Namaku Johan 13 tahun dan masih duduk di bangku SMP kelas2. Aku sangat bergantung sama pamanku Lik Bambang satu satunya adik ibuku. Mengapa aku bergantung pada Lik Bambang karena ayahku sudah meninggal sejak umurku lima tahun sedangkan ibuku jadi TKW di Arab Saudi dan tak pernah ada kabarnya sampai saat ini semenjak ditinggal ayahku meninggal. + a
Aku benar-benar yatim piyatu. Awalnya ibu menitipkan aku ke nenek namun saat aku SD kelas tiga nenek meninggal dunia karena terserang penyakit liver. Ia hanya mewariskan Lik Bambang anaknya yang tersisa dan rumah kecil di gang-gang sempit yang kumuh di Banyuwangi yang menjadi satu-satunya harapanku untuk menyambung hidup. + a
Sudah enam tahun aku menggantungkan hidup dengan Lik Bambang. Namun dengan sifat Lik Bambang yang keras rumah tangganya kandas di tenggah jalan yang menyayat hati Ayu, putri kandung satu-satunya dari pernikahan mereka. + a
Ayu yang masih berumur 7 tahun saat itu harus menerima kenyataan pahit kekerasan rumah tangga yang dialami orang tua mereka. Aku ingat betul saat itu Ayu memelukku kuat-kuat saat menyaksikan tempelengan Lik Bambang menghantam wajah istrinya di hadapan Ayu. Ia menangis histeris namun tak berdaya. + a
Kami berdua berpelukan dengan kencang dengan jantung berdegup kencang karena takut kelihaian tempelengan Lik Bambang juga menguasai tubuh kami yang tak berdosa. Saat itulah istri Lik Bambang menyambar asal comot pakaiananya di lemari yang dimasukan ke koper usang lalu menyeret paksa Ayu dari pelukanku untuk dibawanya minggat. + a
Dan pada hari itu aku hidup berdua dengan Lik Bambang di rumah warisan nenek. Hanya bersamanyalah aku menggantungkan hidupku dan jika saat itu ia kalap aku tak tahu harus hidup dengan siapa lagi. Untunglah Lik Bambang mau menerima serta menyekolahkan aku. Walaupun kita saling menyadari bahwa kita bukanlah darah kandung tapi ia juga memperhatikan perkembanganku sebagaimana ayah kepada anak yang kulihat di tivi-tivi. + a
Hidup bersama Lik Bambang tidak beda jauh dengan sekolah militer. Jika aku kurang berkenan atau punya kesalahan sedikit saja, bukan hanya pisuhan tapi juga dihajar olehnya. Hingga aku kebal atas tindakan kekerasan fisik olehnya yang menimpaku bertubi-tubi. Tempelengan, gamparan, jitakan, tendangan sudah tak kurasakan sakit lagi. Namun kusadari bahwa dibalik sifatnyayang keras ada hati yang manis di dalamnya. + a
Buktinya ia selalu memberiku banyak makan dan minum setelah aku dihajar olehnya dan mataku sembab karna tangisan yang tak kunjung berhenti. + a
“Ini makanlah yang banyak minum yang banyak. Kamu tahu tadi adalah pelajaran bagimu agar kamu tidak melakukan kesalahan lagi. Lik mendidikmu seperti ini supaya kamu menjadilelaki yang kuat yang tangguh. Lik bukan marah sama kamu justru Lik sayang kamu dengan mendidik kamu seperti ini. Sudah berhentilah menangis. Lik sayang Johan.” Sambil menyandarkan kepalaku di bahunya dengan penuh kasih sayang. + a
Sesekali ia memberi wejangan dengan mengelus-elus kepalaku. Saat itulah aku merasa aman berada disampingnya dan rasa sayangku pada Lik Bambang melebihi segalanya. Hanya dialah satu-satunya penjamin nasibku. + a
Pekerjaan Lik Bambang yang serabutan membuat perekonomiannya kadang seret kadang lancar. Saat perekonomian seret emosi Lik Bambang sering meninggi tanpa sebab musababnya. Pada saat itu aku tak berani untuk meminta uang saku atau uang untuk membeli buku sekolah karena pasti aku akan dihajar habis-habisan. Maka yang kulakukan adalah menarjet anak-anak culun di sekolahku kadang anak-anak SD untuk keperluan financialku sendiri seperti bayar buku, SPP, uang jajan, dll. Bahkan sisa uangnya kubelikan nasi bungkus untukku dan untuk Lik Bambang demi menghiburnya agar tak melakukan kekerasan fisik padaku. + a
Jika ada waktu luang aku sering membantu Lik Bambang bekerja seperti kuli pikul di pasar, kuli bangunan di proyek namun kehadiranku dianggapnya mengganggu pekerjaannya lalu aku diaksih uang jajan dan diusirnya pulang. Dari situlah aku seneng banget walaupun sebenarnya aku sudah membantu lama hingga capek tapi pamanku selalu memperhatikanku saat aku mulai lelah ia beralasan mengusirku untuk belajar saja yang rajin di rumah karena belum saatnya aku bekerja banting tulang itu katanya seraya memberi uang jajan. + a
You
Pada saat itu ada acara di sekolah dan masing-masing siswanya harus membayar iuran 50 ribu. Kucari Lik Bambang diternyata dia lagi olahraga di tempat fitness murahan kaum menengah ke bawah dengan diiringi lagu dangdut koplo remix yang berdentum keras di sound pojok ruangan. + a
“Kenapa kamu kesini?” tanyanya sambil meringis karena barbell besi tua diangkatnya. + a
“Di SMP ada acara Lik, semua siswa suruh bayar iuran 50 ribu” + a
“Asu buntung. Iuran lagi-iuran lagi, gurumu itu gak tau apa kalo aku gak punya duit. Suruh saja gurumu itu nguli angkut di pasar.” Umpatnya. + a
“Terus kapan terakhir?” + a
“Besok Lik.” + a
“Cueleng!! Ya wes nanti malam tak carikan duit aku mau lembur.” + a
Saat malam telah larut Lik Bambang pulang dengan membuka bajunya sambil menyambar handuk untuk merilekskan tubuh setelah seharian lembur. Dari kamar mandi terdengar suara gebyar gebyur air dingin yang tak dirasakan oleh badan Lik Bambang yang panas penuh keringat. Terbukti suara Lik Bambang tidak bergetar sama sekali saat berbicara denganku dari kamar mandi. + a
“Han kamu udah Tidur?” + a
“Belum LIk.” + a
“Bagus jangan tidur dulu ya. Lik mau ngomong sama kamu habis ini.” + a
“Baik Lik.” Dengan penuh tanda tanya di kepalaku. + a
Baru kali ini Lik Bambang sangat serius berbicara denganku seperti ada berita kematian yang akan mengejutkanku saja. Namun kuturuti saja, hati ini tak kuasa untuk menanyakan lagi karena aku tahu itu bakalan tak berkenan di hati Lik karena sudah termasuk membantah walaupun hanya menanyakan hal apa yang akan dibahasnya. + a
Ia keluar dengan melilitkan handuk di pingganngya lalu mendekatiku duduk tepat di sampingku. Bisa kucium aroma kesegaran sabun nuvo yang menyeruak dari badan Lik Bambang yang tak berbalut pakaian karena habis mandi. + a
“Kamu tahu kan kalau aku bekerja keras demi menyambung hidup kita berdua.” + a
“Iya Lik.” + a
“Dan kamu tahu kan kalau kamu bukan anakku. Tapi aku dengan ikhlas membesarkanmu. Kamu juga tahu kalau rumah tanggaku sudah lama hancur.” + a
“Maksud Lik?” kupotong omongannya lalu kupandang matanya yang penuh dengan penuh pertanyaan. + a
“Santai saja dengarkan dulu. Jujur saja ya kamu bisa merasakan bahwa Lik sayang kamu gak? Maksudku dengan kerja banting tulang demi menyambung hidup kita berdua, lalu dengan aku menyekolahkanmu supaya kita tak hidup sengsara kelak, dengan caraku mendidikmu dengan keras supaya kamu menjadi laki-laki tangguh, itulah caraku menyalurkan sayangku padamu. Apakah kamu merasa kusayangi? Dan apakah kamu juga menyayangiku seperti ayah kandung? Jujur saja gak papa. Kalau iya katakana iya kalau tidak katakan tidak.” + a
Setelah kudengar pernyataannya mataku mulai berkaca-kaca lalu meneteksan air mata di pipi sambil kupandangi terus mata Lik Bambang dengan penuh makna dan harapan. Aku tak bisa mengatakan apa-apa setelah mendengar kata-kata paling romantis yang pernah keluar dari mulut Lik Bambang. + a
Kuekspresikan perasaanku saat itu dengan memeluk rapat badan Lik Bambang. Kubenamkan wajahku ke lengan Lik Bambang hingga lengannya yang berotot penuh urat pembuluh darah itu basah oleh air mataku. Hanya kata-kata “Johan sayang Lik Bambang” itu saja yang bisa kuucapkan sambil tersedu-sedu sesak. + a
“Sudah-sudah cup-cup aku mengerti sekali perasaanmu. Karena kamu begitu menggantungkan hidupmu padaku. Syukurlah aku sangat sayang padamu. Aku tak akan mungkin mencampakkanmu begitu saja. Aku berjanji kau akan kubesarkan seperti anakku sendiri. Pegang kata-kata Lik percayalah sama Lik.” Sambil memelukku dengan mesra serayamengelus-elus kepalaku. + a,,,,,,,,,,,,,