Cerita Dewasa Ngentot SPG Yogyakarta – Kisah mesum kali ini adalah cerita hot SPG Jogja yang dientot oleh seorang cowok beruntung. Kami admin www.CerpenPanasUpdate.blogspot.com ingin kalian baca cerita dewasa ini bersama kenalan SPG-mu agar lebih hot dan terasa.
Namanya Mayang (nama Aslinya sengaja aku simpan).. 19 tahun… Sejak awal ketemu dia, aku sudah tertarik dengan gaya lugu-nya — namun aku sendiri tidak menyangka bisa mendapatkan tubuhnya dengan mudah.
Semuanya berawal dari ajakan temanku untuk ikut liburan selama beberapa hari ke Kota Kuningan. Awalnya aku ragu, namun akhirnya aku memutuskan untuk ikut.
Hari pertama, Adhi mengajakku untuk nongkrong di Toserba Yogya, di sana dia menemui beberapa teman lamanya, sekalian cuci mata karena area toserba Yogya juga merupakan salah satu pusat tongkrongan anak muda di Kuningan.
Saat sedang mengisi pulsa di salah satu otlet yang dijaga oleh temannya Adhi, ada seorang gadis yang menepuk pundakku dari belakang. “Dicariin di Timezone malah ada di sini,” katanya tanpa ba bi bu. Mata gadis itu membelalak lucu ketika sadar bahwa aku bukanlah orang yang dia maksud.
“Duh, maaf….” Ujarnya pelan, lalu dia mendelik kepada Jay –penjaga outlet– yang tertawa melihat kejadian itu.
“Makanya, jangan asal serobot az, May” Jay berkata disela tawanya, ternyata Jay dan gadis itu telah saling mengenal.
“Maaf ya, saya kira…” Gadis itu tidak meneruskan ucapannya karena aku potong.
“Gak papa, kok.” Ujarku sambil berusaha menampilkan senyum simpatik. Harus tebar pesona, soalnya gadis di depanku ini manisnya minta ampun.
“Di gebug lagi juga gak apa2, Neng’” timpal Adhi sambil mengedipkan matanya padaku.
Gadis itu masih tersipu, lalu dia cepat2 berlalu dari tempat itu.
“Kemana, May?” tanya Jay sebelum gadis itu menghilang.
“Masuk lagi, waktu istirahat dah abis.” Jawab Mayang, lalu dia menghilang di balik mobil2 yang diparkir di depan outlet.
“Namanya Mayang, Dia SPG,” Jay menerangkan sebelum Adhi sempat buka suara untuk menanyakan siapa gadis itu.
“Halagh… tau az Lu, Jay. Gue blom nanya Lu udah jawab duluan,” Adhi terkekeh.
“Gue udah bisa baca dari sorot mata keranjang Lu itu,”
Aku pura2 sibuk menulis sms, namun dalam hatiku aku berusaha mengingat baik2 nama gadis itu. Mayang, SPG H&R Toserba Yogya.
Dua hari berlalu sejak kejadian itu. Tidak ada kejadian istimewa lain, tiap hari Adhi mengajakku mengunjungi tempat2 yang dulu biasa dia jadikan tempat nongkrong bersama teman2 lamanya. Aku bahkan hampir lupa soal pertemuanku dengan Mayang. Hingga akhirnya pada Malam Minggu Adhi mengajak aku untuk menonton acara Mentari on the Street, acara pentas musik band lokal yang rutin diadakan setiap malam minggu oleh salah satu radio di Kuningan.
Di sana aku kembali melihat Mayang. Dia sedang asyik menonton aksi panggung salah satu band lokal sambil dipeluk dari belakang oleh seorang cowok.
“Wah, udah punya cowok dia,” ujar Adhi yang juga melihat Mayang.
“Wajar lah, cewek manis gitu…” jawabku sambil mengalihkan pandangan ke arah panggung.
Lalu aku dan Adhi sibuk menertawakan aksi vokalis norak yang kehabisan nafas ketika meneriakkan reff lagu Crawling-nya Linkin Park…
Selang beberapa lagu, aku kembali melirik tempat di mana tadi aku melihat Mayang. Gadis itu masih sedang bersama cowoknya, namun kali ini tidak mesra seperti tadi. Mereka seperti sedang bertengkar, lalu Si Cowok pergi begitu saja sambil menunjuk-nunjuk Mayang dengan marah.
Dari jauh aku bisa melihat mata gadis itu berkaca-kaca, dia menggigit bibir menahan tangis. Secara naluri aku langsung menghampirinya.
“Ada apa, May? Kok Kamu bertengkar ama dia?” tanyaku kemudian.
Mayang menatapku selama beberapa detik, “Ah, Kamu yang ketemu aku di Outlet nya Jay, ya?”
“Iya, namaku Yudha. Sori bukan mo ikut campur, aku hanya gak tega melihat kamu hampir nangis di tempat seramai ini.”
“Ah, sudahlah… Gak perlu di bahas,” Mayang memalingkan wajahnya, mungkin dia merasa canggung karena aku melihatnya hampir menangis. “Surya memang begitu orangnya, moody banget”.
“Oh, jadi cowok kamu namanya Surya?”
Mayang mengangguk. “Dha, mau bantu aku ngga?”
“Tentu,” jawabku.
“Bisa anterin aku pulang gak? Aku gak berani pulang sendiri malem-malem gini”
“Memangnya rumah KAmu di mana?”
“Di Kadugede,”
Aku tidak tahu KAdugede itu sebelah mana, tapi siapa peduli? Toh Mayang bisa menunjukkan jalan. “Ok,” jawabku kemudian. “Aku ngambil kunci motor dulu ya”.
LAlu aku menghampiri Adhi dan memnjam kunci motornya. “Wah, dapet rejeki, Lu”. Ledek Adhi sambil melemparkan kunci motor yang aku pinta. Aku mengedipkan mata.
Sepanjang perjalanan pulang, aku tahu Mayang menangis di belakangku. Tapi aku pura2 tidak tahu, aku tidak mau dia merasa canggung.
Sesampainya di rumah, Mayang memintaku untuk masuk sebentar. Di rumah itu hanya ada neneknya yang telah tertidur pulas di kamar belakang. Mayang bercerita bahwa orang tuanya tinggal di Bandung.
“Silakan di minum, Dha.” Kata Mayang sambil menyimpan gelas minuman ke atas meja di depanku. Aku mengangguk. “Aku ganti baju dulu, ya.” Lanjut Mayang kemudian, lalu dia berlalu ke kamarnya.
Kamar Mayang terletak tidak jauh dari ruang tamu, saat sedang berganti pakaian, aku mendengar Mayang bertengkar lagi dengan surya di telepon. Entah apa yang mereka permasalahkan, yang jelas aku mendengar Mayang bertengkar sambil menangis. Setelah pertengkaran itu, Mayang tidak juga keluar dari kamarnya. Setelah menunggu selama 30 menit lebih, akhirnya aku memberanikan diri untuk menghampiri Mayang di kamarnya.
Mayang sedang menangis di atas tempat tidur ketika aku masuk.
“Mungkin sebaiknya aku pulang ya” Ujarku sambil duduk di pinggir tempat tidur.
Mayang tersentak, “Aduh, Maaf, Dha. Aku gak bermaksud nyuekin Kamu”
“Gak papa kok, aku maklum.”
“Entahlah, Dha. Aku bingung, hubunganku dengan surya akhir2 ini semakin kacau.”
Nada bicara Mayang menunjukkan bahwa dia sedang butuh teman bicara, akhirnya aku membatalkan niatku untuk pulang dan berusaha sebijak mungkin memberikan kata-kata penghibur untuk Mayang. Setelah beberapa lama, akhirnya Mayang menghapus air matanya lalu duduk di sampingku.
“Nah, gitu dong, jangan sedih melulu” Ujarku sambil mengambil ponsel dari saku celanaku. “Aku foto ya, beri aku senyuman.”
Mayang tersenyum, lalu aku mengambil gambarnya beberapa kali menggunakan kamera ponsel. Saat sedang mengambil gambar, secara tidak sengaja aku melihat belahan payudaranya yang tersembul di balik kerah kaosnya. Aku yang memang sejak tadi menahan hasrat, akhirnya tak mampu lagi membendung.
Perlahan
aku duduk di samping Mayang, tanpa permisi terlebih dahulu aku langsung memeluk dan menciumnya. Mayang sempat kaget lalu berusaha berontak, namun aku mempererat pelukanku dan memperdalam ciumanku.
“Hmmpphhhh, Dha….” Rintih Mayang di sela-sela hujanan ciumanku.
“Jangan menolak, May. Aku butuh kamu.” Bisikku sambil mengalihkan ciumanku ke lehernya yang jenjang. Aroma wangi tercium dari tubuhnya, membuatku semakin hilang kendali.
Tanganku menelusup ke balik kaos Mayang, menjalar menuju gundukan payudara yang tidak terlalu besar namun padat. Rangsangan2 yang kuberikan akhirnya mampu meredam perlawanan Mayang. Secara perlahan dia merebahkan tubuhnya, aku mengikuti dan langsung menindih tubuhnya.
“Yudha… jangan terlalu jauh ya…” Bisik Mayang di sela2 nafasnya yang memburu.
Aku tidak menjawab permintaannya, dari atas tubuhnya, aku mulai melepaskan kancing baju Mayang satu persatu. Mayang berusaha berontak ketika aku melepaskan bajunya, namun aku berhasil membuka baju tersebut, bahkan sekalian merenggut bra nya hingga payudaranya terbuka dengan lebar.
Puting payudaranya menyembul keras, payudara ini pasti pernah dijamah seseorang, mungkin Surya, fikirku. Tapi aku tidak peduli, payudara ini tetap menawan. Erangan halus keluar dari mulut Mayang ketika mulutku mengulum dan mempermainkan putingnya. Aku membiarkan dia mengerang selama beberapa lama, semakin liar lidahku bergerak, semakin kuat erangan Mayang. Kemudian aku melepaskan kaos yang ku kenakan, lalu kembali menindih tubuhnya. Aku mengerang lirih ketika kulitku bersentuhan dengan kulitnya yang halus. Rudalku mengeras hebat di balik celana jeansku.
Mayang menolak ketika aku berusaha menyingkap rok nya, dia menamparku ketika aku berusaha memaksa. Untuk sejenak, aku harus melupakan keinginanku mempermainkan bagian bawahnya. Aku kembali menyerang payudara dan perutnya dengan usapan lidahku, ketika Mayang terbuai, sedikit demi sedikit aku mempreteli pakaian yang masih menempel di tubuhnya hingga terlepas semua, dan aku pun mempreteli semua pakaian yang masih melekat di tubuhku.
Mayang berusaha mendorong tubuhku ketika dia sadar aku dan dia telah telanjang bulat. “Jangan, Dha… Aku masih milik Surya…” Bisiknya lemah.
Tapi mana mau aku melepaskan kesempatan ini. “Beri aku satu kali saja, aku ingin menikmati tubuhmu…”
“Jangan, Dha….”
“Ayolah, May… Atau, kamu masih perawan?”
Mayang menggeleng, “Surya telah mengambilnya”
“Kalau begitu, apa salahnya kalau kamu memberiku kesempatan?” Aku tetap berusaha menindihnya, memperkuat posisiku diantara perlawanan Mayang yang semakin melemah. Kepala tongkatku beberapa kali menggesek bibir vaginanya, ketika tepat di depan lubang senggama Mayang, aku berusaha menekan, namun beberapa kali usahaku gagal karena Mayang merapatkan kakinya.
“Aku tidak mau menghianati Surya, karena….. Ahhhhhh…” Mayang tidak melanjutkan ucapannya ketika akhirnya kepala tongkatku berhasil memasuki liang kenikmatan tersebut.
Aku mengerang keras, sensasi kenikmatan menjalar cepat. Penisku belum masuk semua, liang senggama Mayang terasa sempit. Beberapa kali aku bergerak maju mundur hingga akhirnya BLESSSHHHH…. seluruh penisku masuk.
Mayang mengerang, vaginanya yang belum dilumasi secara sempurna terasa seret, sisa2 perlawanannya mulai berakhir….
Aku terus bergerak, menjemput kenikmatan demi kenikmatan dari tubuh Mayang. Secara perlahan, Mayang mulai menikmati dan ikut berperan hingga akhirnya persetubuhan ini berjalan seimbang. Bunyi khas terdengar dari liang senggamanya seirama dengan gerakan2 yang kami buat.
“Ahhhh… Yudha… punyamu besar sekali……..”
“Nikmatilah sepuasmu, Sayang…. Aku juga… ahhh….” Pijatan halus vagina Mayang yang mengurut penisku membuatku tak mampu menyelesaikan ucapanku.
“Aku mau keluaarrrr…..” Desis Mayang…. Beberapa lama kemudian liang senggamanya semakin penuh oleh cairan…
Aku masih terus mengayun, lalu aku bangkit dan melipat kedua kakiku. Tanpa membiarkan terlepas, aku menyetubuhinya dalam posisi baru.
Erangan dan rintihan masih berbaur. Sekilas mataku melihat ponsel milikku tergeletak di sebelah kiri. Ponsel itu kuambil, sambil tetap menyetubuhi Mayang, aku mengambil beberapa gambar melalui kamera ponselku.
JEPRET!!!
Yudha… apa yang kamu lakukan?” tanya Mayang di sela2 erangannya.
Aku tidak menjawab karena puncak kenikmatan semakin mendekat. Gerakan itu kupercepat dan aku kembali menjatuhkan tubuhku menindih tubuh Mayang. Sengatan-sengatan kenikmatan semakin cepat menerjang.
“Ahh… Dha… aku mau keluar lagi……..” MAyang mengerang….
“Aku juga, Sayaaanggg,” jawabku, pelukanku kuererat, gerakanku semakin ku percepat, intensitas enikmatan yang semakin meningkat membuatku tak tahan dan meninggalkan beberapa gigitan di leher dan dagu Mayang.
“Ahhh Ahhhhh Ahhhhhh…. Mayang semakin keras mengerang…..”
“Ugh… keluarin di mana, Sayang?” tanyaku, gerbang puncak telah di depan mata.
“Jangan dicabuuutt… Di dalam saja, semprotkan semuanya padakuuuuuuu….”
Tubuhku mengejang, sensasi kenikmatan meledak di puncaknya diiringi erangan panjang aku dan Mayang….. Aku menyemprot kuat beberapa kali…
“Kamu tidak takut hamil?” tanyaku setelah puncak kenikmatan berlalu perlahan.
Mayang menggeleng. “Saat ini aku memang sedang hamil dua bulan, itulah penyebab pertengkaranku dengan Surya.” jawabnya.
Aku mencabut sisa-sisa yang masih ada dan membaringkan diri di samping Mayang. Tubuh kami berkeringat, tempat tidur acak-acakan tak karuan. Mayang memelukku.
“Nikmat sekali, Dha. Andai Surya sehebat Kamu….” bisiknya.
Aku tersenyum bangga. “Beri aku waktu istirahat beberpa menit, dan akan aku berikan lagi kenikmatan seperti tadi,” jawbku. Kemudian aku mengecup keningnya. Malam itu empat kali aku menyetubuhinya hingga pagi. Perbuatan kami hampir dipergoki neneknya yang terbangun.
Jam 6 pagi aku pulang menuju rumah Adhi. Rentetan omelan menyambut kedatanganku.
“Gila Lo Dha… Nidurin cewek sampe lupain temen… Gue hampir pulang jalan kaki tadi malem, untung gue ketemu Anita yang nganterin gue pulang. Kalo tau gini, gak bakalan gue kasiin kunci motor itu.”
Aku tersenyum… “Jangan belagak ngambek, Lo…. Gue tau tadi malem Lo juga “maen”. Ama siapa? Anita? Siapa tuh Anita?”
“Tau darimana?” tanya Adhi heran.
Aku sengaja tidak langsung menjawab. Kemudian sambil berlalu menuju kamar mandi, aku berkata; “Empat cupang di leher Lo itu, jelas banget keliatan… Buset, ganas amat Si Anita… Kenalin dong… Gue juga pengen nyobain….”
Mendengar omonganku, Adhi langsung berlari menuju cermin.
Apabila cerpen seks diatas belum membuat Anda crott, maka kami sarankan agar Anda membaca cerita dewasa tema Perkosaan di situs ini, dan mungkin setelah itu Anda bisa crott maksimal.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Tolong jempolnya bro :
Share