Tante kalau suaminya dinas ke luar kota, pasti ia menyuruh aku menginap di rumahnya. Tanteku takut. Ia hanya sendirian di rumah, karena rumahnya pernah dimasuki maling.
Untung hanya tivi yang diangkut, sedangkan perhiasannya di lemari masih utuh dan laptop suaminya juga tidak dibawa kabur.
Memang malingnya kurang beruntung. Kenapa cuma televisi yang diangkut, coba? Kalau dijual, dihargai berapa televisi LCD ukuran 21 inci?
Setiap kali aku menginap di rumah tanteku, memang belum pernah terjadi peristiwa yang menghebohkan. Tapi malam itu aku duduk berdua dengan tanteku nonton televisi, tanteku memegang pahaku, “Soni, besok kan malam minggu, nih? Kalau kamu mau pacaran, gak apa-apa, boleh bawa kesini pacarmu,”
“Pacar apa…?! Ahh… Tante ini… sudah linglung kali ya… kalau nggak salah baru bulan kemarin Tante tanya aku, sekarang tanya lagi…”
“Soalnya ada yang naksir kamu. Tante sebelah itu, Tante Ice, ngomong kamu ganteng lho sama Tante,”
“Ha.. ha… biarin aja…” jawabku tertawa santai.
“Nggak berani?”
“Berani aja… kenapa emang…? Orang belum pengen kok maksa…” jawabku.
Tanteku mencium pipiku. “Emm… sayang…” desahnya lalu tangannya berlari ke atas memegang benda yang terdapat di selangkanganku. “Besar juga ya, sayang…” bisiknya memegang benda itu, karena pada waktu itu aku memang tidak memakai celana dalam.
Tentu saja aku kaget!
Tetapi aku berusaha menahan deburan jantungku. Sebenarnya aku tidak ingin berbuat mesum dengan tanteku, namun begitu aku juga tidak ingin membuat tanteku kecewa.
“Tante keluarkan ya, sayang…” pinta wanita berumur 40 tahun ini, adik dari Mama.
Entah ia yang mandul, atau suaminya yang mandul, mereka sudah menikah 12 tahun tapi belum punya anak.
Aku membiarkan Tante Nety mengeluarkan kontiku dari celana pendekku. “Waww… mantap kali, sayang…” serunya melihat kontiku yang sudah telanjang di depannya.
Aku bisa merasakan Tante Nety begitu bernapsu dengan penisku sampai-sampai napasnya kedengaran memburu.
Sayang sekali kalau aku sia-siakan. Aku membiarkan Tante Nety mengulum penisku di dalam mulutnya yang hangat, lalu setelah penisku menjadi panjang, besar dan keras, dikeluarkannya dari mulut.
“Tante lepaskan celanamu ya, sayang.” katanya.
Aku bangun dari tempat dudukku dan tanpa ragu-ragu aku melepaskan celana pendekku. Penisku yang tegang mengacung itu tampak terangguk-angguk di depan tanteku.
Panjangnya sekitar 14 sentimeter. Lumayan panjang dengan diameter sekitar 3 sentimeter.
Tante Nety menarik aku mendekatinya. Aku berdiri di depan Tante Nety yang sedang duduk di sofa. Kemudian Tante Nety menundukkan kepalanya sembari satu tangannya memegang batang penisku. Batang penisku lalu dijilat dengan lidahnya.
Sseesstt… duuhh… nikmatnya… aku bergelinjangan. Pelirku diremas-remasnya. Aku menggelinjang lagi. Selanjutnya Tante Nety memasukkan penisku ke dalam mulutnya lagi.
Kali ini aku tidak tinggal diam. Aku tahan bagian belakang kepala Tante Nety. Lalu aku setubuhi mulutnya.
Kukocok penisku keluar-masuk di mulut Tante Nety. Wajahnya bersemu merah. Matanya terpejam rapat.
Pengalaman pertama kontolku disepong, semakin lama semakin enak rasanya. Tak tahan lagi dan memang aku juga sengaja.
Ketika kenikmatan menjalari tubuhnya, aku tidak melepaskan penisku yang terasa memenuhi mulut tanteku itu, tetapi aku menyemburkan air maniku di dalam mulut Tante Nety.
Crroott… crrooott…
Crroott… crroott… crroottt…
Crroott…
“Aaaggghhhh…. ” erangku keras.
Ternyata Tante Nety masih saja menghisap penisku. Kemudian, oh… air maniku ditelannya.
Glekk..
Glekk…
Setelah itu penisku dikeluarkan Tante Nety dari mulutnya. Penisku sudah terkulai, tapi masih panjang. Tante Nety menarik aku duduk di sofa.
“Enak nggak tadi?” tanya Tante Nety tersenyum.
“Enn… enak, Tante. Apa Tante gak jijik, minum air mani aku?” tanyaku.
“Gak, enak kok, manis…” jawab Tante Nety.
“Aku boleh nyusu, Tante?” tanyaku.
“Nyusu ini?” kata Tante Nety memegang payudaranya yang besar.
Aku mengangguk.
“Kita ke kamar aja, yuk!” ajak Tante Nety.
Tante Nety mematikan televisi dengan remote control, aku disuruh mengunci pintu rumah, lalu Tante Nety mengajak aku ke kamar tidurnya.
Di kamar tidur, Tante Nety melepaskan dasternya. Aku memandang tubuh Tante Nety yang tertutup BH coklat dan celana dalam merah itu. Perutnya agak besar. Kemudian Tante Nety melepaskan BH-nya.
Uugghh…
Payudaranya besar menggantung, tapi putingnya hanya kecil saja berwarna coklat.
Tante Nety naik ke tempat tidur berbaring, aku juga. Kami saling berbaring miring berhadap-hadapan. Tante Nety menyodorkan putingnya ke mulutku.
Mulailah aku menghisap puting Tante Nety pelan-pelan seperti anak kecil menetek di dada ibunya. Sementara tangan Tante Nety mengelus-elus penisku yang kembali mengacung.
Setelah penisku cukup keras, Tante Nety menarik aku naik ke tubuhnya. Tante Nety membawa penisku ke selangkangannya. Ternyata selangkangan Tante Nety sudah telanjang.
Meskipun aku baru pertama kali ngeseks, aku tahu apa yang dilakukan Tante Nety terhadap penisku. Ia menggesek-gesekan kepala penisku ke itilnya.
Setelah beberapa kali digesek, penisku yang sudah sangat keras itu didorong Tante Nety ke lubang vaginanya. Tapi penisku tidak semudah itu masuk ke lubang vagina Tante Nety. Tante Nety harus bangun mengambil minyak dan diusapkan ke seluruh batang penisku. Lalu Tante Nety meminta aku mendorong penisku ke lubang vaginanya lagi.
Kini, pelan-pelan penisku masuk ke lubang vagina Tante Nety. Lubang vagina Tante Nety sempit sekali, penisku seperti terjepit. Tapi penisku tidak berasa sakit, melainkan geli-geli nikmat.
Pelan-pelan aku mendorong menarik penisku keluar-masuk di lubang vagina Tante Nety, sedangkan Tante Nety menggerakkan pantatnya naik-turun, kadang meliuk. “Mmhhhh… oooogghh…. kontolmu enak, Soni… enak sekali…” desah Tante Nety.
Aku tidak sanggup menjawab Tante Nety. Penisku berkedut-kedut, kenikmatan menyerang tubuhku dan aku menekan penisku dalam-dalam ke lubang vagina Tante Nety. Air manikupun menyembur.
Crroottt… crrroott… crroott…
Crroottt… crroottt…
Crroottt….
Nikmatnya terasa sampai keubun-ubun. Tak heran setelah aku selesai bersetubuh, tubuhku terkapar lemas. Tapi, kami tidak mengakhirinya dengan langsung tidur. Tante Nety menggoda aku hingga penisku bangkit lagi. Kami baru kelelahan setelah melalui 3 kali persetubuhan.
Mulai malam itu, hampir setiap malam aku bersetubuh dengan Tante Nety. Namanya juga sperma anak muda, masih tokcer dan mudah berkembang biak…
Tante Nety hamil, bukan oleh suaminya mdlainkan oleh aku.
Mama marah besar. Pasti Tante Nety bercerita pada Mama karena ia bisa hamil.
Selama 12 tahun penantian, bukan hari-hari yang mudah bagi seorang wanita, kalau ia bisa hamil meskipun dari benih keponakannya sendiri, pasti Tante Nety senang bukan main.
“Kami saling mencintai kok…” jawabku berdiri di belakang Mama yang sedang berdiri berdandan menghadap ke cermin.
“Tapi bagaimana dengan suaminya, sayang? Kalau suaminya melaporkan kamu ke polisi, kamu bisa masuk penjara lho… Mama nggak mau tengokin kamulah, kalau kamu sampai masuk penjara… malu Mama…!!”
“Aku dibuang dari keluarga juga gak masalah kok, Mah… kalau sampai Tante Nety diceraikan misalnya, aku dan Tante Nety siap nikah…” jawabku.
“Astagaaa…aa…. Sonii…ii…!!” keluh Mama panjang. Mama menghadap ke arahku, bibirnya belepotan lipstick. Handuknya juga tidak menutupi payudaranya secara penuh. “Yang mau buang kamu itu siapaa…aa…? Asal ngomong aja ya, kamu…!”
Mama menatap aku tajam. Mau memeluk aku seakan ia tidak berani.
“Nggak najis kan aku, Mah…?” tanyaku kemudian.
Aku melebarkan kedua tanganku memeluk Mama yang berdiri di depanku.
“Ummmhh…” desah Mama. “Awwhh…” jeritnya sejenak saat tanganku meremas bongkahan pantatnya. “Jelek….!”
“Masih menonjol sih….”
“Semoga Tantemu tidak diceraikan, dan suaminya bisa terima bayi yang dikandungnya…” kata Mama. “Nanti Mama bantu ngomong… seandainya ia minta kamu nikahi Tantemu, ya sudah… kamu harus bertanggungjawab, ya… kuliahmu diselesaikan… mau makan apa nanti anakmu kalau kuliahmu nggak selesai…”
Aku peluk Mama lagi. Telapak tanganku berada di pantatnya yang menonjol padat itu kuelus-elus. Sepertinya Mama tidak memakai celana dalam.
“Sudah, jangan lama-lama, Lius sudah tau begituan, Mama pernah melihat ia nonton film begitu di laptopnya… Mama nggak berani negor, takut ia malu… kamu aja, ngomongin pelan-pelan…” kata Mama.
Aku melonggarkan pelukanku. Mama menatapku.
Bibir Mama yang masih belepotan lipstick itu seolah mengundangku untuk mengecupnya.
Lalu… Mama mendorong wajahku yang mendekati wajahnya, “Nggak…!” tolaknya.
“Apa aku bukan milik Mama lagi…?” tanyaku nekat.
“Selama kamu belum nikah, ya milik Mama…”
Satu pelukan, satu ciuman kudaratkan ke bibir Mama. Ah… aku tidak mengharapkan ciumanku dibalas, tetapi Mama membalas ciumanku. Sambil berciuman lembut Mama mengelus tubuhku…
Kuterlentangkan Mama di tempat tidur dengan kedua kakinya menjuntai. Kutindih Mama dan batangku yang tegang menekan tepat di selangkangannya yang masih tertutup handuk.
“Kamu tindih Mama begini, Mama mau pergi gimana?” kata Mama.
Kucium belahan dada Mama, lalu aku mencoba memegang ikatan handuknya.
“Nggak, jangan dibuka… malu, Mama gak punya tetek.” kata Mama. “Bangun… sudah terlambat deh, Mama mau pergi senam…”
Sebelum beranjak bangun, kucium bibir Mama lagi dan pada waktu yang hampir bersamaan bibir Mama membalas.
Tanpa kupikir panjang, kubuka handuk yang menutupi tubuh Mama. Setelah itu, aku lepas kendali sudah….
Kuturunkan celana pendekku, kubawa penisku ke vagina Mama, lalu palkonku kumasukkan ke lubang vagina Mama.
Kusangka usahaku akan ditolak oleh Mama, ternyata Mama mendorong selangkangannya ke depan, “O… Soniii…iii..ihh…”
“Masuk deh, Mah…”
“Yeahh… ayoo… terusss…”
“Aggh… Mama juga pengen…” kataku.
Segera aku menarik pantat Mama ke pinggir tempat tidur, sementara aku berdiri menghadap ke selangkangannya yang terbuka lebar.
Seterusnya aku mulai menyetubuhi Mama dengan menarik dan mendorong batang penisku keluar-masuk di lubang vaginanya berulang-ulang dan berkali-kali secara tidak beraturan, sehingga membuat Mama merintih.
“OOOOHHH…. NNGGHH…. OOOOHHH…. OOOOHHHH…. OOOOHHHHH…. AAHHHH… OOOOHHH…. NGGHHH… OOOOHHH….”
Kedua kakinya aku angkat ke bahuku. Batang penisku masih saja keluar masuk di lubang vaginanya. Mama ternyata binal di ranjang.
Kucabut penisku. Mama turun dari tempat tidur membungkuk menyodorkan pantatnya ke penisku.
Kini kusodok lubang vagina Mama dari belakang. Mama bertiap di tempat tidur.
Setelah beberapa saat lalu kutembakkan air maniku ke rahimnya.
Crrooott… crroottt… crroott..
Crroott… crrooottt…
“Ahhh… memek Mama memang top…. semoga hamil ya, Ma…” kataku.
Kehadiran adikku tidak bisa dicegah Mama. Setelah 1 bulan Tante Nety melahirkan, Mama melahirkan.
Tetapi aku memilih Tante Nety menjadi istriku, karena suaminya meninggal sewaktu musim Covid kemarin.