Cerita dewasa: Pulang ke rumah, aku kaget melihat istriku ngentot dengan dua pria lain (part 5)

Author:

(Lanjutan dari part 4)

Setelah ia merasa puas, mas Be lalu menarik rambutku hingga ak kembali berdiri. Bibirnya kembali memagut bibirku dan kubalas tak kalah buas. satu tangannya meremas payudaraku dan satunya lagi merambat turun ke selangkanganku.

“Aasrrhhh” desahku saat mas Be menggesek klitorisku dengan jarinya. Lutuku terasa lemas namun memekku semakin basah. Mas Be lalu menghempaskan tubuhku ke ranjang. Ia buka pahaku dan dengan sekali hentakan penisnya terbenam membelah memekku yg sangat becek.

“Aaarrhhhh” jeritku saat penisnya terbenam seluruhnya.

“Ini kan yg kau rindukan?” tanya mas Be saat ia pinggulnya maju-mundur.

“Aaarhhh iya sayang, aarrhhhh ak rindu sentuhanmu, rindu genjotanmu aaaarhhhh rindu segalanya” desahku saat bersamaan mas Be meremas payudaraku. Ak kembali tenggelam dalam birahi panas yg terlarang. Jika beberapa hari yg lalu ak bertekad untuk mengakhirinya tapi kini ak berharap ini tak akan berakhir. Penis besarnya yg keluar masuk di memekku memberi sensasi nikmat di sekujur tubuhku. Terlebih saat mas Be mempercepat genjotannya, membuatku serasa terbang di langit ketujuh. Tak berselang lama ak merasa sesuatu akan segera meledak, ak semakin mendesah dan merintih nikmat. Mas Be yg mengetahuinya segera menggenjot tubuhku lebih cepat.

“Aaarhhhh aaarrhhhh ssshhhhaahhhh lebih cepet mas ahhhh ak sampee aarhhhhh” tubuhku mengejang beberapa saat lalu lemas. Mas Be tersenyum melihatku yg telah meraih orgasme. Tanpa memberi jeda, mas Be segera membalikkan tubuhku hingga menungging tanpa melepas penisnya. Mas Be dengan gemas menampar pantatku beberapa kali lalu kembali menggenjot tubuhku dari belakang. Payudaraku yg menggantung ia raih lalu diremas. Ak semakin mabuk dalam dosa birahi. Ak seakan lupa dengan tangis dan penyesalanku sehingga ak menuntut kepuasan. Mas Be dengan kuat mencengkram pinggulku dan menggenjot tubuhku lebih cepat dan keras. Ak menoleh ke arahnya dan tersenyum melihat gagahnya ia menjemput orgasmenya.

“Aarrhhh ak keluar lagi sayang aahhhh” jeritku saat badai orgasme akan menerpa tubuhku.

“Barengan sayang aahhh

ak juga keluar aaahhhh” sesaat setelah mas Be berkata ak kembali meraih orgasmeku. Disusul Mas Be yg melesakkan penisnya dalam-dalam di memekku.

Terasa 5x semburan sperma hangatnya menyiram rahimku. Setelah mengeluarkan isinya, mas Be mendorong tubuhku hingga ak tersungkur di ranjang. Ak lalu membalikan tubuhku lalu bangkit menuju penisnya yg berlendir. Kubersihkan penisnya sampai bersih, ak lalu merebahkan tubuhku disusul mas Be di sebelahku. Ak tanpa malu lagi memeluk tubuhnya, iapun membalas pelukanku dan menciumi pipiku. Ak yg mendapat perlakuannya semakin tenggelam dalam rasa nyaman. Ak ingin sekali berlama-lama menikmati momen ini. Namun kondisi suamiku yg belum sadar membuatku mau tak mau harus segera berbenah.

“Mau balik sekarang?” tanya mas Be saat ak turun dari ranjang. Ak lalu mencium pipinya sekali lagi. Kubisikkan sesuatu di telinganya hingga ia tersenyum.

“Yuk sambil mandi, biar seger” ucap mas Be. Ia segera bangkit dan membopong tubuhku ke kamar mandi.

Dibawah guyuran shower kami saling memagut dan membelai. Ak semakin takluk saat mas Be dengan gagahnya kembali menyetubuhiku dengan posisi berdiri. Kuberikan segalanya yg kumiliki agar ia semakin betah denganku. Ak tak peduli dicap murahan atau apapun karena yg ada di kepalaku adalah menjemput orgasme demi orgasme dan berakhir dengan semburan sperma Mas Be di rahimku. Ak sangat puas malam ini, rasa lelah dan pikiran berkecamuk sejenak hilang di kepalaku. Ak lalu memakai pakaianku kembali. Mas Be lalu mengantarku kembali ke rumah sakit dan selama perjalanan ke rumah sakit ak tak henti bergelayut manja padanya dan berulang kali mencium pipi atau bibirnya. Remasan tangannya di payudaraku mengakhiri pertemuanku dengan mas Be malam ini. Ak lalu melenggang memasuki rumah sakit dengan wajah ceria.

2 jam sebelumnya

Pov Nisa

“Tuh bapak lihat sendirikan?” tanyaku pada pak Marto yg tak percaya dengan kelakuan bu Mila.

“Kamu kedalam temani Pak Agus, kuikuti mereka. Nanti ak kabari mereka kemana”

ucap Pak Marto dengan wajah penuh amarah.

Ak lalu menuju kamar inap Pak Agus, ak lirik sekilas kondisi Cindi dan Rangga yg tertidur pulas. Ak lalu mendekat ke ranjang Pak Agus atau lebih tepatnya Mas Agus. Kuraih tangannya dan kuciumi beberapa kali seakan menumpahkan rasa sedih dan kesalku. Kudekatkan wajahku yg berlinang air mata pada mas Agus dan kucium pipinya. Berharap dengan ciumanku mas Agus bisa sadar, meski hal itu sangat kecil kemungkinannya. Ak lalu memeluknya dan menyandarkan kepalaku di bahunya.

“Mas Adek kangen, mas kapan bangun?” ucapku lirih karena tak ingin Cindi terusik. Ak bergumam sendiri menumpahkan segala rasaku. kisah indahh yg baru saja dimulai harus berakhir setelah bu Mila menyambangi rumahku.

“Nis” ucap mas Agus dalam gumamanku.

“Ya mas? Mas gak kangen sama adek?” balasku sedikit halu karena ak yakin itu hanyalah suara di kepalaku, ak yg terlalu rindu denganya sampai mendengar panggilan mas Agus padahal mas Agus belum sadar. Namun di detik berikutnya ak tercekat saat Mas Agus kembali memanggilku dengan nada lebih keras. Ak dongakkan wajahku menatap wajahnya, sedetik kemudian air mata kembali membasahi pipi melihat Mas Agus yg telah membuka matanya.

“Mas?” ak terdiam beberapa saat.

“Dek Mas kangen” ucap Mas Agus. Ak lantas memeluknya, kerinduan dan rasa ini tak bisa ku bendung lagi. Ak senang mas Agus telah sadar. Ak berkali-kali mencium pipinya dan ia tidak mempermasalahkan. Ia membiarkanku menumpahkan rasa rinduku yg semakin hari semakin besar. Dengan susah payah mas Agus membalas pelukanku, ia juga membalas ciuman pipiku. Membuatku semakin bahagia bisa kembali mencurahkan rasa yg terpendam.

Namun tak lama kemudian ponselku berdering, Pak Marto mengirimkan sebuah pesan dimana isi pesanya adalah foto bu Mila yg memasuki sebuah penginapan bersama seseorang yg ia temui. Ak lalu membalas pesan Pak Agus, memintanya untuk kembali ke rumah sakit.

“Ak balik ke rumah sakit, nanti kukabari

jika bu Mila sudah balik” balas Pak Marto. Ak senang membacanya karena Pak Marto bersedia membantuku.

“Ada apa? Dimana istriku?” tanya Mas Agus membuat hatiku teriris.

“Katanya lagi keluar mas. Bentar lagi juga balik” jawabku sedih.

“Kemana? Ketemu selingkuhannya lagi?” tanya Mas Agus lirih. Ak lalu terpaksa menunjukkan foto yg tadi dikirimkan Pak Marto.

“Sudah kuduga, biarkan saja dia Nis. Ak sudah tidak peduli lagi denganya” jawaban Mas Agus membuatku terkejut, terlebih expresinya yg datar seakan tidak berpengaruh dengan kelakuan liar istrinya.

“Jika ak cerai, kamu maukan menjadi ibu sambung rangga?”

what???? Apaa???? Ohhh tidak, tidak menolak. Akupun dengan mantap mengangguk. cewek mana yg mampu menolak karismanya. Setiap karyawati di kantor selalu terpukau dan terpesona ketika Mas Agus berbicara. Jangankan berbicara Mas Agus lewat aja setiap cewek di kantor pasti melirik.

“Kapanpun mas mau meminangku ak selalu siap mas. Tapi jangan jadikan ak pelarian atau pelampiasan masa lalu” ucapku penuh kasih dan sayang. Ak kembali memeluknya, dan kembali ak mencium pipinya. Rasa hangat dan nyaman seakan mengisi relung hati yg terdalam. Suasana ini berlangsung sekitar 1.5 jam, Pak Marto kembali mengirimiku pesan jika Bu Mila sudah balik dengan pria selingkuhannya. Mas Agus yg paham situasi dan kondisi memintaku untuk segera keluar. Meski masih rindu ak tetap melaksanakan perintahnya, ak tak mau suasana hangat dan nyaman ini menjadi suasana mencekam.

“Sebelum pulang boleh minta cium lagi?” tanya Mas Agus manja. Akupun dengan sukarela mencium pipinya dan terakhir kucium bibirnya.

“Nisa pulang ya” ucapku pada mas Agus yg sudah kembali dengan senyuman.

“Hati-hati sayang” balas mas Agus membuatku tersipu. Ak mengangguk dan dengan sekejap ak meninggalkan kamar inap dengan wajah ceria. Setibanya di parkiran ak segera masuk ke mobil kantor yg dikendarai Pak Marto.

“Apa langkah selanjutnya?” tanya Pak Marto ketika ak sudah duduk di kursi belakang.

“Hhhmm tunggu mas Agus sadar

dan menerima pinangannya” jawabku santai.

“Hanya itu?” tanya Pak Marto lagi. Ak yg tau jalan pikirannya hanya bisa tersenyum.

“Pak Marto punya rencana?” tanyaku balik. Pak Marto pun tersenyum, senyum yg tak biasa yg hanya bisa dipahami olehku.

“Siapapun yg menyakiti Pak Agus berarti dia sudah bersebrangan denganku. Kupastikan mereka bertiga merasakan hal yg lebih menyakitkan sampai mereka menyesal telah dilahirkan” sambung Pak Marto.

“Bertiga? Hihihi sepertinya menarik” ak tersenyum membayangkannya.

Pov Agus

Ak mengerjapkan mata saat merasakan sesuatu yg menenangkan. Kuamati sekitar dan ak segera mengetahuinya jika ak berada di rumah sakit. Ak coba gerakan tangan dan kakiku namun terasa berat. Ak mencoba menoleh ke kanan dan ke kiri namun sama saja. Ak lalu merasakan hembusan nafas di bawah kepalaku. Tak lama ia bergumam sendiri, entah apa yg dia bicarakan tapi ak jelas ingat suara dari mulut wanita ini. Ak coba melihat sekeliling dan tidak kulihat istriku. Kemana dia? Seharusnya dia disini menunggu ak sadar, tapi aahh sudahlah. Ak pasrah jika ia memang berniat pergi, lagipula untuk apa ak mempertahankan pernikahan ini jika ia sendiri telah berkhianat. Pengkhianatan yg telah ia lakukan selama 4 tahun ini. Miris rasanya, saat ak mengetahui perbuatan laknatnya ak malah membiarkannya. Ak malu dengan diriku sendiri yg tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyadarkannya. Di saat ak merasa seakan tak berguna, gadis ini kembali bergumam tak jelas. Ada apa dengannya, seharusnya ia tak disini, mengingat dia baru saja diperingati istriku. Samar-samar ak mendengar beberapa ucapannya. Ucapan yg hanya ia lontarkan jika sedang bersamaku.

“Mas suka pantai gak? Nisa suka banget sama pantai. Kapan-kapan ajak Nisa main ke pantai ya. Sekalian sama acara kantor gapapa deh, yg penting Nisa kesana sama Mas. Cepet sembuh ya mas. Nisa kangen sama mas” ucap Nisa, ak lalu merasa ada dorongan kuat yg dari dalam hatiku hingga

ak memanggilnya.

Panggilan pertama ia masih bergumam, panggilan kedua barulah Nisa menoleh kearahku. Sedetik dua detik ia menitikkan air mata. Ia lalu memelukku dan mengucapkan syukur ak telah sadar. Berulang kali ia mencium pipiku, menumpahkan semua yg ia rasakan. Setidaknya untuk sementara ini ak bahagia karena rasa kasih dan sayang yg ia berikan. Ak sekuat tenaga mencoba memeluk dan mencium pipinya. Jika ia rindu denganku maka ak juga merindukanya. Hampir 3 bulan ini Nisa menjadi oasis di padang pasir yg menyejukkan hatiku. Ak merasa ingin selalu bersamanya, menghabiskan waktu bersama, dan menjalin hubungan resmi dengannya. Namun ak masih punya beberapa hal yg harus ak selesaikan. Ak harus menyelesaikannya satu persatu sehingga saat ak meminangnya semua sudah beres tanpa ada penghalang.

Ponsel Nisa kembali berdering, ia buka ponselnya dan mengabariku jika istriku sudah balik. Ak segera meminta Nisa untuk meninggalkanku. Dengan berat hati ia melaksanakan perintahku. Sebelum pulang ak sempat minta cium lagi, dan dia memberikannya. Malahan tanganku yg tadi berada di pinggangnya sengaja ak geser sedikit naik. Nisa hanya tersenyum, ia bimbing tanganku ke kedua payudaranya. Ak secara spontan meremasnya, kurasakan kekenyalan dan kepadatan payudaranya di tanganku. Namun hanya sebentar karena Nisa segera menarik tanganku agar menjauh dari payudaranya.

“Besok kalo mas dah sembuh mas boleh pegang sepuasnya” ucapannya membuat penisku sedikit mengeras. Nisa hanya cekikikan dan berlalu meninggalkan kamar. Ak lalu kembali tidur, setelah kepergian Nisa.

Keesokan paginya ak terbangun saat ak merasa ada sesuatu yg basah di tanganku. Saat ak lihat ternyata itu adalah tangis istriku yg berharap ak segera sadar. Ak juga melihat kondisi Rangga yg sedikit lesu, mungkin karena berhari-hari di rumah sakit. Ak yg tidak tega segera menanggapi permintaan istriku.

“Mah, Rangga” ucapku sedikit serak.

“Papah, mah papah udah bangun mah” jerit rangga saat menatapku. Istriku dan Rangga segera menghampiriku dan memelukku. Tangis mereka pecah

saat berada di pelukanku, tak dapat kubayangkan sedihnya mereka saat ini.

“Maafin papah ya udah buat kalian khawatir” ucapku penuh kerinduan. Istriku nampak ingin mengatakan sesuatu namun ada sesuatu yg menahannya. Entahlah ak tidak terlalu peduli, ak lebih memilih meluapkan kerinduanku pada rangga.

Siangnya Pak Gun ditemani Nisa dan beberapa manajer di kantor datang untuk menjenguk. Tak kusangka mereka begitu peduli denganku dan keluargaku. Ak sampai berkali-kali meminta maaf telah merepotkan dan berulang kali berterimakasih karena telah menjaga keluargaku saat ak belum sadar.

“Tenang aja Gus, sementara kantor ak yg handle. Kamu cukup fokus untuk kesembuhanmu” ucap Pak Gun sembari menepuk pundakku. Ak sangat bersyukur punya atasan seperti beliau. Surya, Indra, Nisa dan Cindi semua mendoakanku agar bisa segera pulih dan bisa beraktifitas seperti sedia kala. Suasana kamar vip yg kutempati menjadi ramai. Namun kulihat antara Nisa dan Istriku terjadi peperangan batin hingga mereka hanya saling tatap tanpa berbicara. Ak tersenyum saja melihat keduanya tidak akur. Tentu keduanya sebal dengan tingkahku, jika saja ak tidak terbaring di kasur rumah sakit sudah kupastikan ak dicecar habis oleh keduanya.

Sore harinya, datang seorang polisi yg tak kusangka ia adalah calon kakak ipar Nisa. Bram, ak memanggilnya. Ia mengintrogasiku saat kecelakaan terjadi. Ak hanya mampu menjawab semampuku karena ak tidak tau apa yg terjadi setelah mobil terbalik. Beruntung itu adalah kecelakaan tunggal, sehingga tidak ada korban jiwa yg lain. Selesai introgasi Bram segera pamit untuk membuat laporan di kepolisian. Ak lega dan sangat bersyukur setelah semuanya selesai. Tinggal menunggu kepulihanku saja dan ak akan beraktifitas seperti biasa.

Malamnya ketika ak terbangun dengan mata tertutup kain. Tak lama kemudian kurasakan sebuah kecupan yg mendarat di bibirku. Ia lalu memagut bibirku lagi dan ak membalasnya. Entah Mila atau Nisa ak tak tau.

“Mah” panggilku namun ia hanya diam. Ia malah memagut kembali bibirku dan ak

merasa itu adalah Nisa.
“Nis” panggilku lagi namun ia segera menjauhkan bibirnya. Dan saat penutup mataku dibuka tak kusangka ternyata sedari tadi Cindi yg memagut bibirku. Kulihat dari raut wajahnya nampak ia kecewa, ia lalu merapikan dirinya dan segera duduk membelakangiku.

“Maaf Pak, anggap saja tadi ak khilaf” ucap Cindi sesenggukan.

“Huuffttt kenapa kamu melakukannya?” tanyaku heran. Namun Cindi hanya diam dan merebahkan tubuhnya di sofa. Ia nampak sesenggukan, dan bodohnya ak masih saja memanggil nama Nisa padahal ak dan Nisa berusaha merahasiakan hubungan kami.

“Maaf Pak, saya khilaf. Sy minta tolong lupakan yg barusan. Dan juga saya minta tolong untuk tidak memberitahu Nisa” Cindi mengucapkaanya dengan masih sesenggukan.

“Jika kamu tidak keberatan memberi tahu alasanmu melakukannya ak tidak akan mempermasalahkannya” tekanku pada Cindi. Ak tak mempermasalahkan perbuatannya jika ia mau jujur. Toh gak ada ruginya buatku. Cindi lalu berbalik menghadapku, ia tarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.

“Sy dan Nisa adalah teman sejak kecil, kami bersekolah di sd dan smp yg sama. Dulu kami sering bersaing dalam hal apapun kecuali cowok. Entah kenapa Nisa selalu enggan jika sy mengajaknya bersaing akan hal itu. Suatu ketika, bu siti jatuh sakit hal itu membuat ekonomi keluarga Nisa sedikit goyah. Beruntung Pak Broto adalah pns yg memiliki pangkat meski tidak terlalu tinggi. Sehingga Nisa bisa melanjutkan pendidikan sampai s1, meski harus memupus impiannya masuk ke sma dan kampus unggulan. Singkat cerita kami bertemu lagi saat perekrutan karyawan di perusahaan kita sekarang. Sy yg kembali ingin bersaing denganya meminta tolong ayahku yg saat itu memegang 40% saham perusahaan. Tujuan sy jelas ingin menyingkirkannya sehingga sy bisa diakui Nisa. Namun sepertinya dewi fortuna selalu betah bersamanya. Entah apa yg dilihat Pak Gun dari Nisa saat itu hingga beliau berhasil membujuk Nisa masuk ke divisi marketing. Padahal jelas itu berbeda dari studi yg Nisa

ambil saat kuliah dan saat itu divisi marketing tidak membuka lowongan. Lambat laun karirnya semakin menanjak, hingga Nisa bisa diangkat karyawan lebih cepat dari sy. Disaat sy berpikir untuk mengakhiri rivalitas antara kami berdua Nisa mengajakku untuk bersaing menaklukan hati Pak Agus yg saat itu baru beberapa bulan di promosikan jadi manajer divisi namun Pak Gun langsung menunjuk Pak Agus untuk menggantikan posisi beliau. Jiwa rivalitas kami semakin bergelora saat Pak Agus mencari kandidat sekretaris menggantikan sekretaris sebelumnya yg diboyong Pak Gun ikut ke Head Office. Saya dan Nisa bersaing secara sehat meraih posisi sekretaris. Namun pada dasarnya Dewi Fortuna selalu betah dengannya, hingga terpilihlah Nisa sebagai sekretaris Pak Agus. Hebatnya lagi Nisa mampu bertahan di posisinya tanpa goyah sedikitpun. Ak lalu mengucapkan selamat karena Nisa telah menang kompetisi. Nisa memelukku erat bahkan sambil sesenggukan ia sangat berterimakasih padaku karena menjadi rivalnya. Tentu saja hal itu menjadikan kami semakin teguh dengan pilihan kami masing-masing. Kami melakukan yg terbaik dan saling membantu satu sama lain. Hingga akhirnya semalam saya tidak sengaja mendengar canda tawa Pak Agus bersama Nisa. Saya mengenal Nisa jauh lebih dulu ketimbang Pak Agus, dan kejadian semalam merubah pandanganku terhadap Nisa. Dari dulu ia selalu menolak setiap pria yg ak kenalkan padanya. Bahkan pernah Nisa menolak cinta dari seseorang dengan alasan ia masih ingin menunggu sang pujaanya. Sampai akhirnya Cindi tau jika pujaan hatinya adalah Pak Agus. Cindi yg juga mengidolakan Pak Agus merasa tersaingi, hingga akhirnya Cindi nekat melakukannya.” ucap Cindi panjang kali lebar kali tinggi. Ternyata sangat dalam Nisa memendam perasaannya. Ak sungguh merasa menjadi pria paling bodoh di dunia ini, jika saja ak tak memilih untuk tetap setia sudah pasti keduanya masuk dalam pelukanku.

Sayangnya ak bukan pria serakah, dalam hidupku ak hanya berprinsip mencintai 2 wanita dalam hidupku, 1 ibuku yg telah melahirkanku meski

dari usiaku 5 tahun sampai detik ini ak tak tau kabarnya. 2 istriku sendiri, meski kini ia telah mengkhianatiku. Tambah 1 jika ak memiliki seorang anak perempuan. Tapi sepertinya prinsipku semua pupus setelah ak menjalani hidup selama 34 tahun ini.

Ak lalu memandang Cindi yg berulang kali mengusap air matanya. Cindi kembali mengucapkan kata maaf dengan bersungguh-sungguh. Tubuhnya sampai bergetar saat Cindi meminta maaf untuk ke sekian kalinya.

“Cin” panggilku pada Cindi yg terus terisak.

“Cindi!!” panggilku lagi dengan nada lebih tinggi hingga ia menatapku.

“Sini, peluk dulu. Anggap aja ini ucapan terima kasihku karena telah mengidolakanku yg penuh dosa ini. Terimakasih juga telah membantu istri dan anakku saat ak terbaring lemah di kasur rumah sakit. Tentu ini adalah pertama dan terakhir, dan setelah ini kita anggap kejadian tadi tak pernah ada. Maaf ak hanya bisa memberikanmu ini karena ak sudah ada janji lain yg harus kutepati” ucapku seraya merentangkan kedua tanganku. Cindi langsung menghambur dalam pelukanku selama beberapa saat.

“Nisa memang tak salah pilih. Pantas dia selalu menolak cinta dari orang lain. Semoga bapak dan Nisa selalu bahagia ya” ucap Cindi saat melepaskan pelukannya. Ia lalu merebahkan tubuhnya di sofa, sekilas kulihat ada setitik air mata di sudut matanya namun Cindi malah tersenyum sembari memandang langit-langit kamar. Tak lama kemudian iapun tertidur.

Ak merenungi nasibku, nasib sial karena diselingkuhi tapi juga nasib baik karena Nisa dan Cindi yg memendam rasa padaku. Nisa menyambutku dalam hidupnya, ia melakukan segala yg ia bisa untukku.

Setelah cukup merenungi nasibku, ak mulai memejamkan mata. Namun sebelum terlelap ak kembali teringat dengan perkataan Cindi tadi. Sedari tadi hanya nama Nisa yg keluar dari mulut Cindi. Tak pernah sekalipun Cindi menyebut istriku. Ak lalu menoleh dan kupandangj wajah Cindi yg terlelap.

Apakah Cindi tau jika istriku telah berselingkuh?

Pov Nisa

Saat ak hendak memutar handle

pintu kamar inap, ak intip lewat kaca yg berada di sisi kanan pintu dan ak terkejut melihat Mas Agus sedang berciuman. Kuamati sejenak dan segera ak tahu jika itu Cindi. Hatiku terasa ditusuk belasan paku melihat Mas Agus membalas ciuman Cindi. Ak hendak berbalik meninggalkan mereka namun detik berikutnya terlihat Cindi beringsut mundur menjauhi Mas Agus. Cindi duduk membelakangi Mas Agus dan meminta maaf serta meminta jika hal itu tidak pernah terjadi.

Mas Agus lalu meminta penjelasan dari Cindi tentang apa yg Cindi lakukan. Dan keluarlah cerita Cindi dan ak yg sejak sd, smp sampai sekarang seringkali berkompetisi meraih sesuatu. Ak awalnya marah pada Cindi dan kecewa terhadap Mas Agus. Namun penjelasan dari keduanya membuatku terharu. Terlebih saat Cindi mendoakanku serta ucapan Mas Agus mengenai janji lain yg harus dia tepati, membuatku semakin terharu dan beruntung bertemu dengan mereka.

Ak tersenyum bahagia, bahagia karena Cindi mau berkorban untukku dan ak bahagia Mas Agus tidak meminta Cindi untuk melanjutkan apa yg tadi Cindi mulai. Padahal bisa saja Mas Agus meminta lebih, mengingat kondisi keduanya yg berduaan di kamar. Hanya ada mereka berdua dan Rangga yg tertidur pulas, sementara wanita ular itu sedang memacu birahi dengan pria selingkuhannya. Ak kembali ke parkiran dimana Pak Marto sedang mengawasi keadaan. Dia yg melihatku balik lebih cepat dari perkiraan merasa heran.

“Loh kok cepet Nis?” tanya Pak Marto heran saat ak duduk di jok belakang.

“Hehehe gapapa pak, lagian Mas Agus udah tidur. Gak enak ganggu istirahatnya” balasku

“Oohh, kirain kenapa. Pulang sekarang?” tanya Pak Agus seraya menstarter mobilnya.

“Iya deh pak gapapa, takut kemalaman juga. Ini dah jam 10, besok masih kerja juga” balasku sembari mengambil tisu dan mengelap wajahku.

“Kenapa Nis? Pasti ada sesuatu kan?” tanya Pak Marto sangat penasaran. Ak lalu menceritakan apa yg kulihat di kamar inap. Pak Marto yg mendengar

ceritaku hanya terkekeh dan tersenyum.

“Kalo ak yg jadi Pak Agus mungkin udah ak embat tuh Cindi. Tapi sekali lagi alasan kenapa dia dijuluki pria hebat ya karena itu. Kalo dilihat kondisi kantor banyak lho yg lebih cantik dari bu Mila, mulai dari yg tertutup sampai yg terbuka. Tapi apa pak agus pernah ngajak karyawannya jalan bareng kalo gak urusan kerja? Bisa dibilang gak pernah sama sekali, meski untukmu itu berbeda karena case lain yg tak bisa Pak Agus prediksi” terang Pak Marto membuatku sadar jika banyak karyawati di kantor yg Mas Agus lewat aja gak mau kedip. Kalo Mas Agus mau dia tinggal pilih mana yg mau dikencani. Tapi buktinya? Hampir tidak ada cewek di kantor yg ia dekati. Jikalau ada itu hanya ak yg mungkin menurutnya ak sudah mengenalnya luar dalam. aku merasa bangga dan sangat bersyukur telah memilih mas Agus menjadi pria pujaanku.

Setibanya ak di rumah, ak disambut bapakku yg sedang merokok di teras.

“Gimana keadaan calon mantu bapak?” tanya bapakku membuatku melotot. Bisa-bisanya pertanyaan itu keluar dari mulut bapakku sendiri.

“Rahasia” jawabku seraya berlari masuk kekamar. Kubuka ponselku dan kupandangi foto selfiku dengan Mas Agus 2 minggu yg lalu.

“I love you Mas. Kutunggu dudamu”

3 jam sebelumnya

Pov Mila

“Ada kejutan buatmu sayang” ucap Mas Be saat kami bergandengan tangan menuju sebuah kamar hotel yg sudah dia pesan.

“Kejutan apa sih mas Be sayang, Mila jadi gak sabar nih” balasku manja. Mas Be hanya tersenyum sembari membuka pintu kamar. Dan saat pintu kamar terbuka ak dan Mas Be segera masuk. Ak langsung terkejut dan senang melihat pejantanku sedang duduk di sofa sambil merokok. Ia lalu bangkit dan menghampiriku sementara mas Be duduk di tepi ranjang.

“Plak” mas Jo menampar wajahku cukup keras. Ak yg paham situasi dan kondisi segera bersujud di depannya.

“Maafin Mila

Mas Jo sayang. Mila lalai gak ngasih kabar” ucapku penuh kepasrahan sembari mencium kakinya. Mas Jo yg masih marah menginjak kepalaku yg masih terbalut jilbab. Mas Jo lalu menarik tubuhku hingga ak kembali berdiri. Dengan kasar ia menelanjangi diriku. Lagi dan lagi ak telanjang bulat siap di santap 2 pria selain suamiku.

“Ijinin Mila melayani dan memuaskanmu mas Jo sayang” ucapku penuh penghayatan dan penuh kepasrahan.

“Baiklah, layani ak dan Be malam ini”

Pov Mila

Ak mendesah nikmat saat mas Jo dengan cepat dan keras menggenjot tubuhku dari belakang. Sementara mas Be berada di depanku sedang asyik meremas kedua payudaraku yg menggantung. Penis besarnya keluar masuk di hangatnya rongga mulutku membuatku mabuk kepayang. Melupakan suami dan anakku yg tertidur pulas di kamar inap rumah sakit. Mas Jo sesekali menampar pantatku saat otot memekku bereaksi atas tusukan penis mas Jo.

Bersambung ke part 6