Cerita Dewasa Suara Rintihan Wilnoa Jadi Pelampiasan Sexku – Perkenalkan namaku Feri, aku berasal dari Surabaya dan sudah 2 tahun aku kuliah di Jakarta . di Jakarta aku tinggal disebuah kost yang dihuni banyaknya mahasiswa perantauan sepertiku. Kisah ini bermula ketika aku sedang berbelanja disebuah mall di Jakarta bersama 2 teman cewek kostku, mereka bernama Salsa dan Wilona.
Mereka cantik dan sama-sama keturunan sepertiku. Salsa adalah seniorku semester akhir, dengan jurusan managemen sama sepertiku, sifatnya pendiam, banyak yang mengatakan dia judes karena jarang tersenyum, karena sifatnya tertutup inilah dia tidak memiliki banyak teman, tapi kalau sudah akrab ternyata dia orangnya baik dan menyenangkan.
Dia sering membantuku mengerjakan tugas kuliah. Hubungan kami seperti kakak dan adik, dia orangnya putih, cantik, tinggi dan bodannya yang bagus. Kalau dilihat-lihat dia mirip dengan Mikha tambayong, sedangkan wilona seangkatan denganku tapi dari fakultas psikologi, pacarnya adalah salah satu temanku yang sedang belajar diluar negeri.
Wilona orangnya baik lebih banyak tertawa, kadang-kadang suka bercanda kelewatan, tingginya sekitar 160 cm dengan bodi langsing, itu lah yang membuatku ingin berteman dengannya.
Hari itu sudah gelap dan jam sudah menunjukkan angka 7, kami sudah selesai berbelanja dan sedang menuju ketempat parkir.
Tempat itu sudah sepi dan gelap karena aku kebetulan parkir di tingkat yang paling atas jadi jarang ada kendaraan. Suasana disana cukup menyeramkan dengan diterangi lampu remang-remang. Tiba-tiba kami dikejutkan dengan 2 preman yang menghalangi jalan kami.
“Woi kalian, tunggu dulu kalo mau lewat serahin dulu duit yang kalian punya, cepat!” kata preman yang berbadan besar.
“Wah bawa cewek juga nih, cantik lagi, eh cewek nya mau main sama kita nggak?” timpal preman yang muka nya sangar.
Aku segera bergerak menepis tangan si preman ketika hendak mengelus pipi Wilona yang terlihat ketakutan.
“Hei.. hei.. kalau mau duit aku ada tapi jangan gangguin temanku!” bentakku padanya.
Rupanya mereka tidak terima dan si preman mengeluarkan pisau lipatnya dan menyerangku, aku menghindar dan menangkap pergelangan tangannya, ku pintir dengan jurus aikido yang kupelajari di SMA dulu.
“Kalian berdua cepat lari dan masuk ke mobil, nanti aku akan susul kalian” kataku pada mereka sambil memberi kunci mobil pada Salsa, mereka pun segera lari dan masuk ke mobil dan kudengar mereka sudah menyalakan mobil tapi bukannya lari malah menungguku.
“Bangsat kau, mau jadi jagoan kau?, ayo kita hajar dulu wan baru kita kerjain cewek itu” kata preman yang berbadan besar.
Preman yang bermuka sangar menerjang ke arahku tapi kutendang perutnya sampai dia jatuh ke lantai.
“Ayo masih berani maju?” tantangku dengan kuda-kuda.
Dia masih belum kapok, dia mengeluarkan pisaunya dan mencoba menusukku, kami sempat terlibat pertarungan seperti dalam film action. Tanganku sempat tersambet pisau dan membuat luka gores sepanjang 10 cm, namun aku berhasil merebut pisau nya dan kupatahkan pergelangan tangannya, sementara yang muka sangar ku pukul sehingga terlihat bibir nya meneteskan darah.
Sebenarnya aku sudah kelelahan tapi aku mencoba tetap tenang dengan menggertak mereka dengan pisau yang kurebut sambil berdoa dalam hati, kami terdiam sesaat lalu mereka perlahan-lahan mundur, dan membalikkan badan dan kabur.
Aku segera masuk mobil dan kusuruh Salsa segera tancap gas dengan wajah masih terlihat tegang dia segera menjalankan mobil dan keluar dari parkiran, Salsa berkata kepadaku,
“Ihh tangan kamu berdarah tuh kamu nggak apa-apa?” Salsa membantu mengobati lukaku dengan peralatan P3K yang ada dimobilku.
“Feri, kamu nggak apa-apa? kita kerumah sakit ya” sambung Wilona.
“Ah nggak usah kok cuma kena goresan kecil aja kok, nggak sampai ke tulang lagi, ini tinggal di perban aja, kalian tenagn aja, harusnya gua yang terima kasih pada kalian karna sudah tungguin aku”
“Feri kamu masih anggap kami temanmu nggak sih? kamu pikir kita tega ninggalin kamu sendirian” kata Salsa dengan nada marah dan menatap tajam ke arahku.
“Udah Sa, lagi nyetir jangan marah-marah, Feri kan tadi kuatir sama kita juga.
“Uuh.. kamu sih asal ngomong!” Wilona mencoba menenangkan sambil menyikut dadaku.
Aku diam saja dari pada ribut sama cewek, bukannya takut tapi bikin pusing apalagi mendengar omelan Salsa kalau lagi marah.
Sesampainya di kostan, aku menyuruh mereka untuk beristirahat saja, aku sendiri segera masuk kamar. Kira-kira jam 9 malam, aku yang sedang membaca tabloid Bola, Kudengar suara ketukan pintu dan ternyata Salsa dan wilona datang dengan memakai baju tidur.
“Loh, kalian ngapain berdua kesini malam-malam begini” tanyaku.
“Kita cuma mau berterima kasih, tadi kamu hebat” puji Salsa sambil tersenyum.
“Boleh kan kita masuk ngobrol-ngobrol sebentar?” tanya Wilona.
Aku persilahkan mereka masuk juga mumpung belum ada yang lihat.
“Gimana lukamu Fer? sori banget ya demi kita kamu jadi gini, kalo nggak ada kamu nggak tau deh gimana nasib kami” kata Salsa sambil memegang lenganku yang sudah diperban.
“Ah luka kecil aja kok, nggak lama juga sudah sembuh kok, kalian tenang deh”
“Fer, kamu hebat deh tadi, makanya kita kesini rencananya mau membalas budi nih, kami ada hadiah kecil buat kamu” sahut Wilona.
“Oh, nggak usah Wilona, kita kan teman kok pake-pake hadiah segala”.
“Eee. harus diterima loh kalo nggak aku ngga mau temanan sama kamu lagi nih” sambung Salsa setengah memaksa.
“Iya deh aku terima aja biar kalian puas” katanya lagi.
“Oke sekarang kamu tutup mata kamu, soalnya ini surprise loh” katanya lagi.
“Wah apasih pake rahasia segala, ya udah aku merem nih” kataku.
Aku bersandar di kasur sambil memejamkan mata, kudengar suara tirai ditutup dan Wilona berkata,
“Awas jangan ngintip ya, ntar batal loh hadiahnya” sambung dengan suara Salsa sambil tertawa.
Akhirnya aku merasakan salah seorang duduk disampingku dan meraih tanganku.
“Sudah siap?” ternyata suara Wilona.
“Sudah boleh buka mata belum wilona?” tanyaku.
“Tunggu bentar lagi” jawabnya.
Tanganku disentuh dan diusapkan pada suatu benda yang kenyal. Betapa kagetnya aku ketika meraba benda itu ternyata adalah payudara wanita. Segera kubuka mata dan benar saja, photomemek.com Wilona duduk disamping kiriku dengan tubuh yang telanjang, sementara Salsa yang juga sudah telanjang mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu meja sehingga suasana agak sedikit gelap.
“Nah kalo gini kan jadi romantis suasananya” katanya.
Benar-benar kaget bercampur terangsang aku saat itu, aku baru pertama kalinya melihat mereka telanjang. Tubuh Wilona ternyata benar-benar aduhai, perut rata, paha jenjang yang mulus dengan payudaranya yang lumayan besar dan kencang, benar-benar mirip dengan Mikha tambayong yang sering kulihat di foto.
Tubuh Salsa tidak kalah menarik walaupun payudaranya tidak sebesar Wilona, mungkin ukurannya hanya 34 dengan puting merah.
“Loh, kok.. kok.. begini sih, terima kasih nya kelewatan deh kayaknya” kataku sedikit gagap dan jantungku berdebar kencang karena aku belum pernah main dengan perempuan lain selain pacarku sendiri.
“Tidak fer, kamu memang pantas mendapatkannya, jadi hutang budi ini impas” jawab Wilona lalu dia membuka ikat rambutnya sehingga rambut panjangnya tergerai bebas sedada.
“Wah liat wilona mukanya merah tu, dia malu sama kita kali ya?”kata salsa sambil tertawa.
“Nggak usah malu Fer, kita kan teman dekat” kata Wilona seraya membelai pipiku dan mencium bibirku.
Imanku langsung runtuh karena perlakuan mereka, begitu bibirnya menempel di bibirku langsung kusambuk dengan tarian lidahku dimulutnya, lidah kami saling beradu dengan penuh nafsu, tanganku sudah mulai memijat buah dadanya dan mulai turun meraba paha mulusnya hingga vaginanya, ku berikan sentuhan halus pada klitorisnya. Wilona yang biasanya pendiam dan lemah lembut itu, malam itu begitu liar dan penuh nafsu jauh dari hari biasanya.
Salsa tidak tinggal diam, dia langsung memelorotkan celana trainingku dan celana dalamku sehinga penisku yang sudah tegang menyembul keluar.
“Wah besar juga nih, pantes si Vivi betah sama lu Fer” godanya.
Dijilatinya penisku dengan penuh nafsu, lalu dimasukkan nya penisku dalam mulutnya dan diemut-emut seperti permen lolipop, Sementara ciumanku pada Wilona sudah mulai turun ke dagunya lalu ke leher.
Kusibakkan rambut panjangnya ke samping kiri lalu ku jilat leher kananya, ku gigit pelan sambil menyapunya dengan lidahku. Nafas Wilona sudah mulai kacau matanya terpejam sambil mendesah dan meremas rambutku, aku sendiri merasakan sensasi hebat pada penisku yang sedang dikulum Salsa, baru pertama kalinya kurasakan kenikmatan bercinta dengan dua wanita.
Tanganku mulai naik dari vaginanya menuju dadanya dan lidahku turun menuju sasaran yang sama, akhirnya kutangkap dada kanannya dan dada kirinya dengan mulutku, disaat yang sama tangan kiriku mengelus pantatnya yang indah itu.
Putingnya yang indah itu ku sedot dan ku tarik-tarik dengan mulutku dan yang kanannya ku remas sambil memencet putingnya. Setelah beberapa saat kurasakan barangku mau meledak karena kuluman Salsa.
“Salsaa stop dulu.. aku udah nggak tahan nih!” kataku.
Akhirnya dia menghentikan kegiatannya dan berkata,
“Kamu gitu ah, masa mainnya sama Wilona terus, kamu nggak suka sama aku ya, ntar gua bilangin lo ke ko Putra (Pacar Wilona) biar digebuk kamu”
“Sorry dong Sa, abis kan tadi kan Wilona yang mulai, jadi dia yang duluan dapet”.
“Yaudah biar adil kita undi saja siapa yang lebih dulu melayani Feri, gimana Sa” kata wilona
Mereka berdua suit dan yang menang adalah Wilona.
“Yah Salsa kalah ya, yaudah kak Wilona duluan deh, jahat ah!” kata Salsa mencibir pada Wilona.
“Tenang dulu Sa kamu juga ntar kebagian kok, Feri kan kuat, ya nggak?” Kata Wilona sambil melirik kepadaku.
Kini Wilona berbaring terlentang dikasur dan Salsa duduk ditepi ranjang menunggu. Kuciumi sekujur tubuhnya mulai dari bibir sampai vaginanya, ku angkat kedua kakinya ke bahuku sampai tubuhnya setengah mengangkat lalu kudekatkan wajahku ke pangkal pahanya. Bulu-bulu lebat itu ku sibakkan dengan jariku dan kujilati belahan di tengahnya.
Lidahku bermain-main dengan ganas didaerah itu membuat tubuh Wiloan menggelinjang disertari suara rintihannya. Tidak kuhiraukan lagi bahwa gadis ini sebenarnya adalah seniorku dan kuangkat kakak angkatku yang harus kuhormati, yang terpikir saat itu hanyalah nafsu yang makin membara.
Mendadak kurasakan sebuah tangan dengan jari-jarinya yang lembut menggenggam batang penisku yang nganggur. Pemilik tangan lembut itu adalah Salsa yang tidak tahan menjadi penonton.
Dikocoknya batang penisku lalu dimasukkan nya kemulutnya dan diemut-emut, sementara lidahku terus bekerja di vaginanya Wilona, tanganku membuka bibir vaginanya yang rapat itu sampai kulihat tonjolan kecil ditengahnya, kumasukkan lidahku lebih dalam lagi agar bisa menjilati benda itu.
Rintihan Wilona semakin menjadi-jadi sambil meremas sprei dan Salsa berpindah menciumi payudara Wilona. Sesaat kemudian kedua paha Wilona mulai menjepit kepalaku, dan badannya tertekuk keatas.
“Oh, Feri.. akhh.. ah!” Erangan itu diiringi menyemburnya cairan hangat berwarna bening membasahi mulutku, setelah kuturunkan badannya dan Salsa membantu menjilati cairan yang masih tersisa di vagina Wilona sampai bersih, tubuh Wilona mulai melemas.
“Feri, kamu waktu main sama Vivi juga seperti ini ya, permainanmu bagus sekali” puji Wilona padaku.
“Ah biasa aja kok kak Wilona” sahutku sambil memiringkan tubuhnya dan kuarahkan penisku ke lubang yang sudah basah itu.
Sedikit demi sedikit akhirnya dengan susah payah akhirnya penisku mentok juga pada vaginanya itu.
Setelah itu aku memacu badanku maju mundur sambil meremas payudaranya dan Salsa menjulurkan lidahnya untuk beradu dengan lidahku. Sungguh nikmat sekali rasanya menikmati pijatan pada dinding vagina Wilona. Sambil meremas payudaranya dan bermain lidah dengan Salsa, sekali-sekali Salsa juga menjilati leher dan telingaku.
Benar-benar aku merasakan diriku bagaikan seorang kaisar yang sedang dilayani selir-selirku. Beberapa saat kemudian aku merasa mau keluar dan berkata.
“Kakk, sebentar lagi mau keluar nih”
“Tembak sperma mu dimulut ku ohhh.. ahhh” katanya lirih.
Akhirnya kami klimaks bersama dan kusuruh dia membuka mulut untuk menyemprot spermaku.
Cairan putih kental membanjiri mulutnya sampai menetes keluar disekitar bibirnya. Salsa ikut menjilati spermaku yang masih berlepotan di penisku. Wilona sekarang tergolek lemas dengan sisa-sisa sperma yang masih membekas dibibir , dagu dan lehernya, sesudah mengatur nafas dia tersenyum padaku dan berkata,
“Bisa-bisa besok pagi kakak nggak kuliah gara-gara kecapean” jarang-jarang dia tersenyum begitu
“Sama kak, saya gitu juga mungkin, sekarang kakak istirahat dulu deh, Salsa udah nggak sabar nih” jawabku sambil merengkuh tubuh salsa dalam pelukanku.
“Sa, biaran kak Wlona istirahat di kasur dulu yah, kita mainnya ditempat lain dulu”
“Ya terserah kamu deh, asal jangan diluar kamar, kan malu” katanya sambil memencet hidungku dengan nakal.
Kami berdiri berhadapan saling peluk ku tatap wajah dan matanya dalam-dalam, semakin dilihat semakin cantik. Kurapatkan dia ke tembok, ku kecup keningnya merambat ke telinganya dimana aku berbisik,
“Sa, kamu pernah melakukan ini sama siapa saja?”
“Baru kamu , andry dan mantanku di SMA, kamu sendiri gimana Fer, aku ini cewek yang keberapa yang kamu perlakukan begini?” aku terdiam sesaat disaat ditanya seperti ini.
“Selain Vivi dan kak Wilona mungkin kamu yang ketiga dan terakhir bagiku Sa”.
“Kenapa kamu bilang aku yang terakhir Fer?”
“Ya karena aku sudah berdosa pada Vivi, aku tidak mau menambahnya lagi”.
“Hihihi, ternyata masih ada juga cowok yang lugu seperti kamu Fer”.
Lalu dia berkata didekat telingaku,
“Jadi kamu belum bisa membedakan antara seks dan cinta?” habis menyelesaikan kata-kata dia langsung mengulum telingaku dan kubalas dengan meraba punggung mulus dan pantatnya.
Kami saling raba bagian-bagian sensitif selama beberapa saat dan kini kuangkat kaki kanannya yang masih dalam posisi beridri dengan bersandar di tembok. fantasiku.com Pelan-pelan kumasukkan batang penisku ke liang vaginanya yang sudah becek itu, benar-benar sempit milik Salsa, lebih sempit dari Wilona sehingga dia meringis kesakitan sambil mempererat cengkraman di pundakku saat kumasukkan penisku.
“Aduhh.. ahhh.. pelan-pelan Fer, sakit.. ahh!” sedikit demi sedikit batangku sudah masuk setengahnya.
Ku hentikan gerakanku sejenak sambil berkata,
“Sa, kamu siap?”
“Siuap apaan sih.. aaww.. sakiit” jeritnya.
Sebab dia bilang sih kuhujamkan sekuat tenaga sisa batangku yang belum masuk sampai mentok dan kurasakan kepala penisku menghantam dasar vaginanya dengan kuat sehingga tubuhnya tersentak dan matanya membelakak kaget, telapak tanganku sudah kusiapkan di belakang kepalanya agar kepalanya tidak membentur tembok.
“Jahat kamu, bikin aku kaget aja” tanpa banyak bicara lagi ku gerakkan pantatku maju mundur membuatnya mengerang setiap kali ku sentakkan tubuhku kedepan. Dadaku saling bergesekan dengan dadanya, sambil terus menggenjot kuciumi terus bibirnya sehingga erangannya tertahan,
“Emmhhh.. emmhhh.. emmhh..”
Beberapa saat kemudian tubuhnya kurasakan seperti menggigil dan dia mempererat pelukannya, demikian juga aku makin erat memeluknya sampai kurasakan hangat pada batang penisku disusuk keluarnya cairan bening dari liang vaginanya Salsa, cairan itu mengalir deras dari sumbernya terus turun ke pahanya dan sampai ke ujung kakinya.
Perlahan-lahan gerakanku melemah dan akhirnya berhenti, kuturunkan kakinya dan kulepaskan penisku yang masih menancap di vaginanya. Tubuh Salsa yang sudah basah kuyup karena keringatnya melemas kembali dan merosot sampai terduduk di lantai, keringat di punggungnya membasahi tembok dibelakangnya. Kuambil tisu lalu kubersihkan cairan kenikmatan yang mengalir membasahi selangkangannya.
Kami berdua terdiam sesaat memulihkan tenaga kami yang habis. Setelah kurasa segar kembali kuperhatikan dia yang masih terduduk lemas dilantai dengan kaki kiri ditekuk, mataku terpaku mengangumi keindahan tubuhnya yang membuat gairahku bangkit kembali.
“Ngapain si kamu, serem amat melototin aku kaya gitu” katanya sambil menyilangkan kedua tangan menutupi dadanya.
Tanpa menjawab ku tarik lengannya lalu kubuat posisinya membelakangiku dengan kedua tangannya tertumpu di pinggir meja belajarku.
“Aduh.. tunggu dulu fer, aku masih capek, kamu jahat ihh!” dengan segera kubasahi batang penisku dengan ludah lalu kumasukkan ke lubang pantatnya dengan paksa dan ku hentakkan biasa saja tapi dia malah menjerit histeris.
“Aww.. sakit bodoh” jeritannya ini sempat membuatku kaget karena kencang sekali, aku takut mengundang perhatian tetangga sebelahku, untungnya lokasi kamarku agak di ujung namun tadi jeritannya cukup keras.
Aku melepaskan sebentar tusukannku dan mengintip dari jendela apakah ada yang datang kesini, aku merasa lega karena aku melihat lorong masih sepi tanpa suara dari kamar sebelahku .
“Aduh sa, itu suara tolong dikecilin dong, bisa gawat nih kalo ada yang tau, pake tolong segala lagi, nanti aku bisa dituduh mau bunuh kamu lagi” dia malah tertawa dan berkata,
“Lucu tampang kamu lagi panik Fer, masa kamu lupa si masa kamu lupa si tetangga kamu kan pulang kampung, makanya aku teriak, ini balasan nya karna kamu tadi udah ngagetin aku ”
“Oooo jadi kamu sengaja ya, awas kamu ya sini tunggu ya balasan aku ntar!” kataku menghampirinya.
Dia malah berkelit sambil berlari kecil,
“Wek, sini tangkap kalo bisa” ejeknya dengan menjulurkan lidah.
“Cewek bandel, awas kalo kena ya!”
“Lho kalian lagi ngapain, kok kayan anak kecil aja sih, dari tadi ribut terus” kata kak Wilona yang sudah bangun.
“Ini kak, aku lagi kasih pelajaran buat si bandel nih” akhirnya kutangkap setelah dia terdesak di lemari pakaianku di sudut ruangan.
“Nah ketangkap kamu sekarang, kamu mau kemana lagi?”
“Hihihi Feri ampun ah, jangan kasar-kasar!” dia masih tertawa ketika itu, lalu aku membuat posisinya seperti tadi lagi, kini kedua tangannya yang tertumpu pada lemari.
“Sekarang tau rasa nih balesan aku!” kataku dengan senyum penuh kemenangan.
Kutuntun batang penisku memasuki lubang pantatnya yang sempit, sedikit demi sedikit akhirnya amblas seluruhnya. Waktu kumasukkan suara tawanya perlahan-lahan berubah menjadi suara rintihan, senyumnya hilang berganti menjadi ekspresi kesakitan.
“Hi.. hi.. hiii Feri udah lah, lepasin ah.. ahh.. jangan sakit!” mendengar rintihan tak karuan itu nafsuku semakin bangkit, pinggulku segera bergerak maju mundur dengan ganas.
Dasar sifatnya bawel waktu bertempuran dia masih sempat bacot sambil merintih,
“Akhh.. kamu sadis.. ahh.. ntar aku lapor akkhh sama Vivi.. ahh”
Pinggulnya ikut memacu menyamakan dengan gerakanku, yang paling enak adalah saat hentakan kita saling berlawanan arah sehingga menambah tenagaku agar menancap lebih dalam lagi, bila sudah begitu selalu histeris tapi tidak sehisteris waktu mengagetkanku tadi.
Payudaranya juga ikut berayun kesana kemari, kedua putingnya kutangkap dengan jariku, ku plintir dan kupencet tanpa menyentuh dadanya, aku sengaja berbuat begitu agar dia penasaran dan memohon kepadaku.
Benar saja perkiraanku setelah beberapa lama kumainkan putingnya tanpa menyentuh dadanya dia memohon,
“Fer.. ahh.. kamu kok.. oohh.. cuma main.. aahh putingnya.. remas dadaku Fer.. please!”
“Hehehe.. aku kan udah janji mau ngebales kamu tadi, tunggu aja sampai saatnya nanti Sa” jawabku sambil tetap menggenjot lalu tangan kiriku menjambak rambutnya hingga kepalanya mendengah keatas.
Menurutku bercinta dengannya lebih enak dari pada kak Wilona yang agak pasif, Salsa cukup pintar mengimbangi gerakan-gerakanku, staminanya pun lebih baik sedangkan kak Wilona belum apa-apa sudah takhluk, makhlum Salsa ini orangnya rajin fitness.
“Uaahh.. aku udah mau keluar ni”
“Aku juga nih.. ayo sodok aku lebih cepat.. ouchh”
“Uahhh” begitu spermaku muncrat aku langsung berteriak dan meremas kedua buah dada Salsa dengan keras disusul pula dengan jeritannya.
“Akhhh sakitt.. enakk!” tanpa melepas batang penisku, kepalaku menyelinap ke balik ketiak kirinya, sasaranku adalah puting susunya yang indah itu.
Mulutku menangkap benda itu lalu ku sedot dengan gemas sementara tanganku masih meremas buah dadanya. Kubalikkan tubuhnya hingga kami saling berdiri berhadapan.
“Saksa, kamu nggak menyesal kan? tanyaku.
Dia hanya menggeleng dengan nafas yang masih memburu, tubuhnya licin mengkilap karena berkeringat.
“Fer, aku capek berdiri terus, bantu aku ke kasur dong” mintanya.
Maka kugendong dia kekeasur dengan kedua tanganku sambil bercumbu mesra, ku baringkan dia disebelah kak Wilona yang sudah bangun, lalu aku duduk di tepi kasur karena kasurku tidak cukup untuk tiga orang.
“Wuiihh main sama Salsa ribut banget, sori ya ngebangunin kak Wilona nih jadinya” kataku pada kak Wilona.
“Eeh kamu yang sadis kok masih nyalahin aku, awas ya!” kata salsa sambil menangkap penisku dan menggenggam dengan erat.
“Idih.. idih.. gitu ya lepasin Sa malu tuh diliatin kak Wilona”
“Minta ampun dulu, kalo nggak gak bakal aku lepasin nih!”
“Iya maaf.. maaf deh yang mulia putri, sekarang lepasin dong!” gila bukannya dilepas malahan dijilatinya batang penisku yang masih ada sisa sperma.
“Kalian kok berantem terus sih, lucu ah!” kata kak Wilona lalu dia mendekati kami dan ikut menjilati penisku.
Aku jadi merem melek keenakan menikmati permainan mulut mereka sambil mengelus rambut indah kak Wilona. Aku menyandarkan badanku di ujung kasur agar lebih nyaman, kedua gadis cantik ini kini berada didepanku sedang mempermainkan penisku.
Jilatan demi jilatan, emutan demi emutan membuatku menyemburkan kembali maniku namun kali ini sudah tidak banyak lagi yang keluar
Dengan rakusnya mereka berebutan melahap cairan spermaku itu sampai bersih, Mereka lalu menyuruhku telentang diranjang, aku tidak tahu mereka mau apa lagi tapi kuturuti saja.
Kak Wilona lalu naik ke atas penisku dan memasuki penisku hingga terbenam dalam kemaluannya, kemudian dia mulai bergoyang-goyang naik turun seperti naik kuda. Salsa naik keatas wajahku berhadapan dengan kak Wilona dan menyuruhku agar menjilati kemaluannya.
Sambil kuelus pantatnya yang mulus itu, lidahku menjelajahi liang vaginanya, gerakan lidahku bervariasi dari berputar-putar membuat lingkaran, mempermainkan klitorisnya, menggigit lembut klitorisnya, menusukkan jari tengahku sampai mendorong-dorongkan lidahku ke liang itu.
Tanganku bergantian memijati kedua payudaranya Salsa dan mengelus paha serta pantatnya, suatu ketika kuraba payudaranya, tanganku juga bertemu tangan kak Wilona disitu, jadi masing-masing payudara Salsa di pijati dua tangan.
Suara desahan mereka berdua memenuhi kamarku, terkadang suara itu berubah menjadi,
“Ehmm.. emhhh..” sepertinya itu suara mereka berdua sedang berciuman sehingga desahannya terhambat, aku tidak tahu persis karena waktu itu pandanganku tertutup tubuh Salsa.
Goyangan pinggul Salsa bertambah dahsyat ditambah lagi jepitan pahanya terkadang mengencang membuatku agak kewalaahan mengatasinya, sementara kak Wilona yang tidak kalah gilanya makin mempercepat gerakannya sehingga terasa sedikit sakit pada buah pelirku akibat tindihannya.
Akupun tidak mau kalah, kubalas dengan menggerakkan pinggulku, kurasakan batang penisku sudah terasa licin dan hangat oleh cairan yang keluar dari liang vaginanya, bersamaan dengan itu terdengarlah jeritas histeris kak Wilona yang tidak lama sesudahnya disusul dengan erangan Salsa dan tetesan cairan kenikmatan ke wajahku.
Tubuh keduanya mengejang diatas tubuhku selama beberapa saat, kurasakan goyangan kak Wilona mulai melemah sampai akhirnya berhenti, Salsa turun dari wajahku dan langsung menjatuhkan diri disampingku.
Kulihat tampang kak Wilona sudah kusut, rambut panjangnya berantakan sampai menutupi sebagian wajahnya dan tubuhnya sudah bermandikan keringat, dia jatuh telungkup di atasku, payudaranya menindih dadaku, empuk dan nikmat sekali rasanya, lebih enak dari ditindih bantal bulu angsa sekalipun.
Bahkan kak Wilona , gadis bagaikan gunung es itu sudah tidak perawan lagi, tapi aku tidak peduli soal itu yang penting kenikmatan yang kudapat waktu itu sangat hebat, lagipula liang vaginanya mereka masih sempit karena menurut pengakuan mereka jarang melakukannya karena pacar mereka tinggal terpisah jadi jarang bertemu.
Gara-garap permainan liar malam itu ebsok paginya aku tidak ikut kuliah jam 7 karena tubuhku pegal-pegal terutama bagian pinggang seperti mau copot rasanya, kumatikan wekerku dan meneruskan tidur sampai jam 10:00 ketika si bandel Salsa menggedor pintuku,
“Wei.. wei.. bangun pemalas, semalam ngapain aja kamu ? hehe”,,,,,,,,,,,,,,,,,,,