Jam 7 lewat 10 pagi saya turun dari bus kemudian naik taksi online dari terminal Purwokerto untuk menuju ke rumah mertua saya. “Tomo, ngapain kamu repot-repot datang kemari? Bapakmu sudah pulang dari rumah sakit. Bapakmu hanya muntah-muntah, kok…!” sambut ibu mertua saya.
“Nggak apa-apa to, Bu? Kan sudah delapan atau sembilan bulan saya nggak kemari? Bapak dimana, Bu?”
“Lagi sarapan di dapur! Capek nggak kamu?” tanya ibu mertua saya.
“Capek sih nggak Bu, tapi kalau ada orang yang disuruh pijitin mau sih Bu!”
“Sarapan dulu, nanti Ibu pijitin!”
Huuhh….
“Saya mau mandi dulu, Bu…” jawab saya, kemudian saya menemui bapak mertua saya yang sedang sarapan di dapur.
Laki-laki yang dulu gagah ini sekarang duduk di kursi roda, padahal usianya baru 55 tahun. Ia kena serangan stroke 2 tahun yang lalu. Ngomongnya pun cadel, nggak jelas suaranya.
Saya ngambil handuk di tas, lalu masuk ke kamar mandi. Selesai mandi, saya sarapan dengan tempe mendoan kesukaan saya. “Kalau mau istirahat, istirahat saja, Tom! Kamar kamu sudah Ibu siapkan!” kata ibu mertua saya setelah saya sarapan.
Saya duduk ngobrol sebentar dengan bapak mertua saya. Rumah besar itu hanya dihuni oleh bapak mertua saya dan ibu mertua saya. Anak mereka hanya 2 orang. Kedua-duanya perempuan. Istri saya anak nomor 1. Adiknya masih kuliah di Solo.
Saya pergi istirahat di kamar yang telah disiapkan oleh ibu mertua saya. Ternyata ibu mertua saya sedang menyusun pakaian yang sudah disetrikanya di lemari pakaian. “Bu…!” panggil saya setelah ia selesai menutup pintu lemari.
Ia melangkah mendekati saya. Saya memegang tangannya. Ia duduk di samping saya. “Mau dipijitin?” ia bertanya pada saya.
Entah saya mendapat keberanian dari mana, tiba-tiba saya memeluk pinggangnya yang berisi itu. “Ibu belum mandi, jangan ngajak baring, masih bau dapur!” katanya.
Wahhh…
“Nggak apa-apa to, Bu? Bau dapur lebih asli dari bau parfum…” jawab saya. Entah saya ambil kata-kata tersebut dari mana. Selesai ngomong baru saya bingung sendiri.
Ibu mertua saya menaikkan kedua kakinya di tempat tidur, lalu merebahkan tubuhnya di samping saya. Saya menarik pinggangnya yang masih saya pegang itu, sehingga ia bergerak memiringkan tubuhnya. Bersamaan dengan itu saya seret kepala saya turun dari bantal, sehingga pas sewaktu ibu mertua saya berbaring miring, saya juga berbaring miring, kemudian saya mencium tetek ibu mertua saya yang masih terbungkus daster dan BH itu. Tetek ibu mertua saya lumayan besar. Jika mau diukur dengan ukuran BH, nomornya 38B.
Ia juga memeluk saya, sehingga saya pun melumat-lumat teteknya yang kenyal itu. “Ooo… Tomoo… ooo… nakal kamu…”
“Bapak sakit begini, saya tau Ibu pasti kesepian… “ kata saya.
“Oo… kamu datang kesini, karena itu?” ia bertanya pada saya.
“Nggak, sampai disini saya melihat Ibu, baru kepikir oleh saya. Bener nggak Bu, Ibu kesepian?” tanya saya.
“Jangan ngarang kamu, ngomong aja pengen! Ibu kesepian apa, sudah tua begini…? Naik cepetan, nanti Ibu keburu dipanggil sama Bapak kamu!”
Saya menyibak dasternya, ternyata ia tidak memakai celana dalam. Pantesan ia suruh saya naik ke tubuhnya. Bulu jembutnya hanya sedikit. “Akkh… pakai buka segala, ngeribetin!” katanya saat saya menarik dasternya ke atas.
Ia ngedumel begitu, tapi ia bangun juga dari tempat tidur melepaskan dasternya. Saya melepaskan kaos yang saya pakai, kemudian celana pendek dan celana dalam saya. Kemudian kontol saya menegang saat saya melihat tetek ibu mertua saya yang montok itu, tapi gak ada aerolanya, gak ada pentilnya.
Pantesan istri saya pernah ngomong sama saya bahwa ia dibesarkan dengan susu formula. Ini to alasannya?
Saya mencium tetek ibu mertua saya. “Nggak bisa diisep, nggak ada putingnya, Tom.” kata ibu mertua saya pada saya. “Makanya Ibu malu, beda sendiri tetek Ibu dengan yang lain…”
“Bagi saya yang penting bukan tetek Ibu Bu, tapi ini…” saya memegang memek ibu mertua saya.
“Akhh… kamu… masukin cepat…!” suruhnya.
Saya menuju ke selangkangannya. “Nggak mau akhh… ibu, pakai cium-cium segala. Ibu risih.. Ibu nggak biasa begitu..”
Tapi saya nekat saja. Saya buka lebar pahanya. “Tomooo… Tomooo… Tomooo… duuhhh… aaahhh… dduhhh… “ jerit ibu mertua saya saat saya menjilat memeknya, ia menjepit kepala saya kuat-kuat dengan pahanya.
Saya bongkar rahasia kewanitaannya dengan lidah. “Tomooo… aahhh… jangan, Tomoo… sudah, Tomooo…!!”
Saya tidak melepaskan. Saya dorong lidah saya masuk ke lubang memek ibu mertua saya yang sudah kering itu, saya puterin dinding-dindingnya membuat ibu mertua saya menjerit semakin histeris.
Lalu saya gigit itilnya. Paha ibu mertua saya langsung kaku beberapa saat, napasnya tersengal-sengal. “Tomooo… aaarrgghhh…. Tomooo…. Tomoooo…. Tomoooo… Tomoooo….”
Saya tahu ia orgasme, karena sebentar kemudian ia sudah terbaring lemas. Saya kemudian memeluk ibu mertua saya. “Ganjen kamu! Ibu dibikin sampai lemes begini…” katanya.
“Tapi enak kan, Bu?”
Ia mencubit pinggang saya. Saya mencium bibirnya. “Tomo…” ibu mertua saya panggil pelan nama saya.
“Saya sayang Ibu…”
“Ibu juga sayang kamu, Tomo… tapi jangan sampai ketahuan sama istrimu, ya..? Naiklah ke tubuh Ibu… ayo…”
Saya pun naik ke tubuh telanjang ibu mertua saya. Ia memegang kontol saya yang tegang, lalu ditekannya ke lubang memeknya yang sudah saya bikin basah dengan ludah.
“Oooo… Tomo, penismu besarr…” desahnya saat saya mendorong masuk kontol saya ke lubang memeknya.
“Enak nggak, Bu?”
“Sudah lama nggak begini, enak Tomo…”
Pelan-pelan saya tarik-tekan keluar-masuk batang kontol saya yang keras itu di lubang memek ibu mertua saya. “Ooo… Tomo…“ desahnya.
Saya cium bibirnya. Dengan lembut pula ia membalas ciuman saya. Saya teringat dengan si Mbak. Apa kabarnya ia sekarang? Apa ia teringat dengan saya juga?
Saya pompa terus secara berirama lubang memek ibu mertua saya sembari saya hisap kulit teteknya. Saya bikin cupang di kulit tetek ibu mertua saya yang putih halus itu.
Tiba-tiba ibu mertua saya menjerit. “Tomooo… Tomooo… enak sekali memek Ibu, Tomoooo….”
Saat itu saya bisa merasakan memek ibu mertua saya meremas-remas batang kontol saya. Ia orgasme untuk yang kedua kalinya. Saya hentikan pompaan saya membiarkan ia menikmati orgasmenya. “Duuhhh… Tomoo… gilaa… kamu buat Ibu 2 kali begitu….” katanya.
“Iya Bu, main seks itu harus begini. Kalau nggak begini, bukan main seks namanya…”
“Tapi lemes, Ibu…”
“Setelah ini, Ibu pasti akan seger sesegar bunga yang mekar di pagi hari…! Nanti sebulan sekali saya datang ke sini ya, Bu. Supaya Bapak atau Nelly nggak curiga, saya datang ke hotel, nanti saya telepon Ibu. Mau kan Ibu?”
Ibu mertua saya memeluk saya erat-erat. Kontol saya tanpa keluar air mani pun rasanya begitu nikmat bersatu dan saling melekat dengan memek ibu mertua saya.
Siangnya saya pulang dari mall saya mendatangi ibu mertua saya yang sedang memasak di dapur. “Kamu sudah makan, Tomo?” tanya ibu mertua saya.
“Tadi makan mie ayam Bu, masih kenyang. Tangan Ibu mana?”
“Kenapa?”
“Saya mau lihat,”
Ibu mertua saya menjulurkan tangannya yang basah pada saya. Saya pegang jari manisnya, lalu… ibu mertua saya langsung merangkul leher saya kuat-kuat, setelah saya masukkan cicin emas ke jari manisnya.
Malam harinya ia benar-benar tidak melepaskan saya. Ia tidur dengan saya. Saya memeluk ia erat-erat, sambil saya benamkan kontol saya di dalam memeknya. Betapa nikmatnya. Saya tidak melepaskan kontol saya dari lubang memek ibu mertua saya sampai pagi!