Yosua serta Fendi memasuki ruangan gambarkopi di kantornya yang tak ada orang. Karyawan-karyaman lain sedang mengambil jam makan siang mereka tetapi Yosua ingin menunjukkan faktor lain yang lebih mengenyangkan.
“Eh istri gw kok bisa udah cukuran ya? Pas ama lo dirinya udah cukuran belum?”
“Lebih cocoknya pas ama gw dirinya cukurannya.”
“Sumpah?”
“Nih liad aja videonya.”
Yosua menyerahkan suatu cd serta memutarnya di laptop Fendi yang sedari tadi ia bawa. Fendi tertakjub-takjub melihat adegan langsung istrinya yang sedang bersenggama dengan sahabatnya. Bagaimana istrinya bergelinjang saat penis Yosua memasuki celah kewanitaannya. Bagaimana ia terlihat begitu nakal meminta Yosua mencukur bulu jembutnya. Bagaimana ia begitu nafsu menjilati penis Yosua. Pemandangan ini membikinnya begitu bernafsu, ia tak bisa lagi menahan jendolan besar di dalam celana dalamnya.
“Asik kan bro?”
“Enak enggak istri gw?”
“Enggak sempat enggak enak.”
Mereka berdua tertawa serta meperbuat tos seolah-olah keduanya bangga telah meperbuat sesuatu. Mereka melanjutkan melihat rekaman adegan senggama Mona serta Yosua saat seseorang memasuki ruangan itu.
“Loh? Ada orang?”
Fendi menutup layar laptopnya terkejut serta bersama-sama membalikkan badannya kikuk bersama Yosua. Mario, boss dari mereka sedang berdiri sambil membawa suatu tumpukkan kertas. Ia terlihat bimbang melihat ekspressi kaget mereka berdua yang tak bisa berkata apa-apa. Keringat dingin mulai menetes di kedua dahi laki-laki tersebut. Mario mendekat serta bisa mendengar suara erangan-erangan nakal dari dua insan yang berasal dari video itu.
“Nonton bokep ya kalian?”
“Emmmmh itu pak….emmmmh anu…”
Tanpa minta ijin, Mario membuka laptop itu serta terkejut melihat pelaku kegiatan “bokep” itu. Ia mengenali Mona dari agenda gathering kantornya 6 bulan yang lalu, serta ia tahu tentu Mona bukanlah istri dari Yosua. Ia menengok ke arah Fendi serta Yosua yang sama-sama menundukkan kepalanya menghadap ke lantai.
“Kamu tahu bakal ini Fendi?”
“Emhhh…sebenernya pak….”
“Sebenernya?”
“Emmmhhh….kami telah…emmmhhh….memberbagi ijin untuk….anu…untuk….”
“Untuk saling bertukar pasangan?”
“Iya, emmmmh..untuk itu….”
“Istri kalian tahu?”
“Tidak pak……kami tidak..emmmh..mengumumkan mereka….”
Mario mengangguk-angguk serta mematikan video itu.
“Orang-orang telah mulai kembali ke sini serta bakal heboh apabila semua orang tahu.”
Fendi serta Yosua hanya bisa mengangguk.
“Bisa kalian tutup pintu ruangan ini?”
Yosua berlangsung serta menutup pintu ruangan kecil itu. Mario luar biasa suatu bangku serta mempersilahkan mereka duduk.
“Aku tak menyangka kalian tak mengumumkan “kegemaran” kalian sebelumnya ke saya.”
Yosua serta Fendi sama-sama terkejut.
“Maksud….maksud bapak?”
“Perusahaan ini perusahaan besar. Lebih dari dua ratus karyawan. Apa kalian kira sedikit jumlah laki-laki paruh baya yang membutuhkan hiburan baru?”
Yosua serta Fendi tak bisa mengatakan apa-apa.
“Yang lebih mengejutkan lagi, kalian meperbuatnya sangatlah seperti prosedur kami. Tak memberitahu pasangan yang dimaksud sama sekali.”
Yosua serta Fendi sama-sama mengangguk.
“Meski begitu, ada satu ada dua orang istri yang telah mengenal kegiatan ini. Tetapi pastinya mereka merahasiakannya dengan baik, sekaligus dengan bahagia hati ikut berpartisipasi.”
“Emmmhhhh….anu pak…jadi maksud bapak di perusahaan ini tak sedikit juga yang…emmmh..tukar istri?”
“Lumayan, tidak hanya saya ada pak Yusuf di tahap personalia, pak Robert di tahap akuntan, pak Sunaryo di tahap marketing, pak Santoso di tahap komputerisasi, serta..hmmmm pak Hassan si vice president.”
Yosua serta Fendi tak bisa menutupi keterkejutan mereka.
“Telah berapa lama kalian meperbuat ini?”
“Hmmmm, mungkin belum hingga seminggu pak.”
“Benar, kami baru mulai meperbuat ini rabu lalu.”
“Keren sekali, berarti kalian tetap baru ya.”
Yosua serta Fendi sama-sama mengangguk.
“Kita bakal meperbuat gathering di ruang rapat pada hari rabu ini. Kalian bakal saya panggil untuk rapat pada hari rabu siang, serta pastinya, kami bakal rapat bukan?”
Mario tersenyum lebar. Yosua serta Fendi membalas senyumannya dengan kikuk.
“Ya telah, kalian jangan tak jarang-tidak jarang cuti kalau tak mau, terpaksa, saya pecat. Lanjtukan pekerjaan kalian!”
Yosua serta Fendi menunduk hormat serta berjala keluar dari ruangan gambarkopi itu dengan terburu-buru.
Yosua – Rabu pukul 14.37
“Kau telah menerima panggilannya fen?”
“Telah, kau?”
“Yup, ruang rapat kan?”
Mereka berdua mulai berdiri serta berlangsung menuju ruang rapat yang dimaksud.
“Apakah kau memikirkan ini dua hari kebelakang?”
“Rutin. Bahkan meskipu hampir dua kali ini gw berhubungan mulu sama Mona, entah kenapa pikiran gw rutin ke pertemuan ini.”
“Dua kali ini berturut-turut? Semangat amat lo?”
“Iya dong, sekali di dapur. Sumpah waktu itu Mona tauk-tauk ngajakin gw abis makan malem.”
“Terus?”
“Iya, rupanya tuh seharian dirinya pakai seperti vibrator kecil di dalam memeknya. Pas gw buka celana dalemnya, dirinya tuh udah basah banget.”
“Anjrit, asik banget.”
“Penis gw masuknya aja udah gampang banget. Gak nyampe sepuluh menit, kami berdua sama-sama nyampe.”
“Yang kedua?”
“Kalau ini lebih gila lagi, dirinya ngajakin gw di balkon pas malem-malem.”
“Di balkon?”
“Iya, entah nonton apa aja dirinya belakangan ini.”
“Gak masuk angin lo?”
“Kagak dong, udah minum tolak angin.”
“Terus gimana begituannya?”
“Maknyuss! Gw maenin dirinya kini di anusnya. Rapet parah! Dirinya bilang dirinya belum sempat tapi entah kenapa gw rasa dirinya bo’ong.”
“Gak mungkin gitu doang kan?”
“Enggak lah. Dirinya gw doggy style selagi beberapa menit, terus berubah posisi hingga dirinya meluk gw sambil gw duduk di bawah.”
“Emmmh, enak banget lo kayaknya.”
“Belom lagi memeknya yang lezat banget. Beneran deh Yos, entah kenapa libido gw naek drastis seminggu ini. Gw berasa anak kuliahan lagi!”
“Sama bro! Gw juga.”
“Lah lo gimana ama istri lo? Bukannya lagi dapet?”
“Kan berdarahnya di meki, gw maennya ya di bool.”
“Asik deh, gimana rasa anus istri lo.”
“Mantap bro! Dari woman on top ampe misionaris semua gw coba. Dirinya bahkan minta belajar deepthroat dama minta di face-fuck.”
“Face-fuck?”
“Iya, sehingga dirinya mau ngulum penis gw selagi gw maenin pinggul gw maju ke depan serta ke belakang kayak kalau lagi vaginal seks.”
“Rasanya gimana?”
“Sumpah mati asik sob!”
“Lain kali gw wajib coba, semoga aja pinggang gw enggak ngilu duluan.”
“Bicara begini sehingga tegang punya gw.”
“Sama, eh kami udah nyampe.”
Yosua serta Fendi berdiri di depan suatu pintu ruang rapat serta membukanya. Di dalamnya lima orang laki-laki berumur 40 – 50an sedang duduk sambil bersenda gurau.
“Nah ini dirinya anak buah baru kita!” Mario menyambut mereka sambil tersenyum lebar.
“Yosua serta Fendi kan? Saya rasa kalian saya telah kenal saya.”
“Tentu pak Hassan.” Fendi serta Yosua menunduk hormat.
“Ah tak usah terlalu formal. Silahkan duduk serta tolong tutup pintunya.”
Mereka duduk di sebelah Santoso serta Sunaryo yang langsung menyambut mereka hangat.
“Wah Fendi! Tak kusangka kau juga suka main beginian.”
“Iya pak Santoso, telah jenuh-jenuhnya.”
“Aku juga begitu tiga tahun lalu, untung aku berjumpa dengan Mario serta Hassan. Tiga gelas bir kemudian, terbentukalh klub ini.”
“Benar! Klub tukar istri!” Robert menyahut dari seberang meja serta tertawa lebar.
“Kau telah berapa lama meperbuat ini Yos?” Sunaryo bertanya.
“Baru seminggu pak.”
“Wah baru sekali! Bagaimana kau mengenal mereka Mario?”
“Mereka lagi nonton hasilnya saat aku masuk di ruang gambarkopi.”
“Kau rekam semua itu? Asik kali!”
“Be..begitulah pak…hehe”
“Langsung saja ke agenda kita. Baik seusai minggu lalu kami melakuka rotasi kami dengan amat sempurna. Bagaimana rasanya Rosita ,Santoso?” Mario berdiri dari kursinya.
Santoso hanya bisa mengacungkan jempol.
“Dan saya rasa semua juga puas kan?”
Semua kecuali Fendi serta Yosua mengangguk.
“Saya telah memasukkan nama Mona, istri Fendi, serta Sinta, istri Yosua ke dalam kotak kocokkan kita.”
“Kotak kocokkan?”
“Kamu tahu kan prosedur arisan Yos?”
“Oh seperti arisan…”
Fendi mendekati Yosua serta berbisik di telinganya.
“Jadi inget arisan istri lo”
“Sssst!”
Fendi tertawa mendengar reaksi Yosua.
“Dari semua istri, hanya istri saya, Rosita serta istri Hassan, Nuraini yang mengenal ‘permainan’ kita. Oleh sebab itu, siapapun yang memperoleh kedua nama itu bisa meperbuatnya tanpa ‘taktik’ tertentu.”
“Benar sekali. Untuk istri Robert, Linda. Istri Sunaryo, Asih serta istri Santoso, Mela, kami wajib menggunakan suatu tips khusus.”
“Lebih cocoknya obat khusus.”
Hassan mengeluarkan suatu kotak obat dari bawah mejanya.
“Obat?”
“Iya, obat peningkat nafsu seksual yang Hassan temukan di arab. Dengan obat ini, istri-istri yang tak tahu menahu itu bakal menjadi horny seketika. Ingat, seketika serta bersedia meperbuat hubungan itu. Tetapi seusai ia tertidur serta kelelahan, ia tak bakal mengingat faktor yang terjadi. Semua bagai mimpi basah bagi mereka.”
“Tapi pak, apakah tak ada efek sampingnya?” Fendi bertanya ragu.
“Meskipun kami bisa merayu mereka dengan tutorial tradisional, apakah tak bakal ribet apabila satu istri kelak mempunyai enam selingkuhan?”
Fendi hanya bisa diam.
“Tenang saja Fen. Kami menggunakan dosis yang cocok serta hanya digunakan satu kali dalam satu minggu. Istrimu tak bakal memperoleh efek samping apa-apa. Obat ini telah digunakan ratusan tahun di arab sana serta belum ada yang meninggal.”
“Benar sob, istri aku saja tak apa-apa.” Sunaryo meyakinkan mereka berdua.
“Kau tak bakal rugi Fen, aku pun tidak.” Robert tersenyum nakal.
“Percayalah sama kita.” Santoso berusaha meyakinkan mereka berdua.
“Baiklah kurasa tak ada salahnya.”
“Emhhh…tapi…istri saya sedang bisa.” Yosua tiba-tiba berbicara.
“Kalau begitu Sunaryo bisa dipastikan mendapat jatah istrimu kali ini. Ia tak keberatan melihat…hmmm…..sedikit darah”
Sunaryo mengangguk-angguk serta berbisik terhadap Yosua.
“Jadi tambah anget.”
Yosua hanya bisa merinding membayangkannya.
“Baiklah kami mulai. Nama pertama dimulai dari pendatang baru kita. Fendi memperoleh….” Mario menahan perkataannya serta mengocok kotak kardus itu serta mengeluarkan suatu gulungan kertas saat ditekan ke atas meja.
Fendi – Rabu pukul 18.50
Fendi memarkirkan mobilnya di depan psupaya berwarna hitam serta berlangsung menuju rumah milik Robert. Suatu rumah besar dengan tiga lantai serta perkarangan yang luas. Anak-anaknya telah berkuliah di beberapa perusahaan swasta serta rumah itu kini hanya ditinggali oleh Robert serta istrinya Linda. Ia mengetuk pintu rumah itu serta dalam beberapa menit Linda telah berlangsung keluar. Linda adalah perempuan yang sangat cantik. Rambutnya yang ikal serta dicat warna merah jatuh dengan sangat indah di bahunya. Kulitnya yang putih pucat ditambah wajah orientalnya yang eksotis membikin Fendi terus tak sabar mencobainya. Payudaranya yang lumayan besar juga tertata rapi di balik bajunya.
“Siapa ya?”
“Saya Fendi bu. Dari perusahaan bapak.”
“Oh iya pak Fendi, apa berita pak? Bapak belum pulang.”
“Iya bu, sehingga bapak menyuruh saya menantikan di rumahnya selagi ia menyelesaikan beberapa urusan kantor.”
“Oh begitu, ya telah silahkan masuk.”
Rumah milik Robert bisa dibilang sangat besar. Ruang tamunya terlihat megah dengan dua buah sofa panjang serta gambar keluarganya yang teramat besar menjadi latar belakang.
“Silahkan duduk mas, mau makan dulu?”
“Tidak usah bu, saya telah makan.”
“Ya telah minum saja gimana? Sirup?”
“Boleh bu.”
Linda berlangsung ke dapurnya serta menyiapkan dua buah gelas sirup. Fendi diam-diam mengeluarkan obatnya serta meletakkannya di tangan kirinya. Linda datang serta meletakkan dua buah gelas, satu untuk Fendi serta satu untuknya. Pada saat itu juga, Fendi yang berpura-pura memainkan ponselnya dengan tangan kanan, menelepon rumah Robert. Linda berpaling serta berlangsung untuk membawa telepon itu. Dalam sepersekian detik itu, Fendi memasukkan obat berbentuk seperti tablet itu ke dalam gelas milik Linda. Sukses.
“Halo? Halo? Siapa sih?”
Linda meletakkan teleponnya kesal.
“Maaf ya mas, telepon nyasar kayaknya.”
“Enggak apa-apa kok bu.”
Linda meminum sirupnya serta Fendi hanya bisa tersenyum lebar dambil meperbuat gerakan yang sama.
Mereka mulai mengobrol persoalan perusahaan tempat Fendi berkerja serta pendidikan anak masing-masing. Lama kelamaan obat itu mulai bermanfaat serta Fendi menyadari Linda yang tatapan matanya mulai sayu serta tersenyum nakal kepadanya. Fendi berani bersumpah Linda menekan-nekan selangkangannya saat ia membahas tentang anaknya yang baru mau naik kelas satu SMA.
“Ehhhmmm bunda baik-baik saja?”
“Aku baik-baik saja kok mas Fendi, emmmh cuma aja…”
“Cuma aja?”
“Aku boleh curhat enggak sama mas?”
Fendi menelan ludahnya. “Mmmmh, boleh bu.”
Linda berdiri dari kursinya serta duduk di sebelah Fendi.
“Iya mas, aku belakangan ini kesepian deh.”
“Kesepian?”
“Iya, suami aku pergi ke kantor dari pagi hingga malam, sedangkan pesuruh pulang hari. Aku jadinya tak jarang merasa, emmmh, sepi gitu mas.”
Tangan Linda mulai merangkak naik dari lutut Fendi menuju selangkangannya.
“Emmh, mbak terbuktinya mau saya temenin?” Fendi tak membuang-buang waktu.
“Boleh mas? Beneran nih? Mmmmh?”
Linda mendekatkan kepalanya serta mencium Fendi. Fendi tak membuang-buang peluang serta melumat habis mulut Linda. Lidahnya bermain-main berpautan dengan lidah Linda yang bernafas terus menggebu-gebu.
“Ooooh Mas…mmmmhhh”
“Ahhhh mbak Linda…mmmmmhhh”
Linda berjongkok serta membuka celana kerja Fendi. Ia langsung luar biasa turun celana dalamnya, mengekspos penis Fendi yang telah berdiri tegang serta mengacung bahagia.
“Emmmh punya mas gede sekali. Aku suka deh.”
“Suka lihatnya Linda? Kalau aromanya?”
Linda mendekat serta mengendus-ngendus zakar penis Fendi sambil tangannya mengenggam batang laki-lakinya.
“Emmmmh, aku suka sekali mas..”
“Ahhhh….oooh…mmmmh…kalau…mmmh….rasan ya?”
Linda tersenyum nakal serta menggerakan kepalanya naik. Ia menjilat kepala penis Fendi yang disunat ketat serta mengulumnya dengan kedua bibirnya. Lidahnya menari-nari di celah pipisnya, mengirimkan sensasi geli penuh kenikmatan ke seluruh penjuru tubuh Fendi. Fendi mendesah nikmat serta ia mulai membuka kemejanya. Tangan Linda bergerak naik turun mulai mengocok penis Fendi tanpa melepas jilatannya. Perlahan ia melepas genggamannya serta melingkari pangkal penisnya degan jari jempol serta telunjuknya. Ia menekan lingkarannya ke bawah serta kepalanya mulai menelan habis semua penis Fendi.
“Ahhhh mbak…emmmhhh….enak banget!! oooohhh…”
Linda mempercepat permainan kepalanya serta Fendi semaki kenikmatan serta mengerjap-ngerjapkan matanya dampak sensasi yang ia rasakan.
“Puuuahhhh…mmmmh…aku suka sekali sama penis mas….”
Linda mulai membuka bajunya serta memamerkan payudaranya yang tak dilapisi bra sama sekali. Payudara besar itu membikin Fendi begitu bernafsu serta ingin memainkannya. Tetapi Linda menahannya serta memaksanya untuk tetap duduk.
“Tunggu dulu mas, aku belum berakhir loh.”
“Mau ngapain lagi Linda sayang.”
“Tunggu aja, hihi.”
Linda bergerak maju serta menjepit penis Fendi dengan kedua payudaranya. Fendi merasakan sensasi lembut payudara Linda di kontolnya serta ia menggelinjang keenakan. Linda mengapit penis Fendi dengan payudaranya serta memainkannya naik serta turun dengan bantuan tekanan dari kedua tanganyya. Fendi yang sedang mengangkang hanya bisa mendesah keenakan sambil mengigiti bibir bawahnya.
“Enak kan mas? Hmmm?”
“Oooooh enak banget Lin…emmmh…mantap!”
Linda melanjutkan kulumannya di kepala penis Fendi yang menjembul di antara payudaranya. Fendi bisa merasakan puncaknya hampir tiba serta tubuhnya berkontraksi kencang.
“Ahhhh mbak Linda…ahhh..aku mau…emmmh…sampai!!….Ahhhhh!”
Linda melepaskan kulumannya serta memainkan payudaranya naik serta turun terus nafsu. CROOOT CROOOT CROOOOT
Peju Fendi bermuncratan di payudara Linda yang tetap mengapit penis Fendi.
“Ahhh mas Fendi nakal yah, mmmmhhh”
Linda menjilat peju itu dari payudaranya serta melirik nakal menuju Fendi. Fendi hanya bisa tersenyum puas serta lemas, duduk bahagia di bawah gambar keluarga Robert serta Linda.
Fendi – Rabu pukul 19:13
“OOOOOH! MAS! MAS! TERUS MAS! EMMMH!”
Linda berteriak penuh nafsu sambil menunggangi penis Fendi dalam posisi woman on top. Fendi yang telah mulai kelelahan, wajib menuruti libido wanita berumur lima tahun lebih tua itu. Sebab menurut petunjuk Hassan, si wanita wajib tertidur dahulu baru ia bakal melupakan segala faktor yang telah terjadi. Mau tak mau, meskipun sebetulnya mengasyikkan, ia wajib terus mengentoti Linda hingga wanita itu kelelahan. Meskipun ini telah ronde yang keempat.
“Emmmh, ahhhhh, mas….emmmmhh…enak mas? hmmmmm?”
Linda bertanya penuh nafsu sambil menggigit bibiw bawahnya. Memeknya meremas penis Fendi dengan amat sangat kencang. Fendi tetap tertakjub merasakan alangkah sempitnya wanita yang lebih tua itu. Payudaranya yang mulai turun bergoyang-goyang seksi penuh nafsu. Putingnya yang sedari tadi mengacung dicubit-cubit gemas oleh Fendi.
“Kamu seksi banget…emmmh…mbak….emmmmh”
“aahhhhh…mas….cepet mas….emmmmh…..”
Linda mencium bibir Fendi dengan cara tiba-tiba, mengejutkannya yang sedang sibuk memainkan payudaranya. Tetapi meskipun mendadak, Fnedi melayani lumatan bibir Linda dengan tak kalah bersemangat serta memainkan lidahnya sebaik mungkin untuk memuaskan permainan lidah Linda yang teramat liar.
“Mas….enak bengt mas…emmmmhhh….”
“Beneran mbak? Hmmmm? Seenak itu kah? hmmmm” Fendi bertanya nakal sambil memainkan pinggulnya terus kencang.
“He eh…emmmmh…mas ganteng lagi…ahhhhh”
“Oh ya mbak? Emmmmh?”
“AHHHH! AHHHH! EMMMMH! OOOOHHH”
Linda menggelinjang luar biasa serta mencapai orgasmenya yang keenam. Tubuhnya bergetar serta berkontraksi. Ia mengeluarkan suara teriakan penuh nafsu panjang. “AHHHHH MAS…MAS…AHHHHH AKU SAMPAI…AHHHH..”
“Aku juga…emmmh..mbak…ooooh..OOOOH!”
CROOOT CROOOOT CROOOOT
Linda terbaring lemas serta bernafas tersengal-sengal. Fendi menyeka keringat di dahinya serta memperhatikan jam di tangannya. Ia memikirkan istrinya yang kini sedang digilir oleh Santoso serta entah telah berakhir alias belum kegiatan “ekskul” mereka. Ia menengok serta melihat Linda yang telah mulai mendengkur lemas. Wajahnya tersenyum puas.
Fendi luar biasa perlahan penisnya yang telah mulai melemas serta memperhatika pejunya yang terus mengalir keluar dari celah memek Linda. Ia membersihkan kontolnya dengan sprei kasurnya serta mulai menggunakan kembali pakaiannya yang berserakan di sepanjang rumah. Celana dalam di kasur, celana kerja di lorong serta kemeja di ruang tamu. Sebelum pergi, ia menutup pintu gerbang rumah Linda serta Robert. Dengan mobil sedannya, ia mengawali perjalanannya pulang menuju rumahnya.
Yosua – Rabu pukul 19:48
Yosua membuka gerbangnya yang terkunci serta berlangsung masuk. Ia memperhatikan keadaan rumahnya yang sepi. Anaknya, Marsha pulang malam hampir setiap hari. Ia biasanya bermain di rumah sahabatnya serta pulang pukul sembilan malam setiap harinya. Ia tak melihat ada mobil lain di jalanan luar serta sepatu milik Hassan di depan pintu rumahnya. Ia tetap bisa merasakan sensasi memeknya Asih yang begitu rapat serta legit. Meskipun tak bisa dibandingkan dengan memeknya Mona yang sangatlah megambil hatinya, setidaknya mempunyai memek lain untuk dimainkan adalah hadiah tersendiri di sela-sela pekerjaan kantornya yang amat monoton.
“Honey, aku pulang!”
Sinta berlangsung keluar dari kamarnya. Ia berpakaian apa adanya serta rambutnya sedikit berantakan. Yang paling membikin Yosua terkejut adalah tatapan kosong yang Sinta berbagi serta gerak gerik tubuhnya yang seperti kebingungan.
“Sinta? Kalian kenapa?” Yosua menyadari bahwa ini adalah efek samping dari obat yang Hassan berbagi.
“Enggak sayang, aku cuma bingung. Aku lupa ngapain aja dari sore tadi.”
Yosua berpura-pura khawatir meskipun tahu apa yang sebetulnya terjadi.
“Kamu kenapa sayang? Kayak orang ling-lung begitu.”
“Aku lupa abis jam 6, aku ngapain aja. Abis nonton gosip investigasi itu, aku…aku…”
“Ya udah kalian kini duduk aja dulu. Aku udah makan ya sayang.”
“Oh iya, kalian kenapa pulang jam segini?”
“Tadi diajak dinner sama pak…emmmm..pak Hassan sebentar.”
“Pak Hassan? Pak Hassan…..”
Yosua terdiam menantikan reaksi dari Sinta. “Oh Pak Hassan, yang kemarin ketemu di gathering kantor kalian kan?”
Yosua bernafas lega. “Iya yang itu.”
“Oh ya udah, aku udah masak lo say. Beneran gak mau makan lagi?”
“Enggak ah aku udah kenyang.”
Sinta hanya mengangguk lemas serta berlangsung masuk ke kamar. Yosua tersenyum puas melihat obatnya yang bekerja sesuai dengan harapannya.
Fendi – Kamis pukul 10:35
“Gimana kemarin? Asih enak enggak?”
“Lumayan, enakkan istri lo sih sob.”
“Tenang kelak bakal dapet gilirannya lo!”
Mereka berdua tertawa sambil membaca suatu majalah laki-laki dewasa.
“Eh gila nih toketnya, kenceng banget!”
“Ya iyalah, dibandinging istri-istri kita.”
“Enak aja! Sinta tetap oke ya!”
“Oke sih oke, tapi dibandingin sama Alia?”
“Oh iya Alia! Lo belom cerita waktu itu gimana abis lo ‘anterin’ pulang.”
Fendi kemudian menceritakan sesi vaginal serta analnya bersama Alia yang tak bisa ia lupakan. Sejak hari itu, Alia terus centil serta manis setiap kali berjumpa Fendi. Meskipun mereka sepakat untuk tak berhubungan dengan sms sama sekali sebab masing-masing orang telah mempunyai pasangan.
“Aduh pengen banget gw yang tetap muda begitu.”
“Mau? Kenapa enggak siang ini aja?”
“Lo serius?”
Fendi hanya tertawa serta berbisik ke arah Fendi.
“Ketemuan di ruang gambarkopi kelak pas jam makan siang.”
Yosua tersenyum puas serta mengancungkan jempolnya. Teburu-buru, ia memasukkan majalah itu ke dalam meja kantornya saat seseorang berlangsung melintas.
Yosua – Kamis pukul 12:24
Yosua menantikan dengan tak sabar. Penisnya telah mengeras sejak sepuluh menit yang lalu. Tak henti-hentinya ia mengelus-ngelus selangkangannya sendiri dampak terlalu horny. Suasana kantor di dekat ruang gambarkopi terbukti rutin sepi. Apalagi saat jam makan siang, pantry di kantor mereka terletak sangat jauh dari lokasinya sekarang. Fendi kemudian masuk sambil diikuti oleh Alia yang telah tersenyum-senyum centil.
“Ini dirinya sob!”
Alia masuk serta langsung tersenyum centil terhadap Yosua. Ia tak membuang-buang waktu serta mulai membuka blusnya. Fendi menutup pintu ruangan itu serta melepaskan celana kerjanya. Yosua mengikuti gerakan Fendi serta memamerkan penisnya yang telah mengacung tinggi ke langit.
“Ih , Pak Yosua udah enggak sabar ya?”
“Iya dong Alia, habis kalian cantik banget.”
“Ah bapak ini.”
Yosua mencium Alia sambil menolongnya melepaskan behanya. Ia langsung menyergap payudara Alia yang besar serta lembut, kencang serta menantang. Ia meremas-remasnya penuh nafsu serta Alia mendesah penuh gairah. Fendi mulai menggesek-gesekkan penisnya ke pantat Alia yang tetap ditutupi rok serta menciumi lehernya. Alia terus bergairah dampak sensasi yang ia bisakan dari dua laki-laki berumur matang serta telah beristri itu. Matanya kini telah merem melek memeknya kini telah amat sangat basah. Ia telah sama sekali tak memikirkan tunangannya yang menantikannya dengan setia di kampung.
“Emmmmh, tetek kalian enak banget Al..emmmmhh” Yosua kini telah mengemut pentilnya yang berwarna pink manis dengan tangan kanannya memainkan puting yang lain. Fendi sukses menurunkan roknya ke bawah serta Alia kini telah sangatlah bertelanjang bulat. “Ahhhh pak…emmmmhhh…”
Fendi kini berjongkok serta menjilati celah anus serta memeknya dengan cara bersamaan. Tangannya telah mulai mengelus-ngelus memeknya sambil lidahnya menekan-nekan lubanb boolnya. Alia membawa satu kakinya serta mesin gambarkopi, memberbagi ‘akses’ yang lebih terbuka terhadap Fendi. Alia mendesah penuh nafsu saat Fendi menyelipkan dua jarinya ke dalam memek Alia yang telah basah serta menekan-nekannya cepat. Nafasnya terus tak beraturan serta tubuhnya mulai menggelinjang-menggelinjang hebat. Yosua mulai mengocok-ngocok penisnya sendiri penuh nafsu tanpa melepaskan gigitannya pada puting Alia yang mulai mengeras.
“Aku masukkin ya kini Alia…”
“Emmmmmh…silahkan pak Fendi…Ooooohhhh…”
Fendi menekan kepala penisnya ke celah anus Alia yang tetap sangat rapat. Alia memekik kesakitan saat Fendi sukses memasukkan kepala penisnya. Yosua mencium bibirnya untuk menenangkan suara Alia sambil mempersiapkan penisnya memasuki lobang memek Alia. “Aku masukkin juga ya Alia…”
“Emmmmh…dua sekaligus? ahhhh…emmmmmhhhh…”
“He eh, kalian mau kan?” Tanpa menantikan jawaban dari Alia, ia menekan masuk kontolnya ke dalam memek Alia serta tubuhnya menggelinjang hebat. Fendi kemudian menahan kaki kanannya yang telah terangkat ke atas mesin gambarkopi dengan lengannya, kemudian membawa kaki kirinya dengan lengannya yang lain. Alia saat ini terangkat dari daratan dengan dua buah penis bosnya sebagai penyangga.
“AHHHH…OOOOOOHHH….AHHHHH”
Yosua bisa merasakan penisnya yang bergesekkan dengan penis Fendi meskipun terkendalai daging serta otot-otot yang lain. Ia tersenyum memandangi sahabatnya yang menolong Alia bersi kukuh di udara dengan menahan pinggangnya. Mereka mulai memompa dengan cara bergantian. Fendi masuk saat Yosua luar biasa keluar serta Yosua masuk saat Fendi luar biasa keluar. Ritme mereka begitu terkendali, Alia merasakn sensasi seksual yang teramat besar serta memabukkan. Matanya berputar ke belakang penuh nafsu serta ia hanya bisa mengerang-ngerang nakal.
“AHHHH…AHHHHH…AHHHHH…PAK! EMMMMH….Dua penis kalian…emmmmhh…enak…emmmhh….banget!…AHHH ..AHHHH”
“Memek kalian rapet banget…Al…emmmmh…ahhh…”
“Anus kamu..emmmmh…juga!…AHHHHHH”
Tubuh Alia menggelinjang luar biasa serta berkontraksi dampak orgasmenya yang bakal datang sebentar lagi. Ia mengigit bibir bawahnya oenu nafsu serta berharap posisi ini bisa bersi kukuh selamanya.
Pada peristiwa yang sama, Yosua serta Fendi juga hampir hingga. Mereka berdua pun menyodok masuk penis mereka dengan cara bersamaan serta mengeluarkan semua peju mereka di dalam.
CROOOT CROOOT CROOOOT CROOOOOT
Alia melenguh luar biasa serta mencapai orgasmenya. Ia tersengal-sengal serta mencium Yosua mesra. Ia bisa merasakan peju hangat mereka mengalir dalam perutnya. Ia begitu bahagia serta terpuaskan. Yosua melihat Fendi yang tersenyum puas serta mengacungkan jempolnya. Yosua hanya mengangguk nakal serta melepaskan ciuman Alia.
“Kamu siap ganti posisi sayang?”
Alia terlihat kebingungan.
“Iya kini aku mau anal kamu.”
“Dan aku mau memek kamu.”
Alia terkejut. “APA?!”
Fendi – Selasa pukul 14:45
Seusai threesome mereka yang memuaskan di ruang gambarkopi minggu lalu, Alia mengambil cuti sebab kelelahan serta masuk kembali senin kemarin. Sikap centilnya belum berubah bahkan kemarin, ia memberbagi Fendi suatu blowjob di toilet kantor sebab begitu nafsu. Di rumah pun Mona terus menjadi-jadi dalam meminta jatah. Ia berhubungan hampir setiap malam serta Fendi terasa sangat bahagia. Nasibnya tak sempat semenyenangkan ini. Ia tak menyangka perjanjiannya dengan Yosua bisa membawa begitu tak sedikit berkah, kebahagiaan, serta kepuasan dalam usianya yang bisa dibilang tak muda lagi. Ia menjadi lebih semangat bekerja, begitu pula dengan Yosua yang menjadi lebih berkharisma dampak kenasiban seksualnya yang kembali ‘panas’. Hari itu, tiba-tiba mereka memperoleh panggilan untuk rapat kembali. Mungkin pergiliran berikutnya.
Ruang rapat itu menjadi sangat berisik saat setiap suami menceritakan pengalamannya berhubungan seksual degan istri rekan kantornya yang lain. Hassan bercerita bagaimana Sinta begitu pakar dalam memainkan lidah serta pinggulnya. Alangkah montok pantat serta payudaranya untuk wanita yang menginjak kepala empat serta alangkah harum serta menggiurkan memek istrinya itu. Santoso tak mau kalah seru serta menceritakan Fendi alangkah rapatnay memek istrinya. Ia menceritakan bagaimana mereka begitu nafsu meperbuat hubungan seksual selagi empat ronde di kebun, dapur bahkan ruang tamu mereka.
Tiba-tiba Mario berdiri serta menepukkan tangannya dua kali. Semuanya terdiam serta menantikan pemberitahuan dari Mario.
“Baiklah, ini telah waktu yang cocok untuk mengadakan gathering.”
“Gathering?”
“Iya Fen, Gathering! Selagi tiga bulan sekali, kami meperbuat pertukaran massal di villa Hassan di puncak.”
“Tapi kami orang baru disini?”
“Tapi gathering terbaru kami adalah tiga bulan yang lalu! Itu adalah peraturannya.”
“Lalu siapa yang bakal bisa istri siapa?”
“Itu sih, lihat kelak saja.” Robert, Hassan, Mario, Sunaryo serta Santoso tersenyum lebar.
“Kalian belum sempat ikut sex party?”
Yosua serta Fendi menggeleng.
“Gang-bang?”
Mereka kembali menggeleng
“Orgy?”
“Itu semua kan sama! Kami belum sempat berhubungan seks yang bukan one-on-one!”
“Masa? Lalu kemarin siapa yang berisik di ruang gambarkopi?”
Sunaryo tiba-tiba menyeletuk. Fendi serta Yosua terkejut mendengar perkataannya.
“Ta…ta…tapi…ba…bagaimana kau tahu?”
“Tenang saja teman, Alia itu terbukti hot kok. Aku mengerti, hehehe.”
“Alia? Resepsionis bob seksi itu? Kalian beruntung sekali!”
Yosua serta Fendi hanya bisa tertawa terpaksa mendengar pernyataan Robert.
“Jadi, kami pergi hari apa bos?” Santoso tiba-tiba bertanya.
“Sabtu pagi ini saya bakal mengabarkan kepergian kalian sebagai ‘urusan kantor’. Kami bakal konvoy mulai di kantor ini jam 7 pagi. Jangan ada yang terlambat ya, serta…saya rasa kalian tak butuh membawa baju tak sedikit-tidak sedikit.” Mario tersenyum lebar serta diikuti oleh semua laki-laki di ruangan itu. Yosua serta Fendi saling berpandangan serta kebingungan. Apakah mereka siap untuk sex-party pertama mereka?,,,,,,,,,,,,,,,,,,