Jam 4 pagi aku terbangun lagi, Kali ini terasa dingin dihembus kipas angin yang langsung kebadan. Kuambil selimut sambil melihat tubuh Tanteku yang masih telanjang. Hal ini menarikku guna memeluknya dari belakang. Kutebarkan selimut untuk menutupi tubuh kami berdua. Sambil kupeluk tanteku ku coba selipkan kontolku di sela sela pantatnya.
Dasar darah mudaku masih panas, sejenak lantas burung kecilku telah jadi ‘garuda’ perkasa yang siap tempur lagi. Kugerak-gerakkan menusuki sela-sela paha belakang Tante. Tanganku juga tidak bermukim diam dan mulai memelintir puting Tante kiri-kanan sambil meremas-remas gumpalan kenyal itu. Setelah mendapat perlakuan seperti tersebut Tanteku pun terbangun.
“Sudah, Ari..! Jangan lagi..!” tubuh Tante beringsut menjauhiku, tetapi aku tetap memeluknya erat.
Bahkan dengkulku kini berupaya membuka pahanya dari belakang. Tante menjauhiku sambil berusaha melepas pelukanku.
“Jangan, Ari..! Aku ini Tantemu.” rintihnya seraya tetap membelakangiku.
“Tapi, tadi kita telah melakukannya, Tante?” tanyaku tidak mengerti. Pelukanku tetap.
“Ya. Ta.. tadi Tante.. khilaf..”
“Khilaf..? Tapi kita telah melakukannya hingga dua kali Tante?” aku tidak berakhir mengerti.
Kulekatkan lagi zakarku ke pantatnya. Tante menghindar.
“Ii.. ya, Ari. Tante tadi benar-benar tak mampu.. menyangga nafsu.. Tante telah lama tidak mengerjakan ini semenjak Oom-mu meninggal. Dan sekarang anda merangsang Tante hingga Tante terlena.”
“Masak terlena hingga dua kali?” Situs Lain 188
Yang pertama memang. Tante baru terbangun setelah.., Arii mem.. menginjak Tante. Tante pengen melawan namun tenagamu kuat sekali mau tak mau Tante pasrah aja.
“Kalau yang kedua, Tante..?” tanyaku hendak tahu sambil memeluk lebih erat. Tante mengelak dan menepisku lagi.
“Kamu menghirup bibir Tante. Di situ lah kekurangan Tante, Ari. Tante tidak jarang kali terangsang bila berciuman..”
Oh, bila begitu Tante kucium saja kini ya..? Biar Tante nafsu lagi. Pintaku dengan harapan Tante pengen lagi, tetapi Tante malah menolaknya dengan keras.
“Jangan, Ari..! Sudah cukup. Kita tidak boleh berzinah lagi. Tante merasa berdosa pada Oom-mu. Hik.. hik.. hik..” Tante terisak.
Aku jadi mengendurkan serangan, walau tetap memeluknya dari belakang. Situs Login 188
Kemudian kami terdiam. Dalam dekapanku terasa Tante sedang menangis. Tubuhnya berguncang kecil.
“Ya sudah, Tante. Sekarang kita istirahat saja. Tapi bolehkan Arii mendekap Tante laksana ini..?”
Tidak kuduga Tante malah berbalik menghadapku sambil memperbaiki selimut kami dan berkata, “Tapi anda harus janji tak bakal menyetubuhi Tante lagi kan, Ari?”
“Iya, Tante. Aku janji.., anggap saja Tante kini sedang mendekap anak Tante sendiri.”
Sekilas kulihat bibir Tante tersenyum. Di bawah selimut, aku pulang memeluknya dan kurasakan tangan Tante pun memelukku. Buah dada besarnya mengurangi dadaku, namun aku mengupayakan mematikan nafsuku. Zakarku, walau menyentuh pahanya, pun kutahan agar tidak tegang lagi. Wajah kami berhadap-hadapan hingga napas Tante terasa menerpa hidungku. Matanya terpejam, aku pun mengupayakan tidur.
Mungkin saking lelahnya, dengan cepat Tante terlelap lagi. Namun beda halnya dengan aku. Terus terang, walau sudah berjanji, mana dapat aku mengekang terus nafsu birahiku. Khususnya si ‘garuda’ kecilku yang telah mulai mengepakkan sayapnya lagi. Dengan tempelan buah dada sebesar tersebut di dada dan pelukan hangat tubuh polos menggairahkan begini, mana dapat aku istirahat tenang? Mana dapat aku menyangga syahwat? Jujur saja, aku telah benar-benar hendak segera menelentangkan Tante, menusuk dan memompanya lagi!
Tapi aku telah janji tidak bakal menyetubuhinya lagi. Mestikah janji ini kuingkari? Apa akal? Bisakah tidak mengingkari janji namun tetap bisa menyebadani Tante? Benakku segera berputar, dan segera ingat ucapan-ucapan Tante tadi bahwa dia paling gampang terangsang bila dicium. Mengapa aku tidak menciumnya saja? Bukankah menghirup tidak sama dengan menyetubuhi?
Ya, pelan tapi tentu kusisipkan kaki kiri di bawah kaki kanan Tante. Sedang kaki kananku kumasukkan salah satu kakinya sampai-sampai keempat kaki kami saling bertumpang tindih. Aku tidak perduli zakarku yang telah jadi tonggak keras melekat di pahanya. Kupeluk lebih kuat lagi sambil berusaha kucium bibir seksi Tanteku.
Lidahku pulang berupaya menginjak rongga mulutnya yang agak menganga. Aku terus bertahan dengan posisi erotis ini seraya agak mengurangi bagian belakang kepala Tante agar pertautan bibir kami tidak lepas. fantasiku.com Dan usahaku ternyata tidak sia-sia. Setelah Bola 88 selama 30 menit kemudian, tubuhku mulai pegal-pegal, kurasakan gerakan lidah Tante. Serta merta gerakannya kubalas dengan jilatan lidah juga.
“Emm.. emm.. mm..” desis Tante seraya membelit lidahku.
Kepalanya kutekan kian kuat dan aku berjuang menyedot lidahnya sampai masuk ke mulutku. Kukulum lidahnya dan kupermainkan dengan lidahku. Kusedot, kusedot dan kusedot terus hingga Tante agak kesakitan, kemudian kubelit-belit lagi dengan lidahku. Ya, ciuman ini berlansung cukup lama sampai pahaku yang menempel di memek tante terasa basah. Pasti Tante terangsang, pikirku. Tapi aku tidak inginkan memulai, fobia melanggar janji. Biar Tante saja yang aktif.
Maka aku pun berjuang menambah daya rangsang pada diri Tante. Pelan tangan kirinya kubimbing guna menggenggam zakarku. Meski sebelumnya enggan, namun lama kelamaan dipegang juga kontolku yang panjang. Bahkan dipijit-pijit sampai-sampai aku juga menggelinjang keenakan.
“Shh.. shh..!” desisku seraya mengulum lidahnya.
Tangan kananku, setelah menuntun tangan kiri Tante menggenggam zakarku kemudian meneruskan perjalanannya ke celah paha Tante yang telah basah. Kusibakkan rambut-rambut tebal itu, menggali celah-celah kemudian menyisipkan jari telunjuk dan tengahku di situ. Ku kobel kobel lobang memek Tanteku hingga genggamannya di zakarku terasa mengeras. Aku tidak tahan lagi.
“Masukin ya, Tante?” bisikku, tak sempat pada janjiku.
“Ja.. jangan, Ari..!”
“Ak.. aku nggak tahan lagi, Tante..!” pintaku.
“Di.. diapit paha saja ya, Ari..?”
Tanpa kusuruh, Tante kemudian telentang dan mengangkangkan pahanya. Pelan aku menaikinya. Tante menuntun zakarku salah satu pahanya selama sejengkal di bawah vagina, kemudian menjepitnya. Ia menggerak-gerakkan pahanya sampai-sampai zakarku terpelintir-pelintir nikmat sekali. Tangkas 365
Payudara besar Tante mengurangi dadaku juga. Tangan kiriku mengutil-ngutil puting kanannya. Ciuman ke bibirnya kulanjutkan lagi, sambil jariku ku kobel kobel ke lobang memeknya.
“Heshh.. heshh.. Ari.. mm..,” Tante susah bicara sebab mulutnya masih kukulum.
“Tanganmu.. Ari..!” tangan kanan Tante berjuang menghentikan permainan jariku di pentil dan memeknya.
Dipegangnya jemariku. Aku hentikan gerakan, namun tiga jari tetap terendam di vagina basah tersebut dan kukutil-kutil kecil. Sampai Tante tidak tahan dan mengangkangkan tidak banyak pahanya sampai jepitan pada zakarku terlepas. Cepat kutarik jemariku dari situ dan kunaikkan tidak banyak tubuhku sampai-sampai sekarang ganti zakarku sedang di pintu gerbang nikmat itu. Kepalanya justeru sudah menyeruak masuk.
“Hshh.. Ari, tidak boleh dimasukkan..!” Tante buru-buru memegang zakarku, digenggamnya.
“Tapi aku telah nggak tahan Tante..” desisku.
“Cukup kepalanya saja, Ari.. dan tidak boleh dikocok..!” Tante makin kuat menggengam kontolku karena kobelan di memeknya yang semakin cepat.
“Ii.. ingat janjimu, Ari..!”
“Ta.. namun Tante juga hendak kan?” tanyaku polos.
“Ii.. iya sih, Ari. Tante pun sudah nggak tahan. Tapi ini zinah namanya.”
“Apa bila tidak dimasukkan bukan zinah, Tante?” tanyaku bloon.
Bu.. bukan, Ari. Asal kontolmu tidak masuk ke memek Tante mendegar jawaban begitu membuat Aku jadi bingung.
Terus cerah tidak mengerti pengertian zinah menurut keterangan dari Tante ini.
“Kalau begitu, apa Tante punya jalan keluar? Kita telah sama-sama terangsang berat. Tapi anda nggak inginkan berzinah.”
“Egh.. gini aja Ari. Tante akan.. ugh.. mengulum punyamu. Turunlah sebentar..!”
Dan aku juga menurut, turun dari atas Tante dan telentang. Tante bangkit kemudian memutar badannya dan mengangkangiku. Mulutnya terdapat di atas zakarku dan vaginanya di atas wajahku. Kurasakan ia mulai menggenggam dan mengulum ‘garuda perkasa’-ku. Dikulum dan digerakkan naik turun di mulutnya.
Shiit.. hsshh.. nikmat sekali. Jariku dengan sigap mulai menyodok-nyodokan ke memeknya. Kugerakkan cepat, justeru agak kasar, keluar masuk hingga basah semua.
“Ugh.. uughh.. uagh.. Ari..! Ari, Tante inginkan keluar, mm.. mm..” Tante terus mengulum seraya meracau.
Sekejap lantas tubuhnya berhenti bergerak, kemudian pinggul yang kupegangi terasa berkejat-kejat. Kemudian cairan hangat memenuhi tanganku dan beberapa menetesi dadaku. Kurasakan cairan tersebut mengalir dari lubang memeknya.
Tante lantas terkapar keletihan di atasku dengan posisi mulutnya tetap mengulum zakarku seraya mengocoknya. Tidak berapa lama, aku juga merasa inginkan keluar.
“Egh.. egh.. Tante. Aku inginkan keluar..!” Tante justeru mempercepat kocokannya dan memperdalam kulumannya.
Aku berkejat dan muncrat menginjak mulut Tante dan ditelannya, semuanya berakhir ditampung mulut Tante. Akhirnya aku juga lemas dan ikut menggelepar kelelahan.
Tangan-kakiku terkapar lemas ke kiri-kanan. Tante pun terkapar keletihan namun mulutnya masih terus menjilati zakarku hingga bersih, barulah lantas dia berbalik dan memelukku. Wajah kami berhadapan, mata Tante merem-melek.
“Kalau yang barusan ini bukan zinah tante?” tanyaku lagi.
“Bukan, Ari.. karena anda tidak memasukkan burungmu ke vagina Tante.” jawabnya seraya mata memejam.
Aku tidak tahu apakah jawabnya tersebut benar atau salah. Namun, sesudah kupikir-pikir, aku kemudian bertanya lagi, “Jadi bila begitu, boleh dong kita mengerjakan lagi laksana yang barusan ini, Tante?”
Hee eemmmm jawab tanteku yang mulai mengantuk.
Jam enam pagi masa-masa itu. Aku juga segera menebarkan selimut lagi di atas tubuh polos kami dan memeluknya dengan ketat. Rasanya aku tidak mau mencungkil tubuh Tante meski sekejap pun. Persetan dengan pekerjaan, persetan dengan kuliah. Sengaja aku pun tidak mengingatkan Tante akan kegiatan kami. Aku malah bercita-cita menginap lagi semalam, biar ada peluang bersebadan dengan Tante lebih lama lagi. Sepanjang hari ini aku inginkan bercumbu terus dengan Tante, hingga spermaku keluar sepuluh kali lagi! Begitu impian jorokku.
Ya, kesudahannya memang kami hari tersebut tidak keluar kamar dan memperpanjang menginap sehari lagi. Selama di dalam kamar kami selalu bugil agar mudah untuk bertemput. Hampir masing-masing tiga jam sekali aku dan Tante sama-sama merasakan orgasme, meskipun melulu pakai pertolongan tangan atau mulut dan lidah.
Jam delapan pagi, sebelas, dua siang, lima sore, delapan malam, sebelas malam. Dua pagi, lima pagi dan delapan paginya lagi kami tidak jarang kali terkejat-kejat dan orgasme nyaris bersamaan. Selama itu memang Tante masih sering kali ingat untuk menolakku. Yang hendak memasukkan penisku ke vaginanya, dan aku juga menurutinya.
Namun, kesudahannya Tante terlena dan aku juga bebas memasukkan penisku ke vaginanya. Tentunya Kesempatan tersebut terbuka lebar sebab memang aku suka tinggal di rumahnya.,,,,,,,,,,,,,,,,