Cerita dewasa: Tidak tahan melihat Bu Sukiyah tidur di kasurku, aku setubuhi dia

Author:

malam itu, sewaktu saya mengembalikan kartu parkir kepada satpam kantor kami, Pak Rohim, ia berkata pada saya,: “Pak Amri, ibu itu sudah berdiri di situ hampir setengah jam.” Pak Rohim menunjuk ke trotoar. “Ia mau ke rumah saudaranya. Tadi ia ke sini tanyain saya pakai bus apa, saya nggak tau, Pak. Apa Pak Amri bisa bantu?”

“Coba Pak Rohim panggil ibu itu kemari, kalau saya bisa bantu, saya bantu,” kata saya.

Pak Rohim keluar dari pos-nya pergi memanggil seorang wanita yang sedang berdiri di trotoar. Saya memundurkan mobil saya supaya tidak menghalangi pintu gerbang, lalu turun dari mobil pergi menemui si ibu yang telah dibawa Pak Rohim ke pos satpam.

“Saya dibohongi sopir taksi, Pak! Saya diturunkan di tengah jalan,” kata si ibu yang memakai pakaian sederhana dan wajahnya lumayan cantik itu pada kami berdua.

Ia mengeluarkan dari tasnya secarik kertas yang bertuliskan alamat saudaranya dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Ternyata si ibu yang saya perkirakan usianya sekitar 40 tahunan ini tidak punya telepon genggam. Ia datang dari kampung turun di terminal. Lalu ia naik taksi gelap bayar 300 ribu, diturunkan oleh sopir taksi gelap di tengah jalan.

Saya tidak percaya sepenuh hati pada ibu ini, lalu saya minta Pak Rohim menelepon nomor yang tertera di secarik kertas itu. Pemiliknya bernama Sakimin, sedangkan si ibu bernama Sukiyah.

bu Sukiyah tidak mempermainkan kami. Sakimin benar saudaranya. Namun demikian, sudah malam begini saya tidak mungkin mau mencarikan taksi untuk mengantar Bu Sukiyah. Saya lalu pikir-pikir.

Sebaiknya saya membawanya ke apartemen saya. Siapa tahu ia bisa menghangatkan tubuh saya malam ini, besok pagi baru saya mencarikan taksi resmi untuknya.

Saya tidak berkata apa-apa pada Pak Rohim. “Ibu sudah makan, belum?” tanya saya pada Bu Sukiyah.

“Belum, Pak. Uang saya diambil habis oleh tukang taksi tadi.” jawabnya.

Saya mengajak Bu Sukiyah

naik ke mobil saya, ia tidak menolak. Di dalam mobil, Bu Sukiyah bercerita pada saya bahwa Sakimin, saudara sepupu dari suami Bu Sukiyah ini, berutang pada suami Bu Sukiyah sebesar 7 setengah juta rupiah sudah setahun lebih. Setiap kali ditagih, bilangnya nanti akan dikirim… nanti akan dititipkan… dan nanti yang lainnya.

Sekarang suami Bu Sukiyah sedang berbaring sakit, butuh uang untuk berobat. Terpaksa Bu Sukiyah datang sendiri menagih pada Sakimin, karena anak laki-laki Bu Sukiyah yang biasa mengantar Bu Sukiyah ke rumak Sakimin sedang ujian nasional.

Ada rasa kasihan, tapi ketika selesai makan saat menyeberang jalan menuju ke mobil, tangannya mau dipegang oleh saya, membuat hasrat seks saya timbul kembali, apalagi ia tidak menolak menginap di apartemen saya dan mulai turun hujan deras pula.

Di apartemen, saya meminjamkan Bu Sukiyah handuk untuk mandi, kemeja dan sarung untuk ganti pakaiannya yang bau keringat. Ia sama sekali tidak membawa pakaian, karena rencananya selesai dari rumah Sakimin, ia akan langsung pulang ke rumahnya.

Saya selesai mandi nanti, saya pikir, akan mengajak Bu Sukiyah omong-omong lagi, tapi Bu Sukiyah sudah mendengkur di atas tempat tidur saya. Begitu nikmat tidurnya dan ketika saya membuka gulungan pakaiannya, ternyata ada BH dan celana dalamnya, sayapun naik ke tempat tidur membuka ikatan sarungnya.

Saya melepaskan sarungnya tanpa ia terbangun sedikitpun. Kemudian saya melepaskan celana pendek saya dan mengangkang lebar kedua paha Bu Sukiyah yang putih. Dengan hanya sekali menekan saja, penis saya yang keras terjerumus ke dalam liang sanggama Bu Sukiyah yang dibalut bulu kemaluan tebal dan hitam itu. Saya menindihnya.

Bu Sukiyah terbangun. “Pak, kok saya diginiin?” tanyanya kaget memandang saya.

“Maaf, Bu! Ibu cantik, saya nggak tahan melihat Ibu,” jawab saya.

“Ahh… Bapak membohongi saya!”

“Sudah, Ibu nikmati saja!” kata saya sembari menggenjot liang vaginanya yang longgar dan basah dengan penis saya yang super tegang.

“Anak saya yang paling kecil baru 3 tahun, jangan hamilin saya ya, Pak!” pintanya kemudian.

Saya tersenyum lalu mencium bibirnya. Mata Bu Sukiyah terpejam perlahan dan ia memberikan saya memainkan lidahnya. Tangan sayapun tidak mendapat kesulitan lagi melepaskan kemejanya, sehingga membuat Bu Sukiyah yang mempunyai tetek montok itu bertelanjang bugil. Saya juga sudah telanjang dan terus memompa liang vagina Bu Sukiyah yang kian basah.

Bu Sukiyah mungkin sudah merasa nikmat dengan penis saya yang memenuhi liang vaginanya, pantatnya mulai terasa bergoyang pelan. Mulut saya mengisap puting payudaranya yang besar dan hitam, pantatnya kian bergoyang membuat penis saya di dalam liang vaginanya meliuk-liuk.

“Sudah enak?” tanya saya.

“Ahh, Bapak…!” ia memeluk saya erat dan malu saat saya membalik tubuhnya ke atas.

Penis saya memompa vaginanya dari bawah. “Paa..aakkk…. ssshhttt…. aaagghhh….” erangnya. “Saya nggak pernah di atas, maaf, Pak. Saya di bawah saja!”

Setelah membalik kembali tubuh Bu Sukiyah ke bawah, tak lama kemudian, tubuh saya pun mulai kejang. Ia terus membiarkan saya menggenjot liang vaginanya. Ceprett… cepreett…. cepprett….

Akhirnya keluarlah air mani saya di dalam liang vagina Bu Sukiyah. Crroot… crroott… crroottt…

Bu Sukiyah hanya berbaring diam. Setelah itu, ia membiarkan saya mencabut penis saya dari vaginanya dan membersihkan vaginanya yang berlumuran cairan sperma itu dengan tissu.

Kami lalu tidur telanjang di dalam selimut!

Saya tidak tahu jam berapa saat Bu Sukiyah bangun pergi ke kamar mandi. Kembali dari kamar mandi dengan berbalut kain sarung, ia berkata pada saya. “Saya mandi ya, Pak? Saya mau pergi ke rumah Sakimin pagi-pagi.”

Saya memeluk Bu Sukiyah. Ia memberikan saya menggumuli tubuhnya sekali lagi. Selesai, saya melihat jam, baru pukul 04:46. Bu Sukiyah pergi mandi. Seusai Bu Sukiyah mandi, saya menggaulinya sekali lagi dengan gaya ‘doggy style’. Selesai jam 05:27.

Saya memanggil taksi. Tak lama kemudian, taksi datang. sebelum Bu Sukiyah naik ke taksi,

saya memasukkan uang ke tas-nya. Ia berkata pada saya, kalau saya ada waktu, saya boleh main ke rumahnya. suaminya sedang berbaring sakit, nggak bisa apa-apa lagi.