(Lanjutan dari part 5)
“Aasrhhh gila memekmu nikmat banget sayang aasrhhhhh eeehhhhh” ceracau mas Jo sembari menahan pinggulku. Gerakan pinggulnya yg semakin cepat mengantarkanku pada orgasme keduaku malam ini. Disusul semburan sperma mas Jo yg membanjiri memekku. Setelah mas Jo bisa mengatur nafasnya, ia mendorong tubuhku hingga tersungkur di ranjang. Mas Be lalu menarik rambutku dan diarahakannya wajahku menuju selangkangan mas Jo. Mulutku otomatis terbuka menerima penis mas Jo yg berlumuran lendir kenikmatan. Ku bersihkan penisnya hingga bersih, tanpa ada sisa sedikitpun. Mas Be lalu mengajakku ke kamar mandi, dia membersihkan tubuhku lalu meyetubuhiku dibawah guyuran air shower dengan posisi berdiri. Bersama Mas Be saat bersetubuh di kamar mandi ak mendapat 2x orgasme disusul Mas Be yg menumpahkan spermanya di mulutku.
“Telan semuanya sayang” titah mas Be saat spermanya terkumpul di rongga mulutku. Dengan sekali telan spermanya kutelan habis, ak segera membersihkan penisnya sampai bersih. Ak lalu berkumur membersihkan rongga mulutku.
Beres dari kamar mandi, ak segera menghampiri mas Jo yg sedang rebahan di ranjang. Kumanjakan penisnya dengan lidah dan mulutku selama beberapa saat. Ak lalu menaiki tubuhnya, kuarahkan penisnya tepat di bibir memekku. Ak yg sudah sangat bernafsu segera menurunkan pinggulku. Dan dalam sekali gerakan penisnya terbenam seluruhnya di memekku. Remasan tangan mas Jo di payudaraku memberikan rangsangan nikmat. Ak tanpa diperintah bergerak naik turun maju mundur berusaha memberikan kenikmatan pada Mas Jo. Sisi liarku kembali bangkit, ak tak malu lagi berbicara jorok seakan itu hal biasa. Ak yg semakin liar tak dapat lagi membendung badai orgasme yg menerpaku. Tubuhku bergetar beberapa saat lalu ambruk menindih tubuh mas Jo. Mas Jo membelai punggungku dan memberiku kecupan di keningku. Ak yg tersanjung membalasnya dengan memagut bibirnya.
Nafasku belum sepenuhnya pulih ketika Mas Be meremas pantatku. Ak paham apa yg ia inginkan segera mengangkat pantatku hingga penis mas Jo terlepas. Ak menoleh ke belakang dan kulihat senyum Mas Be yg memancarkan kepuasan. Dengan gagah ia melesakkan penisnya hingga masuk seluruhnya. Ak takjub dengan staminanya, belum lama ia orgasme di mulutku tapi sekarang penisnya sudah ngaceng sepenuhnya. Terasa sekali batangnya yg sudah keras membelah dinding memekku. Akupun kelojotan karena genjotannya yg semakin lama semakin cepat. Ak mendesah dan merintih merasakan kenikmatan duniawi. Sejenak kulupakan status dan kondisi suamiku karena di pikiranku hanya menuntut kepuasan demi kepuasan yg hanya bisa diberikan oleh Mas Be dan Mas Jo. Tak butuh waktu lama bagiku utk kembali meraih orgasmeku yg entah ke berapa malam ini. Mas Be segera mencabut penisnya sesaat setelah ak meraih orgasme. Mas Jo lalu menarik putingku keatas dan dari tatapannya ak mengerti apa yg dia inginkan. Meski dalam kondisi lemas kupaksakan tubuhku untuk kembali mengarahkan penis besarnya di bibir memekku.
Ak kembali bergerak semakin liar diatas tubuh Mas Jo. Tak kupedulikan hinaan dan pelecehan yg ak terima dari mulut keduanya karena nafsu sudah menguasai diriku. Remasan dan tamparan silih berganti mendarat di tubuhku, seakan menyulut api birahi yg tak pernah padam. Orgasme demi orgasme kuraih dan setiap kali ak orgasme Mas Be dan Mas Jo akan bergantian menyetubuhiku. Tubuhku semakin lemas, tulangku serasa dilolosi dan nafasku semakin tersengal. Mas Be dan Mas Jo akhirnya menelantangkan tubuhku di ranjang dan secara bergantian mereka kembali menyetubuhiku. Persetubuhan baru selesai ketika mas Be dan Mas Jo menumpahkan sperma mereka di rahimku.
Sama-sama kelelahan dan sama-sama terpuaskan. Ak rebahan diapit 2 pejantanku sembari menetralkan deru nafas yg memburu. Ak mengucapkan terima kasih karena mereka berdua telah mengantarku pada orgasme demi orgasme yg membuatku sejenak lupa akan masalahku. Setelah bercanda dan beristirahat sejenak kami memutuskan untuk meninggalkan kamar hotel. Meski lelah bercampur ngantuk kami memaksa tubuh kami untuk bangkit dan membersihkan diri. Ak diantar kembali ke rumah sakit jam 3 pagi.
Mas Be dan Mas Jo, 2 orang yg memiliki perlakuan berbeda kepadaku. Mas Be yg mengerti kondisi dan keadaanku lebih memilih berada di balik kemudi. Sementara mas Jo duduk di jok belakang bersamaku. Mas Jo yg kembali bernafsu menyuruhku untuk mengoral penisnya sampai dia kembali orgasme di mulutku. Pakaian yg semula rapi menjadi acak-acakan karena tangannya yg tak pernah bosan meremas payudaraku Tanpa ragu dan tanpa diperintah ak dengan sukarela menelan spermanya.
Setibanya ak di rumah sakit, ak segera menuju kamar inap dimana suamiku terbaring lemah. Dan lagi penyesalan selalu datang di saat terakhir. Ak yg sudah kotor dan hina ini akhirnya memilih pasrah. Pasrah akan nafsuku yg selalu menuntut kepuasan. Ak segera mengemasi barang-barang yg kubawa ke rumah sakit. Setelah beres ak duduk menatap wajah suamiku. Air mata menetes membasahi pipi karena hati ini tak sanggup melakukannya. Hampir sejam ak duduk bergumam seraya memandangi wajah suamiku.
“Maaf pah, ak telah berkhianat. Semua terasa mengalir begitu saja hingga tak terasa 4 tahun sudah ak mengkhianati janji suci antara kita. Ak menyesal dan sangat menyesal, karena membiarkan diriku tenggelam dalam kubangan nafsu tanpa ujung. Maaf juga karena telah bohong padamu, selama 3 tahun ini ak merahasiakan sesuatu yg tentu sangat menyakitkan. Sebuah rahasia yg mamah tau itu sangat menyakitkan. Secara biologis Rangga bukanlah anakmu. Rangga adalah hasil dari hubungan gelap antara mamah dengan seorang pria yg jadi selingkuhanku. Maaf Pah, mamah baru mengatakanya sekarang. Maaf beribu maaf, mamah harus pergi. Mamah pergi karena rasa berdosa yg semakin hari semakin menumpuk. Sekali lagi mamah minta maaf telah sangat mengecewakan papah. Mamah juga berterimakasih karena papah telah menjadi suami dan papah yg sangat baik untuk keluarga. Jaga diri baik-baik pah, sampai kapanpun papah tidak akan pernah terganti dengan pria manapun” gumamku sembari terisak karena terasa sangat berat di hati dan sangat menyakitkan.
Ketika pintu kamar inap diketuk 3x ak segera bangkit dan segera membuka pintu. Kupersilahkan dirinya masuk dan dengan secepat kilat ia mengambil barang yg sudah kukemas. Dengan perlahan dan mengendap-endap ak menggendong rangga agar ia tidak terbangun. Kutatap wajah suamiku sekali lagi dan kata maaf terucap meski sangat berat. Ak lalu keluar kamar dan mengekori langkah seseorang di depanku. Secepat mungkin ak melangkah agar tidak menimbulkan suara.
Sesampainya di parkiran ak segera masuk ke mobil dan dalam sekejap hatiku seakan tertusuk ribuan paku. Ak kembali menangis karena terpaksa melakukan hal sekejam inI.
“Kau sudah yakin dan siap dengan konsekwensinya?” tanya Mas Be yg sudah siap tancap gas.
“Apapun yg terjadi, siap gak siap yakin gak yakin Mila selalu siap dan yakin hanya ini jalan terbaik” ucapku sedih. Mas Be lalu mencium punggung tanganku. Dia lajukan mobilnya dan segera keluar meninggalkan rumah sakit. Sebelum mobil yg kutumpangi benar-benar meninggalkan rumah sakit, ak memanjatkan doa agar suamiku bisa segera pulih dan bisa secepatnya melupakanku.
Selama perjalanan ak terus menerus menangis. Hingga tak sengaja ak membangunkan Rangga yg duduk di pangkuanku.
“Loh mah, kok kita di mobil. Papah kemana?” tanya Rangga polos.
“Papah masih sakit sayang, kata dokter papah gak bisa diganggu dulu biar papah bisa segera sembuh. Untuk sementara kita liburan dulu ya sayang. Nanti kalo papah udah sembuh papah langsung nyusul Rangga. Rangga doakan yg terbaik buat papah ya sayang” ucapku sedih dan terpaksa membohongi Rangga.
“Oohhh ya sayang sekali padahal baru kemarin Rangga bisa ngobrol sama papah lagi. Tapi ya udah deh, Rangga doa sebisa Rangga aja ya mah” jawab Rangga polos.
“iya sayang itu udah cukup kok. Oh iya sayang kenalin ini temanya mamah yg bakal ngajak kita liburan” ucapku seraya mengenalkan Rangga ke ayah biologisnya. Rangga dengan polos menyalami mas Be dan memperkenalkan diri. Mas Be membalas uluran tangan Rangga dan mengenalkan dirinya.
Hanya dalam sekejap mereka sudah bisa akrab. Sedikit rasa senangku karena bisa mempertemukan keduanya setelah ak memisahkan mereka selama 3 tahun. Memang secara fisik rangga terbilang memiliki tubuh lebih tinggi dari teman sebayanya. Hal itu mirip dengan fisik Mas Be yg tinggi besar. Selama perjalanan ak dan Mas Be selalu tertawa melihat tingkah rangga. Sedikit senyuman mengembang di wajahku. Mas Be yg melihatnya juga tersenyum, ia mencium punggung tanganku dan mengucapkan terimakasih karena telah mempertemukanya dengan anak biologisnya.
Setelah 3 jam perjalanan, kami mampir di rest area untuk bersih-bersih dan sarapan. Mas Be dan Rangga terlihat semakin dekat membuatku merasa ada kehangatan ketika berada di antara mereka. Beres sarapan kami kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa tempat kelahiran Mas Be. Perlu waktu 3 jam perjalanan untuk sampai ke desanya. Mas Be lalu mengarahkan setirnya ke sebuah rumah dengan halaman yg cukup luas dan tampak asri karena masih banyak pohon.
“Meski tak sebagus rumahmu yg dikota, tapi ak harap kamu bisa betah selama tinggal disini” ucap mas Be saat kami turun dari mobil. Kami berjalan beriringan selayaknya keluarga, dengan si rangga yg berada di tengah.
“Semoga saja Rangga juga betah mas” ucapku seraya menoleh ke arahnya. Mas Be tersenyum ia lalu mengangkat sebuah pot bunga dan mengambil sebuah kunci.
“Rumah ini udah lama kosong cuma seminggu sekali dibersihin sama saudara yg masih tinggal disini. Terakhir ak kesini saat ibuku meninggal 5 tahun yg lalu” ucap mas Be sembari membuka pintu. Ak genggam tangannya dan kusandarkan kepalaku di lengannya.
“Sepertinya saudaramu sudah tidak perlu lagi datang untuk bersih-bersih” ak semakin erat menggenggam tangannya. Mas Be memelukku erat seakan tak ingin melepaskanku. Ak cukup bahagia berada di sisinya meski setengah hatiku masih tertinggal di rumah sakit.
— Beberapa jam sebelumnya —
Pov Agus
Ak tertunduk lesu melihat kepergian Mila yg menggendong Rangga. Mila bersama seseorang yg tak kutahu siapa. Antara Be atau Jo ak tidak tau, setelah Mila mengucapkan salam perpisahan ia terlihat sangat sedih. Tapi Mila memaksakan dirinya dengan alasan ia tak ingin kembali menyakiti perasaanku. Sengaja ia meninggalkan ponsel miliknya yg telah di reset ke setelan pabrik.
Sekejam itukah cara dia meminta maaf setelah 4 tahun mengkhianatiku?
Sekejam itukah fakta mengenai Rangga yg ternyata bukan anak biologisku?
Sekejam itukah cara dia meninggalkanku yg masih terbaring di rumah sakit?
Lelah dan mengantuk akupun akhirnya tertidur setelah semalaman terjaga.
—-
Pov Mila
Setelah seharian bermain mengelilingi desa kelahiran mas Be kami berkumpul di halaman belakang rumahnya. Ditengah ada api unggun kecil yg dibuat mas Be seakan kita sedang kemah. Rangga yg sudah tertidur ak gendong menuju kamarnya karena udara cukup dingin. Ak lalu ke kamar dan mengganti pakaian sebelumnya dengan gaun tidur tipis. Ak kemudian berjalan menghampiri mas Be yg duduk memandangi langit malam.
“Gak dingin mas?” tanyaku pada mas Be. Ak lalu duduk di pangkuannya dan menyandarkan kepalaku di dadanya.
“Ada kamu jadi hangat sayang” jawab mas Be yg menggodaku. Ak tarik tanganya agar memeluk tubuhku. Mas Be menciumi pipiku berulang kali membuatku merasa nyaman.
“Impianku terwujud sayang terimakasih” ucap mas Be. Ak sedikit heran dengan ucapannya membuatku bertanya tentang apa impiannya.
“Ak selalu bermimpi untuk mengajakmu dan rangga tinggal disini. Menghabiskan waktu bersama dan melakukan berbagai hal bersama. Ak tau jika caraku salah, maka ak ingin menebusnya dengan tidak akan lagi membiarkanmu jatuh dalam pelukan pria selain ak. Ak hanya bisa mengucap kata maaf dan terimakasih telah membawamu sampai kemari. Ak tau itu berat bagimu, tapi ak janji untuk selalu ada buatmu” ucap mas Be yg semakin erat memelukku.
“Jaga Mila dan Rangga ya mas” ucapku pada Mas Be. Ia tersenyum dan kembali mencium pipiku.
4 Tahun Kemudian
“Nama bisa diganti tapi tidak dengan wajah”
Pov Agus
Ak terbangun ketika suster mengganti cairan infus. Setelah kuamati seisi ruangan ternyata hanya ada ak seorang. Entah Cindi kemana tapi kulihat barang-barangnya masih ada di kamar. Ak lalu duduk di ranjang dengan pikiran tak menentu, ak masih mengharapkan istriku kembali dan ak masih berharap semua akan kembali seperti semula. Meski bisa kupastikan Nisa mau menerima lamaranku namun kejelasan status antara ak dan istriku masih buntu. Dia meninggalkanku begitu saja dengan kisah yg tak pernah kuketahui. Dia pergi tanpa sempat ak mengucapkan kata talak.
Setelah beberapa saat merenung pintu kamar terbuka, ak masih berharap itu istriku yg datang tapi nyatanya bukan. Cindi datang dengan membawa kantong kresek berisi makanan untuk dirinya sendiri. Ak menyandarkan punggungku dengan tatapan kosong. Kubiarkan Cindi melakukan aktifitasnya tanpa kulirik sedikitpun. Puluhan menit berlalu, ak masih diam dengan tatapan kosong karena tak menyangka istriku begitu tega meninggalkanku saat kondisiku tidak berdaya.
Tak lama kemudian pintu kamar terbuka dan sosok yg kurindukan datang dan langsung memelukku. Di belakang Nisa turut hadir Pak Marto dengan wajah ditekuk. Cindi seakan paham, ia segera keluar kamar memberi ruang pada sahabatnya.
“Mas yg sabar ya. Semua memang jalan yg ia pilih” ucap Nisa sembari sesenggukan. Ak tau Nisa khawatir denganku, akupun mencoba tabah menghadapi cobaan demi cobaan yg datang. Ku elus punggungnya dan ku eratkan pelukanku. Ak beruntung Nisa ada untukku disaat ak tak berdaya. Pak Marto yg masih berdiri segera meminta maaf karena lalai. Jika saja ia tidak ketiduran kemungkinan besar perginya istriku bisa ia tahan. Ak yg sudah pasrah memaafkan Pak Marto meski sebetulnya itu bukan kesalahannya.
“Ak hanya bisa berterimakasih atas apa yg kalian semua lakukan untukku. Ak tak yakin bisa membalas kebaikan kalian. Ak minta maaf jika selama ini ak ada salah baik secara ucapan atau perbuatan. Selanjutnya ak tak berencana mencari keberadaannya. Biarlah dia sendiri yg menentukan jalan hidupnya.” ucapku meski dada ini terasa sesak.
“Nisa sekarang yg bakal temenin mas. Cindi biar istirahat dulu” ucap Nisa padaku. Terlihat senyumnya mengembang seakan memberi kode bagiku. Kubalas senyumnya dan kudaratkan ciumanku di pipinya.
“Pak Marto kalo capek bisa pulang istirahat pak. Jaga kesehatan, kemungkinan ak bisa pulang lusa” ucapku pada Pak Marto. Pak Marto mengangguk paham dan segera keluar kamar. Setelah Pak Marto keluar kamar, Nisa kembali memeluk dan menciumku. Kubalas perlakuannya untuk sejenak melupakan kejadian yg baru kualami.
“Mas yg kuat ya, Nisa tau ini berat buat Mas. Tapi Nisa yakin Mas bisa menghadapi cobaan ini. Nisa gak janji apa-apa, tapi Nisa akan berusaha selalu ada buat Mas” ucap Nisa saat ia menyandarkan kepalanya di lenganku. Akupun hanya bisa berterimakasih atas apa yg telah ia lakukan untukku.
“Cindi juga akan selalu ada buat Mas. Kalo suatu saat Nisa pergi biarkan Cindi mengisi kekosongan di hati Mas” ucap Cindi di ambang pintu. Nisa yg tidak terima segera membalas jika ia sudah menang dalam persaingan. Kupijat kepalaku yg tak pusing dan bergumam seakan kepergian istriku menjadi kesempatan bagi mereka untuk mendapatkanku. Nisa dan Cindi tertawa seakan mengiyakan gumamanku. Kami bertiga lalu bercanda bersama menghabiskan waktu sampai malam.
Setelah Cindi pulang, Nisa kembali menghambur dalam pelukanku. Kubalas pelukannya dan kami diam saling menatap untuk beberapa saat. Kudekatkan wajahku dan kupagut bibirnya. Gayung bersambut, Nisa membalas pagutan bibirku dengan penuh rasa. Ak serasa terbang melayang menikmati pagutan bibirnya. Namun ak tak mau berlama-lama. Bukan karena ak tidak bernafsu tapi ak tidak ingin hal yang lebih jauh terjadi sebelum ak mengikatnya dengan janji suci.
“Udahan ya, Kita harus bobok biar besok gak ngantuk. Sebagai gantinya Nisa tidur seranjang sama mas” ucapku lalu menarik tubuhnya.
“Mas” panggil Nisa yg kini memelukku.
“Kenapa dek?” tanyaku membalas pelukannya.
“I love you” ucap Nisa malu-malu. Nisa sampai memejamkan mata saat ia mengatakannya. Kukecup keningnya dan kubelai kepalanya yg masih terbungkus kerudung.
“Maaf dek, mas belum bisa menjawabnya karena separuh hati mas pergi meninggalkan luka yg terlalu dalam. Tolong bantu mas keluar dari jurang keterpurukan” jawabku karena ak tak ingin Nisa kecewa jika ak belum bisa move on. Mungkin butuh waktu untuk menyembuhkan luka di hati. Biarlah waktu yg menjawab, dan selama waktu yg ada ku gunakan waktu tsb sebaik-baiknya untuk berbenah dan membuka hati.
“Nisa paham mas. Nisa selalu menunggu jawaban dari Mas, apapun jawaban yg mas berikan Nisa akan menerimanya dengan lapang dada” jawab Nisa dengan senyuman termanisnya. Tak lama kemudian kami sama-sama terlelap dalam mimpi.
—-
2 hari berikutnya ak sudah diperbolehkan pulang. Antara sedih campur senang mengiringi perjalananku menggunakan kursi roda keluar dari rumah sakit. Nisa yg mendorong kursi roda terus-terusan menyemangatiku. Tak lelah ia menjadi pelipur lara bagiku dan setidaknya kehadiran Nisa mampu mengatasi kesepianku.
“Nanti dirumah mas langsung minum obat terus istirahat. Sore nanti baru latihan berjalan lagi” ucap Nisa ketika ak sudah masuk di mobil yg dikemudikan Pak Marto. Sepanjang jalan Nisa tak sekalipun melepas genggaman tanganya. Sesekali ia menciumi punggung tanganku mencoba memberikan semangat dan support agar ak bisa segera pulih.
Sesampainya di rumah ak dikejutkan dengan deretan mobil yg kutahu pasti itu adalah mobil beberapa karyawanku. Dengan dibantu Pak Marto dan Nisa ak memasuki rumah yg menjadi saksi bisu perjalanan rumah tanggaku bersama Mila. Dan betapa terkejutnya diriku saat kulihat beberapa karyawan dan Pak Gun menyambutku dengan meriah. Mereka menyalamiku memberikan semangat dan support agar ak bisa segera pulih dan mampu menghadapi cobaan yg menimpaku. Turut hadir juga orang tua Nisa yg nantinya akan membantu kesembuhanku.
Hanya beberapa jam acara penyambutan kepulanganku dari rumah sakit. Rumah kembali sepi meski masih ada Nisa dan kedua orang tuanya. Dibantu Pak Broto ak merebahkan tubuhku di ranjang. Ranjang dimana ak dan Mila memadu kasih namun juga ranjang dimana Mila membawa 2 pria selingkuhannya. Setelah meminum obat ak segera terlelap dalam mimpi yg tak pernah lagi bisa kugapai. Namun hanya beberapa jam ak tertidur ranjangku berdecit menandakan ada seseorang yg merebahkan tubuhnya. Ak masih saja berharap jika itu Mila istriku, dan saat ak membuka mata sosok Nisa dengan daster pendeknya memeluk tubuhku.
“Terganggu tidurnya mas?” tanya Nisa yg lagi-lagi membuatku merasa nyaman.
“Ahh enggak kok dek. Mas cuma bangun karena sedikit pegal di kaki kiri” ucapku pada Nisa yg tampil sangat menggoda. Dasternya sedikit longgar untuk ukuran tubuhnya, tanpa lengan hingga ak bisa melihat ketiaknya yg mulus. Serta cukup pendek menampakkan setengah pahanya.
“Perlu adek pijitin?” tanya Nisa yg bangkit dari posisi rebahan. Ak tersenyum dan mempersilahkan dirinya.
“Bapak Ibu kemana?” tanyaku saat Nisa mulai memijat kakiku. Dari posisiku ak bisa melihat sedikit celah di bawah ketiaknya. Samar-samar bisa kulihat gundukan payudaranya.
“bapak sama ibu pulang dulu mas. Nanti malam kesini lagi. Tapi gak nginep, katanya biar Nisa aja yg nginep” ucapan Nisa tentu memancing gairahku. Ak tersenyum mesum dan secara tiba-tiba ak menarik tanganya. Tanpa penolakan Nisa mengikuti tarikan tanganku hingga ia kini berada di atas tubuhku.
“Mau nagih janji yg kemarin?” tanya Nisa sembari membuka 3 kancing dasternya. Kedua tangannya menopang tubuhnya, ia lalu sedikit menunduk dan langsung mencium keningku. Ak melotot melihat gunung kembarnya yg menggantung tanpa bra. Terlihat padat dan berisi serta putih mulus membuat sisi kelakianku muncul. Nisa dengan santai memasukkan tangannya ke dalam dasternya. Sedetik kemudian ia meloloskan dasternya hingga melorot ke perutnya. Ak takjub dengan keindahan tubuhnya. Meski baru bagian atasnya yg terbuka. Nisa dengan malu-malu menurunkan tangannya hingga kedua payudara yg masih kencang dapat kulihat seluruhnya. Ak terpesona dengan keindahan yg ada di depan mata, secara sadar tanganku bergerilya ditubuhnya dan berakhir di kedua payudaranya.
“Ini hadiah buat mas. Kalo mau yg bawah mas harus nikahi Nisa dulu” ucap Nisa sedikit mendesah saat dengan lembut ak meremas payudaranya. Terasa sangat lembut, empuk dan kenyal saat ak meremasnya. Putingnya pink kecoklatan terlihat sangat menggoda. Kupilin putingnya hingga Nisa kembali mendesah.
“Sepertinya ak harus gerak cepat supaya tidak keduluan orang lain” ucapku mulai bernafsu. Ak semakin gemas meremas payudaranya, matanya terpejam menahan gejolak birahi yg mulai menguasai tubuhnya.
“Adek gak kemana-mana mas. Dan gak akan ada orang lain. Hanya mas Agus seorang yg ada di hati. Dan hanya mas yg pantas memilikiku sepenuhnya” ucap Nisa di sela-sela desahan dan rintihanya. Jika dilihat dari expresinya ini merupakan kali pertama dalam hidupnya. Beruntungnya diriku menjadi orang yg pertama menikmatinya. Ak lalu menarik tubuhnya agar sedikit menunduk. Tanpa ijin dan tanpa persetujuan ak melahap payudaranya sembari tanganku masih meremas payudaranya.
“aauuhhhh mas geli aahhhh nenen yg banyak ya mas aaahhhhh ssshhhh biar cepet sembuh” desah Nisa saat ak secara bergantian melumat putingnya.
Setelah sekian lama ak bermain dengan payudaranya, ak hentikan aktifitasku karena ak belum mau terlibat lebih jauh. Lebih baik ak menahanya saat ini karena ak tidak mau Nisa menyesal di kemudian hari.
“Bosan ya mas karena bentuk punyaku gak sebagus Mila?” tanya Nisa keheranan. Ak lalu merebahkan tubuh Nisa di sampingku dan memeluknya.
“Jangan ucap nama itu lagi sayang. Yg ada sekarang adalah kita, dan tidak ada orang lain. Mas mengakhirinya karena mas gak mau berbuat lebih jauh” ucapku kembali meremas payudaranya. Nisa yg paham membalas pelukanku lalu memagut bibirku.
“Mas memang terbaik. Nisa gak salah pilih” ucap Nisa dengan senyum manisnya. Ak lalu mencium pipinya lagi sementara 1 tanganku masih hinggap di payudaranya.
“Boleh Mas minta 1 hal?” tanyaku sedikit ragu. Karena ak tak yakin Nisa mau melakukannya.
“Katakan saja mas” jawab Nisa yakin.
“Kalo boleh selama kita berdua di rumah adek gak perlu pake bra ya. Kalo bisa atasnya terbuka aja biar gampang nanti kalo mas minta nenen” pintaku sedikit mesum.
“Hehehe, boleh. Jadi selama hanya ada kita berdua Adek cuma pakai cd atau celana aja” balas Nisa membuatku tak percaya. Ucapan yg membuatku panas dingin karena akan setiap saat melihat tubuh Nisa yg hanya mengenakan celana dalam atau celana saja. Nisa lalu bangkit dan melepas dasternya. Kini ia hanya mengenakan cd saja dan segera rebahan sambil memelukku.
“Padahal mas cuma bercanda dek. Kamu malah beneran nglakuin itu buat mas” ucapku membuat Nisa melotot. Namun detik berikutnya ia semakin mengeratkan pelukannya hingga terasa sekali kulitnya yg putih mulus.
“Mas nakal, adek belum dinikahi udah disuruh gini. Gimana kalo dah nikah bakal disuruh telanjang terus adek nanti” ak tersenyum memandang. langit-langit kamar. Tak pernah kubayangkan ak dan Nisa akan sedekat ini. Meski bayang-bayang istriku masih menghantui ak akan mencoba melupakan semua tentangnya. Lamunanku saat mengenang masa-masa indah bersama Mila mulai memudar bersamaan dengan mataku yg mulai terpejam.
Seminggu berlalu, ak sudah mulai berjalan normal seperti sedia kala. Keberadaan Nisa di rumah ini sangat membantu masa pemulihanku. Ia tak pernah lelah mensupportku, ia juga yg membuatku panas dingin setiap saat sepanjang hari. Nisa beraktifitas seperti biasa, namun yg membuatnya tidak biasa adalah kondisinya yg nyaris telanjang. Bayangkan seorang wanita muda sedang menyapu atau mengepel dengan hanya mengenakan celana dalam. Pastilah akan kita terkam dan setubuhi berkali-kali, namun dalam kasusku ak tak sampai hati menyetubuhinya jika ak belum mengikatnya dengan janji suci. Setidaknya itu prinsip yg selalu kupegang.
Minggu pagi, ak terbangun karena mencium aroma masakan yg menggugah selera. Ak langsung menuju dapur dan kudapati Nisa sedang memasak nasi goreng. Di belakang Nisa berdiri bu siti yg sedang membuat teh dan kopi, sementara Pak Broto duduk di halaman belakang sembari merokok.
“Nih kopinya nak Agus. Kalo kurang manis bisa ditambah gulanya” ucap bu Siti sembari menaruh beberapa cangkir di meja.
“Hehe makasih bu, maaf tiap pagi merepotkan” ucapku sembari tersenyum. Mila tersenyum melihatku sudah bangun, namun sejurus kemudian ia mencegah tanganku yg hendak mengambil cangkir berisi kopi.
“Cuci muka dulu mas. Bangun-bangun langsung mau ngopi” ak terkekeh karena perhatian yg Nisa berikan. Ak lalu cuci muka dan gosok gigi. Setelah itu ak langsung mengambil 2 cangkir kopi dan kusajikan pada Pak Broto.
“Ngopi Pak” sapaku pada Pak Broto. Ia segera menerima cangkir kopi yg kubawa dan ia letakkan di meja. Kuambil sebatang rokok yg tergeletak di meja dan membakarnya.
“Nak, boleh bapak bertanya?” tanya Pak Broto memulai percakapan pada pagi hari ini.
“Boleh pak, silahkan mau tanya apa” balasku ramah.
“Sudah seminggu bapak dan ibu disini namun belum sekalipun bapak ketemu sama orang tuamu atau orang tua Mila” tanya Pak Broto penasaran.
Kuhembuskan asap rokok yg berkumpul di paru-paruku dan mulai menjawab pertanyaannya.
“Orang tua kami sudah tiada pak. Orang tuaku berpisah saat ak sd kelas 5. Ak lalu ikut bapak karena ibu saat itu merantau jadi tkw. 3 tahun merantau ibu pulang namun tak lama ibu meninggal karena sakit. Bapak menyusul 5 tahun setelahnya. Sementara orang tua Mila meninggal tak lama setelah kami menikah. Ayahnya meninggal setelah setahun pernikahan kami, selang beberapa bulan ibunya menyusul” jawabku sembari menitikkan air mata. Pak Broto hanya bisa menghela nafas mengetahui kondisi sebenarnya keluargaku dan Mila.
“Bapak minta maaf membuatmu mengingat kembali masa itu” ucap Pak Broto sembari mengusap wajahnya.
“Hehehe santai saja Pak. Semua sudah digariskan tinggal kita saja tabah menjalaninya” ucapku sembari bangkit dari kursi.
Kami lalu sarapan bersama dan menghabiskan waktu di rumah saja. Orang tua Nisa pulang setelah ashar, begitu orang tuanya pulang Nisa segera melepas kaos dan bh-nya. Setelah itu ia pelorotkan celana panjangnya dan duduk santai di sofa.
“sini mas nenen dulu” ucap Nisa memancing gairahku.
— Di waktu yang sama namun di tempat yang berbeda —
Pov Marto
Setelah mengantar orang tua Nisa ak segera pulang untuk beristirahat. Namun sebelum sampai rumah ak melihat seorang pria yg tak asing bagiku. Ia duduk di sebuah kedai kopi dengan wajah penuh amarah dan beberapa bagian tubuhnya diperban. Kupinggirkan mobil yg kukendarai lalu kuhampiri pria yg kulihat tadi.
“Sepertinya bumi selalu menolak jasadmu hingga kau harus selalu selamat dari maut” sapaku sedikit memprovokasi. Namun juga memikirkan strategi karena pria yg lebih muda 10 tahun dariku ini punya seribu cara licik untuk meraih apa yg ia inginkan.
“Bukanya kau disuruh untuk menjaga bosmu dan calon istri mudanya?” balasnya sedikit menantang. Ak lalu duduk di depannya dan ku ambil rokok miliknya.
“Ya, ak sedang ditugaskan untuk itu, pekerjaan yg melelahkan hanya untuk uang bulanan” kekehku meratapi nasib.
“Lalu apa maumu?” tanyanya sembari membakar rokoknya.
“Kemana dia membawanya?” tanyaku berharap ia menjawabnya.
“Hahaha. Mau apa kau mencarinya? Ingin menikmati tubuh wanita yg ia bawa atau sekedar iseng agar bosmu terkesan?” tanya dia balik, tak sesuai yg kuharapkan. Tapi ak tak menyerah, hanya orang ini mengetahui keberadaan orang yg kucari.
“ada hutang yg belum dia bayar. Sekiranya kau bisa membantu, kita bisa menjadi kawan untuk meraih tujuan yg sama” ucapku ingin tahu gimana responnya.
“Di dunia ini tidak ada kawan ataupun lawan. Yg ada hanyalah memperalat atau diperalat. Sama sepertimu yg diperalat bosmu untuk menjaga keluarga barunya” jawab pria didepanku. Ak tau ini jawaban yg ia lontarkan namun ak semakin tertarik. Ak lalu memesan 2 cangkir kopi hitam dan kembali fokus dengan lawan bicaraku.
“Lalu apa yg terjadi padamu? Bukankah kau juga diperalat olehnya?” tanyaku kembali. Namun ia seperti tak ingin meresponnya. Ia kembali fokus dengan kopi dan rokoknya.
“Ak hanya tak menyangka orang sepertimu bisa juga diperalat oleh seseorang yg menjadi partnermu hampir bertahun-tahun. Setahuku hanya Jack yg bisa melakukannya” ucapku lagi dan kali ini ia tertarik dengan arah pembicaraan. Ak kembali teringat masa-masa kelamku saat di penjara. Jack dan orang didepanku adalah 2 orang yg menguasai hampir setengah isi penjara. Ditambah kedatangan orang yg menjadi partnernya, mereka bisa menguasai 3/4 penghuni penjara dalam waktu singkat.
“Jack udah mati. Gak ada lagi namanya di hidupku” ucapannya membuatku tergelitik. Ak terkekeh saat mengingat kejadian beberapa tahun yg lalu. Setelah 3 bulan ak bebas mereka bertiga juga ikut bebas. Jack sang ketua didukung Jo dan Be kembali ke jalanan dengan lebih membabi buta.
Bukanya mengambil jalan kehidupan yg lurus mereka bertiga justru semakin liar menjelajahi gelapnya malam. Hingga suatu waktu Be bertemu dengan seorang wanita dan itu mengubah cara pandangnya. Mereka selalu berbagi dalam hal apapun termasuk wanita. Be yg tidak terlalu suka dengan kepemipinan Jack merasa terganggu saat Jack meminta Be untuk mengenalkan wanita yg ditemui. Be secara halus menolak, namun ia malah dihajar habis-habisan oleh Jack. Ia lalu menyusun rencana agar bisa menyingkirkan Jack. Jo secara tidak langsung melancarkan niat Be. Jack akhirnya tewas setelah banyak peluru bersarang di tubuhnya.
“Seharusnya kau kemarin menyusulnya. Tapi memang malaikat maut enggan bertemu denganmu” ucapku sedikit terkekeh.
“Bukanya kau kemarin ada di tkp?” tanya Jo saat ak berhenti terkekeh. Ia menatapku seakan menelisik.
“Ya ak ada disana, kukira kalian berdua yg berada di dalam mobil itu. Tapi saat ak dekati hanya ada dirimu. Be hilang entah kemana” balasku. Ak sedikit curiga kemana Be menghilang saat itu.
“Dia tak pernah disana. Sebelum mobil tergelincir ia sudah lebih dulu keluar. Saat mobil yg kutumpangi tergelincir ak baru sadar jika ia tak pernah ditempat yg sama denganku. Ia menghilang bagai asap di kegelapan” Jo menjelaskannya, ak yg mendengarnya speechless karena kehebatan seorang Be. Memang ak akui Be memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Ia bisa menyelinap keluar masuk tanpa diketahui siapapun.
“Harusnya malam itu ak sadar jika ia memang berniat menyingkirkanku demi wanita itu. Namun tak kusangka ia bergerak lebih cepat dari perkiraanku. Ak bahkan tak sempat menyusun rencana malam itu, ia membuatku terlena dan kecelakaan itu terjadi. Lalu mengapa kamu mencarinya sekarang? Sudah hampir 4 tahun Be mengencani istri bosmu sampai ia membawanya kabur” sambung Jo beserta pertanyaan yg membuatku heran. 4 tahun merupakan waktu yg cukup lama.
“Ak baru menyadarinya saat bosku terbaring di rumah sakit. Jika saja ak mengetahuinya lebih dulu. Mungkin ak tak melihat bosku terbaring di rumah sakit” sesalku pada Jo, salah satu selingkuhan Mila.
“Khaerunisa, calon istri muda bosmu. Secara tidak langsung ia mendorong Be untuk melaksanakan rencananya lebih cepat.” ucap Jo membuatku terkejut.
“Maksudmu?”
“Jika saja Nisa tidak membeberkan bukti perselingkuhan Mila denganku dan Be hal ini kemungkinan kecil akan terjadi. Be memang berniat membawa Mila, tapi setelah Mila bercerai” jelas Jo yg membuatku terkejut. Hal ini sangat di luar dugaanku. Ucapan Jo jelas bukan omong kosong, tersirat jelas di matanya jika perkara ini melibatkan 2 hal yg saling terhubung. 1, Keinginan Be untuk membawa Mila. 2, obsesi Nisa terhadap Pak Agus yg memaksa Be segera ambil tindakan.
“Tapi ada 1 hal yg itu jauh diatas perkiraanmu” sambung Jo membuatku lebih penasaran.
“Apa itu?” tanyaku lebih lanjut
“Lebih baik kau cari tau sendiri. Ak tak mau terlibat lagi” jawab Jo sembari meninggalkan tempat duduknya.
Hal yg diatas perkiraanku? Hmm sepertinya ak menggali lebih dalam masalah ini. Ak yg sudah berkecimpung di dunia hitam selama bertahun-tahun memiliki firasat jika ini bukan perkara mudah. Bisa saja Mila adalah korban, namun keselamatan Nisa tetap ak utamakan. Setelah berpikir sejenak, ak segera mumutuskan untuk pulang.
Sebuah desa di perbukitan
Pov Mila
Ak terbangun tengah malam karena haus. Kusingkap selimut yg menutupi tubuh telanjangku. Ak turun dari ranjang dan segera memakai dasterku kembali. Ak keluar kamar menuju dapur, namun sebelum sampai dapur ak mendengar suara Mas Be yg sedang berbicara dengan seseorang menggunakan ponselnya.
“hahaha perjanjian apa? Seingatku ak tak pernah menjanjikan apa-apa padamu. Sekarang lupakan saja, dia sudah bersamaku dan ak tak akan pernah memberikannya padamu. Dan ingat jangan coba-coba mencariku karena sejauh apapun kau mencari ak tak pernah ada. Hahaha” tawa mas Be di akhir kalimatnya. Ak sedikit penasaran namun sudahlah ak tak mau mengungkitnya yg penting ak sudah bersamanya. Mas Be menyapaku dan menanyakan tujuanku. Ia lalu mengambil segelas air dan menyodorkan padaku.
“Terganggu omonganku tadi yang?” tanya mas Be saat kedua tangannya melingkar di pinggangku.
“Enggak yang, ak cuma haus aja. Lupa bawa minum tadi” balasku sembari memeluknya.
“Mau lanjutin yg tadi?” ucap mas Be mesum. Akupun tak menolak, ku anggukkan kepalaku dan dengan sigap mas Be membopongku kembali ke kamar. Melanjutkan pertempuran yg sempet tertunda karena ak kelelahan.
Sesampainya di kamar Mas Be merebahkan tubuhku di ranjang. Ia segera melapas kaos dan celananya. Ak tak tinggal diam, kulepas lagi daster yg barusan ak pakai hingga kami sama-sama telanjang bulat. Dengan lembut namun buas ia memagut bibirku, kedua tangannya dengan mantap meremas payudaraku bersamaan. Cumbuanya membuatku melayang, rasa lelah berganti dengan rasa nikmat yg mulai menjalari seluruh tubuhku. Cumbuanya beralih dari wajah ke leher dan dari leher ke kedua payudaraku. Dengan lembut namun bernafsu Mas Be melumat putingku secara bergantian. Kuremas rambut kepalanya karena rasa geli luar biasa yg menyerang dadaku. Puas melumat habis kedua putingku, lidah dan bibirnya merambat turun sampai ke pangkal pahaku. Kubuka lebar pahaku agar Mas Be bisa mengaksesnya dengan mudah.
“Aaarrhhhhhh ssshhhaaahhh” rintihku saat lidah dan bibirnya menjamah memekku. Lidahnya dengan sangat terampil menjilati klitorisku sementara bibirnya memagut bibir memekku. Desahan dan rintihan menjadi irama seksi dan erotis, mengiringi diriku yg mendaki puncak kenikmatan.
“aarrhhhhh eeehhhhmm aahhh ak keluar mas ahhh” jeritku saat nikmatnya orgasme kudapatkan. Tubuhku mengejang dan melengkung dengan nafas ngos-ngosan. Cairan kenikmatanku mungkin sudah di seruput habis oleh Mas Be.
Tak lama kemudian mas Be memposisikan tubuhnya diatasku. Ia angkat dan ia sampirkan kakiku di pundaknya. Tanpa perlu ia meminta, Mas Be segera melesakkan penis besarnya di memekku. Batang kerasnya menembus dinding memekku secara cepat dan keras membuatku memekik. Putingku kembali menjadi sasaran lidah dan mulutnya sambil perlahan ia maju-mundurkan pinggulnya. Perlahan namun pasti ritme genjotannya meningkat. Terasa sekali penis besarnya menggesek dinding memekku membuatku tak kuasa utk tidak mendesah. Tak butuh waktu lama genjotanya semakin keras dan cepat. Tubuhku bak cacing kepanasan yg menerima rangsangan mulai dari cupanganya, remasan tangannya hingga penisnya yg keluar masuk memekku.
“Aaarhhhhssshhhh aaahhhhh rrrrhhhhh aahhhh terus masss aakkkkhhh ak mau sampe lagi aaakkkhhhhrrrrhhhh” Mas Be semakin gencar menggenjot memekku dengan penisnya. Kurasakan tubuhku yg semakin melayang hingga kembali terhempas saat badai orgasme menerpa tubuhku. Mas Be seakan tak peduli, ia semakin cepat dan keras menggenjot tubuhku hingga akhirnya ia lesakkan penisnya dalam-dalam. Tak lama kurasakan semburan spermanya di rahimku. Nafas kami memburu namun kepuasan terpancar di wajah kami. Keringat yg membasahi tubuh kami menjadikan pemandangan erotis dimana kulit tubuhku yg putih mulus sedang ditindih Mas Be yg berkulit lebih gelap.
“Makasih sayang, memekmu memang selalu nikmat” ucap mas Be sembari mengecup bibirku. Kubalas kecupannya dengan pagutan bibirku, kubiarkan dirinya tetap menindih tubuhku hingga kami sama-sama terlelap dalam indahnya mimpi.
Bersambung ke part 7