vidio bokep – Cersex artikel dewasa khususnya Cerita Sex, Pesta Sex, Cerita – Semuanya ingin merasakan bercumbu dgnku.Semuanya ingin merasakan bercumbu dgnku. Dari Andar, kemudian beralih ke Baim dan Wandy, kemudian Baskami petugas Satpam yg suka mengantar Mas Gilang suamiku. aku tak bisa mengelak, sebab aku takut kalau di antara mereka ada yg kecewa dan kemudian melaporkanku pada suamiku. Tetapi kuakui bahwa semua hal yg berlangsung itu kulakukan dgn penuh kesadaran dan bahkan kunikmati.
Pada malam setelah Baskami si Satpam yg terpaksa kuterima untuk menyebadaniku di atas ranjang pengantinku, aku akhirnya jatuh tertidur pulas kelelahan. Pukul 9 pagi esoknya, terdengar tukang koran membangunkanku. Dia menagih rekening bulanan koranku. Dgn daster tidur, aku keluar menemuinya dan kusodorkan bayarannya. Kemudian aku mandi dgn air panas sampai kesegaranku pulih kembali.
Mas Gilang akan pulang ke Jakarta 2 hari lagi. Mudah-mudahan aku telah sepenuhnya segar dan tak ada sisa-sisa apapun yg bisa dibaca pada badanku atau mengundang kecurigaan akan penyelewenganku. Pukul 10.30 setelah sarapan pagi, aku menyempatkan diri menyiangi dan menyiram tanaman kembangku. Ini merupakan acara rutinku dalam rangka mengisi kegiatan di rumah. Sekitar pukul 12 siang, setelah mengurus tanaman, terasa perutku sangat lapar. Dari lemari es kuambil persediaan sirloin steak 200 gram di chiller. Dalam 20 menit aku telah menghadapi seporsi besar steak lengkap dgn tumis buncis dan kentang goreng. Dgn penutup orange juice dan segelas besar air mineral, aku makan besar siang ini sampai kekenygan. Kubaca koran pagi yg belum sempat kubuka lembaran-lembarannya.
Pukul 3 siang, tetanggaku, Bu Tommy mampir ke rumahku untuk meminjam alat pemotong bunga. Di halaman, kami mengobrol ttg berbagai tanaman yg kurawat sampai selalu nampak sehat dan berbunga indah. Pada pukul 4 sore terdengar dering teleponku. Bu Tommy pamit, kemudian aku masuk mengangkat telepon itu.
“Selamat sore, Bu Gilang”, kudengar suara bariton di ujung telepon.
“Masih ingat saya..,?”
aku ingat, itu Pak Doni, boss di kantor suamiku. Ada apa ini? Pikiranku dipenuhi tanda tanya.
“Selamat sore Pak Doni, apa kabar?”.
“Baik, Bu. To the point saja ya. Ada dua hal yg ingin saya sampaikan, Bu”.
aku langsung jadi deg-degan nih, ada apa. Tumben-tumbenan seorang boss besar seperti Pak Doni meneleponku, kok langsung berbicara serius seperti ini.
“Pertama, saya dapat laporan dari Pak Samin penjaga villa saya di Bogor”. Degg, rupanya rahasiaku petualanganku dgn teman-teman suamiku terbongkar. Matilah aku, pikirku.
“Kedua, saya barusan menelepon Pak Gilang”.
Wah, benar-benar celaka, kiamat, pikirku.
“Saya minta Pak Gilang menyelesaikan tugasnya sampai mendapatkan Surat Ijin Prinsip dari Pak Bupati Kalimantan. Itu artinya Bu, Pak Gilang baru bisa sampai Jakarta hari Rabu, 2 hari mundur dari rencananya yg harusnya Senin besok telah pulang”.
aku mencoba mencari kaitannya antara hal pertama dgn hal yg kedua. Ah, aku mulai curiga. aku membaca ada tanda-tanda yg tak benar dari Pak Doni. Rupanya serigala-serigala kelaparan terus berkeliaran mencari mangsanya.
“O iya Pak. Ya bagaimana lagi, khan Mas Gilang memang harus menyelesaikan tugasnya”, aku berusaha menanggapinya dgn ringan dan tenang.
“Benar Bu, dan saya telah merencanakannya, apabila Pak Gilang berhasil menyelesaikan tugasnya, akan mendapatkan surprise dari perusahaan, kami telah sepakat untuk mengangkatnya jadi Wakil Direktur. Itu artinya dia akan mendapat loncatan promosi 2 kali. Hal tersebut belum pernah kami berikan kepada karyawan lain sebelumnya. Tetapi tolong untuk hal ini menjadi rahasia kita dulu ya Bu, biar Pak Gilang merasakan surprisenya itu”.
“Ooo, baik, Pak. Terimakasih, Pak”.
Wah, Pak Doni berusaha memamerkan kebaikan hatinya.
“Tt.., tte.., tapi.., B.., Bbu.., ini berkaitan dgn hal yg pertama tadi. Saya rasa kita perlu membicarakannya berdua, Bu”.
“Maksud Bapak?”, aku menempatkan diri seakan aku tak tahu apa-apa dgn yg dimaksudkannya laporan Samin.
“Begini Bu Gilang, Ibu telah tahulah. Samin bilang bahwa selama 2 hari berturut-turut karyawan saya yg teman-teman Pak Gilang datang bersama Ibu di villaku. Jadi.., yy.., ya.., inilah yg saya maksud dgn kita perlu membicarakan berdua, agar Pak Gilang tak tersendat promosinya di kantor”.
“Saya telah booking President Suite Grand Hyatt di jalan Thamrin, jam 5.30 sore ini. Bu Gilang saya tunggu di Dome Coffee Shop. Jangan dilewatkan ya Bu.
Saya tunggu lho”, nadanya memerintah, seakan aku bawahannya dan dia bisa seenaknya memerintahku.
aku masih bengong saat Pak Doni menutup teleponnya tanpa memberikan kesempatan padaku untuk berbicara. Dara serigala kelaparan bermental pemeras, umpatku dalam hati. fantasiku.com Yg satu ini adalah serigala tua yg sangat kelaparan sesampai begitu mendengar kasusku saat berada di villanya di Bogor, dia merasa mendapat kesempatan. Dia pikir bisa seenaknya memilih dan menetapkanku sebagai mangsanya. Pak Doni itu adalah boss suamiku yg walaupun fisiknya masih gagah, sehat dan segar tetapi usianya telah gaek, mendekati 60 tahun.
Bagaimana lagi ini. Gara-gara Andar, aku dibuatnya super sibuk selama beberapa hari ini. Tetapi kalau masalah ini sampai pada Pak Doni, terus terang sama sekali tak pernah kuperhitungkan sebelumnya. Dgn mendengar pembicaraannya di telepon tadi, kalau kuabaikan akan bisa mengancam posisi suamiku di kantor. Apa yg sesungguhnya telah terjadi? Dgn penuh tanda tanya, ragu, takut, khawatir, kesal sebab orang-orang mendekatiku dgn cara memeras, akhirnya aku pergi mandi dan bersiap-siap memenuhi panggilan Pak Doni.
Di atas taksi yg menuju ke Grand Hyatt Hotel di Thamrin, aku mencoba membaygkan sosok Pak Doni. Menurut Mas Gilang, walaupun lahir di Jawa dan Bapaknya orang kraton Solo, tetapi dia masih memiliki darah keturunan dari timur tengah. Memang dari profil wajahnya, cukup nampak garis-garis Semitnya. Kalau sedang berkumpul, Ibu-ibu para istri teman-teman Mas Gilang sering berbisik-bisik bahwa Pak Doni mirip Omar Syarif, bintang film Mesir yg memang tampan. Dalam beberapa kali kesempatan mendampingi Mas Gilang, kuperhatikan mata Pak Doni yg tak lepas-lepasnya memandangiku walaupun istrinya, Bu Retno yg terkenal cantik pula di masa mudanya, yg katanya juga masih keturunan raja Solo itu selalu berada di sampingnya. aku telah tahu dan terbiasa akan hal seseperti itu. Para lelaki memang selalu haus. Apa lagi kalau mendengar perkataan Andar, menurut istri-istri teman sekantor Mas Gilang, akulah yg paling cantik dan sensual. Bibirku mengingatkan para lelaki itu pada bibir Sarah Ashari. Demikian pula rambutku yg panjang yg lebih suka kulepas terurai.
Dgn kepalaku yg hanya setinggi dadanya, aku perkirakan tingginya mendekati 180 cm. Tetapi dgn badannya yg cukup gemuk, aku kira bobotnya tak kurang dari 75 kg, dgn tangan-tangannya berbulu lebat. Seperti lebatnya orang timur tengah pada umumnya. Kulitnya yg putih, membuat bulu-bulu itu nampak kontras tumbuh di atas kulitnya. aku sering tergetar kalau melihat lelaki berbulu seperti itu. aku tak bisa membaygkan seperti apa bulu-bulu yg ada di bagian badan lainnya. Suaranya yg bariton, menambah wibawa kepemimpinannya selaku Direktur Utama perusahaan tempat Mas Gilang bekerja. Dia juga nampak sangat matang, baik sebagai pimpinan, maupun sebagai pribadi. Pak Doni, orangnya nampak sangat “gentleman”. Beberapa kali dia membukakan pintu mobilku saat aku sedang bertandang ke rumahnya dalam rangka kegiatan antar para istri karyawan perusahaannya, di mana Ibu Doni selaku ketuanya.
Sedikit banyak aku juga tahu, “booking” President Suite Grand Hyatt itu, setaknya sekitar US$ 2.500 yg harus dia keluarkan dari koceknya. Itu artinya tak kurang dari Rp. 20 juta semalam atau 4 bulan gaji Mas Gilang yg penuh kerja keras itu. Dan pengeluaran sebesar itu hanya untuk bisa “ngeloni” aku, istri Mas Gilang, bawahannya. Ada juga terselip sedikit rasa tersanjung di hati kecilku dgn apa yg telah Pak Doni lakukan untukku itu.
Persis di depan pintu kaca besar di Dome Coffee Shop Grand Hyatt, Pak Doni menjemput dan membukakan pintu Dome untukku.
“Selamat sore, Bu”, ucapannya yg bariton dan begitu “gentleman” itu sambil sedikit menundukkan kepalanya.
Dia telah “reserve” meja persis di depan kaca lebar yg menghadap ke patung Selamat Datang yg terkenal itu. Kepada pelayan dia memesan sesuatu. Dia tersenyum kepadaku.
“Bu Gilang, jangan tanya pesanan saya ya. Ini sengaja tak saya tawarkan pada Ibu. Ini surprise dari saya untuk Ibu sebab Ibu sangat cantik malam ini, eh, sore ini”, dan tanpa ragu, tangannya yg berbulu lebat itu meraih tanganku dan meremasnya. Ah.., Bapak ini PD-nya kelewatan, begitu bathinku.
“Dan maaf, saya telah merepotkan Bu Gilang”, lanjutnya berkaitan dgn pemerasan lewat telepon yg dia lakukan sore tadi padaku.
Dia perhatikan aku sepenuh mata dan hatinya. Dia juga perhatikan aku sepenuh laparnya seekor serigala lapar. aku merasa seakan hendak dikunyah-kunyahnya. Seakan hendak dia telan bulat-bulat. aku merasa dia seakan mendapatkan makanan yg terlezat dgn mendapatkanku sekarang ini. Kurasa air liurnya tak lagi tertahankan untuk mulai merobek-robek diriku. aku berusaha tenang, walaupun sesungguhnyalah aku merasa “nervous”, agak takut, agak gemetar. Tetapi, tak tahu juga, hatiku sekaligus juga tergetar. Bahkan gigiku terasa gemerutuk saling beradu sebab gemetarku.
aku merasakan seperti ada birahi yg menjalar pada diriku. Birahi selaku wanita yg harus menyerahkan diri dan menyerahkan badannya ke meja altar untuk dijadikan korban hasrat dan mangsa serigala yg lapar. Tetapi anehnya, situasi yg harusnya menyeramkan itu justru menyimpang menjadi sensasi erotik yg membakar darahku. Dan sensasi erotik itu menimbulkan perasaan nikmat penuh birahi yg terasa mulai merambati libidoku. Kenikmatan birahi sebab aku telah ditaklukkan, dikalahkan, ditawan, ditundukkan, diinjak-injak, diperbudak dan dimusnahkannya harga diriku. Penyelewenganku di villa Bogor itu telah membangunkan Pak Doni, serigala tua yg kelaparan ini.
Sepintas kuperhatikan dia. Nampak sangat segar dan penuh percaya diri. Yg pasti, kecukupan dan kesenangan duniawinya tak akan pernah kekurangan. Badannya yg besar tetap nampak serasi, tak terlampau gemuk dan sedap dipandang mata, khususnya oleh orang yg sedang dilanda birahi sebagai orang taklukan seperti aku sekarang ini. Gerakannya lincah, tanpa nampak adanya kendala usia pada badannya. Dgn “trengginas” dia tarik kursi dan membimbingku untuk duduk. Senyumannya menebar keluar dari wajahnya yg memancarkan nuansa rasa tenteram dan terlindungi bagi siapapun yg dekat dgnnya.
Kulitnya yg putih, dgn wajah sedikit mengingatkan wajah-wajah timur tengah seperti Omar Syarif itu, memancarkan kesan sebuah pribadi yg anggun dan penuh kharisma. fantasiku.com Dgn brewok dan kumis yg selalu tercukur licin sampai menyisakan baygan keunguan dari akar rambutnya pada dagu dan sekitar mulutnya, wajah Pak Doni nampak sangat jantan. Sangat macho. Alisnya yg tebal dan matanya yg nampak tajam seperti elang gurun terasa menusuk langsung ke jantungku.
Kembali aku tergetar sampai gigiku bergemerutuk. aku menggigil, tetapi bukan oleh dinginnya ruang AC Coffee Shop Dome ini. Sedikit botak di kepalanya justru menunjukkan daya tarik seksualnya. Para wanita akan membaygkan alangkah indahnya apabila botak seperti itu berkesempatan bersandar pada buah dada mereka. Giginya yg putih dan sangat terawat nampak membuat gaya bicara maupun senyumannya menjadi simbol keramahan, kesantunan dan penuh sensualitas.
Sore ini beliau memakai kemeja lengan pendek dgn gambar bunga-bunga yg menunjukkan bahwa dia sangat santai, tak ada beban, tak ada masalah-masalah yg menggelayutinya. Tercium sedikit semburat parfum khusus untuk lelaki. Tak dominan, sesampai bau keringat alaminya masih bisa tercium lewat hidungku.
“Bu Gilang sungguh sangat cantik. Sangat mempesona”, begitu dia mengawali pembicaraannya sesaat setelah membisikan pesanan rahasianya pada pelayan Dome.
Matanya tak pernah melepaskan pandangannya padaku, pada bagian-bagian badanku. aku tersenyum dan hatiku membumbung ke langit penuh bunga-bunga. Diraihnya tanganku dan diremasnya dgn penuh keyakinan bahwa aku telah menyerah menjadi tawanannya. aku tak mampu lagi berkutik, dan siap menjadi budaknya untuk dikorbankan pada meja altar hasrat lapar birahinya.
Bulu-bulu tangannya sempat menyentuh tanganku. aku langsung merinding. aku tak mampu berpikir apa-apa lagi. Otakku langsung tumpul oleh darahku yg telah dikuasai birahi pula. Kurasakan mata Pak Doni tak sedetikpun melepaskan pandangan hausnya dariku. Ada sedikit rasa kikuk pada diriku. Adakah yg salah? Atau semata pandangan penuh kekaguman? Tetapi aku berusaha yakin bahwa yg kedualah penyebabnya. Untuk sore ini aku memang sangat hati-hati dalam menjaga penampilanku. aku memilih dgn cermat apa-apa saja yg akan kupakai. Bagaimanapun aku adalah seorang wanita yg selalu merindukan kehormatanku. Setak-taknya mata lelaki yg terpesona akan kecantikanku pasti akan sangat membahagiakanku.
Setelah mandi air panas dgn segala pewangi alami yg biasa kugunakan, aku menyiapkan pakaian, aksesori, parfum yg tepat dan make up. Beberapa pilihan dan model baju, rok dan sepatu kupertimbangkan masak-masak. aku ingin tampil sebagai wanita yg cantik, penuh percaya diri, sensual dan seksi namun anggun. Terakhir, ada 2 baju yg harus kupilih, modelnya hampir sama. Hanya warnanya yg berbeda, yg satu merah muda, dan yg lainnya ungu tua. Akhirnya kupilih yg ungu tua. Ini cocok dgn deskripsiku tadi, penuh percaya diri, sensual dan seksi namun anggun. Model ini mirip dgn yg kupakai saat berjalan bersama Andar. Dgn tali kecil tipis pada bahuku yg akan sangat menawan para lelaki, begitu komentar suamiku saat aku memakai baju ini, kain sutra Thailand yg mahal, membuat lekuk badanku membayg dgn sangat lembut. Bagi lelaki penuh selera, begitu kubaygkan lelaki seperti Pak Doni ini, penampilanku akan sangat menyentuh selera birahinya. aku tersenyum sendiri membaygkan kepuasan yg akan kuraih, demi melihat Pak Doni yg bersimpuh memujaku.
Untuk bibirku yg tak perlu diragukan lagi mirip bibir Sarah Ashari ini, kulekatkan lipstick Margo yg membuat kesan wet look sampai seakan bibirku basah dan mencuat siap menerima lumatan bibir lelaki manapun. aku juga memakai parfum La Roche yg sangat lembut tetapi tak akan pernah terlupakan selama bertahun-tahun oleh siapapun yg sempat menyentuhnya. Mengenai rambutku, aku paling senang melepas urai rambutku. aku merasa kesan kewanitaanku akan sangat nyata sebab rambutku ini. Saat terkena angin, kunikmati geraiannya yg sesekali terbang menutupi mukaku, dan saat tanganku menyibakkannya akan menunjukkan pesona diriku bagi lelaki yg berada di dekatku. Dan sesekali kusibakkan rambut ke belakang dgn leherku, yg merupakan pesona sensual sendiri yg terpancar dari gayaku.
aku juga memakai sepatu warna ungu tua bertali dgn hak tinggi. Warnanya kebetulan pas dgn warna gaun yg akan kupakai. Ini sesungguhnya sepatu murah. Tetapi aku memang tak gila merk berkat kesadaran dan pengetahuanku ttg desain yg baik. Kuperoleh sepatu ini dari sebuah boutique kecil di Pondok Indah. Dgn sepatu ini nampak tumitku yg lembut mirip telur ayam kampung dan betisku yg sangat aduhai, begitu kata Indri tetanggaku, istri pelaut yg lesbi dan sangat suka menggigiti betisku ini.
Makanan pesanan Pak Doni datang. Pelayan menurunkan makanan tersebut dari meja dorongnya. Kusaksikan surprise Pak Doni untukku. Pertama, tiram rebus yg diimpor khusus dari Laut Tengah dgn kaviar ikan sturgeon dari sungai Mekong. Disuguhkan di atas kulit tiram keperakan yg cukup besar. Kedua, salad mangga dgn lemon yg dibubuhi prosciutto atau ham Itali. Kemudian segelas red wine. Pak Doni sangat tepat dalam membaca selera makan impianku. Semua makanan itu sangat ideal bagiku yg selalu mempertimbangkan bobot badanku. Makanan-makanan pilihannya itu tepat energi dan tak mengancam kolesterolku. aku tak tahu berapa harga untuk semua makanan super mahal itu. Dan untuk Pak Doni sendiri, dia hanya minum teh Assam dari India dgn gula batu.
“Silakan, Bu Gilang. Ini sekedar apetizer. Nanti makan besarnya di kamar saja.
Saya telah atur”.
Sekali lagi dia meremas jari-jari kiriku. Selangit rasanya aku tersanjung.
“aku memang hanya minum teh seperti ini, dimana saja, kapan saja”.
Diam-diam setiap kali kulirik Pak Doni. Dia terus menerus menatapku bak serigala yg benar-benar lapar. Tetapi dgn usianya yg telah cukup sepuh, walaupun birahinga datang memacu, dia adalah serigala yg bijak dgn ketenangannya yg luar biasa. Dia sangat menguasai medan dan iramanya yg terus mengalir penuh improvisasi. Dan dia selalu memiliki jalan keluar untuk menghindarkan suasana kebisuan. Sambil meremas jari-jariku, dia menanyakan cat kukuku, gaun sutraku, warna lipstick-ku, aksesorisku dgn penuh antusias.
Setelah aku menikmati hidangan hebat ini, Pak Doni mengajakku beranjak. Pada billingnya kulirik tagihan makannya, US$ 250. Wow, paling tak hanya dalam tempo 5 menit telah kutelan Rp. 1,5 juta masuk ke perutku.
President Suite Pak Doni berada di lantai 7. Dari tempat ini nampak panorama malam Jakarta yg penuh lampu-lampu. Begitu memasuki kamar, kuperhatikan ruang tamunya yg besar dgn sofa-sofanya yg mewah. Tempat tidurnya King Size yg mewah pula. Pak Doni duduk di salah satu sofa yg tersedia, kemudian memanggilku, memintaku duduk di pangkuannya. Dgn kesadaran birahi seorang wanita taklukan dan budak yg harus patuh pada tuannya, aku mendekat. Bukankah aku tawanannya, kini?
Belum pernah seumur-umur aku mengalami tremor sampai gigiku menggerutuk menggigil seperti ini. Seorang bapak, boss yg sangat gentleman, kharismatik, memanggilku dan memintaku duduk di pangkuannya. fantasiku.com Dia begitu percaya diri, bahwa semuanya pasti akan beres. Sikapnya itulah yg membuatku langsung bertekuk lutut. Dan saat telah berada di dekatnya, tangan kanannya menjemput, meraih pinggulku dan dgn penuh kelembutan ditariknya aku ke pangkuannya. Sambil membenamkan wajahnya ke leherku, Pak Doni berbisik.
“Bu Gilang, kamu sangat mempesonaku. Bu Gilang sangat cantik. Sangat seksi”.
Tangan kananku secara otomatis merangkul bahunya agar aku tak terjatuh. Sementara itu tangan kanan Pak Doni meraih paha kiriku agar posisi dudukku lebih ke tengah pangkuannya. Mendengar bisikannya, semangat birahiku langsung hadir. aku ingin mendapatkan lebih dari sekedar bisikan di leherku. Tangan kiriku kurangkulkan ke lehernya sampai kedua tanganku saling berpegangan di belakang kuduknya. Posisi seperti itu menggiring wajah Pak Doni lebih bergeser ke dadaku. Tenggelam ke bukit-bukit ranumku yg telah setengah terbuka sebab model gaunku yg memang menampilkan belahan buah dadaku. Pak Doni menyapukan wajahnya pada dadaku. Menghirup aroma dari dadaku itu.
“Paakkhh.., hh..”.
Kurasakan tangan Pak Doni mulai menyingkap gaunku. Tangannya mengelus pahaku yg sintal ini. aku semakin merinding. Akhirnya kami saling melumat. Ciuman Pak Doni sungguh maut. Ciuman seorang lelaki yg telah matang dan penuh perasaan serta penghargaan pada lawan mainnya. Dari sebuah ciuman, kurasakan bahwa Pak Doni bukanlah lelaki egois. Dia mau menerima dan sekaligus juga menikmati saat memberi. Lidahnya yg besar menyeruak ke rongga mulutku, mengorek dan mengisap ludahku sambil tangan kanannya mulai menelusuri celah selangkanganku. aku mulai menggelinjang dan serasa terbakar darahku. Birahiku mulai memanas dan menanjak.
Ciuman Pak Doni membuatku benar-benar terhanyut. Mau tak mau aku tergerak untuk memberikan respons dgn penuh perasaan juga. aku menyedot lidahnya, juga ludahnya. Dan Pak Doni memberikannya untukku. aku rasakan kini, bahwa dgn ciuman saja kita bisa mendapatkan ribuan warna dan nuansa, dimana setiap warna dan nuansa itu benar-benar memiliki bentuk kenikmatan yg berbeda-beda. Dan itu berkat pemahaman akan makna ciuman dgn gerakan anggota badan yg lain yg sama-sama menggiring sensasi kita dalam menapaki birahi yg diharapkan akan terus memuncak.
Saat menyedot lidah dan ludah itulah, tangan Pak Doni menelusuri tepian celana dalamku di celah selangkanganku. Paduan kerja lidah dan tangan seperti inilah yg membuatku terbawa melayg-layg dalam langit penuh kenikmatan. Dan aku harus belajar menyelami irama dan makna dalam menapaki birahi ini. Saat aku harus melakukan balasan ciuman atau sedotannya, aku mulai dgn sedikit menggoyg pinggulku, untuk menunjukkan pada Pak Doni betapa nikmat sentuhan yg dilakukannya pada tepian celana dalamku itu.
Tak keliru jika dikatakan bahwa seks itu sesungguhnya merupakan suatu seni. Ciuman, rabaan, desahan, rintihan, goygan bahkan sibakan rambut atau cubitan kecil di pinggul atau jambakan rambut sampai lawan cumbunya merasakan pedihnya kulit kepalanya atau cakaran kuku-kuku pada punggung. Hal seperti itulah yg harus dimiliki oleh para suami dan istri. Dan hal seperti itulah yg kuanggap tak pernah secara serius diusahakan oleh suamiku sendiri, Mas Gilang. Dia hanya seorang egois yg hanya asyik dgn pekerjaannya. Dia tak pernah mengusahakan bagaimana agar istrinya juga mendapatkan kepuasan. Bukan sekedar kepuasan materi. Dia sama sekali tak pernah merasakan apa sesungguhnya yg kubutuhkan. Lembutnya bercumbu dalam ciuman, nikmatnya sapuan lidah yg sesekali merambah ke daguku, gigitan bibirku pada bibirnya atau sebaliknya, erangan dan desahan kecil dari mulut-mulut kami, remasan-remasan jari-jari lentikku pada kuduk Pak Doni, rabaan jari-jari Pak Doni pada tepian celana dalamku yg sesekali melewati batas tepian itu dan menyentuh atau mengusap atau bahkan memilin bibir-bibir kemaluanqu telah menggiring semakin jauh dan tingginya hasrat birahi kami.
Kurasakan Pak Doni semakin terbakar sampai panasnya juga langsung membakar diriku. Hasrat ini setapak-setapak menanjak. Dan rasanya pada saatnya akan meroket. aku telah dapat merasakan kalau pangkuan yg sedang kududuki menggelembung. Kemaluan Pak Doni telah mengganjal di bokongku. Setiap kali aku harus memepetkan badanku agar lebih mepet ke badannya. Sekali lagi Pak Doni menunjukkan improvisasi matangnya.
Dia raih kaki kananku dan diangkatnya sampai kini aku setengah miring dan setengah membelakangi badannya. Kakiku di sandarkannya ke sandaran jok sofa. Dan akibatnya selangkanganku menjadi terbuka dan gaunku melipat ke pinggulku sampai celana dalamku langsung tampak.
Kini tangan kananku yg tak lagi menggelayut pada lehernya kuangkat ke atas belakang jatuh ke tangan sofa kiri tanpa pegangan. Ketiakku terbuka lebar, demikian pula dada dgn belahan buah dadaku.
Bibir Pak Doni lepas dari bibirku. Pagutan dan ciumannya berubah menjadi sedotan dan jilatan pada ketiakku. Sementara tangan kanannya mulai meliar meremas kemaluanku dan jari-jarinya mulai menembus lubang kemaluanqu. aku mulai mendesah histeris. Tangan kiriku serta merta meraih rambutnya yg setengah botak itu dan meremasnya dgn penuh kegatalan birahi. Betapa kenikmatan birahi dalam kualitas yg sangat tinggi tengah menyeruak dalam relung badanku dan terus memacu libidoku untuk terus menapaki ke jenjang puncaknya. Kegatalan pada liang kemaluanqu memaksaku untuk menjerit lembut sembari mengangkat pantatku untuk menjemput jari-jari Pak Doni yg telah menari-nari dalam liang surgaku.
Tiba-tiba aku ingin sekali meraba dan mengelus dada Pak Doni yg tentu bulunya lebat sebagaimana yg kulihat pada tangan-tangannya. Tangan kiriku melepaskan remasan rambutnya menuju ke kancing-kancing kemejanya untuk melepaskannya. Walau hanya 2 atau 3 kancing yg terlepas, telah cukup bagi tanganku untuk menyeruak masuk mencapai dadanya yg gempal penuh bulu itu. Perasaan merinding kembali menyergap hasratku saat tapak-tapak tanganku merasakan lebatnya bulu dada Pak Doni. Kuraba badannya lebih ke dalam seakan hendak memeluknya. Lagi-lagi aku mendesah hebat.
Goygan pinggul serta gerakan pantatku untuk menahan kegatalan serta menjemput tusukan jari-jari Pak Doni dalam liang kemaluanqu membuat ciuman dan jilatannya semakin meliar pada seluruh wilayah dadaku. Dgn bantuan tanganku, Pak Doni kini juga telah menyedot putingku yg semula masih tersembunyi dalam BH-ku. Kenikmatan ciuman dan jilatan Pak Doni telah mendorong tanganku untuk merogoh buah dadaku keluar dari gaun dan BH-ku.
Kini irama percumbuan telah berganti menjadi upaya intensif untuk secepatnya meraih puncak kenikmatan. Mulutku meracau hebat menahan derita dan sekaligus siksaan yg nikmat. Pantatku naik turun menjemput jari-jari Pak Doni agar lebih intens mengocok kemaluanku. Tangan kiriku meremas belikat dan ketiak Pak Doni yg penuh bulu. Dan Pak Doni dgn tenang dan dinginnya terus melahap dadaku, buah dadaku, puting-puting buah dadaku sekaligus jari-jari tangan kanannya merogoh liang kemaluanqu dan mengorek-orek saraf-saraf pekaku di dalamnya.
Tiba-tiba perasaan ingin kencing-ku hadir. Ini hebat sekali. Kami belum melepas selembar pakaianpun dari badan. Tanda-tanda aku akan kembali meraih klimaksku dimulai dgn perasaan kencingku yg seperti ini. Seperti perasaan yg sama saat aku disebadani Andar, Baim, Wandy dan Baskami kemarin, rasa ingin kencingku ini sangat mendesak-desak datang dari dalam kemaluanqu. Mungkinkah aku akan meraih klimaks hanya dgn ciuman dan permainan jari-jari tangan Pak Doni?
Pak Doni sangat pengertian akan apa yg sedang berlangsung pada diriku. Dan beliau pasti juga sangat tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Beliau biarkan tangan-tanganku yg liar mencubit dan mencakar-cakar badannya. Beliau bebaskan aku untuk mendesah dan merintih sekeras-kerasnya. Beliau penuhi keinginanku akan jari-jarinya agar lebih menembus lagi dalam-dalam ke liang kemaluanqu. Beliau tingkatkan sedotan, ciuman dan jilatannya ke ketiakku, ke dada ranumku, ke buah dadaku, ke puting-putingku. Dan aku kini bak kuda betina yg penuh kelaparan dan kehausan.
Sampai dgn saat, yg pada akhirnya, klimaksku datang, kuangkat pantatku tinggi-tinggi. Kakiku bergerak kesana kemari merangsek apapun yg bisa kujadikan tempat pijakan agar cairan birahiku bisa tumpah tanpa hambatan. Tangan kananku meraih, meremas dan nyaris merobek kemeja Pak Doni. aku berteriak sekeras-kerasnya dalam kamar President Suite yg sangat mewah dan kedap suara itu. Dan akhirnya, cairanku, cairan birahiku, air mani kewanitaanku meledak, membanjir panas membasahi tangan-tangan Pak Doni, tanpa lagi ada yg mampu membendungnya.
Yg kuingat setelahnya hanyalah aku merasakan badanku diangkat ke kasur dan di telentangkannya dgn kaki-kakiku tetap terjuntai ke karpet kamar mewah ini. Kulihat sepintas Pak Doni menjilati tangan kanannya yg basah oleh cairan birahiku. Kemudian beliau membungkukkan badannya, kepalanya dia benamkan ke selangkanganku dan tenggelam ke celana dalamku. aku rasakan kemudian mulut Pak Doni menyedoti basahnya celana dalamku dan menjilati cairan-cairanku. aku biarkan, sementara sambil menikmati derasnya cairan yg belum kunjung habis, terasa kemaluanku mengempot-empot memompa dan memeras cairanku agar keluar dgn tuntas. aku menarik nafas panjang. Kumaklumi bahwa Pak Doni masih menapaki hasratnya dan masih jauh dari puncak kenikmatannya. aku juga ingat kata seorang temanku bahwa wanita seperti aku bukan tak mungkin meraih klimaks secara berturut-turut berkesinambungan, multiple orgasm.
Saat darahku telah sedikit mereda, kesadaranku akan kehadiran Pak Doni telah pulih secara utuh, sementara aku yakin dgn kemungkinan multiple orgasm itu, kuraih bahu Pak Doni ke atas badanku. Kuraih badannya agar menindih badanku. Kucoba kuraih celananya, kulepas ikat pinggang dan kancing-kancingnya. Pak Doni tahu keinginanku yg juga memang keinginannya pula. Dgn celananya yg masih setengah merosot sampai ke pahanya, dia mengeluarkan kemaluannya dari celah celana dalamnya. aku sempat sekilas melihatnya. Ukurannya tak luar biasa. Biasa-biasa saja. Sedikit lebih kecil daripada kemaluan Baskami tetapi yg pasti lebih besar daripada kemaluan Mas Gilang suamiku. Kemaluan Pak Doni sangat tegang dan keras. Dalam usia beliau, mungkinkah dia menggunakan obat-obatan khusus agar kemaluannya bisa ngaceng sebegitu rupa?
aku merenggang melebarkan pahaku. Kemaluanku telah siap menerima tusukan kemaluan Pak Doni. Setelah beliau menempelkan kepalanya tepat pada lubang kemaluanqu dari celah celana dalamku yg sebelumnya dikuaknya, direbahkannya badannya ke badanku. Badanku menggeliat hebat saat disentuh bulu-bulu yg tumbuh di sekujur badannya. Badanku yg lembut dan halus serta relatif kecil ditindih dgn badan Pak Doni yg putih gempal penuh bulu-bulu. Perasaan merinding langsung merasuki sanubariku. Gelombang hasrat birahiku dgn cepat kembali melandaku. Kemaluan yg mulai didesakan ke kemaluanku terasa menembus lubang kemaluanqu. aku menjerit kecil. Selanjutnya Pak Doni mulai mengayun.
“Jeng Sisi.., Jeng Sisi, Jeng Sisi, Jeng Sisi..”, dia mendesah dgn memangil-manggil nama asliku.
Begitu terus berkepanjangan setiap kali kemaluannya dgn pelan masuk dan dgn pelan pula ditariknya keluar. Cara seperti itu terus terang sangat menyiksa birahiku. aku meracau. Mataku membeliak-beliak. Kepalaku menggoyg ke kanan dan ke kiri menahan nikmatnya tusukan. Dan rasanya aku kembali ingin kencing. Kuisyaratkan pada Pak Doni agar ayunannya dipercepat. Pantatku menggelinjang-gelinjang naik turun ingin mempercepat ayunan dan pompaan kemaluan Pak Doni ke kemaluanku. Apakah aku akan merasakan yg namanya multiple orgasm?
Genjotan Pak Doni semakin dipercepat. Bibirnya langsung mencaplok bibirku. aku kembali menikmati ciuman hebat Pak Doni. Lidahnya yg besar itu menyeruak ke rongga mulutku, mencari ludahku, mencari lidahku. aku berikan semuanya. aku mengimbangi genjotannya dgn memutar-mutar pantatku dgn baygan dan harapan bahwa kemaluan Pak Doni akan lebih menghunjam dan menikam kemaluanku dgn lebih keras. Keinginan dan desakan kencing dari dalam kemaluanqu tak mampu lagi kutahan. aku menjadi sangat haus.
“Aaahh, Pak Donio.., ludahi mulutku Paakk, aku hauuss, oohh..”
Setelah sadar nanti aku tak habis heran, dari mana keinginan mulutku untuk diludahi Pak Doni. aku terus mengangakan mulutku. aku lihat di bibirnya, Pak Doni membuat gumpalan-gumpalan air liur untuk diludahkan ke mulutku. Dan setiap gumpalan yg jatuh kukecapi kemudian kutelan. fantasiku.com Berkali-kali gumpalan itu jatuh dari mulutnya dan kutelan. Birahiku meledak, meletup-letup dan mendongkrak seluruh badanku. Genjotan kemaluan Pak Doni serta ludah-ludahnya yg dijatuhkan ke mulutku membuatku kehilangan kendali. Klimaksku telah kembali muncul di ambangnya. Dan Pak Doni sendiri kurasakan juga telah mencapai ambangnya. Kemaluannya terasa semakin sesak memenuhi rongga kemaluanqu. Saraf-saraf pekaku pada dinding kemaluanqu terus memijat dan meremas batangan kemaluan itu. Dan isyarat terakhirpun akhirnya muncul.
Dgn pagutan keras serta jambakan pedih pada rambutku, kemaluan Pak Doni menyemburkan lahar panas di dalam kemaluanqu. Kedutan-kedutan besar kurasakan memompa keluar seluruh cadangan air mani dari kandungannya. Air mani Pak Doni terasa sangat kental dan legit. Entah sebanyak apa yg tumpah ke kemaluanku itu. Dan yg kemudian aku rasakan sangat luar biasa hebat adalah, pada saat bersamaan, multiple orgasm-ku juga muncrat tak tertahan. Berjuta rasanya. Lebih dalam dan lebih memeras nikmat daripada yg pertama, dgn tanpa mengurangi kenikmatan yg pertama tadi.
Kukuku menancap dan telah membuat punggung Pak Doni sedikit terluka. Pak Doni tak mempersalahkan hasratku yg menggila itu. Kami berpacu dalam dera nikmat tak tersampai sampai nafas kami mereda. Keringatku bersimbah walaupun AC kamar mewah ini sangat dingin. Kami langsung rebah. Sepi. Kecuali nafas-nafas panjang kami.
Untunglah, akhirnya suhu dingin AC kamar mewah ini menyelimuti badan-badan kami yg baru saja terbakar, sampai dgn cepat kami merasakan kesegaran kembali. Keringatku akhirnya hilang. Kami terlelap dalam nafas dan jiwa yg sangat lega. Hening.
aku terbangun saat kurasakan ada yg menyibakkan wajahnya di selangkanganku, di kemaluanku. Rupanya Pak Doni sedang menjilati kemaluanku. Dia menyedot cairan-cairan di dalamnya. Kali ini cairan campuran antara milikku dan miliknya sendiri. Rupanya hal demikian bukan jadi masalah bagi Pak Doni yg nampaknya termasuk kategori “pengejar kenikmatan” ini. Dan kulihat juga, ternyata kemaluannya belum juga surut dari ereksinya. aku jadi teringat, mungkin itu sebab pengaruh obat perangsang seperti Viagra, barangkali.
Dia tahu bahwa aku terbangun. aku mengelus kepalanya. Kubiarkan dia memuaskan dirinya. Bahkan aku membantunya dgn cara mengeluarkan desahan-desahan. Orang seusia Pak Doni akan peka terhadap desahan wanita seperti aku yg usianya sama dgn usia anaknya. Itu memang fantasi seks orang-orang seumurnya. Menyebadani daun-daun muda dan masih mampu menunjukkan kejantanannya dan bahkan masih mampu membuat perawan mudanya blingsatan menahan nikmat.
aku lihat kini tangannya meremas kemaluannya sendiri. Ah.., aku jadi iba. aku tiba-tiba merasa bersalah. Apakah aku belum sepenuhnya memberikan kepuasan padanya. Sementara dia telah memberikan kepuasan padaku. aku telah dibuatnya klimaks berturut-turut sebanyak 2 kali, sesuatu yg tak pernah kudapatkan dari Mas Gilang suamiku. aku harus menolongnya. aku mencoba beringsut menjangkau badannya, kakinya. Tanpa melepas sedotan bibirnya pada kemaluanqu, aku berusaha menindihkan badanku dan mendekatkan wajahku ke selangkangannya. aku mainkan hubungan gaya 69 untuk Pak Doni.
Nampaknya Pak Anggara langsung menikmati apa yg kulakukan padanya. Desahannya langsung kudengar. Desahan yg tersendat-sendat, setiap kali aku melakukan jilatan ataupun isapan pada kemaluannya, pelirnya, rambut kemaluannya atau yg lain lagi di sekitar selangkangannya. aku lakukan dgn sepenuh nikmat yg bisa kurasakan dan kudapatkan. Selangkangan Pak Doni yg sangat bersih, putih dgn bulu-bulu di pahanya, aromanya, sangat merangsang birahiku. aku menciumi dan menjilati selangkangan dan kemaluan Pak Doni dgn hasrat binalku. Dan ketika saatnya datang, Pak Doni bangkit. Badanku dibangunkannya dan disenderkannya ke “back-drop” tepian ranjang hotel itu. Diberikannya bantal pada punggungku. Kemudian dia turun ke lantai mendekatkan selangkangannya kepadaku. Tepat di wajahku. Dgn kaki kirinya naik ke kasur dan kaki lainnya tetap di lantai, dia sorongkan ujung kemaluannya ke bibirku. Dia menginginkanku mengulum kemaluannya. Dia ingin memompa mulutku. aku langsung melahap kemaluannya. aku ingin Pak Doni mendapatkan kepuasan dari layananku. aku ingin tunjukkan padanya bahwa aku juga mampu memberikan yg terbaik dari yg terbaiknya yg pernah dia dapatkan dari orang lain.
aku terus mengulum sambil menggenggam kemaluannya agar tetap pada lubang mulutku. Kemudian sesekali kukeluarkan dan kusapu kepalanya dgn lidahku. Dgn membeliak sambil mendongakkan kepalanya ke langit-langit kamar mewah ini serta menikmati kulumanku, pantat Pak Doni maju mundur mendorong kemaluannya untuk merespons pompaan mulutku. Desahan nikmatnya terus datang bertubi. Tangannya meraih kepalaku untuk memastikan bahwa mulutku selalu mengulum kemaluannya. Tangan kananku berpegang pada pahanya yg berbulu lebat itu. aku masih merinding setiap kali tanganku menyapu bulu-bulu itu.
aku merasakan betapa Pak Doni sangat menikmati posisi ini. Beberapa kali jari-jari tangannya mengelus bibirku yg monyong sebab kemaluannya yg menyesaki mulutku. Dia elus-elus bibirku. Mungkin dia melihat dan menikmati keindahan yg kontras dari sebuah bibir cantik, lembut dan mungil milikku ini dgn kemaluan miliknya yg kaku penuh urat-urat yg dgn kasarnya menyesaki mulut itu. Akhirnya kurasakan kedutan besar dari kemaluan Pak Doni. Spermanya memancar dari kantongnya. aku akan selalu mengenang saat-saat seperti ini. Kedutan inilah yg selalu kunantikan dan kurasakan nikmatnya pada tanganku yg menggenggamnya. Kedutan ini berasal dari saluran besar berupa pipa urat spermanya yg terpompa keluar disebabkan desakan birahi yg telah sampai di puncaknya. Kedutan pertama disusul dgn kedutan kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam sampai ke tujuh.
Mulutku sengaja diam untuk menampung semua cairan kental yg tumpah ini. Pada kedutan yg ketujuh, mulutku telah penuh. aku menganga dan menunjukkannya pada Pak Doni. Dia meraih kepalaku, mengelus dan mencium sedikit bibirku. Dia menginginkanku menelan seluruh spermanya. Dan hal itu langsung kulakukan sekaligus untuk membasahi tenggorokanku yg selalu haus sperma ini.
Pak Doni langsung rubuh ke ranjang. Tangan-tangan dan pahanya terentang seluas ranjang King Size itu. Sepertinya aku sedang menyaksikan beruang putih yg kelelahan setelah menyebadani betinanya. Bulu-bulu dadanya itu, aku sedemikian terobsesinya, bahkan setelah orang ini menumpahkan demikian banyaknya lendir kemaluannya ke mulutku.
Sementara Pak Doni masih tergolek, aku menyiapkan air panas untuk mandi. Kini jam menunjukkan pukul 10 malam. Kami telah berasyik masyuk tanpa jeda selama hampir 2 jam. Dan kepuasan klimaks yg telah kuraih, benar-benar sebab pasanganku, Pak Doni yg sangat mengenal seninya bercinta. Dia sungguh menikmati setiap detail cinta yg kupersembahkan padanya. Entah itu berupa sentuhan, pijitan, kecupan, jilatan, sedotan dan gigitan yg telah kulakukan pada lembah dan bukit-bukit badannya ataupun yg sebaliknya dia lakukan pada badanku.
aku juga sangat kagum betapa semua ulahnya langsung mendongkrak saraf-saraf erotisku. Hanya dgn permainan jarinya pada klitoris serta dinding-dinding dalam kemaluanqu, Pak Doni telah melemparkanku ke langit kenikmatan yg sangat tinggi, sampai aku bisa meraih klimaksku. aku sangat puas. aku jadi teringat Mas Gilang. Kamu juga bisa Mas, pasti bisa kalau kamu tak egois. aku telah membuktikan, bahwa kepuasan bukan semata-mata diperoleh sebab ketampanan atau kecantikan, muda, besar ataupun panjangnya ukuran, tetapi lebih kepada wawasan, kecerdasan, sikap toleransi untuk tak egois, selera dan kepekaan, daya imajinasi, kreatifitas dan kemauan yg serius. aku ingin berterus terang Mas, kalau saja aku diberikan kesempatan, aku selalu siap menolongmu.
Segarnya air panas. aku membersihkan semua sisa-sisa persebadananku tadi. Lendir mani dalam kemaluanqu belum sepenuhnya bersih, walaupun Pak Doni telah menyedotnya tadi. Dgn kimono lembut yg tersedia untuk sepasang tamu kamar mewah itu, aku keluar dari kamar mandi. Pak Doni telah bangun, sedang duduk setengah telanjang di sofa. Lagi-lagi aku tetap tergetar menyaksikan bulu-bulu dadanya itu. Mungkin sebab baru kali ini aku mendapatkan dan merasakan nikmat birahiku pada saat tersentuh bulu-bulu itu. Pak Doni bangkit untuk mandi setelah sebelumnya dia menelepon room service untuk menghidangkan makan malam yg menunya telah dia pesan bersamaan dgn kedatangannya sore tadi.
aku mengeringkan rambutku. Beberapa saat setelah kami mandi dan sama-sama memakai kimono lembut hotel ini, terdengar bel pintu yg lembut. Pak Doni membukanya. Dia persilakan para pelayan menyiapkan perjamuan malam di ruang yg tersedia. aku beranjak ke beranda menyaksikan lampu-lampu Jakarta. aku tak ingin bertemu dgn orang lain. Siapa tahu saja di antara mereka ada yg mengenalku. Sekitar 10 menit kemudian Pak Doni menjemput dan menggandengku menuju perjamuannya. Wah, kulihat kemewahan Resto Grand Hyatt pindah ke ruang kamar mewah Pak Doni. Dgn lampu ruang yg cahayanya difus (buram temaram), nampak lilin-lilin di meja perjamuan menjadi sedemikian romantisnya. aku sepintas ingat kemewahan suasana makan di kapal Titanic yg tenggelam itu.
Dgn latar belakang desah nyanyian Julio Iglesias, penyanyi Latin yg seksi dan lembut pujaan jutaan wanita itu, suasana dalam ruangan ini menjadi sedemikian fantastik dan eksotik. aku merasa Pak Doni sungguh-sungguh ingin memanjakanku. aku merasa sangat tersanjung juga terharu. Sedemikian hebatnya dia menghargaiku. Entah benar atau tak kesanku ini. Atau mungkin juga sekedar pernyataan kepuasannya pada kesediaanku untuk mengulum kemaluannya tadi. Ah, tentu saja bukan. Bukankan makanan ini telah dia pesan sejak awal kedatangannya tadi. Pak Doni menarikkan kursi untukku. Kusaksikan makanan serba laut yg mahal terhidang berlimpah di meja. Rasanya ini makanan yg cukup untuk orang se-RT. Demikian banyak dan beragam. Ini semua dimaksudkan untuk memicu dan memacu selera makan kami berdua.
aku lihat ada lobster dalam “chinese cuisine” yg ditampilkan utuh dgn cangkangnya di atas dagingnya yg telah diiris-iris. Ada kakap yg diiris tipis-tipis untuk dicelupkan dalam saus yg spesial. Ada tumis sirip hiu yg dimasak dalam saus tomat dan arak china. Ada tim kerapu yg pasti masih segar sebab berasal dari akuarium restoran hotel ini, dgn daun bawang, seledri dan arak China juga. Di samping kananku, yg juga sebelah kanan Pak Doni, kulihat sup kepiting Alaska dgn abalone dan jamur China. Ah, akau tak tahu lagi dgn yg lain. aku banyak tak tahu masakan apa saja ini. Tetapi aromanya yg merebak memang langsung membuat perut kami jadi terasa sangat lapar.
Dibuka dgn minum teh cina yg pahit, Pak Doni di seberang meja sana mengajakku untuk mulai melahap hidangan perjamuan di meja. Di akhir perjamuan kulihat Pak Doni meraih sebuah botol berisi anggur, menuangnya satu sloki dan menenggaknya. Dia bilang itu adalah anggur tua asli yg dicampur ramuan sehat dari China. Untuk menghargai tawarannya, aku minum satu sloki. Kurasakan nikmat dan sangat segar. Terasa sedikit keras, tetapi lebih tepat jika disebut lembut. Badanku langsung merasa hangat.
Selesai makan yg berlangsung hampir 1,5 jam sebab juga diisi obrolan santai sana sini sampai makanan benar-benar turun ke perut, kusampaikan pujian kepada Pak Doni akan selera pilihannya yg hebat pada jamuannya malam ini. Kusampaikan kagumku mengenai lilinnya, Julio Iglesias-nya, lobsternya, kepiting Alaskanya, tumis sirip hiunya, minuman anggur Chinanya dan sebagainya.
Dia hanya tersenyum. Kedua tangannya meraih kedua bahuku yg kemudian bergeser turun menyusup masuk ke kimonoku, yg memang tanpa kancing kecuali tali pinggang yg kuikat kendor. Dia meraih dan merangkul pinggulku sampai membuatku langsung merinding oleh sentuhan bulu-bulu tangannya itu. Kemudian dgn pandangan yg penuh makna dan dalam, dia berbisik kepadaku. “Bu Gilang, semua ini tak ada artinya dibandingkan keindahan dan kenikmatan yg telah dan akan saya rengkuh kembali darimu. Rekah bibirmu, ranum buah dadamu, puting-putingmu, wangi ketiakmu, lembut bokongmu, lembut lubang pantatmu, getas betismu, wangi pahamu, wangi selangkanganmu, legit kemaluanmu, keras itilmu, gurih cairan birahimu. Bu Gilang, sungguh-sungguh kenikmatan surgawi yg aku telah temukan di dunia. Saya, Bu Gilang, akan terus menerus memendam hasrat birahi pada Ibu Gilang sepanjang hayat saya. Akan selalu merindukan indah dan nikmatnya celah, lembah dan bukit-bukit yg Bu Gilang miliki ini. Tak ada kata-kata yg sepadan untuk mengucapkan kenikmatan yg kurasakan selama 2 jam terakhir bersama Bu Gilang ini”. Kemudian dia mencium dan melumat lidahku sambil tangannya meremas bokongku.
Wow, aku mabuk kepayg oleh romantisnya Pak tua ini. Nafasku seketika terasa sesak. aku berada dalam keadaan antara tersipu, terharu dan tersanjung. Kalau toh ini semua semata sikap emosi romantisnya Pak Doni, bagaimanapun ia telah mengucapkannya secara langsung dan lugas kepadaku sampai pantaslah apabila membuatku yg saat ini bagai tawanannya bertekuk lutut padanya. aku sungguh-sungguh sangat tersipu, sangat terharu dan sekaligus sangat tersanjung.
Selepas mencium dan melumat bibirku, tanganku beranjak menyusup ke celah kimononya. aku memeluk badannya. Kusandarkan kepalaku pada dadanya yg penuh bulu itu. Saat bibirku menyentuh puting susunya, secara refleks aku mencium kemudian mengulum dan menggigit kecil putingnya itu. Bulu-bulu badannya yg lekat pada badanku semakin membuat mabuk kepaygku tak tertolong lagi. aku menciumi dada Pak Doni sambil merintih lembut. Demikian pula Pak Doni mengeluarkan desahan beratnya sambil tangannya menyapu rambutku. Masih kudengar samar-samar rayuan Julio Iglesias tadi.
Pelan, sambil terus saling berpelukan dan melumat, kami beringsut menuju peraduan. Begitu melewati ambang pintu ruang makan, Pak Doni merengkuh punggung dan pahaku kemudian mengangkatnya, menggendongku. Dibawanya aku dan direbahkannya ke ranjang. aku merasa, sekaranglah perjamuan besar yg sesungguhnya bagi Pak Doni. akulah yg akan jadi santapan utama perjamuannya. Dan yg 2 jam pertama tadi hanyalah “apetizer” atau makanan pembuka bagi beliau untuk mengawali jamuan besarnya sekarang ini. Bagai kijang yg telah lumpuh oleh panah beracun cinta yg dilepaskan Pak Doni, aku sepenuhnya menjadi tawanan birahinya. Dan aku sendiri memasuki ambang kenikmatan penyerahan diri. Suatu bentuk kenikmatan hasrat birahi yg hadir sebab ketak mampuan untuk berkata “tak” sebab dgn penyerahan diri tersebut aku sedang menyongsong pucuk-pucuk birahiku yg penuh kenikmatan.
Tanpa ada yg dilepaskan dari badan-badan kami, aku dan Pak Doni kembali bercumbu. Ternyata dia tak langsung menindihku sebagaimana yg kubaygkan sebelumnya. aku diseretnya ke tepian ranjang sampai setengah kakiku terjuntai. Pak Doni bersimpuh di lantai meraih kakiku dan mulai mencium. Mulai dgn kaki kiriku, bibir dan lidah Pak Doni menyisiri telapak kaki, betis dan jari-jari kakiku. Lidahnya menari di antara celah-celah jari kakiku dan bibirnya mengulum. Gelinjang yg sangat dahsyat langsung menerpaku. aku tak bisa menghindar untuk tak menggeliat-geliat. Kegelian yg amat sangat menyerangku pada setiap jilatan dan sedotan bibir Pak Doni. fantasiku.com Puas menggauli telapak, tumit dan jari kaki kiriku, ganti tangannya meraih kaki kananku. Dia melakukannya seperti yg sebelumnya dilakukannya pada kaki kiriku. Dan kembali aku menggeliat menahan kegelihan yg amat sangat. aku juga mendesah dan merintih, meminta agar Pak Doni menghentikan manuver bibir dan lidahnya. Tapi tentu saja tak bisa, kenikmatan yg demikian saja dipotong di tengah jalan. Justru desahan dan rintihan serta gelinjang kaki-kakiku memacu hasrat Pak Doni naik semakin menggila. Entah berapa kali aku dgn tanpa sengaja menendang mukanya.
Setelah puas menciumi dan menjilati kakiku, bibir dan lidahnya merambat ke kedua betisku. Betisku yg getas (keras tetapi mudah patah, atau pecah, sebagai gambaran ttg betisku yg sekal tetapi sangat peka terhadap berbagai sentuhan lelaki) dia lumat sampai kuyup oleh ludahnya. Kegelian yg amat sangat segera menyerangku setiap kali lidahnya yg terasa sedikit kasar itu menyapu pori-pori betisku. Ketika dia terus naik menuju ke kemaluanku sebagai pusat kenikmatan dunia digigitnya lututku. Langsung kakiku berontak kegelian. Tangan-tangannya yg kuat menahan kakiku, sementara bibir dan lidahnya terus melumat lututku. aku sangat tersiksa rasanya. Seluruh punggungku seperti dirambati jutaan semut, bulu kudukku berdiri. Perasaan sangat merinding merata pada bagian belakang badanku. Kini tangankulah yg kuharapkan bisa melepaskanku dari siksaan yg nikmat ini. aku bangkit setengah duduk. Kurenggut kepala Pak Doni dan menolaknya dari ciuman di lututku. Tetapi aku tak cukup kuat, wanita ringkih lemah seperti aku ini melawan ganasnya beruang yg menancapkan rahang-rahangnya pada lututku ini. Tapi aku terus melawannya, berusaha menendangnya, berusaha melepaskan diri dari cengkeramannya.
Setelah dari lututku, wajah Pak Doni merangsek ke atas lagi. Dgn tangan-tangan kuatnya yg memegang erat-erat kedua pahaku, kembali bibir dan lidah Pak Doni melumat pahaku.
“Ooouuhh, jangan, jangan! aku bencii, aku benci kamuu Donio! Setaann kamu Donio!”.
aku melupakan rasa hormatku pada Pak Doni, mengumpat sambil berontak sejadi-jadinya. aku mengumpat meracau layaknya wanita kemasukan jin. Suaraku menjadi parau kehabisan suara. Untunglah, Pak Doni tenang saja. Sangat paham dan tenang. Hebat. Terus saja dia melakukan hal tersebut. Dia menjadikan dirinya seorang sadistis yg menikmati penderitaan dan kesakitan orang lain. Dan disinilah aku menemukan apa yg disebut sebagai “sensasi birahi”. Mungkin bagi Pak Doni yg telah matang dalam petualangan seksnya, dia tahu persis dan sering mengalami reaksi lawan cumbunya seperti begini. Sikapnya yg tenang merupakan bentuk toleransi birahinya agar lawan cumbunya berkesempatan meraih sensasi erotiknya.
Bagiku sendiri, dalam instingku yg sangat jauh, semua upaya perlawananku sebenarnya bukan untuk membuat lawanku menyerah. Semua perlawananku itu adalah merupakan ungkapan kenikmatan tak tersampai yg disebabkan hasrat birahi yg melemparkanku jauh ke langit, ke bintang-bintang nikmat tak terperi. Kenikmatan yg menghempaskanku, jiwaku, saraf-saraf pekaku, darahku sampai ke titik yg paling ekstrim.
Seandainya saja sebab kurang pengalaman dan pemahamannya, kemudian Pak Doni menuruti kemauan berontakku, pasti aku akan jatuh pada kekecewaan yg berkepanjangan. Bukankah kita sering mendengar, bahwa seorang istri baru bisa meraih klimaksnya pada saat dia diperkosa. Lelaki-lelaki kasar, penuh keringat dan debu telah memperkosanya. Semua perlawanannya sia-sia. Kemaluan lelaki itu dipaksakannya menembus kemaluannya. Dan pada saat kemaluannya telah tenggelam dilahap kemaluan sang istri tersebut, dan sang pemerkosa mulai dgn kasarnya mengayun dan memompa kemaluannya ke kemaluannya, baru sang istri tersebut mendapatkan kenikmatan yg tak terpana. Selanjutnya sang istri ketagihan. Tetapi suaminya tak pernah bisa memberikannya, walaupun suaminya tampan, bersih dan rapi. Tetapi tak lagi mampu memicu birahi istrinya. Mungkinkah hal seperti itu juga mengidap pada diriku?
Pak Doni tak menyelesaikan ciuman dan jilatannya sampai beliau mendekat ke pangkal pahaku. Dia lepas ikatan kimonoku. Dgn agak kasar dia balikkan badanku agar tengkurap. Dan dia merangkak diatasku. Dia menuju punggungku. Dia cengkeram bahuku. Dia gigit kudukku. Sekali lagi sebab gelinjang birahiku, aku berusaha berontak. Untung saja tangan Pak Doni sangat kuat menjeratku. Ditindihnya aku dgn badannya yg berbobot 75 kg itu. Dan sedikit banyak hal itu telah membuatku benar-benar kesakitan dan menyesakkan nafasku.
Tetapi saat bibir dan lidah Pak Doni kembali melumat-lumat, sampai seluruh dataran serta lembah punggungku basah kuyup oleh ludahnya, segala siksaan tadi lenyap berubah menjadi nikmat birahi yg sangat kurindukan. Dgn terus merangsek tangan-tanganku agar tak memberontak, ciuman dan jilatan Pak Doni melata ke pinggulku. Betapa tak tertahankan kegelianku. Di tempat ini, di pinggulku sedemikian banyak saraf-saraf peka birahiku. aku hanya bisa berteriak mengaduh. Umpatanku tak lagi muncul. Hanya teriakan sebab deraan nikmat yg terus memenuhi kamar President Suite Pak Doni ini. Dan kembali kudapatkan sensasi erotik, saat tangan-tangan kuatnya membelah bukit pantatku disusul kemudian lidah Pak Doni menjilati duburku. Pak Doni yg boss besar kantor suamiku ini, kini sedang menjilati lubang pembuangan istri anak buahnya. Lidahnya yg besar dan panjang mencuci analku. Kerut-kerut analku di sedot-sedotnya. Lubang analku disedot-sedotnya. Kemudian aku ditunggingkannya agar lubang pantatku menjadi lebih terbuka sampai seluruh wajah Pak Doni mudah tenggelam ke dalamnya.
aku telah lelah menggeliat dan berteriak. Suaraku telah parau. aku hanya bisa menangis sekarang. aku menangis sebab rasa berjuta nikmat yg berbaur. aku menangisi rasa nikmatku. Di sini aku mulai merasakan bahwa impianku akan hadir kembali. Rasa ingin kencing yg mendesak dari dalam kemaluanqu menandakan bahwa aku telah dekat dgn klimaksku. Rasa ingin kencing itu terus menanjak. aku seakan melihat dataran pasir yg empuk dan luas. aku melihat kedamaian dan kelegaan birahi. aku ingin mendarat di atasnya. Kurasakan kesempatan klimaksku ini hadir semakin melaju menuju ambangnya. Kuisyaratkan pada Pak Doni. aku menaikkan pantatku menjemput jilatan-jilatan lidahnya. aku menaik-naikkan pantatku dan meregangkan kaki-kakiku menahan nikmat gatalnya kemaluanku sebab menahan keinginan kencingku. Pak Doni langsung memahaminya.
Dia bangkit berdiri di belakang analku. Kemaluannya yg keras lurus ke depan dia sodorkan ke bibir kemaluanqu. Kurasakan kemaluannya melekat dan kemudian dgn sedikit dorongan yg berulang, kemaluannya amblas ditelan kemaluanqu. aku seperti akan pingsan menerima kenikmatan ini. Seperti anjing jantan pada betinanya, Pak Doni setengah berdiri memelukku dgn kemaluannya menerjang kemaluanku. Mulailah ayunan dan pompaan kemaluan Pak Doni keluar masuk ke kemaluanku. aku menggoyg-goyg dan maju mundur mengimbangi iramanya yg sangat membuatku kegatalan di seputar kemaluanqu. Terus terang inilah salah satu posisi favoritku. aku merasakan kenikmatan yg maksimal dgn posisi begini. Baygkan saja, bukankah kemaluan yg ngaceng cenderung mencuat ke atas dari akarnya. Saat menggosok dalam kemaluan, kemaluan seperti itu menggelitik dinding atas kemaluanqu dgn lebih kuat sampai titik pekaku rasanya di garuk dgn ulek-ulek sambal yg besar. Kemudian dalam posisi “Doggy Style” ini, kemaluanqu cenderung lebih sempit mengetat. Jadi semua urat-urat pekaku akan lebih mencengkeram kemaluan siapapun yg menembus kemaluanku. Saygnya Mas Gilang tak bisa melakukan cara seperti ini. Sebab kemaluannya yg terlampau kecil tak akan mampu melewati bongkahan pantatku yg gede ini. Maka yg akan terjadi adalah, kemaluannya hanya akan sedikit menyentuh gerbang kemaluanqu. Kemaluan Pak Doni yg jauh lebih panjang dan besar langsung bisa menggelitik tepi-tepi bibir rahimku.
aku jadi binal. Kegatalanku sangat merasuk dalam kemaluanqu. aku ingin menggaruknya. Kugoygkan pantatku maju mundur sesampai gesekan batang kemaluan Pak Doni benar-benar kurasakan seakan-akan melumat dinding kemaluanqu. aku mendesah dan merintih setiap kali Pak Doni menusuk maupun menarik kemaluannya. aku kagum dgn stamina Pak Doni. Apakah ini berkat minuman anggur Chinanya tadi? Apakah juga rasa birahiku yg semakin meninggi disebabkan satu sloki anggur yg disodorkan Pak Doni kepadaku tadi? Mungkin saja. Badanku merasa lebih panas dan aliran darahku yg lebih cepat benar-benar membuat birahiku meletup-letup dan aku seakan kewalahan dalam melawan kegatalanku sendiri yg hebat melanda kemaluanku.
Desakan birahiku yg semakin menghebat disebabkan kegatalan tak terkira dari kemaluanqu membuatku menjadi liar dan buas. aku lupa daratan. aku ingin jadi penguasa. aku ingin Pak Doni menuruti mauku. aku ingin Pak Anggara diam telentang dan biar aku saja yg akan memperkosanya. aku benar-benar tak tahan lagi. aku bangkit. Dgn tetap mempertahankan kemaluan Pak Doni dalam kemaluanku, aku membelakanginya dan mencoba memompa dan menaikturunkan pantatku ke kemaluannya. Kuraih leher Pak Doni yg diresponsnya dgn menjemput dan langsung memeluk buah dadaku sambil bibirnya mendekat ke bibirku. Kami saling berpagu dan melumat-lumat.
Pompaan pantatku diterima Pak Doni dgn erangan bak serigala yg mendapatkan mangsa dan dgn taring-taringnya merobek daging-dagingnya dgn buas. Dgn keliaran dan kebuasan hasratku, aku akan mengubah posisiku. aku menginginkan apa yg menjadi keinginanku. Kulepaskan kemaluan Pak Doni dari kemaluanqu. Kudorong dia agar telentang di kasur. Kemudian kunaiki badannya yg besar itu. aku beringsut sampai kemaluannya berada tepat di bawah kemaluanqu. Kuraih dan kuarahkan kemaluannya ke lubang kemaluanku. Kemaluanku yg menyempit membuat terobosan kemaluan Pak Doni tak langsung bisa tertelan kemaluanqu. aku harus lebih menekannya dgn sekaligus menggeliat kecil memutar pantatku. Dgn cara itu lubang kemaluanqu akan lebih longgar. Dan akhirnya kemaluanku dapat menelan seluruh batang kemaluan Pak Doni.
Dalam posisi ini aku melakukan gerakan “tekan dan maju-mundur”, sambil menekan lebih ke bawah, pantatku maju mundur untuk membuat batang keras Pak Doni bisa seakan menggaruki gatalnya rongga kemaluanqu yg dipenuhi peka birahi, dan Pak Doni akan merasakan nikmat kemaluannya yg dilumat-lumat kemaluanku. Inilah kenikmatan yg sama-sama dirasakan oleh Pak Doni dan aku. Kegatalan yg tetap meruyak dalam kemaluanqu memaksaku mempercepat goygan pantatku. Bahkan Pak Doni kuminta tak bergerak agar dapat lebih merasakan betapa kemaluanqu meremas dgn ketat kemaluannya. Dan Pak Doni patuh saja, sebab dgn cara itu dia telah merasakan kenikmatan luar biasa tanpa harus melakukan gerakan yg melelahkan. aku juga melakukan “tekan dan putar”, dgn cara menekan kemaluanku ke bawah lebih keras kemudian memutar-mutar pantatku. Dgn cara itu aku dapat menikmati bagaimana kemaluan Pak Doni “mengobok-obok” rongga kemaluanqu, dan Pak Doni merasakan nikmat kemaluannya yg diremas-remas oleh kemaluanqu. Dua cara tersebut kujadikan andalan di samping sesekali juga melakukan “pompa naik turun” atau pompa maju-mundur” yg selalu berulang kulakukan.
Variasi dan selang-seling teknik di atas akan menghasilkan sejuta nikmat birahi. Apalagi dalam melaksanakannya dibarengi dgn permainan remasan tanganku pada dada, ketiak dan pinggul Pak Doni, dan sebaliknya remasan tangan-tangan Pak Doni pada pinggulku dan buah dada serta puting-putingku. Sungguh kenikmatannya tak akan pernah kami lupakan. Kami secara berbarengan menjerit, mendesah, merintih dan mengerang. Dan lahirlah simfoni gerak dan suara-suara erotik bagaikan operet birahi oleh dua “artis penikmat seksual” yg sangat gaduh dalam kamar mewah President Suite Grand Hyatt Hotel itu. Dan akibatnya adalah aliran darah kami yg semakin cepat terpacu, birahi kami terbakar menyala-nyala. Kami bergerak mendekati keliaran.
Semua remasan, desahan, pompaan, sedotan, gerakan maju-mundur, sedotan, semuanya menjadi tingkah laku yg cepat dan kasar. Simfoni bibir-bibir kami menjadi racauan tak terkendali. Saling melukai, saling mencaci dan mengumpat dgn mata-mata kami yg terbeliak sebab kesetanan birahi kami sendiri.
“Ayo Bu Gilang pelacurku, sundalku, nikmat mana kemaluanku dan kemaluan Gilang? Ayoo Buu jawab.., nikmat manaa.., hah?”.
“Aaayoo Donio, teruzz, kemaluanmu enhhaakk.., teruzz, Donio.., anjingkuu.., terusszzhh”.
Entah apa lagi. Semua kata-kata begitu saja terlontar tanpa takut akan ada sanksi sopan-santun maupun etika dan batas kesopanan. Semua kata-kata itu menjadi begitu indah dan nikmat di telinga-telinga kami.
Dan disinilah “puncak jamuan malam” bagi Pak Doni dan “puncak nikmat pesta perselingkuhan” bagiku, sama-sama kami raih. Rasa ingin kencingku yg sedari tadi telah mengalir membahana dan rasa ingin muntahnya kemaluan Pak Doni yg menerima kombinasi serangan nikmat dari kemaluanku secara bersamaan mewujud. Dgn teriakan keras mirip lolong serigala lapar di malam hari dari mulut lupa diri Pak Doni serta teriakan keras penuh beban histeris dari mulutku, Pak Doni memuntahkan spermanya. Dan cairan birahiku pun meledak tumpah ruah, mewujudkan klimaksku yg paling nikmat yg pernah kudapatkan.
Gerakan kami tetap terus meninggi sampai kami berdua benar-benar tak menyisakan apapun pada badan-badan kami. Seakan badan-badan kami secara menyeluruh mencair menjadi sperma dan cairan birahi. Kemudian segalanya hilang, lumpuh dan sunyi. Seperti laiknya orang jatuh pingsan, segala yg kami pegang terlepas. Tangan-tangan kami, jepitan dan penetrasi kami lumpuh kendor dan lepas. Kami jatuh ke ranjang. Terlena dan pulas. Kami tertidur.
Saat aku terbangun sebab kedinginan ruang AC kamar, kusempatkan untuk turun membuang air kecil. Kulihat Pak Doni telah meringkuk dalam selimutnya. Kemudian aku kembali tertidur. Kami terbangun sekitar pukul 9 pagi. Cahaya matahari yg hangat terasa menembus celah-celah tirai gorden hotel mewah ini. aku menggeliat dan melepas senyum pagiku pada Pak Doni yg telah bangun lebih dahulu dan sedang membaca koran pagi di sofa. Dia lempar koran itu dan menyongsongku rebah kembali ke “ranjang pengantin” kami malam ini. Dia jemput bau kecut badanku. Dia cium aku. Dia cium ketiak, buah dada, perut maupun pahaku. Dia jilat dan kulum betis dan jari-jariku. Itulah “ucapan selamat pagi” Pak Doni padaku. aku seakan putrinya yg baru terbangun setelah selama seribu satu malam terlena dalam ayunan sihir nenek sakti. aku sangat bahagia dan perasaan tersanjungku terbit di pagi hari saat aku bangun ini.
Kuambil dan kupakai kembali kimono kamar tidurku. aku bangkit menyusulnya duduk di sofa. Dari kursinya, Pak Doni menghubungi room service. Dia minta 2 American breakfast dgn masing-masing double, telur setengah matang campur madu Arab. Kami saling mendekat, mendekatkan badan. aku bersandar di dadanya. Pak Doni memelukkan tangannya pada dadaku. Tak banyak kata-kata yg keluar dari mulut kami. Pikiran-pikiran kami berkelana sesuai dgn apa-apa yg telah rutin dan biasa menjadi kehidupan kami. aku teringat bunga di rumah yg seharusnya sedang kusirami pada jam-jam ini.
Tak sampai 10 menit, American breakfast kami telah dihidangkan. Kami sarapan dgn tetap tak banyak berkata-kata. Selesai sarapan aku mandi. Air panas hotel mewah ini sungguh menyegarkan semua sendi-sendi badanku. Keluar dari kamar mandi, kulihat Pak Doni sibuk telepon sana sini. Mungkin memang demikian kehidupan seorang eksekutif seperti dia. Kemudian Pak Doni pergi mandi. Selesai mandi, masih dalam kimono kami masing-masing, kami kembali duduk di sofa. Dan kembali badan-badan kami saling mendekat dan melekat. Kemudian kami saling berpagut. Saling melumat, bertukar lidah. Sesekali Pak Doni menggigit bibirku, dan aku membalasnya. Tanganku menyusup ke dalam kimononya. Bulu-bulu badannya tetap saja membuatku merinding dan bergetar. aku sedikit mendesah.
Pak Doni mengikuti tanganku, menyusupkan tangannya memeluk badanku. Pagutan kami menjadi lebih intim. Dan terdengar desahan-desahan kecil keluar dari mulut-mulut kami. Tanganku meremas punggungnya. Tangan Pak Doni mengelus punggungku. Kutempelkan buah dadaku ke dada berbulu Pak Doni. Tiba-tiba terdengar bel di pintu. Pak Doni bangkit menghampiri. Kulihat seorang petugas dgn seragam dinasnya menyerahkan bungkusan besar dalam tas kantong yg cantik dan secarik kertas tanda pengiriman barang pada Pak Doni. Setelah ditandatanganinya lembar kertas pengiriman itu, dia raih bungkusan besar tersebut dan beranjak mendekatiku.
“Maaf Bu Gilang, ini bukannya apa-apa. Saya hanya memperkirakan bahwa Bu Gilang perlu ganti gaun setelah gaun yg kemarin lecek Ibu pakai. Coba lihat Bu. Mudah-mudahan pas buat Ibu”.
Ini merupakan bagian dari sedemikian hebatnya Pak Doni menghargaiku. Semua detail ia pikirkan. Rasanya kalau aku tolak akan mengurangi kebahagiaannya. Dgn hati-hati dan ucapan terima kasih, kuterima bungkusan dalam tas kantong cantik itu. aku buka kertas bungkusnya. aku temukan dos besar dgn tulisan tanda logo Oscar Lawalatta Fashion. Ah, bukan main wawasan Pak Doni pada trend mode yg disukai ibu-ibu seusiaku. aku pandang Pak Doni dgn senyum bahagiaku. Kemudian dos itu aku buka. Sungguh surprise bagiku. Ini sungguh luar biasa. Sutra Obin dalam jahitan “houture couture” Oscar Lawalatta. Sungguh luar biasa bagiku. aku langsung memperkirakan harga gaun seperti ini. Paling tak 5 juta rupiah Pak Doni telah membelanjakannya pada rumah fashion si Oscar. Kulihat, tak lupa juga nampak bungkusan yg lebih kecil, pakaian dalam sutra pula berikut celana dalam dan BH-nya. aku tak dapat menyembunyikan kegembiraanku. Kucium Pak Doni di bibirnya. Kusampaikan kekagumanku. Dan ukuran gaun itu, yg ternyata pas dgn ukuranku, M, medium.
Untuk menyenangkan hatinya, kuambil dan kurentang gaun Oscar itu. Terdiri dari 2 potong, rock & blus. Sutra Obin, yg demikian lembutnya, dgn pola kembang berwarna hijau lumut dan ungu menyebar pada latar kain berwarna merah muda. Oscar yg terkenal dgn gaya sedikit liar, dimana bagian bawah sengaja diekspresikan bebas menampilkan bahan baku yg indah dari Obin, membuat gaun itu sangat berkarakter. aku senang dgn hal-hal yg berkarakter seperti ini. Setelah kupantas-pantaskan di depan cermin rias, aku pamerkan pada Pak Doni. Dgn selera humor yg kumiliki, aku bergaya bak peragawati di atas catwalk-nya. Kami berdua tertawa terbahak penuh ceria dan bahagia di pagi itu. Sekali lagi kami saling merangkul dan berpagut. aku tahu, Pak Doni masih ingin menikmati badanku. Ciumannya melepas hasrat birahinya dan tangannya menggerayg melepasi kancing-kancing baju Oscarku. Tali-talinya dilepaskan dari ikatannya.
Dgn senang hati kuserahkan badanku untuk dinikmatinya. aku masih tetap tawanannya dan aku akan melayaninya sampai dia benar-benar merasakan kepuasannya secara total. aku menyelinapkan tanganku ke celana dalamnya. Dan kini kemaluannya yg hangat ada dalam genggamanku. Dia menuntunku ke sofa besar. aku dipangkunya.
Pak Doni melepas ikatan kimononya sendiri sampai kami sama-sama setengah telanjang, hanya menyisakan celana dalam kami. Wajahnya langsung tenggelam ke ketiakku. Dia jilat dan lumat-lumat ketiakku. Kemudian merambat ke buah dadaku berikut puting-putingnya. aku mulai menggelinjang. Birahi segera merambati badanku. Apalagi saat bulu-bulu badan Pak Doni kembali menyentuh bagian-bagian badanku.
aku pasrah menerima serangan ciuman dan jilatan di seluruh badanku. Kubiarkan Pak Doni betul-betul seakan melahap badanku. aku meraba, mengelus dan memijit kemaluannya yg semakin mengencang dan membesar. Juga aku meraba bagian peka badannya yg lain. Tangan kananku mencoba meremas bokongnya yg gempal itu. Jari-jari tanganku mencoba merambat ke analnya. Kuraba, bulu-bulu analnya sangat lebat sampai merimbuni lubang analnya. Ingin rasanya aku menikmati aroma wilayah ini. aku mendesah. Pak Doni merebahkan badannya ke sofa sambil menarik badanku yg membelakanginya. Kemudian dia raih kaki kananku ke atas. aku tahu. Dia akan menembakkan kemaluannya dari arah belakangku. aku mencoba membantu dgn meraih kemaluannya untuk kuarahkan pada kemaluanku. Sambil saling berpagut dan melumat, kemaluan Pak Doni menembus kemaluanku. Kemaluanqu melahap seluruh batangnya. Kemudian dia mulai memompa.
Saat itu dia berbisik di telingaku. “Bu Gilang, aku sangat mengagumi Ibu. Ibu sangat mempesona dan berkarakter. aku selalu ngaceng kalau mengingat Ibu. Tadi malam aku bangun dan perhatikan Ibu yg telanjang. Oh, indah sekali. aku ingin lebih lama memandangi, tetapi sebab AC kamar yg sangat dingin aku tunda keinginanku. aku selimuti Ibu”.
aku tak membalas perkataannya. aku hanya melepas senyumku dan lebih melumatkan ciumanku. aku sangat senang dan bahagia bertemu dgn lelaki seperti Pak Doni. Bisa bercinta dgnnya. Dan dia sangat menghormatiku. Dia telah menunjukkannya pada setiap servicenya bahkan sejak awal pertemuan kami kemarin.
“Bu, Bu Gilang mau nggak kalau..?”, pertanyaannya tak diteruskan. aku hanya mendesah, “Heecchh..?”. “Saya ingin sekali lagi ngentot mulut Bu Gilang”, dia melanjutkan maksudnya.
Sekali lagi aku tak menjawabnya melalui kata. aku memeluknya dgn penuh semangat dan hasrat. Dan Pak Doni yg langsung tahu, bahwa aku akan dgn segala senang hati melakukan keinginannya. Dia bangkit dan membopongku ke ranjang. Kali ini dia yg bergolek telentang. Dia ingin aku yg berperan aktif. aku sambut keinginannya. aku turun dari ranjang dan berlutut meraih kaki-kakinya. Seperti yg dilakukannya padaku kemarin, kulakukan hal yg sama padanya sekarang. Dgn segenap perasaan dan kelembutan, aku mulai menjilat dan menggigiti kaki, jari-jari kaki, telapak kaki dan tumit-tumitnya.
Pak Doni menggelinjang. Dia mengaduh-aduh kenikmatan. Tangannya meremas bantal di ranjang. Matanya membeliak ke atas menerawang menikmati birahinya yg terlempar dan terayun-ayun dalam alun gelombang samudra nikmatnya bercinta. Ciuman dan jilatanku merambati kaki-kakinya. Betis, paha dan selangkangannya. Bulu-bulu itu sangat membuatku bergairah. aku meremas-remas bagian-bagian badannya dgn penuh greget. Ciumanku menyedot sampai meninggalkan cupang-cupang memerah di paha dan selangkangannya. Aroma selangkangannya membuatku setengah gila menerima kenikmatannya. Kubenam-benamkan mukaku ke selangkangannya itu. Rambutku yg panjang beberapa kali kusibakkan agar tak menghalangi isapan dan sedotan bibirku. Dan saat mulutku mulai mengulum biji pelirnya, tangan Pak Doni tak kuasa lagi untuk diam. Diraihnya rambutku dan dihelanya ke atas sampai terasa pedih pada kulit kepalaku. Rambutku yg meruapakan mahkotaku itu diremas-remasnya. aku sengaja belum menyentuh kemaluannya yg telah menjulang keras dan kaku. Batangnya penuh dilingkari urat-urat dan kepalanya yg tegang mengkilat-kilat masih belum menarikku untuk menjamahnya.
Ada keinginanku yg akan kulakukan terlebih dahulu. Ini adalah obsesiku yg terlahir tadi saat mulai bercumbu. aku ingin menciumi lubang pantatnya. aku ingin menenggelamkan mukaku ke celah bokongnya yg telah kuraba bulu-bulunya yg sangat rimbun tadi. Dan puncak keinginanku itu langsung didorong oleh gejolak libidoku. Kubalikkan badan Pak Doni yg tinggi besar itu. Kini aku seakan berubah menjadi betina yg dgn liar dan buasnya menggapai mangsanya. Tahu mengenai laba-laba betina yg akan dikawini oleh laba-laba jantannya? Begitu sang jantan selesai melakukan tugasnya, maka seketika itu pula si betina akan merangsek dan menangkapnya. Ya, sang jantan itu akhirnya dilahap dalam arti sebenarnya sebagai mangsanya.
Dan aku telah ‘menangkap’ Pak Doni. Dalam tingginya birahi yg sedang melandanya, Pak Doni akhirnya akan menyerah terhadap apapun yg akan kulakukan. Saat aku menyaksikan pesona bulu-bulu kelelakian yg tumbuh di mana-mana di badan Pak Doni, hasrat betinaku muncul. aku langsung membenamkan diri di selangkangan belakangnya. aku cium dan kujilati tempat itu. Dan aku terus merangkak lebih ke atas. aku memintanya dgn isyarat agar Pak Doni menungging. Dan pesona bulu anal di celah pantat Pak Doni yg rimbunnya sampai menutupi analnya kini terpampang tepat di depan wajahku. Celah pantatnya kurekahkan. Kulihat samar-samar lubang duburnya. Kudekatkan wajahku. aku mulai menciuminya. Semerbak bau analnya langsung menyergap hidungku. aku telah lupa daratan. Kubenamkan saja hidungku ke dalamnya. Lidahku menari-nari mencari lubang itu.
Pak Doni mengaduh. Tangannya menggapai-gapai untuk meraih kepalaku. aku tahu, dia ingin agar aku lebih membenamkan kepalaku lagi ke dalam bokongnya. Sementara itu tangan kiriku meraih kemaluannya yg menggelantung. Tetap tegang. Kukocok kemaluannya itu pelan. Kuelus kepalanya, jari-jariku meraba lubang kencingnya. Rupanya Pak Doni telah menemukan puncak dari segala puncak nikmat birahinya. Dia langsung mengambil alih perananku. Dia kembali menjadi penguasaku. Dan aku kembali tunduk pada kemauannya. Dia balik telentang.
“aku mau keluarr.., Bu Gilangt.., isep kemaluanku, Buu.., ayyoo isepp Buu..”.
Ah, saatnya datang. Kraih kemaluannya dan kugenggam. Kudekatkan bibirku. aku mulai menyapu kepalanya dgn jilatan-jilatanku. Kemudian kutelan kepala dan batang itu. aku tahu, kalau telah seperti ini, Pak Doni tak akan mungkin mampu bertahan.
Dan saat cairan lendir panas menyemprot langit-langit mulutku, dgn teriakan histeris keras, Pak Doni kembali meremas-remas kepalaku. Pantatnya diangkat-angkat sampai menyodok tenggorokanku. aku terus memompanya dgn mulutku sampai tangan Pak Doni merenggut kepalaku.
“Telah, telah Bu. aku nggak tahan. Ngilu banget rasanya, Bu.., lepaskan Bu Gilangt.., oohh”. Kulepaskan kemaluannya dari mulutku. aku kecapi spermanya di mulutku. Dan kemudian kutelan. Wow, sarapan keduaku.
“Ah, maaf Bu Gilang. Sakit ya?”, tangannya mengelus kepalaku.
aku menggeleng sambil merapat dan mencium dadanya. aku masih terbawa emosiku. Rasa erotisku masih sampaip pada badanku. Tapi aku tak akan memaksakannya pada Pak Doni agar membuatku menerima kemurahannya dan meneruskan cumbuannya setelah spermanya tumpah ini. aku sendiri cenderung bersikap menggantung. Biarlah kusimpan untuk kesempatan yg lain saja.
Disinilah kelebihan seorang wanita. Dia telah cukup puas jika telah melihat pasangannya dapat menikmati kepuasannya. Itu merupakan kepuasan utamanya. Dan untuk para lelaki egois, menganggap hal itu masalah biasa. Dianggapnya memang para wanita tak terlalu memerlukan klimaks pada setiap persenggamaan. Dan toh memang terbukti, anak-anak tetap lahir, kehidupan rumah tangga tetap berjalan seperti biasa dan sebagainya dan sebagainya. Tapi Pak Doni ternyata memang berbeda. Dia masih berusaha merespons ciumanku di dadanya. Hanya saja naluriku telah berkata untuk mencukupkannya dulu. aku katakan pada Pak Doni bahwa rasanya badanku telah lelah dan ingin agar pertemuan ini segera ditelahi. Dia dapat memakluminya.
Dia telepon ke front office untuk segera check out dan agar disiapkan administrasi pembayarannya. aku pergi mandi sekali lagi. aku perlu meyakinkan diri bahwa aku dalam keadaa segar dan bersih saat aku pulang nanti. Ketika Pak Doni juga telah kembali merapikan diri dan siap pulang, dia mendekatiku. Dari saku celananya, dia keluarkan amplop putih yg menggembung.
“Maaf Bu Gilang, aku ingin menyatakan rasa bahagia dan terima kasihku. Ini sama sekali bukan pembayaran, Bu. Ini adalah kebahagiaan yg ingin kushare bersama Ibu. Terimalah”.
aku tahu dia memberiku uang. Kali ini aku menolaknya. Kusampaikan bahwa aku juga senang dgn apa yg telah kami alami bersama, bisa saling bertemu dan meraih kenikmatan bersama. Kukatakan bahwa apa yg telah ditunjukkan dan diberikannya padaku sangat luar biasa untukku. Kukatakan juga bahwa aku merasa sangat dihormati, dihargai dan aku merasa sangat tersanjung sebabnya. aku tak pernah dan tak akan pernah mengaitkan hal-hal seperti ini dgn urusan uang. Kukatakan bahwa sebenarnya aku adalah “penikmat seksual” dalam arti sebenarnya. aku tak harus mencari yg tampan, kaya dan sebagainya. aku akan suka pada siapapun yg memang kusuka. Dan itu semua harus ada nilai seninya. Nilai seni bercinta. Dan tak seorangpun mampu membeli kenikmatan seni bercinta itu.
Pak Doni memandangiku. Dia nampak mengagumi cara pandangku pada kehidupan seksualku. Dia baru memahami bahwa demikianlah aku adanya.
“Ah, maaf Bu Gilang mengenai masalah villa Bogor itu. Dgn ucapan Ibu barusan, rasanya saya keliru kalau berprasangka buruk pada Ibu. Maafkan saya, Bu”.
“Tetapi, janganlah Ibu tolak kebahagianku ini. Dgn pemahamanku mengenai bagaimana Bu Gilang memandang seni cinta tadi, aku semakin menghormati Ibu dgn sepenuh hati saya”.
Dan Pak Doni tetap memaksaku untuk menerimanya. Akhirnya aku membiarkannya saat amplop itu disisipkan ke kantong plastik indah dari Oscar, yg sekarang fungsinya adalah untuk membawa pulang pakaian kotorku. Kami sepakat, Pak Doni akan mengantarku sampai ke lobby Sogo Departement Store dalam bangunan yg sama dgn Grand Hyatt Hotel ini di lantai bawah.
Sebelum benar-benar keluar pintu kamar, sekali lagi kami saling berpagut dan melumat cukup lama. Pukul 2 siang aku telah di rumah. Ada beberapa surat yg disisipkan ke bawah pintu. Saat aku mengeluarkan pakaian kotorku ke mesin cuci, kutemukan amplop pemberian Pak Doni. Tebal juga. Kutengok isinya. Oohh.., tak salahkah ini..? Kudapati 2 ikat 100 ribuan rupiah dan 7 lembaran 100 US dollar-an. Bukankan ini artinya senilai lebih dari 25 juta rupiah Pak Doni telah membagi ‘kebahagiaannya’ untukku. Wow, bukan main orang itu. Bukan berarti aku bahagia sebab kemaluanku telah dapat menghasilkan uang sebanyak itu, tetapi yg kurasakan adalah adanya getaran erotis saat memegang ikatan-ikatan uang itu. Bagaimanapun uang itu memang ada kaitannya dgn kemaluanku yg sempat dinikmati lelaki lain yg bukan suamiku. Dan untuk kenikmatan yg didapatkannya itu, dgn senang hati dia mengeluarkan uang sebanyak itu untukku. Kemana harus kusimpan ini? Tentu aku tak ingin diprasangkai oleh Mas Gilang dgn uang sebanyak ini. Menyenangkan sekaligus membingungkan. Ah biarlah, untuk sementara uang ini tak akan kugunakan. Akan kumasukkan saja ke rekening bank-ku. Mungkin ini juga merupakan rejekiku yg harus kubagikan pada orang lain yg lebih memerlukannya.
Dan sesuai dgn janji Pak Doni, sekitar 10 hari sepulang bertugas dari Kalimantan yg dinilai sukses oleh perusahaan, Mas Gilang kemudian diangkat menjadi Wakil Direktur. Hal itu terjadi 20 hari lebih cepat daripada yg pernah dibicarakannya padaku. Saat pengangkatan jabatannya yg baru, semua jajaran karyawan perusahaannya hadir untuk memberikan selamat pada Mas Gilang dan juga kepadaku sebagai istrinya.
Tamat