Cerita Mesum Akibat Manja Jadi Tak Mengenal Seks – Bisa di bilang aku berasal dari keluarga yang lumayan kaya. Aku menjadi ajak laki2 satu2 nya. D “Ada apa, Lin?”, Tanyaku tak mengerti perubahan sikapnya yg begitu tiba-tiba. “Tak .., tak ada apa-apa, sahut Lidya sembari merapihkan pakaiannya. Aku bangkit dan duduk di sisi pembaringan. Memandangi Lidya yg sudah rapi berpakaian. Aku memang tak mengerti dgn kekecewannya. Lidya memang pantas kecewa, karena alat kejantananku mendadak saja layu. Padahal tadi Lidya hampir sudah mengantaku ke puncak kenikmatan
an juga yang terakhir. Kedua kakakku perempuan tidak ada yang laki2. Dan jarak umur antara kami cukup jauh juga. Antara lima dan enam tahun. Karena anak bungsu dan juga satu-satunya laki laki, jelas sekali kalo aku sangat dimanja. Apa saja yang aku inginkan, pasti dikabulkan. Seluruh kasih sayg tertumpah padaku.
Dari kecil aku selalu dimanja, sampai besarpun aku terkadang masih suka minta dikeloni. Aku suka kalo tidur sembari menerapkan Ibu, Mbak Lisa atau Mbak Indira. Namun aku tak suka kalo dikeloni Bapak. Entah kenapa, mungkin badan Bapak besar dan dapat ditumbuhi rambut halus yg cukup lebat. Padahal Bapak paling sayg padaku. Karena apapun yg aku ingin minta, selalu diberikan. Aku memang tumbuh menjadi anak yang manja. Dan sikapku juga terus seperti anak balita, meski umurku sudah cukup dewasa.
Pernah aku menangis semalaman dan mengurung diri di dalam kamar hanya karena Mbak Indira menikah. Aku tak rela Mbak Indira jadi milik orang lain. Aku benci dgn suaminya. Aku benci dengan semua orang yang bahagia melihat Mbak Indira diambil orang lain. Setengah mati Bapak dan Ibu membujuk serta menghiburku. Bahkan Mbak Indira eksplorasi macam-macam agar aku tak terus menangis. Memang tingkahku tak ubahnya seorang anak balita.
Tangisanku baru berhenti setelah janji akan membelikanku motor. Padahal aku sudaH punya mobil. Namun memang sudah lama aku ingin dibelikan motor. Hanya saja Bapak belum bisa membelikannya. Kalo mengingat kejadian itu memang menggelikan sekali. Bahkan aku sampai tertawa sendiri. Habis lucu sih .., Soalnya waktu Mbak Indira menikah, umurku sudah 21 tahun.
Hampir lupa, Saat ini aku masih kuliah. Ceramah sekali aku kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta yang cukup keren. Di kampus, sebenarnya ada seorang perempuan yang perhatiannya begitu besar sekali. Namun aku sama sekali tak tertarik padanya. Dan aku selalu menganggapnya sebagai kawan biasa saja. If banyak kawan-kawanku, terutama yg laki laki bilang kalo perempuan itu menaruh hati padaku.
Sebut saja namanya Lidya. Punya wajab cantik, kulit yang putih seperti kapas, badan yang padat dan padat berisi serta dada yang membusung dengan ukuran yang cukup besar. Sebenarnya banyak laki laki yg menaruh hati dan mengharapkan cintanya. Namun Lidya malah menaruh hati padaku. Sedangkan aku sendiri sama sekali tak peduli, tetap menganggapnya hanya kawan biasa saja. Namun Lidya juga tak peduli. Perhatiannya malah semakin bertambah besar saja. Bahkan dia sering ke rumahku, Bapak dan Ibu juga senang dan berharap Lidya bisa jadi kekasihku.
Begitu juga dgn Mbak Lisa, sangat cocok sekali dgn Lidya Namun aku tetap tak tertarik padanya. Apalagi sampai jatuh cinta. Anehnya, hampir semua kawan mengatakan kalo aku sudah pacaran dgn Lidya, Padahal aku tak pernah pacaran dgnnya. Hubunganku dgn Lidya memang akrab sekali, meskipun tak bisa dikatakan berpacaran.
Seperti biasanya, setiap hari Sabtu sore aku selalu mengajak Bobby, anjing pudel kesayganku jalan-jalan foto Monas. Perlu diketahui, aku mendapatkan anjing itu dan Mas Herlambang, suaminya Mbak Indira. photomemek.com Karena pemberiannya itu aku jadi suka Mas Herlambang. Padahal tadinya aku benci sekali, karena menganggap Mas Herlambang telah merebut Mbak Indira dan sisiku. Aku memang mudah sekali disogok. Apalagi oleh sesuatu yang aku sukai. Karena sikap dan sikap tingkah laku sehari-hariku masih, dan aku belum bisa berpikir atau berpikir secara dewasa.
Tanpa diduga sama sekali, aku bertemu dgn Lidya. Namun dia tak sendiri. Lidya bersama Mamanya yg umurnya mungkin sebaya dgn Ibuku. Aku tak canggung lagi, karena memang sudah saling mengenal. Dan aku selalu memanggilnya Tante Amanda.
“Bagus sekali anjingnya ..”, piji Tante Amanda.
“Iya, Tante. diberi sama Mas Herlambang ”, sahutku bangga.
“Siapa namanya?” tanya Tante Amanda lagi.
“Bobby”, sahutku tetap dgn nada bangga.
Tante Amanda meminjamnya sebentar untuk berjalan-jalan. Karena terus-menerus terus menerus dan membuatku bangga, dengan hati dipenuhi kebanggaan aku meminjaminya. Sementara Tante Amanda pergi membawa Bobby, aku dan Lidya duduk di bangku taman dekat patung Pangeran Diponegoro yang menunggang kuda dgn gagah. Tak banyak yg kami obrolkan, karena Tante Amanda sudah kembali lagi dan memberikan Bobby padaku sembari terus-terus menerus. Membuat dadaku jadi hiasan dan padat seperti mau meledak. Aku memang paling suka kalo dipuji.
Oh, ya .., Nanti malam kamu datang .. ”, ujar Tante Amanda sebelum pergi.
“Ke rumah ..?”, Tanyaku memastikan.
Iya.
“Memangnya ada apa?” tanyaku lagi.
“Lidya ulang tahun. Namun nggak mau dirayakan. Katanya cuma mau beritanya sama kamu ”, kata Tante Amanda Iangsung.
“Kok Lidya nggak bilang sih ..?”, Aku mendengus sembari menatap Lidya yg jadi memerah wajahnya. Lidya hanya diam saja.
“Jangan lupa jam tujuh malam ya ..” kata Tante Amanda mengingatkan.
“Iya, Tante”, sahutku.
Dan memang tepat jam tujuh malam aku datang ke rumah Lidya. Suasananya sepi-sepi saja. Tak terlihat ada pesta. Namun aku disambut Lidya yang memakai baju seperti mau pergi ke pesta saja. Tante Amanda dan Oom Joko juga berpakaian seperti mau pesta. Namun tak terlihat ada seorangpun tamu di rumah ini kecuali aku sendiri. Dan memang benar, ternyata Lidya berulang tahun malam ini. Dan hanya kami berempat saja yg ada di posnya.
Perlu diketahui kalo Lidya adalah anak tunggal di dalam keluarga. Namun Lidya tak manja dan bisa mandiri. Acara ulang tahun biasa-biasa saja. Tak ada yg istimewa. Selesai makan malam, penutup tempat tiduraku ke balkon rumah yg menghadap langsung ke halaman belakang.
Entah disengaja atau tak, Lidya membiarkan sebelah pahanya tersingkap. Namun aku tak peduli dgn paha yg indah padat dan putih terbuka cukup lebar itu. Bahkan aku tetap tak peduli meskipun Lidya menggeser duduknya hingga hampir merapat dgnku. Keharuman yang terkenal dari badannya tidak membuatku bergeming.
Lidya mengambil tanganku dan menggenggamnya. Bahkan dia meremas-remas jari tanganku. Namun aku hanya menatap wajahku, begitu dekat dengan wajahku. Begitu mendengar sehingga aku bisa merasakan kehangatan hembusan napasnya menerpa kulit wajahku. Namun tetap saja aku tak merasakan sesuatu.
Dan tiba-tiba saja Lidya mencium bibirku. Sesaat aku tersentak kaget, tak menygka kalo Lidya akan seberani itu. Aku menatapnya dengan tajam. Namun Lidya malah menyalahkannya dengan sinar mata yang itu sangat sulit.
Kenapa kau menciumku ..? polos tanyaku.
“Aku mencintaimu”, sahut Lidya agak tertarik pada suaranya.
“Cinta ..?” aku mendesis tak mengerti.
Entah kenapa Lidya tersenyum. Dia menarik tanganku dan menaruh di atas pahanya yg tersingkap Cukup lebar. Meskipun malam itu Lidya mengenakan rok yang panjang, namun belahannya hampir sampai pinggul. Sehingga pahanya jadi cukup terbuka lebar. Aku merasakan betapa halusnya kulit paha perempuan ini. Namun sama sekali aku tidak merasakan apa-apa.
Dan sikapku tetap dingin meskipun Lidya sudah melingkarkan ke leherku. Semakin dekat saja jarak wajah kami. Bahkan badanku dgn badan Lidya sudah hampir tak ada jarak lagi. Kembali Lidya mencium bibirku. Kali ini bukan hanya mengecup, namun dia melumat dan mengulumnya dengan penuh gairah. Sedangkan aku tetap diam, tak memberikan reaksi apa-apa. Lidya rilis pagutannya dan menatapku, Seakan tak percaya kalo aku sama sekali tak bisa apa-apa.
Kenapa diam saja ..? ” tanya Lidya merasa kecewa atau menyesal karena telah mencintai laki-laki sepertiku.
Namun tak .., Lidya tak menampakkan kekecewaan atau penyesalan Justru dia mengembangkan senyuman yg begitu indah dan manis sekali. Dia masih melingkarkan wilayah ke leherku. Bahkan dia mengalami kesulitan dadanya yg membusung padat ke dadaku.
Terasa padat dan kenyal dadanya. Seperti ada denyutan hangat. Namun aku tak tahu dan sama sekali tak merasakan apa-apa meskipun Lidya memaksa dadanya cukup kuat ke dadaku. Seakan Lidya berusaha untuk membangkitkan gairah kejantananku. Namun sekali aku tak bisa apa-apa. Bahkan dia mengalami kesulitan dadanya yg membusung padat ke dadaku.
“Memangnya aku harus bagaimana?” aku malah balik bertanya.
“Ohh ..”, Lidya mengeluh panjang.
Dia seakan baru benar-benar menyadari kalo aku bukan hanya tak pernah pacaran, namun masih sangat polos sekali. Lidya kembali mencium dan melumat bibirku. Namun sebelumnya dia mengatakan kalo aku harus membalasnya dengan cara-cara yang tak pantas untuk marah. Aku coba untuk menuruti keinginannya tanpa ada perasaan apa-apa.
“Ke kamarku, yuk ..”, bisik Lidya mengajak.
“Mau apa ke kamar?”, Tanyaku tak mengerti.
“Sudah banyak tanya. Ayo .. ”, ajak Lidya menyeberang.
“Namun apa nanti Mama dan Papa kamu tak marah, Lin?”, Tanyaku masih tetap tak mengerti keinginannya.
Lidya tak menyahuti, malah berdiri dan menarik tanganku. Memang aku seperti anak kecil, menurut saja dibawa ke dalam kamar perempuan ini. Bahkan aku tak protes ketika Lidya meminta pintu kamar dan melepaskan bajuku. Bukan hanya itu saja, dia juga melepaskan celanaku hingga yg tersisa tinggal celana dalam saja Sedikitpun aku tak merasa malu, karena sudah biasa aku hanya memakai celana dalam saja kalo di rumah.
Lidya memandangi badanku dan kepala sampai ke kaki. Dia tersenyum-senyum. Namun aku tak tahu apa arti semuanya itu. Lalu dia menuntun dan membawanya ke pembaringan. Lidya mulai menciumi wajah dan leherku. Terasa begitu hangat sekali hembusan napasnya.
Lidya ..
Aku tersentak ketika Lidya melucuti pakaiannya sendiri, hingga hanya pakaian yang tersisa melekat di badannya. Kedua bola mataku sampai membeliak lebar. Untuk pertama kalinya, aku melihat sosok badan sempurna seorang wanita dalam keadaan tanpa busana. Entah kenapa, tiba-tiba saja dadaku berdebar menggemuruh Dan ada suatu perasaan aneh yg tiba-tiba saja menyelinap di dalam hatiku.
Sesuatu yg sama sekali aku tak tahu apa namanya, bahkan hidup, belum pernah merasakannya. Debaran di dalam dadaku semakin keras dan menggemuruh saat Lidya menerapkan dan menciumi wajah serta leherku. Kehangatan badannya begitu terasa sekali. Dan aku menurut saja saat berbaring berbaring. Lidya ikut berbaring di sampingku. Jari-jari menjunjung tinggi menjelajahi sekujur badanku. Dan dia tidak mencium bibir, wajah, leher, dan dadaku yang bidang dan berbulu berbulu.
Tergesa-gesa Lidya rilis penutup terakhir yang melekat di badannya. Sehingga tak ada selembar benangpun yang masih melekat di sana. Saat itu pandangan mataku jadi nanar dan berkunang-kunang. fantasiku.com Bahkan kepalaku terasa pening dan berdenyut menatap badan yg polos dan indah itu. Begitu rapat badannya ke badanku, sehingga aku bisa merasakan kehangatan dan kehalusan kulitnya. Namun aku masih tetap diam, tak tahu apa yg harus kulakukan. Lidya mengambil tanganku dan menaruh di dadanya yang membusung padat dan kenyal.
Dia membisikkan sesuatu, namun aku tak mengerti dengan permintaannya. Sabar sekali dia menuntun jari-jari tanganku untuk meremas dan memainkan bagian atas dadanya yang berwarna coklat kemerahan. Tiba-tiba saja Lidya. menjambak rambutku, dan membenamkan Wajahku ke dadanya. Tentu saja aku jadi gelagapan karena tak bisa bernapas. Aku ingin mengangkatnya, namun Lidya malah memaksa dan terus membenamkan wajahku ke tengah dadanya. Saat itu aku merasakan sebelah tangan Lidya menjalar ke bagian bawah perutku.
“Okh ..?!”.
Aku tersentak kaget setengah mati, ketika tiba-tiba merasakan jari-jari tangan Limda menyusup masuk ke balik celana dalamku yang tipis, dan ..
Lidya, apa yg kau lakukan ..? ” tanyaku tak mengerti, sembari mengangkat wajahku dari dadanya.
Lidya tak menjawab. Dia malah tersenyum. Sementara perasaan hatiku semakin tak menentu. Dan aku merasakan kalo bagian badanku yang vital menjadi sangat kuat, keras dan berdenyut serasa mudah diakses. Sedangkan Lidya malah menggenggam dan meremas-remas, membuatku mendesis dan merintih dengan berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Namun aku hanya diam saja, tak tahu apa yg harus kulakukan. Lidya kembali menghujani wajah, leher dan dadaku yang sedikit berbulu dengan ciuman-ciumannya yang hangat dan penuh gairah membara.
Memang Lidya begitu aktif sekali, membangkitkan gairahku dengan berbagai macam cara. Berulang kali dia menuntun tanganku ke dadanya yang kini polos sudan.
“Ayo dong, jangan diam saja ..”, bisik Lidya disela-sela tarikan napasnya yg memburu.
“Aku .., Apa yg harus kulakukan?” tanyaku tak mengerti.
“Cium dan peluk aku ..”, bisik Lidya.
Aku berusaha untuk menuruti semua keinginannya. Namun tampaknya Lidya masih belum puas. Dan dia semakin meningkatkan gairah gairahku. Sementara bagian bawah badanku semakin menegang serta berdenyut.
Entah berapa kali dia membisikkan kata di telingaku dengan suara tertahan akibat hembusan napasnya yang memburu seperti lokomotif tua. Namun aku sama sekali tidak mengerti dgn apa yg d ibisikkannya. Waktu itu aku benar-benar bodoh dan tak tahu apa-apa. Meski sudah berusaha mencoba apa saja yaang dimintanya.
Sementara itu Lidya sudah menjepit pinggangku dgn pasangan pahanya yg putih mulus. Lidya berada tepat di atas badanku, sehingga aku bisa melihat seluruh lekuk badannya dengan jelas sekali.
Entah kenapa tiba-tiba di sekujur badanku menggelelar ketika penisku tiba-tiba ada sesuatu yang lembab, hangat, dan agak basah. Namun tiba-tiba saja Lidya memekik, dan menatap bagian penisku. Seakan-akan dia percaya dengan apa yang ada di depan matanya. Sedangkan aku sama sekali tak mengerti. PadahaIwaktu itu Lidya sudah tergerak oleh gejolak membara badan polos tanpa sehelai benangpun menempel di badannya.
“Kau ..”, desis Lidya terputus suaranya.
“Ada apa, Lin?” polos tanyaku.
“Ohh ..”, Lidya mengeluhh panjang sembari menggelimpangkan badannya ke samping. Bahkan dia langsung turun dari pembaringan, dan menyambar pakaiannya yg berserakan di lantai. Sembari memandangiku yg masih terbaring dalam keaadaan polos, Lidya mengingat lagi pakaiannya. Waktu itu aku melihat ada kekecewaan tersirat di dalam sorot matanya. Namun aku tak tahu apa yg kecewa.
“Ada apa, Lin?”, Tanyaku tak mengerti perubahan sikapnya yg begitu tiba-tiba.
“Tak .., tak ada apa-apa, sahut Lidya sembari merapihkan pakaiannya.
Aku bangkit dan duduk di sisi pembaringan. Memandangi Lidya yg sudah rapi berpakaian. Aku memang tak mengerti dgn kekecewannya. Lidya memang pantas kecewa, karena alat kejantananku mendadak saja layu. Padahal tadi Lidya hampir sudah mengantaku ke puncak kenikmatan.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,