Cerita Dewasa Gadis Yang Duduk Di Lobi – Waktu itu aku melihat seorang gadis yang kini sedang duduk di lobi salah satu hotel berbintang yang berada di pusat kota. Diantara gadis-gadis lain yang kebetulan ada disana, Cinta memang terlihat lebih mencolok. Parasnya yang cantik alami pastilah membuat laki-laki tergoda untuk meliriknya. Termasuk beberapa laki-laki yang kebetulan juga berada disana. Tidak sedikit diantara lirikan tersebut sempat beradu dengan tatapan Cinta. saat itu terjadi diantara mereka ada yang melempar senyuman, ada pula yang langsung tertunduk malu. Sebuah hal yang biasa bagi Cinta, sehingga ia terlihat tidak terlalu terganggu karenanya.
Cinta mengalihkannya pandangan dari layar smart phone yang dipegangnya. Matanya melirik lagi ke arah laki-laki paruh baya yang duduk beberapa meter didepannya. Tatapan laki-laki itu masih ke arah yang sama seperti saat tadi pertama kali ia memergokinya. Tatapan nanar ke arah kedua pahanya. Ekspresi ‘mupeng’ tergambar jelas diwajahnya. Keberadaan sang istri disampingnya seakan dianggapnya tak ada.
“Ppfftt..”.
Cinta merubah posisi duduk dengan menyilangkan kedua kakinya. Mengunakan tas jinjing ia menutup celah diantara rok jeans pendek yang dipakainya. Perhatiannya pun kembali tertuju kepada sosial media yang tadi sempat teralihkan. Sebenarnya Cinta tidak masalah apabila laki-laki paruh baya itu ingin menikmati apa yang ada dibalik roknya, asalkan ada kompensasi yang cocok. Kompensasi? Iya, kompensasi berupa uang.
Dibalik profesinya sebagai mahasiswi semester akhir, Cinta juga memiliki profesi lain sebagai wanita penggilan kelas atas alias lady escort. Profesi ini sudah ia jalani cukup lama, hampir sejak awal ia mulai menyandang gelar sebagai mahasiswi. Jika anda ingin saya membuka paha, maka kuraslah isi dompet anda. Itulah persyaratan yang ditetapkan Cinta. Cinta tidaklah kebetulan berada di hotel berbintang itu. Di hotel itu Cinta sedang menunggu laki-laki yang memiliki cukup modal untuk memenuhi persyaratannya. Entah apa yang mendasari ia menjalani profesi ini. Faktor ekonomi? Oh tentu tidak.
Cinta bukanlah tergolong gadis yang berasal dari keluarga berkekurangan secara ekonomi. Faktor sosial? Jawabannya tidak juga. Cinta tidak berada dalam lingkungan yang memungkinkan untuk menjerumuskannya kepada profesi tersebut. Mungkin untuk alasannya, biarlah gadis cantik itu saja yang mengetahuinya sendiri.
Beberapa menit menunggu akhirnya ponsel yang dipegangnya berbunyi. Cinta menekan tombol jawab. “Halo”.
“Kamu dimana?”.
“Cinta udah di lobi nih Om”.
“Udah lama nunggu? Maaf tadi Om kejebak macet”.
“Gak apa-apa kok Om”, sahut Cinta.
“Kalo gitu kita ketemu di resepsionis aja, gimana?”.
“Oke Om”.
Cinta menutup ponselnya dan memasukkannya ke dalam tas. Sebelum berdiri, sekali lagi Cinta melirik ke arah laki-laki dihadapannya. Masih dengan tatapan yang sama, masih dengan ekpresi yang sama. Dengan sengaja Cinta membuka sedikit lebar kedua paha saat mengembalikan silangan kakinya. Ia kembali membuka kedua pahanya saat memperbaiki posisi high heel yang dipakainya. Hanya saja kali lebih lebar dari sebelumnya. Semua gerakan itu sengaja ia lakukan dengan pelan dan perlahan. Cinta tahu benar kalau posisi kakinya saat ini membuat apa yang seharusnya tidak terlihat, menjadi terlihat.
Lirikan Cinta berubah menjadi tatapan tepat saat laki-laki itu mengalihkan arah pandangannya. Kedua mata mereka beradu. Ekspresi laki-laki itu mendadak berubah tegang. Oke cukup, pikir Cinta. Diapitkan kembali kedua pahanya, lalu gadis cantik itu berdiri. Laki-laki itu terlihat semakin tegang ketika Cinta berjalan menuju ke arahnya dan melempar senyuman. Laki-laki itu menjadi salah tingkah karena perbuatan nakalnya ketahuan. Melihat Cinta yang tersenyum kepada suaminya, si istri langsung melengos dan mencubit paha suaminya.
“Rasakan itu”, gumam Cinta dalam hati.
Cinta dengan santainya berjalan melewati pasangan tersebut. Sekilas gadis cantik itu bisa mendengar sang istri menghardik suaminya. Guratan kepuasan terpancar di wajah Cinta. Paling tidak disaat yang sama ia mendapat pahala karena menghilangkan rasa penasaran laki-laki itu, sekaligus memberikan sedikit ‘pelajaran’ atas kenakalannya. Ia pun terus melanjutkan langkahnya menuju resepsionis.
“Cinta?”, tanya seorang laki-laki yang berpenampilan necis di depan meja resepsionis.
“Om Rudi?”.
“Wao ternyata benar kata teman Om, kamu cantik sekali”.
“Terima kasih”, ucap Cinta singkat sambil tersenyum. Mungkin pujian seperti ini sudah terlalu sering ia dengar, sehingga bukanlah sesuatu yang luar biasa untuk Cinta.
Laki-laki yang dipanggil Om Rudi itu berperawakan semampai. Agak terlihat pendek dibanding postur tubuh Cinta yang saat itu memakai high heel. Beberapa helai rambutnya sudah nampak memutih menampakkan kematangan usia – kalau tidak boleh disebut tua. Belum lagi kerutan-kerutan di wajahnya menambah kesan ‘tua’ tersebut. photomemek.com Dari segi wajah, Om Rudi ini jauh dari yang dapat didefisikan sebagai tampan. Menurut informasi dari ‘klien’ langganan Cinta yang memperkenalkan mereka, Om Rudi ini adalah seorang pengacara. Ini juga terlihat dari setelan jas hitam yang dipakainya saat itu. Setelan itu jelas terlihat mahal. Tapi wajah dan penampilan bukanlah yang utama. Dimata Cinta yang utama adalah si ‘klien’ bisa memenuhi standar harga yang ditetapkannya, itu saja.
“Kamu tunggu sebentar, biar Om nyelesaiin administrasinya dulu”.
Cinta hanya mengangguk. “Silakan”.
Sambil menunggu Om Rudi menyelesaikan urusannya, Cinta melihat-lihat dan berjalan-jalan ke sekitar. Ada sepasang turis asing disampingnya terlihat sedang menyelesaikan pembayaran untuk check out. Dia mengambil brosur hotel yang disediakan di sudut meja resepsionis. Cinta berdecak kagum dengan harga kamar hotel yang tertera di brosur. Om Rudi ini pastilah berdompet tebal sampai mampu mengajaknya ke hotel dengan tarif setinggi ini. Cinta terkesan.
“Oke sudah, yuk kita ke kamar”.
Cinta meletakkan brosur itu kembali dan mengikuti langkah Om Rudi menuju lift. Tak lama pintu lift terbuka. Keduanya kemudian masuk ke dalam lift yang kebetulan kosong.
“Kamu gak kuliah hari ini?”, tanya Om Rudi.
“Gak Om, Cinta udah gak kuliah tinggal nyusun”.
“Oh dikit lagi wisuda dong?”.
“Iya kalo lancar Om”.
“Sudah bab berapa?”.
“Masih bab dua sih Om”.
Percakapan mereka terhenti ketika pintu lift di depan mereka terbuka. Terkejutlah Cinta ketika melihat seorang laki-laki yang berdiri diluar lift. cerpensex.com Laki-laki itu sepertinya hampir sebaya dengan Om Rudi. Saat itu ia terlihat sedang menggandeng seorang gadis. Tidak kalah mengejutkan lagi adalah kalau ternyata Om Rudi juga mengenal laki-laki paruh baya tersebut.
“Hei Ridwan, gila udah keluyuran aja lu jam segini”, sapa Om Rudi menyapa laki-laki itu sambil menepuk pundaknya
“Eh Rud, lu sendiri ngapain disini?”.
Om Rudi dan laki-laki itu berjabat tangan. Keduanya tertawa bak kenalan lama yang sudah lama tidak berjumpa. Dilain pihak Cinta nampak panik. Ia berusaha memalingkan wajahnya, walaupun ia tahu kalau usahanya itu pastilah sia-sia belaka.
“Biasalah nyalurin ‘hobby’ hahaha”. Om Rudi melepaskan jabatan tangan mereka. “Cewek baru lagi nih? Hahaha”.
“Rekomendasi temen, gak enak kalo gak dicoba hahaha”.
“Sama dong, gue juga habis nyoba rekomendasi temen”.
Detik ketika mata laki-laki itu menatap ke arahnya, ibarat petir di siang bolong bagi Cinta. Keduanya terlihat kaget, sangat kaget. Laki-laki itu nampak kikuk sama halnya dengan yang dirasakan Cinta saat itu. Keduanya ternyata memang saling mengenal.
Laki-laki paruh baya itu adalah Om Ridwansyah atau biasa ia panggil Om Ridwan. Om Ridwan adalah ayah dari Felisia, sahabat karibnya di kampus. Mereka sudah bersahabat karib sejak SMU. fantasiku.com Baik Cinta maupun Felisia sudah saling mengenal keluarga masing-masing dengan sangat dekat. Cinta sudah terbiasa menginap di rumah Felisia, demikian pula sebaliknya. Jadi Om Ridwan bukanlah sosok yang asing dimata Cinta. Dimata Cinta, Om Ridwan adalah sosok simpatik dan kebapakan. Jauh sekali dari kesan laki-laki mata keranjang yang suka mencicipi gadis-gadis muda. Kini ia berjumpa Om Ridwan sedang menggandeng seorang gadis muda. Mungkin saja ia baru selesai menikmati kehangatan tubuh gadis yang sedang digandengnya itu.
Tak kalah terkejutnya dengan Cinta, Om Ridwan juga berpikiran yang sama. Dimata Om Ridwan, Cinta adalah sosok gadis muda yang baik dan cerdas. Memang ia dan puterinya sering pergi menghabiskan malam di klub atau sekedar hang out, namun itu dinilainya masih ada pada batas-batas wajar. Hampir tidak ada secuil pun dalam pikirannya kalau Cinta adalah seorang gadis yang bisa di-booking. Memang ia tidak bisa begitu saja menuduh Cinta demikian. Ia cukup tahu tabiat mesum rekannya, Rudi. Apakah Cinta salah satunya? Mungkin ini bukanlah saat yang tepat untuk mencari tahu kebenarannya.
“Eh napa lu? Kayak gak pernah liat cewek cantik aja hahaha”, Om Rudi kembali menepuk pundak Om Ridwan.
Om Ridwan tersadar dari lamunannya. Sambil tergagap ia hanya menjawab singkat, “Gue musti buru-buru nih, gue musti balik lagi ke kantor”.
“Okelah, ntar kabar-kabar kalo ada ‘barang’ baru lagi hahaha”.
Om Ridwan hanya tersenyum kecil. Dengan wajah masih menunjukkan kekikukan, cemas dan khawatir ia menggandeng gadis muda disebelahnya masuk ke dalam lift.
Cinta menghembuskan nafas lega. Paling tidak saat itu baik Om Ridwan maupun dirinya tidak saling membuka identitas, walaupun keduanya sudah jelas tidak bisa mengelak. Keduanya tidak menyangka akan bertemu dalam situasi seperti ini. Untungnya mereka bisa kompak bersandiwara untuk berpura-pura tidak saling mengenal. Dalam hati Cinta terbersit rasa was-was apabila harus bertemu lagi dengan Om Ridwan setelah kejadian ini.
“Yuk..”, Cinta sedikit terkaget namun dengan cepat bisa mengusai diri. Dengan tersenyum, gadis cantik itu menerima rangkulan Om Ridwan dan berjalan menuju kamar.
Pasca masuk ke dalam kamar tak banyak yang bisa diceritakan. Seperti layaknya ‘klien’ berumur lainnya, Om Rudi tidak sejago bicaranya ketika beradu diatas ranjang. Bahkan Cinta harus berusaha ekstra keras untuk membuat ‘senjata’ Om Rudi siap tempur. Untuk pelanggan berusia muda, mungkin hanya dengan membuka pakaian saja sudah mampu membuat mereka tegang. Namun untuk Om Rudi, bahkan kocokan dan kuluman dalam keadaan telanjang bulat ternyata tidak mempan untuk membuatnya ereksi. Sampai akhirnya ketika ‘senjata’ itu berhasil dibangunkan, beberapa goyangan pinggul Cinta dengan cepat membuatnya ‘mati’ kembali.
“Gak apa-apa kok Om, mungkin Om lagi capek”. Akhirnya Cinta harus membesarkan hati sang ‘klien’ ketika ia meminta ronde kedua, namun tak kunjung mampu melakukannya.
Cinta sampai harus memberikan kocokan dan kuluman ekstra atas permintaan Om Rudi, namun semuanya sia-sia. Pemainan birahi itu pun berunjung dengan Cinta yang nampak seperti seperti baby sitter yang sedang meneteki bayi besarnya. Bayi besar bernama Om Rudi.
“Om masih boleh kan nelpon kamu lagi?”.
“Boleh dong Om, boleh banget”, sahut gadis cantik itu begitu selesai memakai kaos ketat model tanktopnya.
“Boleh Om minta cium?”.
Cinta tersenyum dan berjalan mendekati Om Rudi yang masih duduk telanjang di atas ranjang. Diciumnya bibir Om Rudi cukup lama, kemudian diakhiri dengan sapuan lidah. Cinta juga membiarkan sejenak Om Rudi meremas-remas payudaranya sebelum mereka berpisah. Untuk uang sebanyak yang diserahkan Om Rudi, hari ini termasuk kerja mudah baginya. Dengan uang sebanyak itu untuk sementara Cinta dapat melupakan pertemuannya dengan Om Ridwan. Namun itu hanya untuk sementara.
Di sebuah kamar kosan elit, Cinta duduk lesehan di atas ranjang dan terlihat serius di depan laptopnya. Ia terlihat serius mengulir dan meng-klik mouse, sambil memperhatikanwebsite yang bergantian muncul di layar. Sebagai seorang mahasiswi, Cinta termasuk dalam mahasiswi yang pintar. IPK-nya disetiap semester hampir tak pernah dibawah 3,0. Kesibukan lain diluar jam kampus, seperti organisasi mahasiswa, modeling, SPG dan lain-lain, seakan tidak mengganggu nilai akademisnya.
Pun demikian dengan aktifitasnya sebagai lady escort. Khusus untuk ‘aktifitas’ yang satu ini, mungkin tidak satupun dari sahabat Cinta yang akan pernah menyangkanya. cerpensex.com Berprofesi sebagai wanita panggilan kelas atas justru menguntungkan bagi Cinta. Menerima ‘klien’ bermodal besar membuat Cinta menjadi banyak memiliki kenalan kelas atas. Dari politisi, akademisi, ahli hukum, sampai jabatan berpangkat lainnya. Tak jarang mereka membantu Cinta untuk hal-hal penting, dengan imbalan beberapa jam kehangatan diatas ranjang. Bagi Cinta, seks adalah kelemahan terbesar dari laki-laki jika bisa dimanfaatkan dengan baik.
Profesi lady escort bagi Cinta memang menjadi salah satu cara untuk bergaul di kalangan elit. Tarif tinggi yang dipasang Cinta adalah filter, sehingga tubuhnya tidak sembarangan dijamah oleh laki-laki hidung belang dibawah standar. Begitu pula dengan laki-laki yang menjadi kekasihnya. Status kekasih tidak serta merta membuat seorang laki-laki berhak menjamah tubuh moleknya. Cinta juga menerapkan standar yang tinggi untuk kekasih yang boleh menikmati kehangatan tubuhnya. Salah satu laki-laki yang beruntung adalah Rido, kekasihnya saat ini.
“Serius amat? Lagi bikin apa?”.
Rido keluar dari kamar mandi dengan hanya terbalut handuk.
“Nih lagi iseng browsing sambil nunggu kamu mandi”.
“Hayo pasti browsing situs porno ya? Hehehe”.
Rido naik ke atas ranjang. Laki-laki muda itu lalu memeluk Cinta dari belakang dan mendaratkan ciuman di pipi kekasihnya.
“Enak aja, emang kamu!”, Cinta tersenyum.
Rido memalingkan wajah Cinta, kemudian bibir mereka beradu. Sambil melumat bibir lembut itu, tangan Rido bergerak masuk ke dalam kaos yang dipakai kekasihnya. Dibalik kaos itu Rido bisa dengan bebas merasakan seluruh kelembutan kulit tubuh Cinta. Tidak ada bra ataupun celana dalam yang menghalanginya. Beberapa saat yang lalu Rido telah dua kali merasakan kehangatan tubuh Cinta, namun baginya itu tidak akan pernah cukup. Cinta tahu itu, sehingga selama Rido masih ada di kamar kosnya ia merasa tak ada gunanya memakai pakaian dalam.
“Katanya mau buru-buru meeting?”.
“Ah, mereka bisa nunggu”.
Cinta tidak menolak ketika Rido merebahkan tubuhnya di ranjang.
“Yakin bisa nunggu?”.
Rido mengangguk. Ciuman pun kembali mendarat di bibir Cinta.
Ujung baju kaos Cinta terangkat dan handuk Rido terlepas. Lenguhan panjang keluar dari mulut Cinta ketika batang tegang Rido memasuki dirinya. Lenguhan itu semakin panjang ketika Rido mulai menggerakkan pinggulnya. “AAHH..!!”.
Kocokan Rido itu mendadak berhenti ketika terdengar suara nada ponsel. Suara ponsel miliknya dan milik Cinta berbunyi bersamaan. Keduanya saling memandang. Ekspresi kesal Rido disambut senyuman oleh Cinta. Batang kemaluan Rido seakan ikut menjerit kesal karena harus terlepas dari jepitan lubang hangat milik Cinta. Cinta dan Rido beranjak turun dari ranjang dan mengambil ponsel masing-masing.
Cinta melihat nomor tak terdaftar di layar ponselnya. Mungkin ‘klien’ baru, pikir Cinta. Awalnya ia ingin me-reject panggilan tersebut, namun kemudian membatalkannya.
Ditekannya tombol jawab. “Halo”.
“Cinta?”, terdengar suara laki-laki.
“Iya dengan siapa saya bicara?”.
“Ini Om Ridwan”.
Cinta terkaget mendengar nama itu. Sekilas ia melirik ke arah Rido dan melihat laki-laki itu juga sedang sibuk dengan lawan bicaranya. Bayangan kejadian di hotel mendadak muncul dikepalanya. Insting kewanitaannya langsung bereaksi kalau ini bukanlah sekedar telepon menanyakan kabar. Hal ini dikarenakan, nomor ponsel ini hanya ia gunakan untuk menerima booking-an. Tak mungkin Om Ridwan mendapatkan nomor ini dari Felisia. Ia sama sekali tidak pernah memberitahukan nomor ini selain kepada pelanggannya. Dalam hati ia mencoba berpikir positif terhadap ayah dari sahabat karibnya ini.
“Oh ada apa Om?”.
“Kamu sekarang jarang main ke rumah, lagi sibuk ya?”.
“Hhmm.. Iya Om, Cinta lagi sibuk nyusun skripsi jadi gak sempet main kesana”. Cinta sedikit berbisik, kemudian berjalan menjauhi kekasihnya.
“Iya nih, Feli juga lagi sibuk bimbingan terus”.
“Gitu deh Om, soalnya pembimbing Cinta agak sedikit killer orangnya”.
“Memang siapa pembimbing kamu?”.
“Pak Burhan Om”.
“Oh Pak Burhan, Om kenal baik tuh sama dia nanti Om bantu deh biar kamu bisa cepet bimbingannya”.
Sebagai salah satu pejabat negara di Kementerian Pendidikan, Om Ridwan memang memiliki banyak kenalan dikalangan pimpinan universitas di Indonesia. Cinta tahu benar hal itu. Tapi sebagai gadis yang sudah makan asam garam, ia tahu pembicaraan ini pastilah basa-basi belaka. Pembicaraan awal menuju ke sebuah pembicaraan inti. Kembali ia mencoba untuk berpikiran positif dengan Om Ridwan, namun itu sepertinya sulit. Semenjak pertemuan mereka di hotel beberapa hari lalu, penilaian Cinta terhadap Om Ridwan sudah berubah.
“Wah makasi lo Om”, Cinta berusaha akan kata-katanya terdengar gembira.
“Ya tapi Om juga harus tahu judul dan kerangka skripsi yang kamu susun, biar Om bisa jelasin ke temen Om itu”.
“Terus gimana dong Om?”.
“Kamu ada waktu gak hari ini? Nanti kamu bawa skripsi kamu ntar Om baca dulu deh sekilas…”.
Sejenak Om Ridwan diam. Terdengar desah nafas panjang sebelum laki-laki itu melanjutkan kata-katanya.
“…Om juga sekalian mau ngomongin kejadian di hotel beberapa hari lalu”.
Oh Tuhan akhirnya dirinya harus menghadapi pembicaraan tentang kejadian itu, Cinta membatin. Ucapan terakhir Om Ridwan membuatnya sedikit ragu. Haruskah ia menerima ajakan Om Ridwan ini. Sekilas dilihatnya jam di dinding hampir menunjukkan pukul 1 siang. Sejenak Cinta berpikir. Tak ada salahnya ia bertemu dengan Om Ridwan untuk sekedar ngobrol. Ia sendiri sudah cukup tersiksa apabila kejadian itu tidak segera terselesaikan. Apalagi Om Ridwan sekaligus menawarkan bantuan tentang skripsinya. Om Ridwan sendiri bukanlah orang sembarangan dibidang akademisi. Laki-laki paruh baya itu bergelar doktor lulusan dari salah satu universitas di luar negeri. Apalagi kalau memang benar Om Ridwan kenal dengan pembimbingnya, itu berarti keuntungan baginya.
“Boleh deh Om, Cinta juga gak ada acara kok”.
“Oke kalo gitu kita ketemu di mall *** aja gimana?”.
“Aduh kejauhan Om, rame lagi, gimana kalo cafe *** aja?”.
“Gak masalah, kali gitu Om tunggu jam 6 Oke?”.
“Oke..”.
Cinta mematikan ponselnya. Gadis itu lalu membalikkan tubuhnya dan melihat Rido sudah hampir selesai memakai kembali pakaiannya. Cinta berjalan mendekati kekasihnya tersebut.
“Udah ditunggu?”.
“Iya, sorry musti buru-buru”.
“Gak apa-apa”, Cinta tersenyum.
Rido adalah seorang pengusaha muda. Direktur di sebuah perusahaan ekspor impor milik orang tuanya. Mereka sudah berpacaran hampir setahun lebih. Selain faktor fisik dan materi, Cinta juga melihat Rido sosok yang bertanggung jawab sebagai calon suami. Rido tidak menginggalkannya setelah dua tiga kali menyetubuhinya seperti kekasih-kekasihnya yang lain. Rido pun tidak segan mengelurkan uang banyak guna memenuhi segala kebutuhan hidup Cinta. Laki-laki inilah yang menjadi penyebab selama beberapa bulan ini ia tidak lagi menerima booking-an. Sebagai gadis biasa, dalam hati Cinta berharap Rido adalah pangeran tampan berkuda putih yang selama ini dicarinya
“Siapa yang nelpon?”.
“I-itu cuma dari saudara mama nanyain nomor telpon papa”. Cinta berbohong.
“Oh gitu, ya udah aku berangkat dulu kalo gitu”.
Cinta mengangguk. Mereka berciuman.
“Gak nganterin sampai mobil nih?”.
Cinta tersenyum. “Boleh aja, kalo kamu gak masalah aku turun ke bawah gak pake celana terus gak pake daleman”.
“Hehehe ya udah gak usah aja kalo gitu”.
Cinta tahu kalau Rido kerap cemburu dengan laki-laki lain yang menatap tubuhnya. Termasuk juga kepada beberapa laki-laki yang berada di kosan tersebut.
“Oke bye”.
“Bye”.
Kembali mereka berciuman. Cinta memandangi Rido sampai laki-laki itu menghilang di tangga. Kemudian ia menutup pintu kamar kosnya. Berjalan menuju ranjang, mematikan laptop dan beranjak ke kamar mandi. Ia ada janji yang harus dipenuhi sore itu.
Kunjungi JUga CeritaSexHot.Org
*************
Cinta turun dari taxi dan berjalan masuk ke dalam cafe. Ia disapa oleh pegawai berpakaian semi formal dan Cinta tersenyum kearahnya. Sesampainya didalam, ia menyapu pandangannya ke sekeliling cafe. Rupanya malam itu suasana cukup ramai, tidak seperti hari-hari biasa. Akhirnya Cinta melihat seorang laki-laki yang melambai ke arahnya. Laki-laki itu duduk di pojokan. Laki-laki itu adalah Om Ridwan. Cinta pun berjalan kearahnya.
“Udah lama Om?”.
Om Ridwan berdiri. “Gak kok baru aja, duduk Ta”.
“Maaf Cinta telat”.
“Gak apa-apa”.
Keduanya kemudian duduk. “Kamu mau makan apa?”.
“Cinta udah makan Om, makasi”.
“Kalo gitu kita minum aja deh, kamu mau apa?”.
Cinta mengambil daftar menu dan sejenak mencermatinya.
“Jus wortel campur tomat aja Om”.
“Hhmm.. healty life?”, Om Ridwan tersenyum.
Cinta membalas senyuman itu. “Ya gitu deh Om”.
Om Ridwan kemudian melambaikan tangan memanggil pelayan untuk mendekat. Tak lama pelayan itu selesai mencatat pesanan mereka berdua.
“So.. mana skripsi kamu?”.
Cinta kemudian mengeluarkan laptop dari dalam tas. Meletakkannya diatas meja dan menyalakannya.
“Ini Om..”, Cinta memutar laptop tersebut sehingga dapat dilihat oleh Om Ridwan.
Sejenak Om Ridwan tenggelam membaca secara serius skripsi tersebut. Cinta sendiri hanya memandang kearah Om Ridwan. Terbersit rasa kagum dalam diri Cinta melihat sosok laki-laki paruh baya itu. Untuk laki-laki berusia diatas kepala lima Om Ridwan mungkin tidaklah tampan, namun berkarisma. Tubuhnya yang sedikit berisi justru membuat karakter kebapakannya terlihat jelas. Rambutnya yang mulai jarang dan sedikit memutih, menunjukkan kalau ia adalah sosok yang intelektual. Paling tidak kesan itulah yang muncul ketika melihat sosok Om Ridwan, selain sosok lain yang baru diketahui Cinta beberapa hari yang lalu tentunya.
“Ini sudah bagus kok, malah bagus banget”, ucapan Om Ridwan menyadarkan lamunan Cinta.
“Serius Om?”.
“Kamu itu selain cantik ternyata juga cerdas ya”.
“Ah Om bisa aja”. Cinta tersipu.
“Kalau seperti ini sih, Om bakal gampang ngomong ke temen Om, gak perlu waktu lama deh kamu buat lulus Ta”.
“Aduh itu mau banget Om, Cinta kan mau lanjut studi ke luar negeri kayak Om”.
“Bener?”.
“Beneran Om..”, Cinta terdengar bersemangat.
“Nah kalo gitu ntar Om bantu juga deh nyariin beasiswa”.
“Wah.. serius Om? Makasi…”, kali ini Cinta semakin bersemangat.
“Sama-sama”, Om Ridwan tersenyum.
Kemudian beberapa saat ekspresi wajah laki-laki itu berubah serius. Keduanya membisu dan terlihat kikuk. Beruntung suasana berubah ketika pelayan datang membawa pesanan. Itu pun tidak lama, karena setelah pelayan pergi suasana kembali seperti semula.
Om Ridwan berdehem. Kebisuan pun pecah. “Oya, soal kejadian di hotel ***”.
Laki-laki itu terdiam sejenak. Menatap tajam ke arah Cinta. Ekspresi wajah gadis cantik itu terlihat berubah tegang.
“Kita sudah sama-sama dewasa Ta, jadi Om bakal cerita terus terang saja…”.
Om Ridwan kemudian bercerita panjang lebar tentang kebiasannya bermain wanita dan gadis-gadis muda. Ia mengaku bahwa dia terpaksa mencari pelarian karena Verayanti – istrinya, sudah semakin jarang memiliki waktu untuk menjalankan kewajibannya sebagai istri. cerpensex.com Masuk akal bagi Cinta karena dilihatnya Tante Vera – begitu biasa Cinta memanggilnya, memang terlihat lebih sibuk di luar rumah.
Tante Vera lebih mengutamakan bisnis berliannya ketimbang mengurusi keluarga. Itu sebabnya Felisia juga menjadi sedikit agak bebas dan liar dalam bergaul. Akibat pertemuan tak diduga itu ternyata baik Om Ridwan maupun Cinta, nampaknya sama-sama ketakutan kalau rahasia mereka terbongkar. Cinta takut profesinya sebagai lady escort didengar orang tuanya. Om Ridwan pun dilain pihak, takut kalau kebiasaannya bermain perempuan tersebar akan merusak nama baiknya dan mempengaruhi rumah tangganya. Keduanya kini sepertinya ada di dalam posisi yang sama. Sama-sama mengetahui rahasia pribadi satu sama lain. Sama-sama ingin rahasia itu tetap menjadi rahasia. Rahasia penting yang bisa mempengaruhi kehidupan masing-masing.
“Oke itu semua cerita Om…”, ucap Om Ridwan sebagai penutup ceritanya.
Cinta tak tahu harus berkomentar apa. Dia sendiri di hotel itu juga melakukan hal yang sama seperti dilakukan oleh Om Ridwan. Tentunya ia tidak bisa menyalahkan ayah sahabatnya itu.
Lama tidak mendengar komentar dari Cinta, akhirnya Om Ridwan pun melanjutkan kata-katanya. “…Dan soal kamu, Om sudah dengar langsung dari Om Rudi”.
Cinta tersentak. Apakah itu berarti Om Ridwan sudah mengetahui tentang profesi sampingannya? Cinta membatin.
“…Dia cerita semuanya tapi Om gak bilang kalo Om itu kenal sama kamu. Nomor telepon yang tadi Om telpon juga Om dapet dari Om Rudi…”.
Detik itu juga Cinta merasa kalau langit telah runtuh diatas dirinya. Laki-laki yang begitu ia hormati dan telah ia anggap ayah kedua baginya, kini telah mengetahui rahasia terbesarnya. Untuk beberapa saat, kembali baik Cinta maupun Om Ridwan tak mengeluarkan kata-kata. Hanya suara-suara pengunjung cafe yang terdengar riuh disekitar mereka.
Setelah hening beberapa saat lalu Cinta berkata terbata-bata, “Tolong jangan kasi tau orang tua Cinta Om…”.
“Oh tidak, tentu saja tidak”, Om Ridwan langsung menanggapi. “Dan Om juga minta kamu jangan bilang ke Tante Vera”.
Cinta hanya mengangguk. Kini kartu AS mereka berdua sudah saling terbuka. Keduanya pun lalu saling berjanji untuk saling menutup mulut dan tidak akan membuka rahasia masing-masing. Tapi ternyata masalahnya tidak sesederhana itu, ketika Om Ridwan melanjutkan kembali kata-katanya.
“Ta, Om sudah dengar cerita Om Rudi dan juga cerita dia tentang temannya yang pernah, maaf, mem-booking kamu…”. Om Ridwan nampak ragu melanjutkan kata-katanya, namun akhirnya laki-laki paruh baya itu melanjutkannya. “…Om juga pengen bookingkamu”.
“Om…!”, ekspresi wajah Cinta bertambah tegang. “…Ja-jadi semua kebaikan yang Om tawarin tadi cuma karena ini?”.
“Bu-bukan gitu Ta, bukan.. Semua yang tadi Om tawarin itu adalah tulus karena kamu adalah sahabat baik anak Om, itu gak akan berubah walau kamu menolak sekalipun…”, Om Ridwan menelan ludah. “Anggap saja sekarang ini Om adalah orang lain yang gak kamu kenal…”.
“Kalau Cinta menolak, semua tawaran itu masih tetap berlaku?”.
Om Ridwan mengangguk.
“Kalau Cinta menolak, Om bakal cerita semua rahasia ke orang tua Cinta?”.
Om Ridwan menggelengkan kepala. “Sekarang ini Om adalah pelanggan kamu dan kamu sepenuhnya berhak menentukan apakah menerima atau menolak tawaran Om”.
Cinta terdiam sejenak untuk berpikir. Om Ridwan pun terlihat tegang menunggu jawaban gadis cantik itu. Setelah lama dalam kebisuan Cinta pun menjawab, “Tapi gak murah lo Om”.
“Sebutin saja harganya…”.
“Cinta gak mau nerima uang Om”.
“Loh terus?”, Om Ridwan terheran.
“Udah lama Cinta pengen punya Tablet PC *** baru, Om bisa beliin?”.
Om Ridwan tersenyum lebar. “Kalo cuma itu sih sekarang juga Om bisa beliin kamu”.
Cinta terkejut kalau Om Ridwan akan menyatakan kesanggupan. Barang yang disebutkan Cinta tadi harganya begitu tinggi. Ia sebenarnya berharap Om Ridwan akan berpikir dua kali untuk menyanggupinya. Dengan demikian hubungan gelap yang mungkin akan terjadi diantara mereka bisa dihindari. Ternyata Cinta salah memprediksi. Uang sebesar itu ternyata tidak menjadi masalah besar untuk Om Ridwan. Jadi kini bola panas kembali berada di pihak Cinta.
“Oke minum dulu jusmu, ntar kita mampir ke *** biar kamu pilih sendiri yang kamu mau”, Om Ridwan menyebut salah satu mall khusus barang-barang elektronik terbesar di kota itu.
Cinta hanya bisa menurut. Paling tidak selama perjalanan nanti ia masih bisa berpikir. Berpikir apakah dirinya cukup gila untuk menjalin sebuah afffair. Sebuah hubungan gelap dengan ayah dari sahabat baiknya sendiri.
*************
Tak lama mereka berdua sudah berpindah dari cafe ke mall yang mereka tuju. Disana Om Ridwan dengan setia menemani Cinta berjalan dari satu counter ke counter lainnya. Cinta terus berusaha mengulur waktu. Sengaja Cinta berbicara cukup lama dengan sales penjaga counter-counter yang dimasukinya. Kembali ia berharap Om Ridwan akan bosan dan tersulut emosinya. Dengan demikian kemungkinan laki-laki paruh baya itu akan ilfilterhadap dirinya. Namun sekali lagi, perkiraan Cinta salah. Om Ridwan terlihat begitu tenang mengikuti segala kemauannya. Tidak ada ekspresi bosan ataupun kesal yang muncul di wajah Om Ridwan, sebagaimana yang ia harapkan.
“Ini aja deh Om…”, Cinta akhirnya menyerah dan menunjuk sebuah tablet PC berukuran 10 inchi merk terkenal.
“Yakin? Gak mau liat-liat yang lain lagi?”.
Cinta menggelengkan kepalanya. “Boleh ya Om?”.
Gadis cantik itu melemparkan senyuman, walaupun jauh di dalam ia sedang gundah. Ini adalah harapan terakhir Cinta. Ia tahu harga tablet PC itu adalah yang paling mahal di kelasnya. Harapan Cinta semoga kali ini bisa membuat Om Ridwan mundur dan membatalkan niatnya. Ternyata kembali Cinta salah. Om Ridwan mengangguk. Habis sudah daya dan upaya Cinta. Mungkin hubungan gelap ini memang harus ditakdirkan terjadi, Cinta membatin.
“Ntar ya Om bayar dulu”, Om Ridwan kemudian berdiri dan menuju kasir.
“Makasi ya Om”, Cinta hanya bisa melempar senyuman.
Beberapa saat kemudian Om Ridwan dan Cinta meninggalkan counter ponsel itu. Tak lama setelahnya mereka berdua sudah berada di dalam mobil dan meninggalkan parkiran.
“Gimana sudah dicoba semua fiturnya?”.
Dibelakang kemudi Om Ridwan melirik ke arah Cinta yang terlihat sibuk mengutak-atik ‘mainan’ barunya.
“Masih belum ngerti sih Om, tapi mirip-mirip kok sama versi lamanya”.
“Udah seneng? Hehehe”.
“Udah Om, makasi sekali lagi”.
“Kalo gitu kasi cium dulu dong hehehe”.
Cinta ingin mengelak dari permintaan itu, namun ia tahu kini semuanya telah terlambat. Ia pun mendekat dan mencium pipi Om Ridwan.
“Loh kok pipi sih? Bibir dong…”.
“Ih Om genit…”, Cinta menyubit pundak laki-laki paruh baya itu.
“Ayo dong, mana ciumnya”, nada suara Om Ridwan terdengar memelas.
“Kan Om masih nyetir, kalo nabrak gimana?”.
“Kalo cium bibir di kasur boleh dong?”.
“Hhhmm… gimana ya?”, ucap Cinta ragu.
Sementara Cinta terlihat berpikir, tangan kiri Om Ridwan mulai bergerak menuju paha sang gadis. Tangan Om Ridwan sedikit kesulitan merasakan mulusnya paha tersebut akibat terhalang tebalnya kain jeans. Cinta membiarkan saja tangan Om Ridwan mengeksplorasi pahanya. Gadis cantik itu tahu kalau Om Ridwan kini memiliki hak untuk melakukannya. Ia sudah mengeluarkan uang dengan nominal yang begitu besar, sehingga tentunya ia menginginkan balasan yang setimpal untuk itu.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,