Cerita Dewasa – Skandal Kamar 69
Cerita Dewasa – “Temui aku di Hotel H kamar 69, tapi sebelumnya telp dulu ya Dik Sakti, siapa tahu Mbak Wulan sedang keluar sebentar..” begitulah pembicaraan yang singkat yang maknanya dapat aku pahami dengan cepat.
Oh ya, Mbak Wulan sudah mengenalku kurang lebih setengah tahun, tapi selama setengah tahun tersebut, kami hanya sebatas berteman, karena perbedaan tempat yang cukup jauh, aku di kota S sedang Mbak Wulan di kota J.
Dia mengenalku dari Mbak Wina, ya semoga pembaca masih ingat dengan kisahku di “Gelora Di Kolam Renang”. Tapi aku tidak tahu apa hubungan antara Mbak Wina dengan Mbak Wulan, menurut Mbak Wina sih hanya teman dari “milist groups” (aku lupa namanya), di situ Mbak Wina cerita tentang hubunganku dengannya. Dan Mbak Wulan minta bagaimana agar bisa dikenalkan denganku.
Singkatnya, pertemanan setengah tahun berjalan sebatas kirim e-mail dan telepon, tapi tentu saja dia yang telepon duluan. Mbak Wulan adalah janda beranak 2, dia bekerja di bidang Public Service sebuah perusahaan finance di kota J, tidak jelas bagaimana ia menjanda, yang pasti mantan suaminya orang melayu.
Dari yang kubayangkan selama ini lewat pembicaraan telepon, fisiknya sedang-sedang saja, hanya suaranya, ya.. suaranya yang aku ingat selalu, berat dan serak, mungkin karena dia perokok berat.
Berbekal uang recehan, aku datang ke hotel H, dan melalui public phone, aku telepon ke kamar 69. Cukup lama nada dering telepon aku dengar dan tidak ada yang mengangkat, tiba-tiba..
“Halo..” lho kok suara laki-laki? pikirku.
“Maaf Mbak Wulan ada?”
“Sebentar, dari siapa ini?”
“Sakti, saya sudah janji untuk bertemu sore ini,”
“Tante, ada orang namanya Sakti, katanya mau ketemu..”
Terdengar suara mengeras memanggil nama Wulan. Tante? Siapakah gerangan laki-laki ini?
“Ya Dik Sakti, aduh maaf Tante masih terima Hand Phone dari teman di J, langsung aja deh naik.”
Begitu pintu terbuka, aku kaget, ternyata bayanganku tentang Mbak Wulan meleset seratus persen! Umurnya 37 tahun, sedang aku saat itu masih 25 tahun, kulitnya coklat, tidak cantik, cenderung gemuk tinggi tubuhnya yang 160 cm dengan berat 75 kg.
“Wah maaf ya, kenalin ini saudara Mbak di S, namanya Andi, dia anak dari kakak Mbak yang paling tua, kebetulan sedang kuliah di sini ambil jurusan.. apa Di?”
“Manajemen,” jawab Andi singkat sambil berjabat tangan formal sekali.
“Semester berapa kamu Di?”
“Baru semester dua kok Tante.”
“Oh ya ini Sakti, dia yang membantu Tante urusan kantor di S,” jawabnya menutup-nutupi yang sebenarnya, dan aku mendukung apa yang dikatakannya.
“OK deh Tante, karena sudah ada Mas Sakti, Andi permisi dulu, besok keretanya jam berapa sih, biar Andi antar sama mama sekalian,” tawaran Andi dijawab singkat Mbak Wulan.
“Ah, nanti aku telepon Mbak Ning deh, sekalian besok minta dijemput main ke rumahmu, salam buat mama dan papa ya, sampai ketemu besok.”
Jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam,
“Sampai dimana tadi Sakti.. oh ya, selamat berjumpa deh dengan Mbak Wulan? Bagaimana menurut Dik Sakti? Mbak Wulan gemuk ya? Hayoo jujur saja, nggak perlu bohong?”
“Iya, untuk ukuran Mbak Wulan memang tergolong gemuk, tapi nggak apa kok, lagian kami sudah akrab kan setengah tahun ini,” aku mencoba mencairkan suasana.
Mbak Wulan menyulut sebatang rokok Mild dan menawariku,
“Terima kasih, aku lebih suka Dji Sam Soe Filter,” sambil ikut merokok kepunyaanku sendiri.
“OK, sengaja aku tidak cerita fisik Tante, takut kalau Dik Sakti nggak mau ketemu.”
“Ah Mbak Wulan salah mengira aku, aku tidak melihat wanita dari fisiknya kok, gemuk, kurus, cantik atau tidak, China atau Pribumi, pendek atau tinggi, yang penting ‘permainan’-nya.”
Tiba-tiba aku langsung nyerocos.
“Lagi pula, aku juga tidak tampan dan bertubuh atletik kan? aku hanya laki-laki biasa yang beruntung bisa menemani beberapa wanita yang maaf lho Tante.. seperti.. Mbak Wulan ini.”
Tiba-tiba, belum selesai rokok satu batang, Mbak Wulan langsung merangkulku dan melumat bibirku. Didekapnya tubuhku, dan terasa sesak nafasku karena tubuhnya yang gemuk langsung menindihku di tempat tidur.
“Dik Sakti, sudah sembilan bulan ini Mbak Wulan belum merasakan sentuhan laki-laki, tolong Mbak Wulan ya.. oohhkk,” suaranya yang berat dan serak memecahkan kesadaranku untuk ikut melayani permainannya. Bayangan tubuhnya yang gemuk sudah hilang dari pikiranku, karena untuk pertama kali ini, aku menemui wanita yang berani langsung tanpa pemanasan.
Dan ciumannya aku akui sangat panas (mungkin karena sembilan bulan puasa). Belum selesai permainan pertama, Mbak Wulan sudah mulai menanggalkan pakaiannya satu persatu. Dan hebatnya, sambil melepas pakaian, tangannya yang satu tidak berhenti meraba kemaluanku yang masih rapat tertutup celana. Aku sudah tegang sejak ia mempermaikan kemaluanku.
“Ookkhh, Sakti, tunjukkan dong sama Mbak, kemaluan kamu, sudah tegang tuh.. okkhh yeess,”
Tidak sampai satu menit, kami berdua sudah polos. Tubuh yang gemuk itu, berukuran payudara sedang-sedang saja, tetapi rambut kemaluannya jelas terawat sekali, panjang, lebat tetapi lurus, dan sudah basah karena terangsang.
Batang kemaluanku langsung saja dituntun ke mulutnya, dan hisapannya..
“Aaauu, pelan-pelan Mbak, sakiit!” rupanya Mbak Wulan terlalu terburu-buru.
Kubimbing dia untuk bermain pelan-pelan. fantasiku.com “Terus Mbak! yaa, teerruss, ohh, pelan Mbak, ohh terus, nah begitu,” sambil mukanya maju-mundur, burungku terus dijilati seperti es krim.
Tidak perlu lama-lama menunggu, aku mulai ikut mempermainkan bibir kemaluannya. Karena sudah basah, aku tidak perlu kerja keras untuk mengajaknya memasukkan batang kemaluanku ke lubang kemaluannya.
Dan rupanya Mbak Wulan masih ingin mengulum batang kemaluanku, walaupun sudah amat sangat keras dan tegang, apa boleh buat, aku hanya bisa menunggu giliran untuk menusuk lubang kemaluan yang sudah sangat basah itu.
“Ohhk my God, Mmmbakk,” suaraku bergetar, karena sudah ingin memuntahkan sperma. Sepuluh menit hanya mengulum saja, segera kupercepat gerakan, dan agak tersedak Mbak Wulan semakin liar menghisap kemaluanku.
Dan aku mengeluarkan sperma di mulut Mbak Wulan, tidak banyak, tapi cukup untuk memuaskan nafsuku yang pertama. Aku klimaks hanya dengan oral seks saja, dan Mbak Wulan masih mengulum habis sekalian membersihkan sisa sperma di kemaluanku.
Dan lima menit kemudian, burungku sudah mulai bereaksi kembali. Kali ini Mbak Wulan semakin bernafsu, dan belum tegang benar, aku sudah dikangkanginya, posisiku di bawah, dan Mbak Wulan di atasku. Wah, aku hampir sulit bernafas, sepertinya (sialan) kali ini aku benar-benar habis dikuasai permainan Mbak Wulan.
Dengan dibimbing tangan kiri Mbak Wulan, burungku digenggam dan diarahkan ke lubang kemaluannya. Mmhh.. hangat terasa dan diikuti suara gesekan kemaluan dan dinding kemaluan sebelah dalam. Mbak Wulan mulai bergerak naik-turun, dan aku pasif saja menyaksikan apa yang sedang dikerjakan.
“Oh ya.. ohhkk yaa, uuchh,” Mbak Wulan sangat aktif sekali, gerakannya semakin tidak teratur, kini mulai bergerak maju-mundur, dan kadang-kadang menghentak, dan setengah melompat, seolah-olah ingin menancapkan burungku dalam-dalam ke lubang kemaluannya yang sudah sangat licin.
“Dik Sakti adduhh, gimana ini, oohh sshitt, aauuww, ohhkk,” entah teriakan apa lagi yang kudengar, Mbak Wulan semakin buas memainkan pinggulnya, tetapi sangat berirama dengan keluar-masuknya batang kemaluanku ke lubang kemaluan Mbak Wulan.
Tiba-tiba Mbak Wulan berputar membelakangiku dengan posisi masih di atas, dan batang kemaluanku tertancap di lubang kemaluannya, Mbak Wulan bertumpu dengan kedua kakinya dengan posisi jongkok kembali menaik-turunkan tubuhnya, ohhkk, sangat aktif sekali.
Kini aku hanya melihat bagian pantatnya saja, sambil sesekali melihat gerakan kemaluanku yang sudah basah dilumuri cairan dinding kemaluan Mbak Wulan tampak keluar-masuk di lubang yang nikmat sekali.
“Oocchh, please.. huuhh.. hhuhh.. oohh ohh,” gerakannya makin cepat, dan kini jelas sangat tidak beraturan. Kasur seperti bergerak dihantam gelombang oleh permainan Mbak Wulan sedang aku hanya rebahan menikmati permainannya.
Dan tiba-tiba, dia memperlambat gerakannya dengan hujaman ke bawah yang sangat keras, dengan demikian burungku menusuk sangat dalam ke mulut kemaluannya. “Aauuhh,” sedikit sakit karena dipaksa.
Semakin lambat gerakan Mbak Wulan, tetapi suaranya makin kencang (semoga tidak terdengar sampai keluar). “Yeess.. yess.. yeess.. uuhh, aakkhh, aakhh, oohh, oh.. oh.. oh.. ohh.. yees, ouucchh.. oouucch, please, pleease.. pleeassee, aaoucchh, shhitt!”
Hening, dalam sekali batang kemaluanku menusuk ke lubang kemaluan Mbak Wulan, dan dibiarkan tetap di dalam, sementara Mbak Wulan menggeliat, seolah ada gerakan otomatis di dinding kemaluannya yang mengurut-urut batang kemaluanku dengan gerakan menjepit dan melebar, menjepit kembali dan tiba-tiba hangat terasa, seperti ada cairan tambahan.
Ya, aku sampai pada puncak klimaksku, ketika dalam diam tersebut, ada gerakan otomatis dari dinding kemaluan Mbak Wulan, seolah-olah meremas kemaluanku dengan sangat teratur dan diselingi desiran cairan kental yang membuat licin, sehingga batang kemaluanku terasa berdenyut-denyut dipompa oleh dinding kemaluan Mbak Wulan.
Dan kejadian yang singkat ini berlangsung kurang dari setengah jam, adalah permainanku yang terakhir di kota S. Sekarang aku sudah di J, sekota dengan Mbak Wulan. Tetapi sejak di kota J ini, justru aku tidak pernah lagi berhubungan dengan Mbak Wulan.
Sejak kejadian yang pertama dengan Mbak Wulan, kami masih sempat bercinta 3 kali di kemudian hari, dan seperti permainan kami yang pertama, aku hanya diam saja menyaksikan permainan Mbak Wulan yang agresif dan kutunggu sesuatu yang istimewa, gerakan dinding kemaluannya, yang belum pernah kutemui dengan wanita yang lain.
Ketika pembaca membaca pengalamanku ini, aku beruntung dapat meneruskan hobiku di kota J ini, karena selalu saja ada pembaca yang ingin berkenalan dengan mengirimkan e-mail ke alamatku. Dan dari perkenalan tersebut, walaupun tidak semuanya, ada beberapa yang berani mencoba untuk bercinta denganku.
Dan kepada pembaca yang ingin berkenalan dan siapa tahu juga tertarik untuk mencoba, aku tunggu e-mailnya. Salam buat Wulan (yang melepas keperjakaanku, baca kisahku selanjutnya, Anggi, Mbak Wina (cewek Chinese yang seksi), Mbak Wulan (yang liar) yang sudah berbagi kepuasan denganku.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,