Cerita ngentot terbaru

Author:

Ketika itu suasana sore hari yang lumayan cerah, sangat tepat untuk menonton lihat pemandangan alias sekedar cuci mata. Ketika aku berlangsung-jalan di kurang lebih Pasar Ramayana ada seorang wanita mendahuluiku berlangsung tergesa-gesa.

tidak Isengku timbul, sambil kususul kupanggil dirinya dari belakang.
“Da, Ida!” Dirinya menoleh ke belakang tersenyum dan memperhatikanku.
“Siapa ya?” tanyanya.
“Maaf, maaf saya kira ida temenku,” sahutku,
“Kebetulan dirinya bernama Ida”.
“Mau ke mana sih?” tanyaku sambil kuulurkan tangan mengundang berkenalan.
“Saya Anto”.
“Ida, Farida” jawabnya sambil menyambut tanganku.
“Sebetulnya saya mau nonton di Ramayana Theatre, tapi telah telat lagipula filmya nggak keren”, sambungnya lagi. “Sekarang mau kemana lagi” pancingku.
“Nggak ada, mau pulang aja” jawabnya. “Jalan yuk ke Sukasari”.
“Mau ngapain?” “Jalan aja, kalau ada film keren kami nonton di sana aja”.
“Ayolah, kebetulan aku juga nggak ada acara, daripada bengong di rumah”. Sambil ngobrol akhirnya kuketahui bahwa Ida bekerja di suatu showroom mobil di Jakarta.
Ia janda cerai beranak satu. Telah 2 tahun ia menjanda. Umurnya 5 tahun di atasku. Tinggal di daerah Warung Jambu, kost dengan berbagai kawannya. Perawakannya sedang, tinggi 160 cm dengan badan yang agak kurus dan dada kecil. Wajahnya lumayan, kalau dikualitas bisa angka tujuh. Kacamata minus satu nongkrong di hidungnya. Hingga di Sukasari Theatre nyatanya film telah diputar setengah jam. “Sekarang bagaimana?” tanyaku. “Terserah kalian saja”.
Judul cerita sebelumnya : Merasa Puas Tubuhku Diservice Teknisi, Tubuh Tante Reiny Yang Menggiurkan, Cewek Keturunan Arab Mempunyai Libido Yang Sangat Tinggi, Pengalaman Seorang Sekretaris, Astriastuti Si Pesuruh Genit Pembangkit Gairah, Enjotan Mantap Kawan-kawan Satu Gank, Sensasi luar biasa Tongkat Seorang Satpam, Meckey Dan Klitorris Vita Yang Terindah Dan Terlezaat Bagiku, Titin Orisinil Orang Sunda Statusnya Kini Menggantung, Istri Gelapku Berjanji Bakal Mengulangi Lagi Setiap Ada Peluang
Kuajak dirinya jalan mutar-mutar di Matahari lihat-lihat baju dan kosmetik. Akhirnya dirinya ngajak minum jamu di kedai dekat jalan. Tiba-tiba saja dirinya menggandeng lenganku berlangsung ke kedai jamu tersebut.
“Mau minum sari rapet” godaku.
“Nggak ah, saya biasanya minum sehat wanita saja”. Akhirnya dirinya pesan jamu sehat wanita dan aku minum sehat lelaki.
Seusai minum jamu duduk-duduk sebentar di sana dan kami kembali ke Sukasari Theatre. Tidak berapa lama loket buka.
“Jadi nonton?” tanyaku,
“Tentu saja jadi, buat apa nunggu lama-lama di sini?”. Aku ke loket beli tiket.
Dan kembali duduk di sampingnya di lobby. Suasana kelihatan sepi, hanya ada berbagai orang saja yang duduk-duduk di lobby. Sukasari Theatre terbukti bukan bioskop favorit di Bogor. Kalah sama Sartika 21 yang baru dibuka.
Akhirnya kami masuk ke dalam bioskop, kemudian film mulai diputar. Berbagai lama kemudian tangannya menyusup ke lenganku. Aku diam saja. Ida terus merapat. Aku berpaling dan menatap wajahnya. Ia tersenyum dan membuka mulutnya sedikit. Tampak giginya yang berderet rapi. Ia menyorongkan mukanya ke arahku dan mencium pipiku. Aku sedikit kaget atas tindakannya.
Cerita sex janda terakhir + gambar gambar janda bu9il masturbasi >>> www.orisex.com
Aku melepaskan tangannya dari lengan kiriku, lalu kulingkarkan ke bahu kirinya. Muka kami berdekatan. Kutatap lagi wajahnya dan perlahan-lahan muka kami saling mendekat. Matanya agak terpejam dan mulutnya terbuka. Kukecup bibirnya pelan dan lama-lama menjadi ciuman yang dalam. Kacamatanya menghalangi aksiku, kuminta dirinya melepas kacamatanya. Kuremas dada sebelah kirinya dari luar baju dengan tangan kiriku. Ia menolak dan menepiskan tanganku, tetapi dibiarkan tanganku memeluk bahunya. Praktis kami nggak konsentrasi lagi ke cerita film yang sedang diputar.
Sepanjang pemutaran film itu kami saling merapat dan berciuman. Kadang-kadang lidah kami saling mendesak ke dalam rongga mulut, bergantian kadang lidahnya menggelitik rongga mulutku, kadang lidahku yang masuk ke dalam mulutnya. Ia mendesah menahan dorongan nafsunya yang tertahan sekian lama. Film habis, kami keluar dan berlangsung mencari angkutan.
“Kalau telah malam begini dari sini susah cari angkutan ke rumahku ” katanya.
“Jadi bagaimana?”
“Kita coba saja ke Ramayana, kelak disambung lagi”. Akhirnya kami bisa angkutan, tetapi hanya hingga Pajajaran saja.
Kami turun di depan pintu Kebun Raya yang di Pajajaran. Kami menungu lagi di situ.
“Jam segini nggak ada lagi angkutan ke Warung Jambu kali ya?” tanyaku.
“Kelihatannya sih nggak ada lagi. Kami cari penginapan saja yuk, saya sempat nginap rame-rame dengan kawan-kawan di satu penginapan. Agak terjangkau, tapi saya lupa tempatnya”. Sekilas terpikir olehku Wisma T dekat Pasar Kebon Kembang. “Benar nih mau nginap? Saya tahu ada penginapan yang bersih dan terjangkau”. Seusai 15 menit menantikan ada mobil omprengan plat hitam berhenti di depan kami.
“Kemana Pak? Mari saya antar” tanya sopir sambil membuka kaca jendelanya.
Kami naik dan minta diantar ke Wisma T. Hingga di sana nyatanya hanya ada kamar standar double bed. Seusai menyelesaikan bill, kami berdua masuk ke kamar. Di dalam kamar kami rapatkan dua bed yang ada. Sebab agak gerah kubuka kausku. Ida hanya memandang dan tersenyum saja.
Kami berbaring berdampingan di bed masing-masing.
“Boss-nya yang punya showroom orang mana sih?”
“Keturunan Arab” Jawabnya.
“Asyik dong tentu gede punya barangnya. Kalian tidak jarang diajak sama boss dong “.
“Nggak sempat kok”. Entah dirinya berbohong alias benar.
“Terus kalau tiba-tiba kepengen gimana?” Ida hanya diam saja. Ida bangun dan kulihat dirinya membuka celana panjangnya. “Eh ngapain dibuka?” kataku terkejut.
Ida hanya tersenyum saja. Nyatanya dirinya mengenakan celana singkat santai sebatas lutut di dalamnya. Kembali Ida berbaring di bednya. Sebab kedua bed sengaja kami susun berhimpitan, tanganku bisa menjangkau tubuhnya dan kurengkuh mendekat tubuhku. Kembali kami berciuman. Mula-mula hanya kukecup bibirnya saja dengan lembut. Ida membalas lembut dan lama kelamaan mulai menjadi liar. Tangannya memainkan bulu dadaku. Berbagai menit kami saling berciuman dengan dengus napas yang berat. Kutindih dirinya sambil berciuman. Meriamku di bawah mulai bangkit. Ida merapatkan selangkangannya pada selangkanganku.
Mulutku turun ke atas dadanya dan kucoba membuka kancing blouse nya dengan bibirku dan gigiku.
“Sebentar, aku buka dulu bajuku ya,” Katanya sambil membuka kancing bajunya satu persatu.
“Jangan, nggak usah dibuka” kataku sambil menahan tangannya.
“Nggak apa-apa kok. Kalian mau kan”. Katanya mendesah. Ia terus membuka baju dan celana pendeknya.
Kemudian tangannya membuka ikat pinggangku dan akhirnya luar biasa ritsluiting dan kemudian dengan perlahan ia luar biasa celanaku ke bawah. Saat ini kami hanya mengenakan pakaian dalam saja.
“Kamu tidak jarang mengundang perempuan untuk begini ya?” tanyanya.
“Ah nggak, aku belum sempat kok berhubungan dengan wanita” kataku berbohong. Aku terbukti telah berbagai kali berhubungan dengan wanita.
“Nggak percaya, kelihatannya kalian lihai sekali dalam bercumbu tadi”.
“Kalau sebatas ciuman emang sih, tapi untuk lebih jauh lagi belum pernah. Paling hanya nonton film dan baca cerita saja”
“Jadi kalian tetap perjaka?” ia meyakinkan lagi.
“Emangnya kenapa?”
“Eehhngng..” Ia mendesah ketika lehernya kujilati.
Ida menindihku dan tangannya kebelakang punggungnya membuka pengait bra-nya. Saat ini terbukalah dadanya di hadapanku. Buah dadanya tidak besar, hanya pas setangkupan jariku. Terasa telah agak kendor. Ida mendorong lidahnya masuk jauh ke dalam rongga mulutku. Lidahnya liar memainkan lidahku. Aku hanya pasif saja, sesekali membalas mendorong lidahnya. Tanganku memilin puting dan meremas payudaranya. Ida menggeserkan tubuhnya ke tahap atas tubuhku jadi payudaranya pas di depan mulutku. Segera kuterkam payudaranya dengan mulutku. Putingnya kuisap pelan dan kugigit kecil.
“Aaacchh, teruskan Anto.. Teruskan”. Ia mulai mengerang dan meracau, punggungnya melengkung ke belakang.
Meriamku terus keras. Ida terus merapatkan selangkangannya pada selangkanganku, jadi kadang terasa agak sakit apabila dirinya terlalu keras menindihku. Puting dan payudaranya terus kencang dan keras. Kukulum payudaranya jadi semuanya masuk ke dalam mulutku, sambil putingnya terus kumainkan dengan lidahku. Dadanya terkesan memerah dan menjadi lebih gelap dibanding tahap tubuh lainnya pertanda nafsunya mulai terbakar. Napasnya tersengal-sengal. Tangan Ida bergerak ke bawah menyelusup di balik celana dalamku, meremas, mengocok dan menggoyang-goyangkan senjataku.
Akhirnya dirinya luar biasa celana dalamku hingga ke lutut dan dengan bantuan jari kakinya ia melepaskannya ke bawah. Saat ini aku dalam keadaan telanjang bulat. Ida menggeserkan mulutnya ke arah bawah, menjilati leher dan menggigit kecil daun telingaku. Hembusan napasnya terasa kuat menerpa tubuhku. Dirinya mulai menjilati putingku. Aku terangsang luar biasa sekali jadi wajib menggeleng-gelengkan kepalaku untuk menahan rangsangan ini. Kupeluk pinggangnya erat-erat.
Tangannya kemudian membuka celana dalamnya sendiri. Saat ini tangan kiriku bebas bermain di antara selangkangannya. Rambut kemaluannya tidak begitu lebat dan pendek-pendek. Dengan jari telunjuk dan jari manis kubuka labia mayora dan labia minoranya. Jari tengahku menekan tahap atas organ kewanitaannya dan mengusap tahap yang menonjol semacam kacang tanah.
Setiap aku mengusap kelentitnya Ida menggigit kuat dadaku dan mengerang tertahan.
“Aaauhh.. Ngngnggnghhk” Mulutnya bergerak terus ke bawah, bermain-main dengan bulu dada dan perutku, terus terus ke bawah, menjilati tahap dalam lutut dan pahaku.
Sendi-sendi kakiku terasa mau lepas. Tangannya tetap bermain-main di kejantananku. Saat ini mulutnya mulai menjilati kantung penisku. Tanganku meremas-remas rambutnya untuk mengimbanginya. Aku pikir dirinya mau meng-oral, tetapi nyatanya tidak, dirinya hanya hingga pada kantung penis saja. Aku hanya menantikan dan mengimbangi gerakannya saja, seolah-olah aku belum sempat meperbuat faktor ini.
Kembali Ida bergerak ke atas, tangan kirinya memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri mengeras. Ia dalam posisi jongkok di atas selangkanganku. Perlahan lahan ia menurunkan pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Agak susah dirinya kelihatannya berusaha memasukkan kejantananku ke liang vaginanya. Mungkin benar juga seusai menjanda dirinya tidak sempat merasakan lagi nikmatnya berhubungan badan. Penisku terbukti lebih besar di tahap ujung daripada pangkalnya. Kepala kejantananku dijepit dengan kedua jarinya, digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa hangat dan lembab, lama-lama semacam berair. Dirinya mencoba lagi untuk memasukkan kejantananku.
Hari ini.. Blleessh.. Usahanya sukses.
“Ouhh.. Ida ouhh” saat ini aku yang setengah berteriak.
Ida bergerak naik turun dalam posisi setengah jongkok. Mula-mula perlahan-lahan dirinya menggerakkannya, sebab terbukti terasa tetap agak kesat dan kering. Aku mengimbanginya dengan memutar pinggulku dan meremas payudaranya. Kepalanya mendongak ke atas dan bergerak ke kanan kiri. Kedua tangannya bertumpu pada pahaku. Ketika lendirnya telah membasahi organnya Ida mempercepat gerakannya, kadang-kadang dibuatnya tinggal kepala penisku saja yang menyentuh mulut vaginanya. Ida menghentikan gerakannya, merebahkan tubuhnya di atasku dan saat ini terasa otot vaginanya meremas penisku. Terasa nikmat sekali. Aku mengimbanginya, ketika dirinya relaksasi aku yang mengencangkan otot perutku seolah-olah menahan kencing. Demikian bergantian kami saling meremas dengan otot kemaluan kami.
Berbagai saat kami dalam posisi itu tanpa menggerakkan tubuh, hanya otot kemaluan saja yang bekerja sambil saling berciuman dan memagut tubuh kami.
“Anto, .. Nikmat sekali .. Ooouuhh” desisnya sambil menciumi leherku.
Ida berguling ke samping, saat ini dalam posisi menyamping aku yang bergerak maju mundur menyodokkan kejantananku ke dalam vaginanya. Dalam posisi ini gerakanku menjadi tidak lebih enjoy dan tidak lebih bebas. Kugulingkan lagi tubuhnya, saat ini aku yang berada di atas. Kuatur gerakanku dengan ritme pelan tetapi dalam hingga kurasakan kepala penisku menyentuh mulut rahimnya. Kuangkat penisku hingga keluar dari vaginanya dan kumasukkan lagi dengan pelan, demikian berulang-ulang.
Ketika penisku menyentuh rahimnya Ida membawa pantatnya jadi tubuh kami merapat.
“Lebih cepat lagi, oohh.. Aku mau keluar aacchhkk..” Ida memeluk punggungku lebih erat.
Betisnya membelit pinggangku, matanya setengah terpejam, kepalanya terangkat jadi seolah-olah tubuhnya menggantung di tubuhku. Kuubah ritmeku, kugerakkan dengan pelan tetapi hanya ujung penisku saja yang masuk berbagai kali kemudian sekali kutusukkan dengan cepat hingga seluruh batang terbenam. Matanya terus sayu dan gerakannya terus liar. Aku mendadak menghentikan gerakanku. Payudaranya sebelah kuremas dan sebelah lagi kukulum dalam-dalam. Tubuh Ida bergetar semacam menangis. “Ayo jangan berhenti, teruskan.. Teruskan lagi” pintanya.
Aku tahu wanita ini hampir mencapai puncaknya. Kugerakkan lagi tubuhku. Hari ini dengan ritme yang cepat dan dalam. Terus lama terus cepat. Terdengar bunyi semacam kaki diangkat dari dalam lumpur ketika penisku kunaikturunkan dengan cepat.
“Ayolah Anto, aku mau hingga “. Gerakan pantatku terus cepat dan akhirnya
“Sekarang.. Anto.. Sekarang.. Yeeah!!” Kurasakan tubuhnya menegang, vaginanya berdenyut dengan cepat, napasnya tersengal dan tangannya meremas rambutku.
Kukencangkan otot perutku dan kutahan, terasa ada ajaran lahar yang mau meledak. Aku berhenti sejenak dalam posisi kepala penis saja yang masuk dalam vaginanya, kemudian kuhempaskan dalam-dalam. Serr.. Seerr berbagai kali laharku muncrat di dalam vaginanya. Ida hendak berteriak untuk menyalurkan rasa kepuasannya, tetapi sebelum keluar suaranya kusumbat mulutnya dengan bibirku.
“MMmmhh.. Achh” pantatnya diangkat menyambut hunjamanku dan tubuhnya bergetar, pelukan tangan dan jepitan kakinya terus erat hingga aku merasa kesusahan bernafas, denyutan di dalam vaginanya terasa kuat sekali meremas kejantananku.
Seusai satu menit denyutannya tetap terasa hingga penisku terasa ngilu.
Ketika penisku mau kucabut dirinya menahan tubuhku.
“Jangan dicabut dulu, biarkan saja di dalam. Ouhh kalian luar biasa sekali Anto. Terima kasih kalian telah memuaskanku” Ida mengecup bibirku.
Kubiarkan dirinya memelukku hingga penisku mengecil dan akhirnya keluar sendiri dari vaginanya. Malam itu dalam waktu tidak lebih lebih tujuh jam kami bertempur hingga enam ronde. Paginya dirinya memelukku dan mengatakan,
“Aku mau lagi di lain hari”.
“Ah kalian nakal, perjakaku kalian ambil”.
“Kamu yang nakal, kalian yang mulai”. Kupeluk dirinya dan kuangkat ke kamar mandi untuk mandi dan membersihkan diri.
Akhirnya kuantar dirinya pulang dan aku berjanji untuk datang lagi ke rumahnya. Nyatanya dirinya tinggal serumah dengan berbagai kawan-kawannya. Semuanya wanita, sebagian janda dan sebagian lagi tetap gadis. Mereka masing-masing punya pekerjaan tetap. Berbagai minggu kemudian ketika hari libur aku ke rumahnya. Nyatanya rumahnya kosong. Kata tetangganya semuanya lagi ke Cibadak. Aku pulang lagi. Kemarin hari kemudian aku kembali ke rumahnya. Kuketuk pintu depan.
Tak lama pintu terbuka dan seorang wanita keluar dari dalam.
“Cari siapa ya?” tanyanya.
“Ida ada?” “Oh ada. Silakan masuk dulu, dirinya lagi di kamar”. Aku masuk dan duduk di ruang tamu.
Wanita tadi, kawannya, masuk ke ruang dalam. Tidak lama Ida keluar. Wajahnya terkesan berantakan.
“Sorry, habis baring-baring di kamar. Habis mandi agak siang tadi lalu mengantuk” katanya sambil mengulurkan tangannya.
“Kok nggak sempat ke sini lagi?”.
Kusambut tangannya dan
“Waktu libur kemarin aku ke sini tapi kosong, nggak ada orang sebiji acan. Kata tetangga sebelah ke Sukabumi”.
“Iya, terbukti waktu itu rame-rame ke rumah kawan kost di sini. Ke Cibadak kemarin hari. Tunggu sebentar aku ambilkan air” katanya sambil berlalu.
“Nggak usah repot-repot”.
“Ah. Nggak kok cuma air putih saja”. Ia kembali dengan membawa nampan berisi segelas air putih.
Mukanya terkesan telah lebih rapi.
“Diminum ya, cuma air putih. Nggak ada kawannya”.
“Cukup kok, terima kasih” jawabku sambil meminum air di dalam gelas hingga setengahnya.
Ida luar biasa kursi dan duduk di dekatku. Ia tersenyum-senyum. Mungkin membayangkan momen waktu itu.
“Kenapa senyum-senyum sendiri. Bahaya, kelak keterusan” kataku.
“Ah nggak, cuma.. Hmm” Ia tidak melanjutkan kalimatnya.
“Mau diulangi di sini?”
“Hussh, nggak enak sama kawan-kawan. Prinsipnya sih mereka nggak mau campur urusan orang, tapi jangan di sini”. “Kalau begitu kami jalan aja yuk!” ajakku.
“Boleh, tapi tunggu sebentar aku ganti baju dulu” katanya sambil berlangsung. Ida keluar lagi.
Kami jalan dan nonton lagi di Sukasari Theatre. Hanya hari ini nggak ada peluang untuk “pemanasan”. Ada penonton lain di samping dan belakang kami. Berakhir film diputar, kami keluar.
“Kemana kini kita, Da?”
“Terserah kamu. Aku ikut saja kok”. Kupegang tangannya
“Da, aku mau belajar lagi sama kamu, boleh nggak?”
“Dimana?” Ida balik tanya.
“Kita ke Gadog. Nginap di sana, tapi sebentar ya aku ke apotik dekat situ!”
“Mau beli apa ke apotik?”
“Aku takut kalian hamil, jadi cari pengaman dulu, sarung karet”.
“Nggak usah. Aku nggak mau kalau pakai itu” nada suaranya meninggi.
“Kenapa, kan supaya kami sama-sama aman”.
“Aku percaya kalian bersih dan aku tetap ikut KB. Aku belum lepas spiral. Makanya waktu itu aku berani aja. Berapa kali kami waktu itu, tiga alias empat kali kan?” suaranya kembali merendah.
“6 kali. Ya telah kalau begitu. Ayo kami berangkat!” Kami pergi ke Gadog.
Sampai di Gadog kuajak dirinya ke salah satu wisma yang ada. Ida menunjukkan raut muka heran. Kami masuk ke kamar. Room boy mengiringkan kami dengan membawa handuk dan air putih di teko. Seusai room boy keluar Ida menuangkan air ke dalam gelas yang terdapat, meminumnya sedikit dan mengisinya kembali hingga penuh, menutup lalu meletakkannya pada meja kecil di samping bed. Kurogoh kantungku, tetap ada permen mint berbagai butir, kuletakkan di dekat gelas.
“Kamu tidak jarang ke sini?”
“Nggak juga, cuma sempat rame-rame dengan kawan nginap di sini”.
“Kamu membayar penuh nginap satu malam?”.
“Iya, tapi bisa diskon, kurayu penjaganya. Aku mau mandi dulu, kalian nggak mandi?”
“Telah tadi mandi di rumah agak siangan”.
Ida melepas celana panjangnya. Baru kuperhatikan bahwa nyatanya dirinya mengenakan baju yang sama dengan pakaian yang digunakan pada pertemuan yang dulu.
“Kamu pakai pakaian yang sama dengan waktu itu ” komentarku.
Aku melepas baju dan celana panjang, ke kamar mandi berlilitkan handuk. Berakhir mandi kembali ke kamar, aku tetap berlilitkan handuk tanpa pakai celana dalam lagi. Kulihat Ida di bawah selimut, tahap bahunya terbuka. Aku ikut masuk ke bawah selimut dan melepas handuk yang kukenakan. Nyatanya Ida telah full bugil di bawah selimut. Kucium lembut bibirnya, kami saling merapatkan badan. Udara di Gadog lumayan dingin, apalagi seusai mandi. Badanku berbagai kali menggigil.
“Dingin ya?” tanya Ida.
“Lumayan, tapi kini telah mulai hangat”. Tanganku mulai gerilya, merayap di sekujur tubuhnya.
Kurasakan kehangatan merayap ditubuhku. Adik kecilku mulai bangun, kurapatkan pada pahanya. Ia tertawa kecil, merasakan adik kecilku yang mendesak dan bergerak membesar di pahanya. Selimut yang menutupi tubuh kami tersingkap semuanya jadi tubuh kami terbuka tanpa ada penutup selembar benangpun.
“Matikan lampunya, kain kordennya bercelah-celah. Kelak diintip orang!” katanya.
“Nggak usah, aku ingin bercinta sambil menonton wajahmu. Kalau ada yang ngintip paling dirinya kelak yang kepingin. Biarin aja”.
Kami mulai berciuman. Gerak tubuhnya mengisyaratkan keinginannya. Kujilati leher dan dagu kemudian kucium tahap belakang telinganya. Ia menggelinjang.
“Merinding ah, kalian kok jadi pintar. Jangan-jangan selagi ini belajar dengan perempuan lain”.
“Nggak kok, lumayan satu gurunya”. Kubalikkan tubuhnya sehinga dirinya memunggungiku.
Kugigit tengkuknya dan kususuri punggungnya dengan lidahku. Ia merintih perlahan. Kurasakan ia terus terangsang. Kubalikkan tubuhnya dan kutindih setengan tubuhnya. Kembali kami berciuman. Hari ini dengan nafsu yang membara. Suara-suara kecipak dan desahan tertahan terdengar ketika kedua mulut kami beradu dan saling menyedot. Lehernya kucium dan kujilat, ia makin mendongakkan kepalanya memberi peluang kepadaku untuk menjelajahi lehernya.
Tangannya mengusap pipi, leher kemudian punggungku hingga ke dekat pinggang dan berputar menggesekkan kukunya perlahan pada kulitku, memberbagi sensasi tersendiri. Sementara tangan kirinya mengusap punggung, tangan kanannya mulai mengelus kantung zakar dan mengurut batangku mulai dari pangkal ke ujungnya. Mr. P-ku makin menegang dan membesar. Ida berguling jadi saat ini ia di atas. Tangannya tetap mengurut senjataku.
Ia melepaskan diri dari pelukanku dan membuka tasnya. Kulihat ia mengambil sesuatu, nyatanya merupakan baby oil dan eau de toilette. Ida duduk di samping pinggangku menghadap ke arah kepalaku. Ia menuangkan sedikit baby oil ke tangan kanannya dan kembali mengurut senjataku.
“Aduh.. Achh, luar biasa nikmat. Nyatanya tetap ada pelajaran baru yang aku belum tahu”.
Kupegang tangannya menahan kenikmatan. Dilepaskannya tanganku
“Telah, kalian diam saja. Jangan ganggu aku. Kalau nggak tahan pegangan kasur dan gigit ujung bantal saja. Kalau terasa mau keluar bilang”. Kuikuti perintahnya.
Diurutnya terus penisku yang makin keras. Kepalanya yang besar kelihatan memerah dan mengkilat terkena baby oil. Aku makin terlena, kadang kuangkat pantatku menahan rangsangan yang luar biasa.
“Ouhh Ida.. Aku mau keluar, aku mau ke.. Lu.. ar”. Ida menggenggam dan merenggut kantong penisku dengan perlahan.
Kurasakan rangsangan itu menurun pelan-pelan. Ida melepaskan genggamannya pada batang penisku. Saat ini dengan kedua tangannya ia mengurut pinggangku dari tahap luar ke bawah dalam ke arah penis. Berbagai menit ia perbuat itu. Kemudian ia menuangkan eau de toilette dan mencampurnya dengan sedikit baby oil lalu mengusapkannya pada dada dan perutku.
Seusai itu dirinya berbaring miring menghadap ke arahku. Kuremas payudaranya yang sebelah kanan dengan kuat sebab gemas. Ia tersenyum kecil dan menggelinjang.
“Telah istirahatlah dulu, rileks dan buat pikiranmu menjadi santai. Hilangkan pikiran yang merangsang. Tetap ada babak berikutnya”.
Ida berbaring telentang di sampingku dan menutupkan matanya. Ditariknya kembali selimut yang tadi telah terlepas untuk menutup tubuh kami berdua. Aku mencoba untuk rileks dan menghapus bayangan dan pikiran yang merangsang. Agak susah terbukti tapi terus kucoba sambil luar biasa nafas dalam-dalam. Harumnya eau de toillette sangat menolong untuk menenangkan pikiranku. Lama-lama pikiranku menjadi tenang.
Kulihat tarikan nafas Ida teratur, tetapi aku tahu ia tidak tidur meskipun matanya terpejam. Setengah jam lebih berlalu. Ida bangun kemudian ke kamar mandi, dalam keadaan polos. Ketika keluar kulihat ia membawa air dalam gayung, sabun dan handuk kecil. Ia duduk di sampingku dan membilas penisku dan menyabuninya hingga bekas baby oil tadi hilang, kemudian mengelapnya dengan hati-hati. Seusai berakhir ia ke kamar mandi membuang air dalam gayung tadi.
“Ayo kami masuk babak berikutnya!” Katanya ketika kembali dari kamar mandi.
Aku berpikir apalagi yang bakal diperbuatnya. Ia membuka selimut yang tetap menutup tubuhku, menindih dan menciumiku dengan ganas. Harumnya eau de toilette tetap tercium. Aku kembali terangsang dengan cepat oleh aksinya. Ia memberi isyarat supaya aku berada di atas. Adikku yang terangsang telah mengacung dan siap menembus guanya. Ida memegang penisku dan mengarahkannya ke celahnya yang agak lembab. Kedua kakinya mengangkang lebar dengan lutut agak diangkat.
Hari ini penisku bisa langsung masuk dan menerobos ke dalam hingga tenggelam hingga ke pangkalnya. Ida memegang pinggulku dan menolong menggerakkannya ke atas ke bawah. Kupacu kuda betinaku mendaki lereng kenikmatan. Gerakan kami terus liar. Erangan dan lenguhan kami terus kuat dan tidak jarang. Hingga akhirnya aku merasakan hampir hingga ke puncak kenikmatan. Kupercepat gerakan naik turunku sambil mendesah.
“Ida.. Ouuhh.. Ida, kami sama-sama.. “. Tidak sama dengan kehendakku, Ida malahan mendorong tubuhku dan melepaskan pelukanku.
Aku menolaknya.
“Apa-apaan kalian Da!” kataku sedih.
“Telahlah lepaskan aku dulu, aku bakal memberbagimu sesuatu yang luar biasa malam ini. Percayalah” katanya lembut sambil mengecup keningku.
Aku berbaring menjauhi tubuhnya dengan hati sedih dan penuh tanda tanya. Ida mencoba menghiburku.
“Berikutnya aku bakal memberbagi kepuasan yang lain yang belum sempat kalian peroleh”. Aku tetap diam saja.
“Sekarang istirahatlah lagi agak lama dari yang tadi,” sambil mengatakan begitu jari tangannya memegang erat jari tanganku.
Aku menurut saja dan berpikir lagi, pastilah dirinya tidak bermaksud untuk mengecewakanku. Tapi apa berikutnya? Kulihat hari ini Ida sangatlah tertidur. Akhirnya aku mencoba juga untuk tidur. Sempat kulirik arlojiku. Jam sepuluh lewat sedikit. Berbagai lama kemudian entah sebab dongkol alias lelah sebab perasaan
“menggantung” akupun tertidur.
Entah berapa lama aku tertidur hingga aku merasakan ada tubuh yang mendesakku dengan lembut. Ida telah bangun rupanya. Dadanya meskipun kecil tapi tetap terasa menekan lenganku.
Aku terkejut,
“Jam berapa sekarang?” tanyaku.
“Jam dua belas lewat” jawabnya. Berarti telah dua jam aku tertidur. Ida menggapai gelas yang ada di meja kecil dekat ranjang, meneguk airnya dan memberbaginya padaku.
“Minum dulu, mulut orang habis bangun tidur aroma “.
“Siapa bilang?” kataku sambil mengambil permen yang kuletakkan di dekat gelas tadi, membuka bungkusnya dan memasukkannya ke dalam mulut.
“Ih curang, bagi dong permennya” katanya sambil menciumi bibirku.
Kami saling memainkan permen tadi, bergantian mengulumnya hingga akhirnya habis. Ida di atasku, menciumi dadaku dan menjilati putingku. Diganjalnya kepalaku dengan bantal satu lagi jadi kepalaku agak ke atas. Aku tidak tahan dengan aksinya jadi kutarik mukanya ke mukaku. Kami berciuman dengan penuh gairah. Kaki kami saling menjepit, kakiku menjepit kaki kirinya dan kakinya juga menjepit kaki kiriku. Kugesekkan selangkanganku pada pahanya. Ia mendesah. Gantian kini selangkangannya yang menggesek pahaku.
Kami makin terbuai dengan gerakan masing-masing. Saat ini kedua kakinya menjepit kakiku. Sementara penisku yang dari tadi penasaran telah kembali mengeras. Dalam posisi di atasku sambil menahan tubuh dengan tangannya Ida menggerak-gerakkan pinggulnya mencoba memasukkan penisku ke dalam liang kenikmatannya tanpa bantuan tangannya. Agak susah terbukti, tapi ketika kepala penisku telah mulai masuk ke dalam liang vaginanya ia memutar-mutar pinggulnya sambil menekan ke bawah. Kurasakan gerakan peristaltik yang kuat dari otot kemaluannya.
Sampai kemudian seluruh batang penisku terbenam dalam vaginanya. Ia tetap memutar-mutar pinggul dan membikin gerakan naik turun. Aku meremas, memilin dan mengulum payudaranya. Kami saling share kenikmatan dengan posisi semacam itu.
“Ouh.. Mmmhh.. Ngngngnhhk” Ida mendesah tertahan.
Aku mencoba duduk dengan Ida tetap dalam pangkuanku. Kami bisa berpelukan dan berciuman dengan sangat intens. Ida tetap menggerakkan pinggulnya naik turun. Penisku terasa semacam dikocok-kocok. Kurebahkan Ida ke arah yang berlawanan dengan posisi tidur semula, jadi saat ini bantal berada di posisi kaki. Kugenjot pinggulku naik turun dengan ritme yang berubah-ubah. Kadang cepat kadang sangat lambat. Tapi setiap gerakanku rutin kubuat agak tinggi jadi penisku terlepas dari vaginanya, lalu kutekan lagi. Setiap penisku dalam posisi masuk, menggesek bibir vaginanya ia terpekik kecil. Kami berdua sangat menikmati permainan ini.
Kakinya bergerak dan kedua kakinya kujepit dengan kedua kakiku. Dalam posisi begini aku tidak bisa luar biasa penis terlalu tinggi sebab susah untuk memasukkannya lagi. Tetapi dalam posisi begini jepitan vaginanya jadi sangat terasa. Kami merubah posisi lagi. Hari ini kaki kirinya di luar kaki kananku dan kaki kanannya di dalam kaki kiriku. Kubelit kaki kirinya dengan kaki kananku dan sebaliknya.
Dengan posisi begini kami bisa menghemat gerakan. Dengan sedikit gerakan saja rangsangan kenikmatan yang muncul sangat terasa. Kadang kami hanya diam saja dan lumayan menggerakkan otot kemaluan kami untuk saling memberi rangsangan. Ketika kurasakan bakal mencapai puncak kenikmatan kuubah posisi kaki dalam posisi konvensional. Posisi konvensional ini paling memungkinkan bagi kami untuk mengekspresikan puncak kepuasan dengan cara maksimal.
“Ida.. Ouhh nikmat sekali, luar biasa sekali permainanmu.. ” Kuperkirakan telah setengah jam kami bercinta, tetapi terasa ada energi tambahan yang membikin kami bersi kukuh untuk tidak segera mencapai puncak.
Kupercepat gerakanku dan gerakannya juga terus liar.
“Agak ke atas sedikit.. Oooh” pintanya. Kuikuti saja permintaanya.
Aku menggeser tubuhku agak ke atas tahap tubuhnya, jadi gerakan penisku menggesek tahap atas vaginanya. Rupanya dengan posisi ini gesekan penisku dengan klitorisnya mebuat dirinya sangat nikmat. Tubuhnya kadang seakan merinding dan gemetar. Pinggulnya memutar-mutar dan naik seolah-olah menghisap penisku.
Bunyi deritan ranjang, erangan dan bunyi selangkangan beradu seolah-olah berlomba. Tubuh kami telah basah oleh keringat yang membanjir. Dinginnya udara Puncak tidak terasa lagi. Kurasakan ada gerakan menjalar dalam penisku. Inilah saatnya sebentar lagi bakal kuakhiri permainan ini.
Ida terengah-engah menikmati kenikmatan yang dirasakannya.
“Ida.. Da sebentar lagi aku mau keluar.. ” Gerakanku terus cepat hingga seolah-olah tubuhku melayang.
Lututku mulai sakit.
“Ayolah Anto aku juga mmau kkel.. uar. Kami sama-sama hingga”. Ketika kurasakan ajaran pada penisku tidak tertahankan lagi kuunjamkan dalam-dalam sambil memekik tertahan.
“Ida.. Ouh .. Sekarang.. Sekarang”
“Ouh Anto aku.. Keluar” Kakinya membelit kakiku, kepalanya mendongak dan pantatnya diangkat.
Kurasakan denyutan dalam vaginanya sangat kuat. Kutembakkan laharku hingga berbagai kali. Giginya dibenamkan dalam bahuku hingga terasa pedih. Aku merasakan faktor yang luar biasa semacamnya melayang di udara dan rasanya cairan laharku menjadi lebih tidak sedikit. Napas kami tetap tersengal-sengal, kucabut penisku dan menggelosor di sampingnya. Jarinya memegang erat jariku.
“Bagaimana?” tanyanya. “Wouw.. Luar biasa” jawabku.
“Aku baca dari suatu buku mengenai teknik pijatan untuk melancarkan ajaran darah ke penis dan mempertidak sedikit tembakan mani”.
“Pantas saja, rasanya maniku sangat tidak sedikit dan senjataku sangat keras. Terima kasih Ida”. Kami tidur hingga pagi dan rasanya lumayan sekali saja kami bercinta dalam semalam kalau kepuasan yang didapat luar biasa semacam hari ini.
Kuantarkan Ida kembali ke rumahnya. Kawannya yang membukakan pintu kemarin tersenyum-senyum dan melirik genit ke arahku. “Boleh dong lain kali ajak kita, masakan Ida terus yang diajak. Kami punya oke juga lho” katanya sambil menonton ke arah Ida sambil meleletkan lidahnya.
“Silakan aja kalau Antonya mau”. Hmm, dipikir kami takut,,,,,,,,,,,,,,,,,,