CERITA SEX – AKU DIPERKOSA RAME RAME – Sebut saja namaku Mita, masih SMA. Sebagai anak SMA, tinggiku relatif sedang, 165 cm, dengan berat 48 kg, dan cup bra 36B. Untuk yang terakhir itu, aku memang cukup pede. Walau sebenarnya wajahku cukup manis aku sudah lumayan lama menjomblo, 1 tahun. Itu karena aku amat memilih pacar… enggak mau salah pilih kayak yang terakhir kali.
Di sekolah aku punya teman akrab bernama Lisma. Dia orangnya lumayan cantik, walau lebih pendek dariku, tapi dia sering banget gonta-ganti pacar. Lisma memang sangat menarik, apalagi ia sering menggunakan seragam atau pakaian yang Ketat… peduli amat kata guru, pesona jalan terus!
Saat darmawisata sekolah ke Jogja, aku dan dia sekamar, dan 4 orang lain. 1 kamar memang dihuni 6 orang, tapi sebenarnya kamarnya kecil banget… aku dan Lisma sampai berantem sama guru yang mengurusi pembagian kamar, dan alhasil, kami pun bisa memperoleh villa lain yang agak lebih jauh dari villa induk.
Disana, kami berenam tinggal dengan 1 kelompok cewek lainnya, dan di belakang villa kami, hanya terpisah pagar tanaman, adalah villa cowok.
“Mita, lo udah beres-beres, belum?” tanya Lisma saat dilihatnya aku masih asyik tidur-tiduran sambil menikmati dinginnya udara Jogja, lain dengan Jakarta.
“Belum, ini baru mau beres-beres.” Jawabku sekenanya, karena masih malas bergerak.
“Nanti aja, deh. Kita jalan-jalan, yuk,” ajak Lisma santai.
“Boleh juga…” gumamku sambil bangun dan menemaninya jalan-jalan.
Kami berkeliling melihat-lihat pasar lokal, villa induk, dan tempat-tempat lain yang menarik. Di jalan, kami bertemu dengan Rudi, Tejo, dan Agam yang kayaknya lagi sibuk bawa banyak barang.
“Mau kemana, Gam?” sapa Lisma.
“Eh, Lisma. Gue ama yang lain mau pindahan nih ke villa cowok yang satunya, villa induk udah penuh sih.” Rudi yang menjawab. “Lo berdua mau bantu, nggak? Gila, gue udah nggak kuat bawa se-muanya, nih.” Pintanya memelas.
“Oke, tapi yang enteng ajaaa…” jawabku sambil mengambil alih beberapa barang ringan. Lisma ikut meringankan beban Tejo dan Agam.
Sampai di villa cowok, aku bengong. Yang bener aja, masa iya aku dan Lisma harus masuk ke sana? Akhirnya aku dan Lisma hanya mengantar sampai pintu. Agam dan Tejo bergegas masuk, sementara Rudi malah santai-santai di ruang tamu.
“Masuk aja kali, Lisma,” Ajaknya cuek.
“Ngng… nggak usah, Agam.” Tolakku. Lisma diam aja.
“Lisma! Sini dong!” terdengar teriakan dari dalam. Aku mengenalinya sebagai suara Feri.
“Gue boleh masuk, ya?” tanya Lisma sambil melangkah masuk sedikit.
“Boleh doooong!!” terdengar koor kompak anak cowok dari dalam. Lisma langsung masuk, aku tak punya pilihan lain selain mengikutinya.
Di dalam, anak-anak cowok, sekitar delapan orang, kalo Rudi yang diluar nggak dihitung, lagi asyik nongkrong sambil main gitar. Begitu melihat kami, mereka langsung berteriak girang,
“Eh, ada cewek!! Serbuuuuu!!” Serentak, delapan orang itu maju seolah mau mengejar kami, aku dan Lisma langsung mundur sambil tertawa-tawa. Aku langsung mengenali delapan orang itu, Agam, Tejo, Feri, Kiki, Dana, Ben, dan Roni. Semua dari kelas yang berbeda-beda.
Tak lama, aku dan Lisma sudah berada di antara mereka, bercanda dan ngobrol-ngobrol. Lisma malah dengan santai tiduran telungkup di kasur mereka, aku risih banget melihatnya, tapi diam aja. Entah siapa yang mulai, banyak yang menyindir Lisma.
“Lisma… nggak takut digrepe-grepe lu di atas sana?” tanya Tejo bercanda.
“Siapa berani, ha?” tantang Lisma bercanda juga. Tapi Kiki malah menanggapi serius, tangannya naik menyentuh bahu Lisma. Cewek itu langsung memekik menghindar, sementara cowok-cowok lain malah ribut menyoraki. Aku makin gugup.
“Lisma, bener ya kata gosip lo udah nggak virgin?” kejar Roni.
“Kata siapa, ah…” balas Lisma pura-pura marah.
Tapi gayanya yang kenes malah dianggap sebagai anggukan iya oleh para cowok.
“Boleh dong, gue juga nyicip, Lisma?” tanya Dio.
Lisma diam aja, aku juga tambah risih. Apalagi pundak Feri mulai ditempelkan ke pundakku, dan entah sengaja atau tidak, tangan Agam menyilang di balik punggungku, seolah hendak merangkul. Bingung karena diimpit mereka, aku memutuskan untuk tidak bergerak.
“Gue masih virgin, Mita juga… kata siapa itu tadi?” omel Lisma sambil bergerak untuk turun dari kasur. Tapi ditahan Roni.
“Gitu aja marah, udah, kita ngobrol lagi, jangan tersinggung.” Bujuknya sambil mengelus-elus rambut Lisma.
Aku tahu Lisma dulu pernah suka sama Roni, jadi dia membi-arkan Roni mengelus rambut dan pundaknya, bahkan tidak marah saat dirangkul pinggangnya.
“Mita, lo mau dirangkul juga sama gue?” bisik Surya di telingaku.
Rupanya ia menyadari kalau aku memperhatikan tangan Roni yang mengalungi pinggang Lisma. Tanpa menunggu jawaban, Agam memeluk pinggangku, aku kaget, namun sebelum protes, tangan Feri sudah menempel di pahaku yang terbungkus celana selutut, sementara pelukan Surya membuatku mau tak mau berbaring di dadanya yang bidang. Teriakan protes dan penolakanku tenggelam di tengah-tengah sorakan yang lain. Rudi bahkan sampai masuk ke kamar karena mendengar ribut-ribut tadi.
“Gue juga mau, dong!” Roni dan Kiki menghampiri Lisma yang juga lagi dipeluk Roni, sementara Tejo, Ben, dan Rudi menghampiriku.
Berbeda denganku yang menjerit ketakutan, Lisma malah kelihatan keenakan dipeluk-peluki dari berbagai arah oleh cowok-cowok yang mulai kegirangan itu.
“Jangan!” teriakku saat Rudi mencium pipi, dan mulai merambah bibirku.
Sementara Ben menjilati leherku dan tangannya mampir di dada kiriku, meremas-remasnya dengan gemas sampai aku ke-gelian. Kurasakan genggaman kuat Feri di dada kananku, sementara Tejo menjilati pusarku. Terny-ata mereka telah mengangkat kaosku sampai sebatas dada.
Aku menjerit-jerit memohon supaya mereka berhenti, tapi sia-sia. Kulirik Stella yang sedang mendapat perlakuan sama dari Roni, Agam, dan Kiki, bahkan Dana telah melucuti celana jeans Lisma dan melemparnya ke bawah kasur. Lama-kelamaan, rasa geli yang nikmat membungkus tubuhku. Percuma aku menjerit-jerit, akhir-nya aku pasrah.
Melihatnya, Agam langsung melucuti kaosku, dan mencupang punggungku. Feri dan Rudi bahkan sudah membuka seluruh pakaian mereka kecuali celana dalam. Aku kagum juga melihat dada Feri yang bidang dan harumnya khas cowok. Aku hanya bisa terdiam dan meringis nikmat saat dada bidang itu mendekapku dan menciumi bibirku dengan ganas.
Aku membalas ciu-man Feri sambil menikmati bibir Tejo yang tengah mengulum payudaraku yang ternyata sudah terl-epas dari pelindungnya. Vaginaku terasa basah, dan gatal. Seolah mengetahuinya, Rudi membuka celanaku sekaligus CDku sehingga aku langsung bugil. Agak risih juga dipandangi dengan begitu liar dan berhasrat oleh cowok-cowok itu, tapi aku sudah mulai keenakan.
“Ssshh…. aaakhh…” aku mendesis saat Tejo dan Ben melumat payudaraku dengan liar.
“Mmmh, toket lo montok banget, Mitttt…” gumam Ben.
Aku tersenyum bangga, namun tidak lama, karena aku langsung menjerit kecil saat kurasakan sapuan lidah di bibir vaginaku.
“Cihuy… Mitaa emang masih perawan…” Surya yang entah sejak kapan sudah berada di daerah rahasiaku menyeringai. “Akkkhh… jangan Surr…” desahku saat kurasakan kenikmatan yang tiada tara.
“Gue udah kebelet, niih… gue perawanin ya, Mitt…” Tak terasa, sesuatu yang bundar dan keras menyusup ke dalam vaginaku, ternyata penis Surya sudah siap untuk bersarang disana.
Aku men-desah-desah diiringi jeritan kesakitan saat ia menyodokku dan darah segar mengalir.
“Sakiiit…” erangku.
Surya menyodok lagi, kali ini penisnya sudah sepenuhnya masuk, aku mulai terbiasa, dan ia pun langsung menggenjot dan menyodok-nyodok. Aku mengerang nikmat.
“Ssshh… terusss… yaaa, akh! Akh! Nikmat, Surrr! Teruuss… sayang, puasin gue… Akkkhh…”
Sementara pantat Suryaa masih bergoyang, cowok-cowok lain yang sudah telanjang bulat juga mulai berebutan menyodorkan penis mereka yang sudah tegang ke bibirku.
“Gue dulu ya, Mitta… nih, lu karaoke,” ujar Rudi sambil menyodokkan penisnya ke dalam mulutku.
Aku agak canggung dan kaget menerimanya, tapi kemudian aku mulai mengulumnya dan mempe-rmainkan lidahku menjelajahi barang Rudi. Ia mendesah-desah keenakan sambil merem-melek. photomemek.com Sementara Ben masih menikmati buah dadaku, Tejo nampaknya sudah mulai beranjak ke arah Lisma yang dikerubuti dan digenjot juga sama sepertiku.
Bedanya, kulihat Lisma sudah nungging, ala doggy style, penis Dana tengah menggenjot vaginanya dan toketnya yang menggantung sedang dilahap oleh Kiki, sementara mulutnya mengoral penis Agam. Lisma nampak amat menikm-atinya, dan cowok-cowok yang mengerumuninya pun demikian. Beberapa saat kemudian, kulihat Dana orgasme, dan kemudian Rudi yang keenakan barangnya kuoral juga orgasme dalam mulutku, aku kewalahan dan hampir saja memuntahkan cairannya.
Mendadak, kurasakan vaginaku banjir, ternyata Surya sudah orgasme dan menembakkan sper-manya di dalam vaginaku, cowok itu terbaring lemas di sampingku, untuk beberapa menit, kukira ia tidur, tapi kemudian ia bangun dan menciumi pusarku dengan penuh nafsu. Kini, vaginaku suda-h diisi lagi dengan penis Beni.
Penisnya lebih besar dan menggairahkan, sehingga membuat mata-ku terbelalak terpesona. Beni menyodokkan penisnya dengan pelan-pelan sebelum mulai mengg-enjotku, rasanya nikmat sekali seperti melayang. Kedua kakiku menjepit pinggangnya dan bongka-han pantatku turut bergoyang penuh gairah. Kubiarkan tubuhku jadi milik mereka.
“Akkkhh…. ssshh… terus, teruuusss sayaaang… akh, nikmat, aaahhh…” erangku keenakan.
Toketku yang bergoyang-goyang langsung ditangkap oleh mulut dan tangan Rudi. Ia memainkan puting susuku dan mencubit-cubitnya dengan gemas, aku semakin berkelojotan keenakan, dan meracau tidak jelas, “Akkkhh… teruuuss… entot gue, entooott gue teruuss! Gue milik luu… aakhh…!!”
“Iya sayyyaangg… gue entot lu sampe puasss…” sahut Ben sambil mencengkeram pantatku dan mempercepat goyangan penisnya.
Rudii juga semakin lahap menikmati gunung kembarku, menjilat, menggigit, mencium, seolah ingin menelannya bulat-bulat, dan sebelum aku sempat meracau lagi, Surya telah mendaratkan bibirnya di bibirku, kami saling berpagutan penuh gairah, melilitkan lidah dengan sangat liar, dan klimaksnya saat gelombang kenikmatan melandaku sampai ke puncaknya.
“Aaakkhh…. gue mau…!” Belum selesai ucapanku, aku langsung orgasme.
Ben menyusul beber-apa saat kemudian, dan vaginaku benar-benar banjir. Tubuh Ben langsung jatuh dengan posisi penisnya masih dalam jepitan vaginaku, ia memeluk pinggangku dan menciumi pusarku dengan lemas. Sementara aku masih saja digerayangi oleh Surya yang tak peduli dengan keadaanku dan meminta untuk dioral, dan Rudi yang menggosok-gosokkan penisnya di toketku dengan nikmat.
Beberapa saat kemudian, Surya pun orgasme lagi. Surya jatuh dengan posisi wajah tepat di sampingku, sementara Rudi tanpa belas kasihan memasukkan penisnya ke vaginaku, dan mengge-njotku lagi sementara aku berciuman penuh gairah dengan Agam. Selang beberapa saat Rudi org-asme dan jatuh menindihku dengan penis masih menancap, ia memelukku mesra sebelum kemud-ian tertidur.
Aku sempat mendengar erangan nikmat dari arah Lisma, sebelum akhirnya benar-benar tertidur kecapekan, membiarkan Beni dan Surya yang masih menciumi sekujur tubuhku. Selama tiga hari kami disana, kami selalu melakukannya setiap ada kesempatan. Sudah tak ter-hitung lagi berapa kali penis mereka mencumbu vaginaku, namun aku menikmati itu semua.
Bahkan, bila tak ada yang melihat, aku dan Lisma masih sering bermesraan dengan salah satu dari mereka, seperti saat aku berpapasan dengan Surya di tempat sepi, aku duduk di pangkuannya sementara tangannya menggerayangi dadaku, dan bibirnya berciuman dengan bibirku, dan penis-nya menusuk-nusukku dari bawah.
Sungguh pengalaman yang mendebarkan dan penuh nikmat tubuhku ini telah digauli dan dimiliki beramai-ramai, namun aku malah ketagihan,,,,,,,,,