Cerita dewasa: Terpesona oleh tubuh tante Lian yang bohay

Author:

Kakakku menyuruh aku melihat sedikit tanah yang masih kosong di bagian belakang rumahnya. Tanah kosong itu ingin ditutupinya dengan atap supaya dapurnya bisa dimundurkan ke belakang, sehingga rumahnya kelihatan lebih luas, atau bisa jadi ia ingin membangun satu kamar lagi supaya kalau saudara-saudaranya datang bisa punya kamar tidur.

Rumah kakakku berada di sebuah perumahan yang masih baru dan belum ditempati oleh kakakku.

Sesuai dengan perintahnya, akupun datang ke rumahnya. Aku mengambil tangga yang sudah disediakan untuk memeriksa rumah di sebelah rumah kakakku bagaimana kondisinya supaya saat aku menyuruh tukang untuk mengatap tanah kosong di rumah baru kakakku ini bisa kuatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu rumah sebelah.

Sepertinya rumah sebelah belum di tempati, masih sepi. Tetapi setelah aku sampai di bagian atas perbatasan dinding rumah kakakku dengan rumah sebelah, oh… astaga…!

Buru-buru kuturunkan kepalaku dengan jantung berdebar, bukan karena aku melihat setan, tetapi aku melihat wanita cantik sedang telanjang bulat dengan tubuh yang montok, semok, dan bohay sedang menggantung pakaian basah di tali jemuran.

Benar-benar telanjang, juragan!

Sebagai anak muda yang baru berumur 22 tahun hormon testosteronku juga sedang aktif-aktifnya mana aku tidak penasaran melihatnya, Bro…

LIVE ini… lagi LIVE… bener-bener lagi LIVE, karena sewaktu aku mengintip lagi, ternyata ia lagi asyik ngaca di depan layar hapenya. Tadi ia berdiri membelakangiku, sekarang ia berdiri menghadap aku.

Teteknya… uugh… mantap, besar, Bro… memeknya tidak ditutupi bulu, sehingga… wawww, sudahlah… bener-bener rejeki nomplok buat aku pagi ini… pagi-pagi sudah disuguhi tontonan syuu..uurrr…

Selesai aku dengan urusan rumah kakakku, sewaktu aku keluar ke teras ingin mengunci pintu, “Eh… ngg.. ngg… tante… Cik…” kataku tergagap bertemu dengan wanita yang tadi telanjang itu, apalagi kulihat seorang laki-laki sedang duduk di kursi roda berjemur matahari…

“Iya… lagi melihat rumah ya, kapan ditempati…”

“Nggak tau, Cik… eh, Tante… ini rumah kakakku, bagian belakang mau diatap dulu… sekalian

Tante, berhubung sudah ketemu Tante dan Om, atas nama kakakku, aku minta maaf ya, jika nanti suara tukang berisik…”

“Nggak papa, Dek…”

“Saya permisi dulu ya, Tante… Om…”

Pekerjaan mengatap dimulai…

Aku disuruh oleh kakakku untuk menjaga tukang yang bekerja. Mungkin perlu bahan-bahan yang belum lengkap ingin dibeli, jadi aku bisa membelikannya.

Aku tentu saja senang sekali karena bisa bertemu dengan Tante Lian yang kalau menemani suaminya berjemur rambutnya masih basah dan bisa kelihatan dua biji yang cukup besar dari buah dadanya menonjol di kaos tanpa lengan yang dipakainya. Pahanya juga mulus

Aku berusaha untuk menginap di rumah kakakku supaya aku bisa lebih dekat dengan Tante Lian.

“Kalo pengen nonton televisi di sini aja, Hendro…” tawar Tante Lian sudah tidak memanggil aku ‘Dek’ lagi, tetapi namaku, berarti ia sudah cukup dekat denganku.

Ya… iyalah, setiap hari ketemu, setiap hari ngobrol…

“Belum punya pacar kamu…?”

“Belum, Tan…”

“Ya… ngapainlah cepet-cepet pacaran ya, nanti kalau kamu sudah nikah, kamu sudah terikat lho… nggak bisa ngobrol sebebas gini lagi dengan Tante, nanti kamu dicurigai…”

“Anak Tante… ada berapa yang sudah nikah…?”

“Anak Tante hanya satu… belum nikah, baru umur berapa… Tante juga baru umur berapa… berhubung ngurus suami yang sudah gak bisa apa-apa hanya duduk-baring-duduk-baring, Tante jadi kelihatan tua, ya…”

“He… he… gak juga, Tan…”

Siang, Tante Lian minta tolong aku menelepon tukang AC, karena katanya AC di kamarnya kurang dungin.

Setelah aku telepon, rupanya aku lupa memberitahukan pada Tante Lian bahwa tukang AC langganan di rumah kami itu baru bisa datang besok pagi, sehingga selesai tukang yang mengerjakan bagian belakang rumah kakakku pergi, baru aku ingat.

Selesai mandi dan hanya memakai celana pendek bersama kaos lengan buntung, aku pergi ke rumah Tante Lian. Karena pintu rumahnya terbuka, saat kakiku melangkah sampai di depan teras rumahnya, ohh…

Tante Lian yang sudah mandi hanya

memakai handuk duduk di kursi ruang tamunya dengan satu kaki terangkat di tempat duduk kursi, Tante Lian menggunting kuku kakinya. Tante Lian tidak memakai celana dalam dan duduknya menghadap ke pintu pula…

“Eh… Hendro…” Tante Lian buru-buru menurunkan kakinya, tapi bagaimana pun ia sudah membuat jantungku berdebar.

“Itu Tante… mmm.. mmm…” kataku tergagap. “Tukang AC…”

“Tukang AC, kenapa?”

Suaranya mendayu dan menggoda, waduh…

“Besok pagi baru bisa..”

“Besok nggak papa, sini duduk, Tante pengen ngomong…”

Aku melepaskan sandalku masuk ke ruang tamu, Tante Lian beranjak bangun dari duduknya pergi menutup pintu kamar, karena kulihat suaminya sedang berbaring di tempat tidur.

Setelah itu Tante Lian duduk di sampingku di bangku panjang, dan ah… ia mencium pipiku, “Sudah mandi, ya… pakai sabun apa, kok wangi sekali…?”

Kalau sudah begitu, masih bisa lo jawab, Bro… apalagi tadi sempat kulihat memeknya… dan apa pula tujuannya menutup pintu, kalau bukan…

Segera kurangkul lehernya, menarik wajahnya yang cukup cantik itu mendekat dan mencium bibirnya…

Rumah sepi, kondisi mengizinkan bibir kami berduapun saling bertautan dan bergelut satu dengan yang lain. panas, menggairahkan dan yang sudah pasti tangan Tante Lian segera merogoh keluar penisku yang tegang dari celana pendekku, terus digenggam, diremas dan dikocoknya.

Lha… masa aku diam saja? Nggaklah, Bro…

Segera kulepaskan handuknya. Dan sewaktu tubuh Tante Lian sudah telanjang bulat di depanku, bibirku dari bibir Tante Lian segera turun ke puting payudaranya, lalu kumasukkan puting besar berwarna hitam itu ke mulutku, segera kukenyot seperti anak kecil mengenyot puting susu ibunya.

“Sseesstthh… ooouuggg… oouuugghh… oouughh…” desah Tante Lian. “Trus, Hendrah… aahh.. ahh.. enak, Draahh…” racaunya saat jariku ikut berkarya di dalam lubang memeknya yang basah.

Tapi tak lama kemudian, penisku yang masih dikocoknya itu, air maninya meloncat keluar…. crraatt… crraattt… crroottt… crrooottt…. croott…

“He… he… masih kuat, sayang… spermamu gitu banyak… sudah berapa hari gak dikeluarkan, nech…”

kata Tante Lian membersihkan penisku dengan handuknya. “Kentel lagi, iihhhh……”

.. loncrot dulu Bro… aku tunggu, sudah…? ……….

Tante Lian mengulum penisku, dan di atas kursi panjang itu kita ber-69. Wawww… kuterkam memeknya dan kuhisap…. memek Tante Lian wangi, pasti sering dibersihkan dengan ekstrak daun sirih biar terus sepet lobangnya, walau sudah tidak dipakai… tapi siapa tau suatu hari… seperti sore ini…

Supaya tidak membuang-buang waktu, akupun mengajak Tante Lian ngentot.

Tante Lian duduk bersandar di kursi sedangkan pantatnya kutarik ke pinggir kursi, sehingga penisku gampang mengeksekusi lobang memeknya.

sambil berdiri di depan selangkangannya yang sedang mengangkang lebar, aku menusukkan penisku yang mengacung tegang itu ke lobang memek Tante Lian.

Slurrppp… blleesss…

Waawww… seruku sewaktu penisku terjepit di lubang sepet tapi basah itu… kucium bibir Tante Lian sambil kubisiki kata-kata mesra ke telinganya, baru kemudian penisku bergerak keluar-masuk mengocok dan memompa…

Namanya juga memek masih nikmat, apalagi yang empunya memek juga cantik dan nafsuin, hanya sepuluh menit kira-kira kugenjot lubang memek Tante Lian…

Bukan hanya sekali itu saja di sore hari itu kugenjot…

Beruntung Tante Lian belum dikenal oleh tetangga, sehingga sewaktu ia hamil, dikira kehamilannya berasal dari sperma suaminya, ternyata….