.
Ketika tangan Bu Zaskia meraba-raba meja dengan membungkuk, kedua tangan saya melingkar ke perutnya. “Dik Uki, apa-apaan sih ini?” ujar Bu Zaskia.
Bu Zaskia nampak agak terkejut menerima perlakuan saya, tapi ia tidak memberontak dan meronta.
Preettt…. lampu di luar menyala. “Maafkan kelancangan saya, Bu.” kata saya. “Soalnya sudah lama saya memendam rindu pada Ibu,” saya mencium lehernya.
“Jangan, Dik. Lampu sudah menyala, kalau kelihatan orang dari luar sana bagaimana?”
Bu Zaskia melerai tangan saya yang memeluk perut bucitnya, lalu pergi menyalakan lampu teras dan lampu ruangan, kemudian menutup pintu rumahnya.
Ia ke belakang. Beberapa saat kemudian ia kembali ke depan sambil membawa panci.
“Dik Uki, maksud kamu apa tadi?” ia bertanya pada saya.
“Mmaaaff Bu… maaf… kalau Ibu tersinggung… maaf sekali lagi,” jawab saya.
“Apa kamu cinta sama Ibu, gitu? Nggak apa-apa, Dik Uki. Ibu cuma kaget, Ibu nggak marah…”
“Beneran Bu, Ibu nggak marah?”
“Kamu sudah buat darah Ibu berdesir waktu kamu ngomong memendam rindu pada Ibu…”
Saya mengambil panci dari tangan Bu Zaskia, menaruh di meja, lalu memeluk Bu Zaskia. “Ibu juga jatuh cinta sama saya?”
“Ibu mau lebih dari itu,”
Uuhhh… saya langsung mengecup bibir Bu Zaskia berulang-ulang. Lama-lama kecupan saya berubah menjadi lumatan di bibir Bu Zaskia. Saya mengalungkan tangan saya ke lehernya saat Bu Zaskia membalas lumatan bibir saya.
Kami sangat menikmati permainan bibir itu, sampai-sampai Bu Zaskia saya baringkan di sofa sambil terus melumat bibirnya dengan lembut.
Perlahan saya menurunkan bibir saya ke arah dagunya dan semakin turun ke lehernya. Bu Zaskia menggelinjang dan mendesah-desah nikmat, membuat saya semakin terangsang.
Saya meremas payudaranya yang selama ini hanya saya dambakan dalam lamunan pada setiap acara onani saya. Bu Zaskia makin menggelinjang dan semakin belingsatan. Tiba-tiba ia mendorong tubuh saya. “Di kamar saja, yuk!” ajaknya.
Sayapun mengangguk dan mengikuti Bu Zaskia ke kamarnya. Di kamar, kami melanjutkan acara saling memagut dan melumat bibir. Kemudian Bu Zaskia melepaskan bajunya.
Bu Zaskia sekarang hanya memakai bra dan celana dalam saja. Nampak payudaranya yang memang lumayan besar tapi agak kendor. Memeknya yang tembem tertutup celana dalam putih.
Lalu Bu Zaskia naik ke kasur dan menciumi bibir saya kembali dengan posisi berlutut. Saya menyambut ciumannya sambil meremas lembut payudaranya. Kemudian saya melepas kaitan bra-nya dan setelah berhasil kujilati pentilnya dan kuremas pelan. Sambil saya mengisap payudaranya yang sebelah kiri, saya meremas payudara yang sebelah kanan.
Bergantian saya menjilati dan mengisap kedua payudara Bu Zaskia sembari ia masih berlutut menghadap saya. Tak lama ia merapatkan perutnya dan menggoyang-goyangkan memeknya di dada saya sambil terus mendesah, kemudian ia merapatkan perutnya dan memeluk tubuh saya erat seraya melenguh panjang,: “Oooowwhhh…. aahhh…. ssshhhh….emmhh…aaahhh…aahhhh… aaahhhhh!!!”
Rupanya Bu Zaskia orgasme. Wajahnya nampak memelas sekali. Segera saya melepaskan semua pakaian dari yang terluar sampai yang terdalam. Kontol saya yang sudah ngaceng sedari tadi pun tegak terangguk-angguk menanti sasaran tembak.
Tanpa banyak komentar, Bu Zaskia langsung menciumi biji saya dengan lembut. Sesekali ia mengulum biji peler saya dan menjilatinya. Setengah mati saya menahan geli-geli enak dan rasa aneh saat ia mengulum biji peler saya. Rasa-rasa ingin kencing, linu dan rada-rada enek.
Saya membelai rambutnya sambil sebelah tangan saya mengusap punggungnya yang halus. Lalu ia menciumi batang kontol saya dan memasukannya ke mulut.
“Ahh…. aahhhh… enak, Buu… aahhh… shhhh… aaahh…” suara itu yang keluar dari mulut saya saat kepalanya maju mundur mengulum kontol saya.
Tak tahan melihat pantatnya yang bulat, segera saya menarik pahanya ke atas, dan dalam sekejap kami sudah berada dalam posisi 69. Saya menjilati memeknya dengan gembira, kadang-kadang saya menekan lidah saya ke kelentitnya sambil terus meremas pantatnya.
Bu Zaskia nampak terbawa dengan permainan ini dan ia mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya dan terkadang menekannya ke muka saya sampai-sampai saya susah bernapas.
Saya menggulingkan tubuhnya dan mengambil inisiatif melebarkan pahanya dan mulai menusuknya dengan kontol saya. Saya mengulek-ulek sedikit permukaan memeknya dengan kepala kontol saya.
Perlahan mulai saya memasukkan kontol saya, sambil terus mengulek permukaan memeknya. Bless… clleppp… perlahan namun pasti kontol saya mulai memasuki area persanggamaan Bu Zaskia sambil diikuti erangan dan lenguhan Bu Zaskia.
Saya menggenjot memek Bu Zaskia yang berbulu hitam lebat itu dengan kecepatan biasa dengan posisi dua kaki Bu Zaskia berada di bahu saya. Maju-mundur saya menggenjot memek Bu Zaskia.
Bu Zaskia terus mendesah, tak lama leher saya dijepit oleh kedua kaki Bu Zaskia dan ia mengangkat pantatnya ke atas sambil melolong panjang …..
“Hhhhhhhhnnngggkkkhhh…aahh… aaahhh…” kembali Bu Zaskia orgasme.
Saya menurunkan kaki Bu Zaskia dan mengarahkan agar Bu Zaskia berbaring dengan posisi menyamping. Saya mengangkat kaki sebelah kanannya dan saya masukan lagi kontol saya ke memeknya dengan posisi menyamping dan menduduki kakinya yang sebelah kiri.
Perlahan namun pasti, sambil menggenjot saya memegangi kaki kanannya maju mundur, lama kelamaan saya percepat genjotan saya sambil memilin-milin pentil tetek Bu Zaskiah.
Menerima perlakuan saya, Bu Zaskia makin blingsatan dan terus ber-ah oh ahh ooh membuat libido saya semakin memuncak. Saya percepat kocokan saya dan akhirnya sambil menjilati betis Bu Zaskia saya melepaskan pejuh saya di dalam memek Bu Zaskia.
“Aaaagggg…. huuaahhhh…. aaagggg….”
Crroott…. crroott… crrottt… sperma saya menembak rahim Bu Zaskia sekitar 2 menit lamanya. Serasa mau copot semua persendian badan saya. Saya pun melorot dan rebah di samping Bu Zaskia. Saya memeluk badannya dan mencium pipi dan bibirnya dengan mesra.
“Makasih ya, sayang,” kata saya.
Bu Zaskia hanya tersenyum dan mengusap-usap dada saya. Kami berpelukan, lalu Bu Zaskia berdiri mengambil celana dalamnya. Ia lalu mengelapi memeknya yang basah. Setelah itu, ia pun mengelapi kontol saya yang mulai mengendor usai bertempur.
Ia lalu mencium bibir saya dan berdiri kembali, “Ibu ke kamar mandi dulu ya, sayang…” katanya sambil berlalu tanpa busana ke kamar mandi.
Saya hanya berbaring tersengal-sengal mengatur napas saya. Tak lama kemudian saya tertidur bertelanjang bulat di kamar Bu Zaskia.