Adalah warno seorang pria lajang asli banyumas yang berprofesi sebagai seorang penarik gerobak sayur disebuah pasar tradisional dibilangan jakarta selatan. Berperawakan sedang ukuran rata-rata, tinggi tidak, pendek tidak, jelek nggak, cakeppun ngga, kulit sawo matang cenderung hitam agak berminyak, karena profesi sebagai penarik gerobak postur tubuh menjadi ideal tanpa fitness, maklum seorang penarik gerobak lebih banyak menggunakan otot ketimbang otak, sehingga secara tidak sengaja otot akan terbangun dengan sendirinya.
Jam kerja warno jam 3 sore hingga jam 12 malam melayani para pedagang-pedagang pasar membawa barang dagangan atau pembeli membawa pulang barang belanjaan. Dari sekian banyak langganan warno ada seorang pedagang sayuran dan bumbu dapur bernama Nani yang begitu dekat dengan warno karena kebetulan pangkalan gerobak warno berada didepan counter atau tepatnya lapak dagangan mbok Nani. Hubungan bisnis mereka tergolong dekat sampai-sampai pembayaran ongkos gerobak dibayar bulan oleh mbok Nani.Mbok Nani berasal dari salah satu desa di indramayu, kulitnya hitam berwajah manis, dengan tinggi sedang tetapi memiliki sepasang buahdada ideal yang sering membuat mas warno melihat dengan sudut matanya, ukuran cukup mantap sekitar 34 atau 35. Telah bersuami bernama mas Tarsica yang tinggal dikampung mengurus sawah dan bebek hasil berjualan Nani di kota. Nani pun menyadari kalau warno sering melirik kepadanya, tetapi dia tidak begitu memperdulikan bahkan cenderung semakin berani mengekspos bagian-bagian tubuhnya yang dapat mengundang hasrat birahi warno, malah kadang tatapan warno dan Nani seringkali bertemu yang akhirnya mereka saling senyum tanpa mengerti arti kejadian tersebut.Pada suatu pagi warno mendapat telpon dari pamannya di kampung yang mengabarkan bahwa bude Sakem membutuhkan biaya untuk berobat karena sakit. Bude Sakem adalah orang yang membesarkan warno ketika dia ditinggal oleh orang tuanya transmigrasi ke Lampung. Warno memang dekat dengan budenya yang satunya ini karena ia ingin membalas jasa budenya. Warno bingung karena saat ini ia tidak memiliki uang. Uang dikantong hanya cukup untuk makan nanti siang. Dalam kebingunganya warno teringat relasinya dipasar yah Nani, ia akan mencoba meminjam uang kepadanya, atau paling tidak ia mencoba meminta bayaran gerobak dimuka sehingga ia dapat segera mengirim uang tersebut ke budenya yang sedang sakit di kampung. Bergegas ia menuju rumah petakan Nani yang terletak di belakang pasar tempat ia berdagang. Kontrakan Nani merupakan rumah petakan kumuh terbuat dari tripleks dan dicat apa adanya, rapat dan berhimpatan satu dengan lainnya. Petakan ini memang kebanyakan dihuni oleh sesama pedagang dipasar.Tidak berapa lama warno tiba dipetakan Nani, suasana petakan sepi karena jam segini sekitar jam 9 sampai jam 11 kebanyakan penghuni pergi ke pasar induk kramat jati untuk membeli barang dagangan. ceritasexdewasa.org warno sedikit cemas, jangan-jangan Nani juga pergi belanja ke pasar induk. Dengan ragu-ragu warno mencoba mengetuk pintu petakan Nani, sepi tidak terdengar jawaban, kembali warno menjadi ragu apakah Nani ada di petakan. Ia kembali mencoba mengetuk pintu, tidak juga ada jawaban, ketika warno mulai merasa putus asa, terdengar suara penghuni sebelah petakan, seorang nenek tua, ibu dari seorang pedagang di pasar yang juga warno kenal mengatakan bahwa Nani sedang mandi di MCK dekat musola sekitar 25 meter dari petakan Nani.”Tunggu aja di dalam mas, mbak Nani sebentar lagi juga selesai” ujar nenek tetangga Nani.”Baik nek, tak tunggu disini aja” jawab warno dengan logat jawanya yang dihaluskan karena menghormati nenek.Dengan perasaan galau warno menunggu Nani, tidak begitu lama warno menunggu terlihat Nani tergopong berjalan setengah berlari sambil menutupi bagian dadanya yang nampak tercetak dua bukit kembar karena Nani tidak menggunakan handuk melainkan menggunakan daster tidurnya yang telah tipis apalagi setengah basah kena air ketika ia mandi di MCK tadi.”Weh ada mas warno, ada apa mas tumben kesini, ada perlu sama aku” Nani nyerocos sambil tetap bejalan menuju pintu petakannya”Ya.. mbak.. aku ada perlu nih” Nani menyuruh warno masuk kepetakannya, karena ia tidak enak bicara diluar, ia berpikir tidak mungkin mas warno pagi-pagi begini kepetakannya kalau tidak ada perlu apalagi Nani melihat wajah warno tampak sedih.”Ada apa Mas, sepertinya lagi sedih nih” tanya Nani”Aku butuh uang Mbak budeku dikampung sakit, beliau minta aku mengirim uang untuk biaya berobat”, mata warno tidak lepas dari cetakan dada yang amat jelas didada Nani.Dasar, wong lagi bingung kok matanya tetap ke ”susuku” pikir Nani.”Sakit apa” Nani mencoba menyakinkan, dengan tidak berusaha lagi menutupi cetakan susunya seperti tadi saat ini berlari dari MCK menuju petakannya.Pikirnya toh mas warno sering juga menatapnya pada saat ini berdagang.”Saya nggak tau, tapi mereka meminta saya mengirim uang untuk berobat, mba boleh saya minta bayaran gerobak untuk bulan depan mbak” dengan setengah menunduk warno mengungkapkan maksudnya kepada Nani.”Mas warno butuh berapa” tanya Nani”Ya sejumlah bayaran upah saya aja, mba, 185 ribu” jawab warno dengan masih tetap menunduk.”Sebentar ya mas” Nani beranjak ke balik hordeng biliknya, entah apa yang akan dilakukan warno bertanya-tanya.Sejenak warno dapat menilik benda-benda yang ada di petakan Nani, sebuah termos, 2 buah gelas kaca yang sudah tidak bening lagi, sebuah kasur butut dan radio kecil serta sebuah changer hp masih menempel di stop kontak. Dan apa itu, sebuah BH dan celana dalam yang rendanya mulai terurai benangnya milik Nani tergantung di jemuran di dalam petakan, mungkin malu kalau di jemur di luar. warno mengenali BH tersebut karena sering digunakan oleh Nani.”Ini mas 200 ribu, aku buletin uangnya, sekalian aku membantu mas yang lagi ketimpa musibah, mudah-mudahnya bude Sakem cepat sembuh” suara Nani mengejutkan warno yang sedang browsing sekitaran petakan Nani.”Aduh terima kasih mbak” mata warno bersinar-sinar karena Nani berkenan menolongnya.”Uang ini saya titipkan pada Yanto, tukang ketoprak tetangga kampungku yang kebetulan nanti sore akan pulang kampung”. ”Ya sudah cepat sana, nanti keburu Yanto tidak ada” ucap Nani”Tanpa ba-bi-bu warno segera kerumah Yanto, si tukang ketoprak yang akan pulang kampung.”Yan… ini aku titip buat bude Sakem yang sedang sakit 190 ribu rupiah, yang 10 ribu untuk nambahin ongkos kamu, sekalian salam dan katakan aku belum bisa pulang ”Adalah menjadi kebiasaan di lingkungan warno, saling menitip uang apabila ada seorang kerabat, tetangga kampung atau teman yang akan pulang kampung. warno juga telah beberapa kali dititipi oleh Yanto. Memang mereka tidak mengenal adanya transfer uang lewat bank.”Baik nanti aku sampaikan To… wis kamu ndak usah bingung, semoga nggak ada apa-apa” ucap Yanto.”Terima kasih To..hati-hati ya.” warno berucap sambil permisi kepada sahabatnya yang telah berkenan menerim titipan uang darinya untuk bude yang sedang sakit dikampung.Kembali terbayang wajah bude Sakem, wajah yang teduh dan rela mengurus dan menganggapnya sebagai anak, wajah yang penuh kedamaian. Bagiamana budenya mengajarnya setiap malam, bagaiamana budenya menemani saat ia makan, semua kembali terbayang. Tapi karena faktor usia, saat ini beliau sedang tergolek lemah di kampung.Tiba-tiba ingatannya kembali ke Nani, ia belum mengucapkan apapun kepadanya apalagi terima kasih setelah ia menjadi dewa penolong baginya. warno kembali menuju petakan Nani, untuk mengucapkan terima kasih atas pertolongan yang telah ia berikan.Tidak berapa lama warno telah tiba dimuka petakan Nani, warno langsung menyeruak masuk tanpa mengetuk lebih dulu. Terbelalak warno melihat pemandangan yang nampak di dalam, saat itu Nani sedang mengeringkan badannya dengan daster tipis sebagai pengganti handuk. Nani hanya menggunakan handuk untuk menutupi kemaluannya, sedangkan dua buah bukit kembarnya tertutup BH warna putih cenderung sudah menjadi cream yang tampaknya tidak dapat menampung isinya. warno tidak pernah membayangkan kalau payudara Nani begitu indahnya besar, putih dan masih seperti orang belum bersuami, mungkin karena jarang disentuh oleh suaminyaMereka berdua terkesima, warno terbelalak menyaksikan pemandangan tersebut sedangkan Nani hanya diam seribu basa karena tidak tau apa yang harus dilakukannya.Tiba-tiba kedua mata mereka saling bertemu satu dengan yang lainnya, saling bertatapan dengan tetap tanpa suara, saat itu naluri sebagai manusia yang bicara, warno mendekat sementara Nani masih tetap diam tanpa bahasa, sementara bibir warno mulai mendekat bahkan dekat sekali ke kening Nani..Nani merasakan hembusan birahi warno, akhirnya ia merasakan sebuah ciuman lembut mendarat di keningnya, ia memejamkan mata tak tau harus menikmati atau apa yang harus dilakukan sementara, karena lembutnya kecupan warno, birahinya pun mulai terusik, apalagi setelah kecupan warno turun ke pipi kemudian terus turun menelusur hingga sampai pada bibirnya.
Tangan kanan warno mulai menelusuri bagian belakang Nani yang memang tidak terbungkus apa-apa hanya seutas tali BH yang masih menggantung disana, diusapnya lembut pinggung dan pantat Nani, kemudian tangan kirinya mulai menelusur diperut Nani sehingga menimbulkan sensasi yang tidak terkira bagi pemiliknyaHangat sekali kecupan warno, kecupan yang memang telah lama tidak ia rasakan, lidah warno lincah bermain di dalam mulutnya yang mau tidak mau mengundang hasratnya untuk melayani permainan lidah dan bibir warno.Ehhhh…………..Nani berguman menikmati usapan dan belaian serta kecupan bibir warno, ditambah lagi tangan kiri warno semakin mendekati dua bukit kembar miliknya yang masih terbungkus BH, sensasi yang dirasakan semakin nikmat. Tangan kanan warno naik dari pantat menuju pengait tali BH Nani dan dengan sentuhan halus, BH itu sudah terlepas dan meluncur turun sampai tertahan oleh handuk penutup kemaluan Nani.Tampaklah oleh warno dua bukit kembar milik Nani yang kini bebas menggantung tanpa penghalang. warno semakin bersemangat dari semula mengusap, membelai kemudian kini sudah sampai pada tahap meremas, apa saja yang ia remas pantat, perut, pinggul hingga payudara Nani tidak luput dari remasannya. Hal ini semakin memuat Nani tidak berdaya, ia benar-benar dimabuk nafsu yang dibangkitkan oleh warno seorang penarik gerobak langganannya. Ia tidak ingat lagi suaminya dikampung, ia lupa segalanya.Sedikit demi sedikit warno mendorong tubuh Nani ke arah kasur milik Nani yang hanya menurut saja oleh dorongan tubuh warno hingga ia menurunkan tubuhnya dan duduk dikasur. warno mengikuti gerakan Nani menuju tempat tidur mulutnya kini bermain lincah memainkan puting susu Nani. Seakan tidak puas hanya mengecup dan mengisapnya tangan kirinya pun ikut membantu meremas-remas bukit kembar milik Nani.Dengan dorongan warno kini tubuh Nani sudah tergolek dikasur tanpa penutup dada hanya handuk yang tidak mampu lagi menutupi kemaluannya karena tersingkap oleh gesekan-gesekan tubuh mereka.Kebiasaan Nani, sehabis mandi ia hanya menggunakan handuk sebagai penutup barang miliknya yang paling berharga tanpa celana dalam, sedangkan bagian dada hanya dibungkus BH (mending BH-nya bagus). Kebiasaan berpakaian seperti ini kerap ia lakukan sambil beraktivitas di petakannya.Kebiasaan seperti ini memudahkan warno untuk melakukan aksinya. Kembali ia mengecup bibir Nani yang memang sudah menunggu aksi warno berikutnya. Gejolak birahi yang dirasakan segera menghempas segalanya. Statusnya sebagai istri dari Tarsica seorang petani dan pemelihara bebek di kampung tidak lagi ia ingat. Apalagi tangan kanan warno mulai membuka handuk satu-satunya yang masih ia kenakan sebagai penutup kemaluannya.Dengan sekali tarik, tampaklah oleh warno kemaluan Nani dihadapannya, rambut kemaluan yang tebal berwarna hitam tampak acak-acakan menutupi bibis vagina milik Nani. Pantulan cahaya matahari yang menerobos lewat celah dinding petakan Nani membantu memberikan penerangan bagi warno untuk sejenak mengamati kemaluan Nani. Ia kagum dengan Nani kemaluan Nani yang tampak menonjol persis kue apem yang adonananya sempurna.Nani agak risik melihat warno memandang vaginanya seperti hendak melihat seluruhnya, tak habis akal tangan Nani mengapai tonjolan diselangkangan warno yang memang sejak tadi menuntuk untuk dijamah, sejenak warno terhenyak sejenak ketika tangan Nani mendarat di kemaluannya, namun hal itu tidak terlalu lama, karena kenikmatan dan sensasi yang ia rasakan amatlah menghanyutkan, apalagi Nani mulai mencoba memasukkan tangannya kedalam celana warno. warno tak sabar segera ia memelorotkan celana sekaligus CD-nya, agar kenikmatan yang ia rasakan semakin terasa. Kaos berlambang salah satu Caleg Partai tertentu yang ia gunakan juga tak luput ia lepaskan. Tampaklah oleh Nani tubuh hitam, kekar karena sering menarik gerobak sayur milik warno mengkilap karena keringat dan torehan cahaya matahari. Belum hilang rasa kagum Nani terhadap kekekaran tubuh warno, ia merasakan sesuatu menyentuh kemaluannya, yah tangan warno mulai mengusap rambut kemaluan Nani yang tidak menyangka bahwa seorang penarik gerobak mempunyai gaya bercinta yang romantis tidak seperti suaminya dikampung, cek-ecek-ecek sudah boro-boro ada pemanasan, terlalu terburu-buru, maklum katanya ia harus melihat aliran air disawah, apakah bendungan yang ia buat dapat mengalir keseluruh bagian sawahnya dengan sempurna. Jangankan orgasme bagi Nani terkadang terangsang pun belum. Lain halnya dengan warno yang rada sabaran dalam memacu birahinya.Tidak puas hanya dengan membelai warno mulai menusuk-nusukan jari manisnya ke vagina Nani yang telah basah oleh cairan birahinya, hangat dan licin yang dirasakan warno. Ehh…ehh…Nani meracau merasakan kenikmatan sentuhan tangan warno ke dalam kelaminnya. warno terus beraksi hingga ia tak tega melihat Nani meracau tidak menentu, mengelengkan kepalanya kekanan dan kekiri karena nikmatnya, apalagi tangan Nani beraksi di kemaluan warno mulai tidak menentu kadang mengusap kadang menggosok kadang memencet.Disamping itu birahi warno pun telah meninggi, akhirnya entah siapa yang memulai warno yang semangat menindih tubuh Nani, atau Nani yang tak sabar menarik tubuh warno untuk segera menindih dan memasukkan alat kelaminnya kedalam kemaluannya. Tangan Nani tetap di kemaluan warno untuk segera membimbingnya menuju lubang vaginanya, Sejenak warno menggosok-gosokkan kemaluan miliknya ke vagina Nani.Nani mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, warno menusukkan kemaluannya… blesss…blesssssssssssss…Nani menggit bibir merasakan kenikmatan kemaluan warno meluncur kekemaluannya yang memang telah lama tidak dijamah oleh suaminya karena ia lama tak pulang kampung. Biasanya sebulan dua kali atau tiga kali ia pulang, tapi sudah dua bulan ini ia belum dapat pulang kampung, karena pasar sedang ramai menjelang pemilu.Hampir seluruh kemaluan warno membenam di vagina Nani, sejenak mereka terdiam, masing-masing merasakan nikmatnya bersenggarama. Bagi warno ini adalah kenikmatan yang tak terhingga yang pernah ia rasakan, karena selama ini paling-paling hanya sabun mandi, tetapi karena telah beberapa kali menonton film biru bersama-teman sesama penarik gerobak, atau pengalaman mengintip tetangga disekitar tempat ia mengontrak rumah dan karena nalurinya ia dapat menjalankan peran dengan baik.Selang beberapa saat mulailah warno menaik-turunkan tubuhnya menindih tubuh Nani, bunyi kecipak karena beradunya kelamin mereka dan dengusan nafas keduanya semakin menambah sensasi bagi mereka. Suasana pagi menjelang siang, dimana matahari nampak mulai meninggi semakin menambah suhu didalam petakan Nani dan sekaligus menambah gejolak birahi mereka. Memang seputar petakan Nani pada jam-jam seperti ini terasa lebih sepi, karena sebagian besar anak-anak sedang bergelut dengan kegiatan sekolah, sementara orang tua mereka yang kebanyakan para pedagang dipasar, sedang belanja barang daganganya, paling-paling hanya beberapa anak yang belum sekolah yang tinggal dirumah atau sperti nenek tadi yang memberi tahu warno bahwa Nani ada di dalam petakannya.Mas…mas..mas… ehm..ehh..ehh desahan Nani semakin tidak menentu, hal ini semakin memacu birahi warno, dari pelan kemudian sedang kemudian cepat secara berulang-ulang warno menghujamkan kelaminnya kedalam vagina Nani. Uhg..uhg..mba..mba..warno mulai menimpali desahan Nani diiringi dengan dengus nafasnya laksana banteng ketaton.Terasa oleh Warno bahwa Nani mengangkat tubuhnya semakin tinggi dan gerakan kepalanya kekiri dan kekanan semakin cepat ditambah lagi dengan desahannya yang semakin tidak menentu, menandakan puncak birahinya akan segera tercapai. Mas…mas..aku..aku..ahhhhhhhhh. akhirnya meletuslah lahar birahi kenikmatan Nani. Kedua tangganya menarik kencang tubuh warno agar menghimpit tubuhnya sambil menjerit perlahan menandakan kenikmatan yang tiada terkira.Sementara warno juga mulai merasakan hasratnya akan segera terpenuhi, dengan kecepatan maksimal ia mamacu menaik turunkan tubuhnya menindih tubuh Nani yang nampak tak berdaya setelah mengalami orgasme. Keringat mengucur deras hari tubuh hitamnya eh..eh..ehhhhh aku keluar mba…ahhhh. Tak terbayangkan nikmat yang dirasakan warno, terasa dari ujung jari kaki sambil keubun-ubun ia rasakan, sejenak ia terdiam dengan tetap menindih tubuh Nani yang juga ikut menikmati semburan sperma warno di rahimya. Nafas warno tidak menentu, seluruh tenaganya terkuran diakhir permainan tadi.Keduanya nampak terkulai lemas, setelah menikmati permainan mereka, Nani nampak terdiam sementara warno tidak tau apa yang harus ia ucapkan. Akhirnya keduanya tertidur dengan tubuh masih telanjang tanpa sehelai benangpun.Narni…Narni….Narni…sayup-sayup Nani mendengan seorang memanggil namanya, antara sadar dan tidak sadar sperti bermimpi. Narni…Narni….Narni kembali terdengan suara panggilan dengan logat Batak yang kental, keduanya terbangun Nani tersentak begitu juga dengan warno.Setelah berulang kali barulah Nani bangun membuka pintu petakan tempat tinggalnya, dengan pakaian sekenanya, yaitu kain jarik panjang yang biasa digunakan untuk membawa dagangannya, rupanya si Butet yang datang hendak menagih uang cicilan yang harian utang Nani kepadanya. Butet layaknya bank keliling dipasar tempat Nani berdagang, ia meminjamkan sejumlah uang kepada para pedangan dan dicicil setiap hari, minggu atau bulan tergantung perjanjian, jangan tanya soal besaran bunga, pasti lebih besar dari bank, tapi para pedangan lebih suka ke si Butet ketimbang ke Bank, karena prosedur mudah, cepat dan tidak perlu KTP, KK dan Slip Gaji (he..he.. pengalaman kredit di bank nih).Ia menyodorkan uang Rp. 15.000 kepada si Butet.”Siang-siang begini rupanya tidur kau” seru Butet masih dengan logat yang Batak yang kental.Nani hanya tersenyum sambil kembali menutup pintu, meninggalkan kebingunan Butet.”Bah…malas kali kau rupanya” omel Butet.Lain hal dengan Nani, sejenak ia kembali ketempat mereka bertempur tadi, dikasur tipisnya tidak lagi ia temui warno, tetapi hanya sebuah kaos kucel dan kusut berlambang caleg masih, kemanakah gerangan warno. Belum hilang kebingungan Nani, warno muncul dari belakang lemari plastik bergambar kembang yang sudah bolong disana-sini milik Nani. Rupanya warno bersembunyi disana saat tadi si Butet datang, ia takut kalau-kalau butet melihatnya sedang berada di patakan Nani, pasti kacau urusan.Nani memandang warno yang muncul dari balik belakang lemari dengan pakaian setengah telajang dan menyadari kondisi tubuhnya yang masih tanpa mengenakan penutup kecuali jariknya. Barulah ia sadar akan apa yang terjadi, ia telah menghianati suami, telah menyerahkan sesuatu yang seharusnya hanya ia berikan kepada suaminya tidak kepada warno, menunduk ia sambil menangis.Sementara warno tidak tau apa yang harus dilakukan, ”maafkan aku mbak…maafkan aku, hanya itu yang keluar dari mulut warno. Nani masih saja tertunduk sambil menangis, kedua tangannya diletakkan diatas pahanya. ”Kamu nggak salah warno, aku yang salah”. Keduanya kembali terdiam.warno mencoba kembali mebangun kekakuan suasana dengan mendatangi Nani dan membelai rambutnya, lembut sekali warno melakukan itu, berulang-ulang tangannya mengusap rambut Nani, pundak dan belakang tubuh Nani yang duduk menggeloso dilantai.”aku minta maaf mba” sekali lagi warno berucap lirih.Nani menjatuhkan kepalanya didada warno sambil mengangkap kepalanya dan berucap sama seperti yang ia ucapkan tadi.”Kita sama-sama bersalah warno” tambahnya.Seksi sekali bibir Nani saat mengucapkan itu dimata warno, ingin sekali ia mengecup bibir seksi itu, tapi ia masih ragu karena Nani masih meneteskan air mata. Sementara belaian tangan warno di kepala pundak dan belakang tubuhnya kembali mengusik birahi Nani yang memang sudah lama tidak tersentuh suaminya. Setan terus menggoda membisikkan kata-kata birahi kepada keduanya.Akhirnya warno tak tahan dengan suasana dengan yakin ia mengecup bibir Nani, apalagi ia merasakan ada reaksi di bibir dan tubuh Nani, warno semakin berani usapan pada tubuh bagian belakang belakang sampai kebelakang telinga, mau tidak mau membangkitkan kembali hasrat seksual Nani, ia sedikit beringsuk kekiri meluruskan tubuhnya hingga berhadap-hadapan dengan warno sambil tetap menerima rangsangan dari bibir warno, tangannya mulai mencari apa yang seharusnya ia lakukan, mencari sesuatu diselangkangan warno yang memang sudah kembali terbangun dan siap beraksi.Tegang dan keras serta mengkilap dibagian kepala sesaat ia mencuri pandang saat warno mengecup bibirnya. warno agak terkejut dan sedikit mengangkat pantatnya manakala tangan Nani menyentuh kelaminnya. Kini kecupannya tidak lagi di bibir Nani tetapi sudah kepipi kemudian turun ke leher dan sampailah pada bagian atas dada Nani, terus turun diantara dua bukit kembar milik Nani, tangan kirinya menggapai buah dada Nani sebelah kiri sementara mulutnya mengecup halus puting susu Nani sebelah kanan sambil menjilat dan mengigit secara lembut.Nani mendorong tubuhnya kemuka sementara tangan kirinya merapatkan kepala warno dan menyodor kedua payudaranya. Tenggelam wajah warno di dada Nani, sementara tangan Nani semakin keras mengenggam penis warno sambil turus menaik-turunkan tangannya mengusap dan mengocok penis warno. Beberapa lama aksi ini mereka lakukan, hingga akhirnya terdengar suara Nani“mas…mas…mas warno sekarang, aku nggak tahan”. Warno mendorong tubuh Nani ke kasur tipis dengan kepalanya tetap payudara Nani, yang mengikuti gerakan warno menidurinya.Penis warno yang sudah menegang maksimal sementara vagina Nani telah basah kuyup sejak tangan warno menjamahnya, mudah bagi warno memasukkan penisnya ke vagina Nani, hangat ia rasakan menjalar dibatang kelaminnya. Sejenak berhenti, kemudian maju dan mundur secara berirama warno menggenjot Nani. Sementara Nani begitu menikmatinya, kain jarik menutup tubuhnya tadi sudah tak tahu entah kemana, nikmat sekali ia rasakan sodokan warno dikelaminnya, terus…terus…terus…ahh..ahh, ia mendesah tak teratur.Birahi yang dibangkitkan warno melalui penis, kecupan pada bibir dan payudara serta usapan pada belakang telinga dan bisikan-bisikan mesra yang diucapkan warno membuat Nani semakin mendekati puncak kenikmatan, ahh..ahh..ahhh..aku mau ssssaampaai..terusssss, makin tidak karuan ucapan Nani. Hingga akhirnya meledaklah birahi Nani diiringi dengan semakin maksimalnya hujaman-hujaman penis warno yang juga akan sampai pada puncaknya.Ahhhhhhh ….bersamaan mereka mencapai hasrat birahinya, nafas kedua memacu tak karuan sementaram keringat mengucur dari kedua tubuh mereka, warno masih menindih tubuh Nani, ketika ia sadar bahwa ia harus segera bekerja menarik gerobak sayurnya, sementara Nani juga tersadar bahwa ia harus segera kelapak dagangnya. Akhirnya waktu menghentikan pertempuran mereka sebelum keluar dari petakan Nani, warno masih sembat mengecup bibir dan mengusap payudara Nani. Sementara Nani tersenyum sambil memegang kedua payudaranya menyuguhkan kepada warno seakan menantang.Sejak kejadian itu mereka, beberapa kali kembali mengulanginya setiap ada kesempatan, kadang di petakan Nani, kadang ditempat warno, bahkan mereka pernah melakukannya di rel kereta api belakang pasar tengan tetap berpakaian.Pernah suatu ketika hasrat Nani begitu menggebu, kebetulan pasar sudah mulai sepi karena sudah jam 1 dini hari, ia mengirim pesan pendek kepada warno untuk segera menjumpainya ditempat ”biasa
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,”