cerita sex gay; KOPI HORNY
“Kalau ngopi dimana yo mas?” tanyaku pada Kunto.
“Walah, kulo damelaken mawon pak”
“Lah, ora usah mas. Aku juga pengen lihat suasana luar”
“Di sini saja pak. Saya buatkan”
Busyet nih bocah kagak bias dibilangi. Kalau sedang suntuk begini, aku biasa pergi ke coffe shop, hanya sekedar ngopi dan merokok sambil lirik- lirik sekitar, siapa tahu ada brondong mabuk yang minta dikeloni om-om.
Tapi sebagai tamu yang baik, aku tak bolehlan bersikap arogan begini. Aku ingin juga menyenangkan tuan rumah. Nanti dikira aku ini lelaki yang sok kaya dengan menolak keinginannya ini
OKE, aku turuti saja kemauannya.
“Oke, kita ngopi di sini saja. Kompornya ada?”
“Wonten mas”
“Ya sudah aku yang bikin ya”
“Nggih monggo pak … ”
Kunto mengantarku ke belakang rumah. Ada satu ruangan yang luasnya kira-kira 9 kali 10 meter. Busyet, itu ruang apa lapangan bola ya? Pasalnya dapur di kotaku kan minimalis.
Tapi dapur desa memang begini. Ukurannya lebih luas daripada ukuran ruang tamunya. Lantainya juga masih beralaskan tanah. Aku mencari barang kali ada sandal-sandal yang nganggur. Nyatanya tak ada. Jadi kubiarkan saja kaki telanjangku menginjak tanah.
Cetek … cetek … cetek …
Tiga kali cetek, kompor gas baru menyala. Sepertinya Kunto memang jarang masak di tempat ini. Terlihat beberapa gelas berdebu. Sisi sisi kompor juga penuh dengan letek minyak.
Aku segera membawa dua gelas dan satu lepek untuk alas gelas ke tempat cucian.
“Kulo timbaaken airnya riyen, pak”
“Nggih, mas”
Aku mengamati gerak-gerik Kunto.
Baru kusadari, wajah Kunto tidaklah jelek-jelek amat. Komposisi wajahnya memang ndeso, tapi kalau diamati, masih ada manis-manisnya. Matanya yang lugu itu yang membuatku diam-diam terpesona. Ditambah dengan alis matanya yang tebal. Lelaki seksi!
Dan baru kusadari betisnya itu bener-bener kuat. Terlihat kekar dengan otot-otot yang terukir di kulit betisnya. Paha atasnya juga berisi seperti paha yang terlatih di gym.
Namun dari sekian banyak penilaianku tentang Kunto, sikapnya yang humble, lagaknya yang santun serta keluguannya itu yang membuatku terpesona.
Masih ada ya lelaki yang lugu begini?
Hola … ini abad berapa? Kenapa masih ada lelaki dengan hati tulus ikhlas seperti ini? Aku malah berpikir spesies lelaki baik sudah punah. Bahkan aku sendiri mungkin sudah bukan lagi tergolong dalam spesies itu.
“Ngelamun, Pak ?”
“Astaghfirullah …” kataku seolah tersadar bahwa aku telah jauh berpikir tentang Kunto. Betapa sosok dan sikapnya ini telah membuatku jatuh cinta. Aku segera bangun. Air yang kumasak sudah mendidih. Uap airnya bergolak seperti hatiku yang mulai bergolak juga.
Aku segera membuat racikan kopi. Nenekku pernah membagi resepnya bahwa untuk membuat kopi yang enak itu resepnya cuma satu, fantasiku.com seduhkan saja satu sendok makan kopi dan dua sendok makan gula. Lalu aduk dulu secara merata dari atas ke bawah. Setelahnya siram dengan air mendidih. Lalu aduk dengan lembut. Tak boleh ada suara gelas dan sendok yang berbunyi.
Kuaduk dengan pelan, Dari bawah ke atas, dari kanan ke kiri.
“Pak … bapak namine sinten,” Tanya Kunto mendadak.
Ya Tuhan … aku baru ingat, bahwa kami sama sekali belum benar-benar berkenalan. Aku tak menyebutkan namaku di awal perkenalan kami tadi.
“Lov”
“Pak Lov?”
“Yes”
“Hah. Koyok jeneng barat nggih pak”
“Hahaha. Lov … dudu LOVE”
“Nggih pak”
Aku menyerahkan segelas kopi panas seduhanku ke Kunto. Dia menerimanya dengan pekewuh. Grogi. Halah, pake grogi segala.
“Sampean lembut nggih, pak”
“bangsa lelembut maksudmu?”
Hahaha …
“Dadi eling bojo ndik omah, pak”
“Hush. Ono setan lewat mengko!”
Orang dulu bilang begitu kalau ada kata-kata yang tak bagus diucapkan. Bisa jadi setan yang lewat akan mengabulkan ucapan (buruk) kita itu. Bagaimana dia bias membandingkan aku dengan sosok istrinya?
Hah. Kunto sedang Baper!
Bagaimana dia bisa mengingat istrinya kala aku menyeduh kopi, menyuguhkan kopi panas itu dengan sepenuh perasaan. Pasti otak Kunto saja yang sedang galau.
Eh, nggak juga.
Bisa jadi inilah jawaban atas permintaanku sepanjang sore tadi. Bisa jadi Kuntolah pengganti lelaki yang selama ini kuharapkan. Lelaki asu! Tuhan pasti tahu, aku tak boleh berlama-lama memimpikan lelaki asu.
Parahnya, aku berharap setan benar-benar datang kali ini. Kurapalkan mantera pemikat sukma lelaki. Ini berlaku untuk memikat pria-pria yang ada di dataran jawa tengah dan sekitarnya.
Dedemit Gunung Kidul, kulo sumonggo dugi.
Ora tak jemput teko-o mrene.
Obah ati jabang bayine Kunto.
Wolak waliken mripate.
Nisor dadi nduwur. Nduwur dadi nisor.
Lanang katon wadon. Wadon katon lanang.
Ada yang berubah usai Kunto meminum kopi itu. Dia terlihat lebih lelaki, lebih pendiam dan lebih cool. Lagaknya seperti tak lugu lagi. Tatap matanya nanar seperti sedang kesetanan.
Jangan-jangan Sang Demit merasuki raganya.
“Hoi … ngantuk mase?”
“Mboten, pak”
Tubuh Kunto memang terlihat masih tegak. Tak ada tanda-tanda mengantuk. Tapi matanya terlihat merah. Raut wajahnya seperti merona, seperti ada banyak aliran darah yang menuju ke otaknya. Aduh, jangan-jangan Kunto menderita serangan stroke.
Wait a minute.
Itu bukan tanda-tanda pria akan terserang stroke. Itu tanda-tanda pria sedang menakan birahinya. Oh my God. Bisa jadi saat ini Kunto sedang menahan birahinya yang sedang memuncak.
Bisa kurasakan, hawa sedang dingin-dinginnya. Aliran angin juga lancar seperti sedang meniup ubun-ubun hingga persyarahan terbangkitkan. Dan aku melihat something hard di sekitar selangkangannya.
Pahanya juga terlhat tak tenang. Betis kekarnya terlihat semakin kuat dan kenyal. Nafasnya juga terdengar semakin berat. Seperti lembu yang sedang marah. Dan oh God … bulgenya Nampak membesar.
Astaga.
Sang Demit sedang horny.
hey semuanya, salam kenal, buat kalian-kalian yang suka serial kisah sesama yang masih original seperti Cowok Rasa Apel yang sudah sampai sesi ke 3, silahkan cicipi “Serial Pelepasan” dengan jalinan kisah sesama lelaki dewasa dengan rasa yang berbeda, terimakasih banyak :),,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,