fantasiku.com – Cerita Dewasa Skandal Guru, Tante Dira dgn umur yg sudah matang kisaran 35th memiliki wajah yg cantik dan molek, di tambah dgn tubuh yg masih singset dan sexy aduhaaaai alaaamak. Dgn ukuran payudara yg terbilang lumayan yaitu 35A.
Lelaki mana yg tak tergoda oleh kecantikan dan kemolekan Tante Dira. Tante Dira merupakan wanita yg memiliki usaha sendiri , yaitu salon potong rambut dan kecantikan.
Terbilang Tante Dira ekonomi nya tergolong sangat mapan. Akan tetapi selama dalam menjalankan usahanya, Tante Dira begitu sangat kesepian. Karena Suaminya yg terus bekerja di luar kota dan Tante Dira sudah dikaruniai 2 orang anak.
Ketika aku sedang cukur rambut di Salon tempat Tante Dira dan selama waktu pemangkasan rambut , aku mengajaknya ngobrol ini itu . sampai kami pun akrab dgn celotehan-celotehan kita.
Setelah aku habis di cukurnya, aku menemaninya mengobrol ketika salon nya mulai sepi dgn pengunjung. Sejak hari itu, aku semakin akrab dgn keluarga Tante Dira.
Apalagi kemudian Tante Dira meminta aku untuk memberikan kursus privat komputer pada Radit dan Raka, dua anaknya yg masing-masing kelas duduk di kelas 1 SMP dan kelas 3 SD. Karena rumahnya dekat, aku mau saja, lagi pula Tante Dira setuju membayarku tinggi.
Aku dan Tante Dira sering sms-sms san, terutama kalau ada tebakan dan SMS lucu. Dimulai dari ketidak sengajaan, suatu kali aku bermaksud mengirim SMS ke Rini yg isinya.
“Hai cinta.. sedang apa? Aku rindu U. .. Pengen deh sayang-sayangan dgn U. . lagi.. Aku pengen kita bercinta lagi..”
Karena waktu itu aku juga baru saja ber-SMS dgn Tante Dira,
refleks tanganku mengirimkan SMS itu ke Tante Dira!
Aku sama sekali belum sadar telah salah kirim sampai kemudian laporan di HP-ku datang:
Delivered to Ms. Dira!
“OMG. . . .!”
Aku langsung memikirkan alasan jika Tante Dira menanyakan SMS itu. Benar!
Tak lama kemudian Tante Dira membalas SMS salah sasaran itu.
“Wah.. Ini SMS ke siapa ya kok romantis begini.. ”
Wah, untung aku dan Tante Dira sudah akrab.
Jadi walaupun nakalku ketahuan, tidak masalah. “Maaf, Tante. Aku salah kirim. Pas lagi horny nih.. Maaf ya Tante..” balasku.
Aku sengaja berterus terang tentang ‘horny’ku karena ingin tahu reaksi Tante Dira.
“Wah.. U. . ternyata sudah berani begituan ya! SMS itu buat pacarmu ya?”
“Bukan Tante. Itu TTM-ku.
Teman Tapi Mesra.. Hahaha.. Tidak ada ikatan kok, Tante..”
Beberapa menit kemudian, Tante Dira tidak membalas SMS-ku.
Mungkin sedang sibuk. Oh, tidak, ternyata Tante Dira meneleponku.
“Lagi dimana Ben?” Tanya Tante Dira.
Suaranya lebih akrab daripada biasanya.
“Di kamar aja, Tante. Maaf ya tadi SMS-ku salah kirim.
Jadi ketahuan deh aku lagi pengen..” jawabku.
Kudengar Tante Dira tertawa lepas. Baru kali ini aku mendengarnya tertawa sebebas ini.
“Aku tadi kaget sekali. Kupikir si Ben ini anaknya alim, dan tidak mengerti begitu-begituan. Ternyata.. Hot sekali!”
“Hm.. Tapi memang aku alim lho, Tante..” kata aku bercanda.
“Wee.. Alim tapi ngajak bercinta.. Siapa tuh cewek?”
“Ya teman lama, Tante. Partner sex-ku yg pertama.”
Aku bicara blak-blakan. Bagiku sudah kepalang tanggung. Aku rasa Tante Dira bisa mengerti aku. “Wah.. Kok dia mau ya tanpa ikatan dgnmu?” tanyanya heran.
Aku yg dulu juga sering heran. Tetapi memang pada kenyataannya, sex tanpa ikatan sudah bukan hal baru di jaman ini.
“Kami bersahabat baik, Tante. Sex hanya sebagian kecil dari hubungan kami.” Jawabku apa adanya.
Aku tidak mengada-ada. Dalam beberapa bulan kami berteman, aku baru satu kali bercinta dgn Rini. Jauh lebih banyak kami saling bercerita, menasehati dan mendukung.
“Wah.. Baru tahu aku ada yg seperti itu di dunia ini. Kalau kalian memang cocok, kenapa tidak pacaran saja?”
“Kami belum ingin terikat. Terkadang pacaran malah membuat batasan-batasan tertentu. Ada aturan, ada tuntutan, ada konsekuensi yg harus ditanggung.
Dan kami belum menginginkan itu.”
“Lalu, apa partnermu cuma si Rini dan partner Rini cuma U. .?” selidik Tante Dira.
“Kalau tentang Rini aku tidak tahu. Tapi tidak masalah bagiku dia bercinta dgn laki-laki lain. Aku pun begitu.
Tapi tentu saja kami sama-sama bertanggung jawab untuk berhati-hati. Kami sangat selektif dalam bercinta. Takut penyakit, Tante.”
“Oh.. Safe Sex ya? “
“Yup! Oh ya dari tadi aku seperti obyek wawancara.
Tante sendiri bagaimana dgn Om? Kapan terakhir berhubungan sex?” Tanya aku melangkah lebih jauh.
Kudengar Tante Dira menarik nafas panjang.
Wah.. Ada apa-apa nih, pikirku.
“Udah kira-kira 2 bulan yg lalu, Ben.” Jawabnya.
Lama sekali. Pasti ada yg tidak wajar. Aku jadi ingin tahu lebih banyak lagi.
“Ko Fery Impotent ya Tante?”
“Oh tidak.. Entah kenapa, dia sepertinya tidak bergairah lagi pada aku.
Padahal dia dulu sangat menyukai sex. Minimal satu minggu satu kali kami berhubungan.”
“Lho, Tante Dira berhak minta dong. Itu kan nafkah batin. Setiap orang membutuhkannya. Sudah pernah berterus terang, Tante?” Tanya aku.
“Aku sih pernah memberinya tanda bahwa aku sedang ingin bercinta. Tetapi dia kelihatannya sedang tidak mood. Aku tidak mau memaksa siapa pun untuk bercinta dgnku.”
“Oh.. Kalau Ben sih tidak perlu dipaksa, juga mau dgn Tante Dira..” goda aku asal saja.
Toh kami sudah akrab dan ini memang waktu yg tepat untuk mengarah ke sana.
“Ben, U. . itu cakep. Masa mau dgn orang seumuran aku ? Suamiku saja tidak lagi tertarik dgnku..”
“Tante Dira serius? Aku tidak menyangka lho Tante Dira bisa bicara seperti ini. Tante Dira masih muda. 35th. Seksi dan modis. Kok bisa-bisanya rendah diri ya? Padahal Tante Dira terlihat sangat mandiri di mata aku..”
aku tak bisa menyembunyikan keterkejutanku. Bagaimana bisa, sebuah SMS salah sasaran, dalam waktu singkat bisa berubah menjadi obrolan sex yg sangat terang-terangan seperti ini.
“U. . lagi nganggur kan? Datang ke rumahku sekarang ya?
Suamiku tidak ada di rumah kok. Dia masih di kantor.” Telepon ditutup. Darahku berdesir. Benarkah ini? Seperti mimpi. Sangat cepat.
Bahkan aku tidak pernah bermimpi sebelumnya untuk mendapatkan Tante Dira. Selama ini aku sangat menghormatinya sebagai clientku. Sebagai orang tua dari murid privatku.
Bergegas aku mengambil kunci mobil dan pergi ke rumah Tante Dira.
Di sepanjang jalan aku masih tak habis pikir. Apakah benar nanti aku akan bercinta dgn Tante Dira? Rasanya mustahil. .
Belum lagi kalau ada Radit dan Raka juga sudah pulang dijemput sopirnya. Sampai di rumah Tante Dira, ternyata rumahnya sedang sepi.
Cynthia sedang tidur dan hanya Mbak Ning yg sedang santai menonton televisi. “Di tunggu Ibu di ruang computer, Kak.” Kata Mbak Ning. Dia memanggilku ‘kakak’ karena umur aku masih lebih tua darinya. “Oh iya.. Terima kasih, Ning.
Ada urusan sedikit dgn programnya nih.” Kata aku memberikan alasan kalau-kalau Mbak Ning bertanya-tanya ada apa aku datang.
Aku masuk ke ruang computer yg di dalamnya juga ada piano dan lemari berisi buku-buku koleksi Tante Dira.
“Tutup saja pintunya, Ben.” Kata Tante Dira.
Tiba-tiba jantungku berdebar sangat keras. Entah mengapa, berbeda dgn menghadapi Lucy, Rini dan MAya, aku merasa aneh berdiri di depan seorang wanita mungil yg umurnya di atasku. Setelah aku menutup pintu, belum sempat aku duduk,
Tante Dira sudah melangkah menghampiriku.
Dia memelukku. Tingginya cuma sebahuku. Harum tubuhnya segera membuatku berdesir. Pelukannya sangat lembut. Kepalanya disandarkan ke dada aku. fantasiku.com
Aku tak tahu harus berbuat apa. Ini adalah pengalaman pertama aku dgn wanita yg umurnya di atasku. Aku takut salah.
Apa aku harus berdiam diri saja? Memeluknya? Menciumnya? Atau langsung saja mengajaknya bercinta? Pikiranku saling memberi ide. Banyak ide bermunculan di otakku. Beberapa saat lamanya aku bingung. Pusing tidak tahu harus berbuat apa.
Akhirnya aku memilih tenang. Aku ingin tahu apa yg Tante Dira inginkan. Aku akan mengikutinya. Kali ini aku main safe saja. No risk taking this time.
“Tante Dira adalah masalah?” bisikku.
Kurasakan pelukan Tante Dira semakin erat. Dia tidak menjawab. Aku juga diam. Benar-benar situasi baru. Pengalaman baru. Kurasakan pEnisku tidak bergerak. Rupanya pelukan Tante Dira tidak membangkitkan gairahku.
“Aku cuma ingin memelukmu. Sudah lama aku tidak merasa senyaman ini di pelukan seorang laki-laki. U. . tidak keberatan kan aku memelukmu?” akhirnya Tante Dira berbicara.
“Tentu saja aku tidak keberatan, Tante. Peluk saja sepuas Tante Dira. Apapun yg Tante Dira inginkan dariku, kalau aku mampu, aku akan melakukannya.”
Kurasakan tangannya mencubitku.
“Sok romantis U. ., Ben. Tante bukan gadis remaja yg bisa melayang mendengar kata-kata rayuanmu..
Wuih, apapun yg kau inginkan dariku.. tante akan melakukannya.. Hahaha..
Gak usah pakai begituan. Tante sudah sangat senang kalau U. . mau kupeluk begini..
Benar juga kata Tante Dira. Hari itu aku belajar menghadapi wanita dewasa. Belajar apa yg mereka butuhkan. Bagi Tante Dira, kata-kata manis tidak diperlukan.
Tapi tentu saja, aku tidak seratus persen percaya. Bagiku, tidak ada wanita di dunia ini yg bisa menolak pujian dgn tulus. Perasaan wanita sangat peka.
Wanita punya sense untuk mencerna setiap kata-kata laki-laki itu. Apakah rayuan, apakah pujian yg tulus, atau hanya bunga bahasa untuk tujuan tertentu.
Dan aku memilih untuk memujinya dgn setulus hatiku.
“Tante Dira, aku beruntung bisa dipeluk wanita sepertimu. Siapa sangka SMS salah kirim bisa berhadiah pelukan?” canda aku.
Memang benar aku merasa beruntung. Ini bukan bunga bahasa, bukan rayuan. Dan aku yakin perasaan Tante Dira akan menangkap ketulusanku.
“Yah.. Tante simpati dgnmu yg bisa bergaul akrab dgn anak-anakku.
U. . juga tidak merendahkan. Kulihat memang pantas kau mendapatkan pelukanku, Ben..” bisik tante Dira lagi. Kali ini wajahnya mendongak menatapku. Ada senyum tipis menghias bibirnya. Ugh.. Aku jadi ingin menciumnya.
Di satu sisi aku tahu bahwa aku salah. Tante Dira sudah berkeluarga dan keluarganya harmonis. Tapi di sisi lainnya, sebagai cowok normal aku menikmati pelukan itu. Bahkan aku ingin lebih dari sekedar pelukan.
Aku ingin menciumnya, melepaskan pakaiannya, dan memberinya sejuta kenikmatan. Apalagi Tante Dira sudah 2 bulan lebih tidak mendapatkan nafkah batin. Pasti dia sangat haus sekarang. Aku mulai memperhitungkan situasi untuk memulai.
Kami dalam ruang tertutup yg walaupun tidak terkunci, cukup aman untuk beberapa saat.. Perlahan aku memberanikan diri menyentuh wajah Tante Dira.
Dgn dua buah jariku, aku membelai wajahnya lembut. Mata aku menatapnya penuh arti. Kulihat Tante Dira gelisah, tetapi ia menikmati sentuhanku di wajahnya.
Aku menggerakkan wajahku menunduk mencari bibirnya. Sekejap kami berciuman. Bibirnya sangat penuh. Sangat hangat. Baru beberapa detik, ciuman kami terlepas. Tante Dira menyandarkan kepalanya ke dada aku.
“Tante salah, Ben. Tante mulai menyaygimu..” bisiknya nyaris tak kudengar.
Aku yg sudah merasakan ciumannya mendadak ingin lebih lagi. Dasar cowok!, rutukku dalam hati. Apalagi aku sedang horny. Aku mencoba mengangkat wajahnya lagi. Ada sedikit penolakan, tapi wajahnya menatapku kembali. Aku tak berani menciumnya.
Dan Tante Dira menciumku, menghisap bibirku, memasukkan lidahnya, menggigit kecil bibirku. Dan akhirnya kami bercumbu dgn hasrat membara.
Kami sama-sama kehausan.. Agh.. Aku tak peduli lagi. Wanita yg kuhormati ini sedang kupeluk dan kucumbu. Dia membutuhkanku dan aku juga membutuhkannya.
Cerita Dewasa Skandal Guru Dan Murid
Yg lain dipikirkan nanti saja. Nikmati saja dulu, pikirku cepat. Aku segera menggendongnya dan membantunya duduk di atas meja. Dgn begini aku akan lebih leluasa mencumbunya.
Bibir kami saling melumat. Bergerak lincah saling berlomba memberi kenikmatan tiada tara. Tanganku mulai bergerak ke arah payudaranya.
Aku meraba payudaranya dari luar. Memberi remasan ringan dan gerakan memutar yg membuat Tante Dira menggelinjang. Perlahan aku menyusupkan tanganku ke balik pakaiannya.
Kurasakan tanganku tertahan. Tante Dira menolak. Rupanya dia hanya ingin bercumbu dgnku. Dasar cowok, aku mana tahan? Sudah kepalang tanggung.
Aku nekat tetap memasukkan tanganku dan dgn cepat aku berhasil melepas kait bra-nya. Payudaranya terasa utuh di tanganku, masih sangat kencang, masih sangat peka dgn rangsangan. Buktinya Tante Dira bergetar hebat saat aku meremas payudaranya.
“Gila U. ., Ben. tante tidak memerlukan ini semua.. Cukup peluk tante!” tegur Tante Dira. Aku tahu pikirannya memang menolak, tapi tubuhnya tidak.
Aku tetap merangsang payudaranya. Gerakan menolak tante Dira melemah. Dan akhirnya hanya desahan nafasnya yg memburu yg menandakan birahinya telah bangkit. Dgn mulutku aku membuka kancing-kancing kemejanya.
Cukup sulit, karena ini baru pertama kali kulakukan. Tapi berhasil juga. Tante Dira tertawa melihat ulahku.
Kini aku bebas mencumbu payudaranya. Kujilat dan kuhisap puting susunya. Tante Dira melenguh panjang. Kedua tangannya mencengkeram kepalaa aku.
Wajahnya mencium rambutku. Sesekali dia menggigit telinga aku, sementara kepala aku, lidahku, bergerak bebas merangsang payudaranya.
Ugh, begitu enak dan nikmat. Payudaranya tidak terlalu besar namun seksi sekali. Warnanya coklat kekuningan dgn puting yg cukup besar.
Aku bermain cukup lama di putingnya. Menggigit ringan, menyapukan lidahku, menghisapnya lembut sampai agak keras.
Kadangkala hidungku juga kumainkan di putingnya. Nafas Tante Dira semakin memburu. Tentu saja untuk masalah nafas, aku lebih kuat darinya karena aku rajin berolahraga menjaga stamina.
Tak lama tanganku menyusup ke balik roknya untuk mencari mEmeknya dan membelainya dari luar. Kurasakan celana dalamnya telah basah.
Tante Dira merapatkan kakinya. Itu adalah penolakan yg kedua. Kepalanya menggeleng ketika kutatap matanya. Aku terus menatap matanya dan kembali mencumbunya.
Aku tidak akan memaksanya. Tetapi aku punya cara lain. Aku akan membuatnya semakin terangsang dan semakin menginginkan persetubuhan. Perlahan cumbuanku turun ke lehernya.
“Ergh,” kudengar lenguhannya.
Wah, lehernya sensitif nih, pikirku. Dgn intensif aku mencumbunya di leher. Bergerak ke tengkuk hingga membuatnya semakin erat memelukku dan mencumbu telinganya.
“Ben..” rintihnya.
Telinganya juga sensitif. Tante bersorak. Semakin banyak titik tubuhnya yg sensitif, semakin bagus. Lalu tanganku meraba punggungnya. Membuat gerakan berputar-putar dan seolah menuliskan sesuatu di punggungnya. Tante Dira semakin bergairah.
“Ka.. mu.. Na.. kal. U. . pin.. Pintar sekali membuatku.. Bergairah..”
jawabnya terputus-putus. Nafasnya semakin memburu.
“Tante Dira cantik sekali. Aku sangat menginginkanmu, Tante..
Aku ingin membuatmu merasakan kenikmatan tertinggi bersama aku..” bisikku
sambil terus mencium telinganya.
“Tante juga menginginkanmu Ben.. Tapi tante takut..” jawab tante Dira.
Ya, aku harus membuatnya merasa aman. Dgn gerakan cepat aku melepaskan pelukanku, mengganjal pintu dgn kursi dan kembali mencumbunya. Saat itu di pikiranku cuma satu. Mengunci pintu justru tidak baik. Mengganjal pintu jauh lebih baik.
Kulihat Tante Dira merespons ciumanku dgn lebih kuat. Tanganku kembali mencoba merangsang mEmeknya. Kali ini kakinya agak terbuka.
Aku berhasil memasukkan jariku dan menyentuh mEmeknya. “Aahh..” Tante Dira semakin terangsang. Kakinya terbuka semakin lebar.
Kini aku sangat leluasa merangsang mEmeknya. Jariku masuk menemukan klitoris dan membuatnya makin hebat dilanda badai birahi. Entahlah, aku sangat tenang dalam melakukannya.
Semakin intensif aku merangsang titik-titik lemah tubuhnya, aku semakin tenang. Aku seperti maestro yg sangat ahli melakukan tugasnya. Wah, rupanya aku berbakat dalam menyenangkan wanita, pikirku sampai tersenyum sendiri.
Tante Dira semakin dilanda birahi. Tangannya kini tidak malu-malu melepas kancing celana aku dan mencari pEnisku. Setelah menemukannya di balik celana dalamku, dia meremas dan mengocoknya.
Aku semakin terbakar.
Kami sama-sama terbakar hebat. Perlahan aku melepas turun celana dalamnya. Tidak perlu dilepas. Aku menatap matanya meminta persetujuannya. Mata Tante Dira nanar. Dia sangat kehausan dan sudah pasrah menerima apa pun perbuatanku.
Perlahan pEnisku menembus liang mEmeknya tanpa kondom. Aku merasakan kenikmatan yg dahsyat. Benar-benar jauh lebih nikmat dibandingkan dgn memakai kondom.
Aku berani tanpa kondom karena aku yakin dgn kesehatan Tante Dira. Aku mulai melakukan tugasku.
Mendorong masuk, menarik keluar, memutar, memompa kembali dan kami bercinta dgn dahsyat. Suara pEnisku yg mengocok mEmeknya terdengar khas. Aku mengerahkan segenap kekuatanku untuk menaklukkannya.
Tetapi benar-benar tanpa kondom membuatku pEnisku lebih sensitif hingga belum begitu lama, aku sudah merasakan di ambang orgasme. Segera kuhentikan aksiku.
Kucabut pEnisku dan aku menenangkan diri. Kami berciuman. Aku tak mau birahi Tante Dira surut. Setelah agak tenang aku kembali memasukkan pEnisku.
Kali ini aku tidak menggebu dalam memompa pEnisku. Aku memilih menikmatinya perlahan-lahan.
Setiap sodokan aku lakukan dgn segenap hati hingga menghasilkan desahan dan rintihan nikmat Tante Dira yg sudah dua bulan tidak merasakan nikmatnya bercinta.
Gelombang badai birahi kembali melanda. Keringat kami bercucuran, lumayan untuk membakar lemak. Kami memang sedang berolahraga, olahraga paling nikmat sedunia. Making love. Bercinta sangat baik untuk tubuh.
Tidak hanya tubuh, tetapi pikiran juga jadi fresh. Secara teoretis, ada semacam zat penenang yg dihasilkan tubuh saat kita bersenggama, dan zat itu membuat kita sangat nyaman. Aku heran juga dgn diriku yg ternyata cukup kuat bercinta tanpa kondom.
PEnisku terasa agak panas. Aku belajar menahan nafas dan sesekali saat kurasakan aku hendak mencapai puncak, aku menghentikan kocokanku. Cukup sulit memang menahan orgasme.
Aku berusaha seperti menahan kencing. Dan usaha aku berhasil. Setidaknya aku bisa bercinta cukup lama mengimbangi Tante Dira yg perlahan tapi pasti semakin menuju puncak.
Muka tante Dira semakin kemerahan. Wajahnya yg mungil tampak sangat cantik ketika sedang dilanda birahi.
“Tante Dira cantik sekali.. Hebat juga ketika bercinta..” bisikku.
Lidahku kembali mencumbui payudaranya yg semakin penuh dgn keringat.
“Arg.., U. . juga.. Enak sekali, Ben..” ceracaunya.
Tante Dira bolak-balik memejamkan mata, membuka mata dan menggigit bibirnya. Nafasnya sangat tidak teratur. Ngos-ngosan dan rambutnya semakin acak-acakan terkena keringat. Wah, pemandangan yg seksi sekali saat seorang wanita bercinta.
Sebenarnya aku ingin mengubah posisi lagi. Aku ingin lebih lama bercinta. Tetapi aku agak khawatir juga. Sudah cukup lama kami di dalam ruangan ini.
Aku khawatir nanti tiba-tiba mengintip atau mencuri dengar. Dari bahasa tubuh Tante Dira, aku yakin orgasmenya sudah semakin dekat. Gerakan tubuhnya semakin cepat. Cengkeraman tangannya di punggungku kurasa telah melukai punggungku.
Terkadang giginya bergemeretak menahan nikmat. Dia tampak sekali berusaha untuk tidak menjerit.
“Agh.. Arrhhk.. tante sudah ham.. pir..” rintihnya.
Tanganku meraih bra Tante Dira dan meletakkannya di mulutnya supaya dia bisa menggigit bra itu. Daripada menjerit, lebih baik menggigit bra sekuatnya.
PEnisku semakin gencar menghunjam mEmeknya. Sodokanku semakin kuat dan temponya kupercepat.
Aku belajar untuk sama-sama mencapai orgasme dgn Tante Dira walaupun menurutku sangat sulit untuk bisa orgasme bersamaan. Setidaknya, tante berencana membiarkannya orgasme terlebih dulu, baru aku menyusul.
“Arghh.. Ya.. Terus.. Yah.. Dikit lagi..” erang Tante Dira
Agak tidak jelas karena sambil menggigit bra. Aku menjaga semangat dan menjaga pEnisku agar tetap kuat bertempur. Kurasakan pEnisku juga semakin panas.
Aku juga sudah mendekati puncak. Aliran pejuuuh dari bawah sudah merambat naik siap menyembur. Gerakan Tante Dira semakin menyentak-nyentak.
Untung meja di ruangan itu adalah meja kayu yg kosong. Kalau seandainya ada buku atau ballpoint pasti sudah berantakan terlempar. Beberapa saat kemudian aku merasakan tubuh Tante Dira bergetar hebat.
Menghentak-hentak dan tangannya mencengkeram sangat-sangat-sangat-kuat. Dia memelukku sangat erat. Dari mulutnya keluar semacam raungan yg tertahan.. Seandainya ini di kamar hotel, pasti dia sudah menjerit sepuasnya.
“Aargghh.. Sstt..”
Aku merasakan ada cairan hangat meleleh keluar. Tidak seberapa banyak tetapi membuat pEnisku semakin panas. Tante Dira orgasme sementara aku juga sudah semakin dekat. Inilah saatnya. Aku mempercepat kocokanku. Cepat.. Dan aku mencabut pEnisku.
Crot..!! Srr.. R.. Srr.. Srr.. Pejuuuh aku berhamburan
muncrat di perut dan dada Tante Dira. Ah.., nikmat sekali mencapai puncak. Perjuanganku tidak sia-sia. Aku yg selama ini rutin berlatih menahan kencing, melatih otot-otot perut dan pEnisku, sukses mengantarkan Tante Dira menggapai orgasmenya.
Dibandingkan ketika making love dgn Rini dan Maya, kali ini lebih mendebarkan dan menantang. Tante Dira segera mencari tissue dan membersihkan ceceran pejuuuh aku.
Kurang dari semenit kemudian dia sudah memakai bra dan kemejanya kembali. Celana dalam dan roknya tinggal merapikan saja.
Aku pun tinggal merapikan celana aku. Beberapa saat kami berpandangan. Ada rona puas di wajah Tante Dira.
Dia tersenyum manis. Sekarang dia bukan lagi sekedar clientku. Bukan lagi sekedar orang tua muridku. Sekarang dia adalah partner sex-ku.
Ada rasa aneh menjalar di tubuhku. Aku tiba-tiba merasa begitu menghormati wanita di hadapanku ini.
Sinar matanya yg tegas, pembawaannya yg mandiri, dikombinasi dgn senyum dan kelembutannya, sungguh mempesona. Aku sangat bangga bisa memberinya kenikmatan.
“Maaf Tante.. Sudah melangkah jauh sekali..” kata aku.
“Ya! U. . tidak sopan sekali, tadi!” katanya
bergurau tetapi dalam nada agak tegas.
Kami pun tertawa bersama. Aku memeluknya. Mencium dahinya. Merapikan rambutnya yg agak basah terkena keringat. AC di ruangan itu sangat membantu tubuh kami cepat kering.
“Habis Tante Dira, sudah tahu aku lagi horny malah diundang kemari..” kata aku membela diri.
“Terus terang tante juga lagi pengen, Ben. Begitu tahu U. . ternyata sudah pengalaman, tante jadi tergoda dgnmu. Tapi memang tadi tante sangat takut melangkah.
Untung U. .nya nekat.. tante jadi terpuaskan, deh.
Makacih ya..”
Ya ampun.. Bisa-bisanya Tante Dira bicara manja seperti ini.
Aku sampai merasa bagaimana.. gitu. Aneh. Wanita memang makhluk paling aneh sedunia. Di balik penampilannya yg keras dan tegar, toh dia tetap wanita juga.
Sisi lembutnya tetap ada.
“Ya.. Aku juga senang sekali bisa memuaskan Tante Dira. Aku juga belajar banyak lho. Sepertinya tadi Tante Dira kurang suka dgn permainan tanganku di mEmek ya?”
“Bukan begitu. tante tidak tahu apakah tanganmu bersih atau tidak. Tapi lama kelamaan karena enak, ya sudah.. diteruskan saja..”
“Oh jangan kuatir..
Aku selalu sedia handy desinfectant kok. Biar tanganku bebas kuman.” Kata aku menenangkannya.
Aku tadi memang pakai handy desinfectant, tapi kan tetap saja aku pegang setir mobil.
“Yah baguslah. tante juga suka karena U. . selalu terlihat bersih dan harum..”
Tante Dira mencium bibirku lagi. Kami kembali berpagutan. Lidahku kembali menerobos mulutnya. Menekan lidahnya, saling bergelut.
Kami terus berciuman sambil berpelukan. Banyak laki-laki melupakan kenyataan bahwa ada hubungan yg harus dibina setelah kita berhubungan sex. Setelah terjadi orgasme, wanita tetap membutuhkan sentuhan, pelukan dan ciuman.
Wanita sangat berharga. Jangan sampai kita para laki-laki, begitu mendapatkan orgasme, langsung selesai begitu saja. Harus Ada after orgasm service.
Ini adalah salah satu kunci yg aku pegang untuk membuat wanita merasa nyaman bersama aku.
Kami berpelukan dan dgn jelas aku mendengar suara Tante Dira..
“Tante menyaygimu, Ben. Terima kasih buat semuanya. tante merasa dihargai dan dibutuhkan olehmu..”
kata-kata ini tidak akan pernah aku lupakan karena disinilah sebagian kenikmatan yang aku rasakan dari hasil cintak dan ku bersama dengan Tante Dira.
Cerita Dewasa Kepuasan Seks,Cerita Dewasa Skandal Guru ,Cerita Dewasa Skandal Guru ,Cerita Dewasa Skandal Guru ,Cerita Dewasa Skandal Guru ,Cerita Dewasa Skandal Guru ,Cerita Dewasa Skandal Guru ,Kisah Seks,Cerita Sex,Cerita Panas,Cerita Bokep,Cerita Hot,Cerita Mesum,Cerita Ngentot,Cerita Sex Bergambar,Cerita Dewasa Kepuasan Seks,Cerita Dewasa Skandal Guru ,Cerita ABG,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah,Cerita Sex Pasutri,
The post Cerita Dewasa Skandal Guru Dan Murid appeared first on fantasiku.com .