Saat kami hanya berdua saja di rumah, ibu mertua saya bertanya pada saya. “Kenapa Mama ini sial melulu ya, Onli? Sudah 3 tahun Mama dagang, tapi gak pernah yang namanya untung… ” keluh ibu mertua saya.
“Memangnya Mama rugi berapa?” tanya saya.
“Delapan puluh juta! Tapi jangan sampai ketahuan sama istri dan papamu lho, ya?”
Tiba-tiba pikiran saya berubah menjadi kotor dan ada keinginan untuk bisa mencicipi tubuh perempuan berusia 48 tahun yang duduk di depan saya ini. Biasanya wanita yang sudah kehilangan pegangan begini, suka dimanfaatkan oleh dukun cabul untuk beraksi. Kenapa saya tidak mencobanya?
“Mama mau cari orang pintar, nggak.. untuk menerawang nasib Mama?” tanya saya.
Mata ibu mertua saya berbinar seketika. “Nah… betul Onli… ayo! Kapan kamu mau ngajak Mama ke sana?” tanya ibu mertua saya bersemangat.
“Besok di kantor, Onli cari informasi dulu sama teman Onli…”
Wajah ibu mertua saya yang berkabut, nampak jadi cerah. Ia tidak tahu apa yang ada dipikiran saya. Saya jadi tidak sabar menunggu sampai besok.
Keluar dari kantor, saya mampir membeli bunga di pasar. Di toko bunga itu, dijual macam-macam bunga potong, roncean bunga melati dan bunga untuk tabur kuburan. Saya membeli kembang 7 rupa. Sesampai di rumah, ibu mertua saya tak sabar lagi ingin mendengar informasi dari saya.
Jantung saya berdebar-debar tidak karuan saat saya duduk di dapur berbicara dengannya. “Onli sudah bertemu dan bertanya sama teman Onli. Ia memberikan Onli kembang 7 rupa ini untuk Mama mandi.” saya membuka kembang 7 rupa yang saya beli di pasar di depan ibu mertua saya. “Tapi nggak hanya itu syaratnya, Ma. Teman Onli bilang, badan Mama sudah tercemar hawa kotor dan harus dilawan dengan hawa kotor juga, yaitu Mama harus berhubungan intim dengan salah satu laki-laki di rumah ini, tapi bukan dengan Papa, pada jam 12 tepat nanti, kemudian Mama baru membersihkan badan dengan air yang direndam kembang 7 rupa ini. Mama harus melakukannya 3 hari berturut-turut. Mama keberatan nggak dengan syarat itu?”
“Menurut kamu bagaimana?”
“Kalau Mama ragu-ragu. Lebih baik jangan…”
“Ya, sudah! Mama ikuti saja deh…”
“Nah, kita memakai kamar tidur dan kamar mandi di belakang saja ya, Ma?”
“Sudah lama nggak dipakai pembantu, harus dibersihkan dulu…”
“Mama tenang saja. Onli bisa bersihkan…” kata saya.
Saya segera pergi membersihkan kamar tidur pembantu berukuran 4 x 3,5 meter yang sudah banyak sarang laba-labanya itu. Ibu mertua saya membawakan saya seprei bersih dan ia membantu saya menyikat lantai kamar mandi. Sebelum istri saya dan bapak mertua saya pulang kerja jam 8 malam, kami sudah selesai bersih-bersih.
Saya menghamparkan selembar kain putih di lantai kamar tidur. “Jam 12 nanti Mama duduk bersila di sini dengan telanjang, ya…” kata saya.
Menunggu jam 12 tengah malam, rasanya panjang sekali. Untung istri saya lagi mens dan ia sakit perut. Sehabis mandi dan minum obat, ia langsung tidur pulas tidak mengajak saya berhubungan badan.
Jam 12 kurang seperempat, saya mendengar suara pintu kamar tidur mertua saya dibuka. Sebentar kemudian, suara sandal ibu mertua saya melewati depan pintu kamar tidur saya melangkah ke belakang. Saya keluar dari kamar saya, ibu mertua saya sedang berada di kamar mandi utama. Saat ia keluar dari kamar mandi berjalan membuka pintu menuju ke kamar tidur pembantu, ia tidak memandang ke belakang. Tubuhnya terbalut selembar kain.
Hmm…
Saya membuka pintu kamar pembantu. Ibu mertua saya sedang duduk di tepi tempat tidur. Sinar lampu yang redup, tidak akan menembus keluar dari kamar sehingga menimbulkan kecurigaan pada papa mertua saya atau istri saya seandainya tiba-tiba mereka keluar dari kamar tidur pergi beraktivitas di kamar mandi.
Ibu mertua saya nampak malu dan tidak berani melepaskan kainnya saat ia duduk di atas kain putih. Saya melepaskan kaos dan celana pendek saya di belakang tempat duduknya. Setelah itu saya membantu ia melepaskan kain yang membalut tubuhnya. Ibu mertua saya sekarang nampak duduk telanjang bulat di atas kain putih.
Saya meminta ia menutup mata. Saya lalu maju ke depan. “Mama ikuti ucapan Onli,” kata saya menaruh telapak tangan di atas kepalanya, lalu saya mengucapkan,: “Dewi cinta, kasihanilah saya yang tidak beruntung ini, bukalah pintu rezekimu untuk saya…”
Saat ibu mertua saya mengucapkan kalimat itu, bibirnya menyentuh penis saya yang sengaja saya dekatkan. Ia mengucapkan kalimat itu 5 kali. Selesai, saya membenamkan penis saya ke dalam mulutnya. Ia mengulumnya perlahan tanpa melawan.
Saya tidak tahu bagaimana biasa gayanya saat mulutnya mengulum penis suaminya. Saya tidak sempat memikirkan itu lagi. Saya membawanya ke tempat tidur, lalu menindihnya.
Saya mengarahkan sendiri penis saya ke liang vagina ibu mertua saya yang dibalut dengan bulu kemaluan tipis itu. Penis saya, saya tarik dan saya masukkan dengan pelan dan semakin lama semakin dalam. Terasa saat penis saya tarik, ada otot yang menangkap dan menjepit. Ketika penis saya dorong ke depan, ada cengkraman dan denyutan dalam vaginanya, sehingga saya akhirnya mendorong habis penis saya sampai habis ke dalam.
Penis saya mulai bermain maju mundur sambil mulut saya mengisap puting susunya yang kecil merona merah. “Oohhh….. hahhhhh…….” terdengar suara ibu mertua saya mendesah pelan.
Saya tidak sempat mempertahankan lebih lama agar perempuan ini sampai puncak. Belum sempat saya menikmati 5 menit, ujung penis saya mulai ada rasa desakan yang akan menembakkan cairan. Saya tidak ingin mengeluarkan air mani saya di luar vagina ibu mertua saya. Perempuan berusia 48 tahun ini tidak bakal hamil lagi. Saya menembakkan cairan nikmat saya di dalam liang birahi ibu mertua saya.
Saya terkulai lemas di atas tubuh telanjang ibu mertua saya. Setelah rasa lemas di tubuh saya mulai reda, saya melepaskan penis saya dari liang surga dunia ibu mertua saya. Saya membersihkan cairan sperma yang mengalir keluar dari liang menganga di selangkangannya itu dengan kain putih.
Saya membangunkannya dan menuntunnya ke kamar mandi. Saya mendudukkannya di bangku plastik tanpa sandaran yang telah saya siapkan, lalu menyiram rambut panjang ibu mertua saya dengan air rendaman kembang 7 rupa.
Dalam hati saya tertawa, sekaligus sedih. Tapi saya mencoba memendam kesedihan hati saya dan ketika keesokkan paginya kami bangun beraktivitas, kami biasa-biasa saja.
Malam kedua…
Ibu mertua sayalah yang mengarahkan penis saya ke dalam lubang kenikmatannya. Saya memasukkan dengan sekali terobos kemudian saya kocok dengan binal. Tangan saya memeras buah dadanya yang masih kenyal dan mulut melumat puting susunya. Sedotan vaginanya pun semakin kuat dan kembali terdengar suara desahan tanda kenikmatan menyerang tubuh ibu mertua saya.
Saya tidak ragu-ragu lagi membalik tubuhnya ke atas. Duduk di pangkuan saya dengan payudara menggantung, ibu mertua saya juga tidak segan-segan pula memacu penis saya yang membenam dalam liang vaginanya.
Gerakan buah dadanya di bawah terang sinar sinar bohlam terayun-ayun menyebabkan saya tidak tahan. Saya membalik tubuh ibu mertua saya kembali berbaring di tempat tidur. Gerakan mengocok saya lakukan dengan pelan-pelan agar saya bisa bertahan lama dan tidak cepat keluar.
Gerakan pelan itu ternyata menambah kuat cengkeraman vagina ibu mertua saya disertai denyutan panjang yang kemudian diikuti gerakan liar pantatnya. Tidak lama kemudian perempuan itu merintih panjang,: “Aduuuhhhh…….aduhhhhh….. aaahhhhh….” yang diikuti dengan rangkulan sebagai pertanda ia mencapai puncak. Desakan dalam penis saya juga tidak bisa saya bendung lagi dan saya semprotkan air mani saya di dalam.
Malam ini kami bisa saling tersenyum dan saling memeluk, bahkan di dalam kamar mandi, kami melakukannya sekali lagi.
Malam ketiga…
Hubungan seks kami bukan lagi hubungan untuk mencari kekayaan, tetapi telah berubah menjadi hubungan mendapatkan keniikmatan masing-masing. Istri saya benar-benar tidak mengetahui hubungan gelap saya dengan ibunya yang masih berlangsung hingga sekarang.