vidio bokep – Cersex artikel dewasa khususnya Cerita Sex, Pesta Sex, Cerita Dewasa – kali ini menceritakan pengalaman Sex dari Ketiga Pria Yang memperkosa dan menyiksa SPG yang bersifat Sombong dan semena-mena kepada seseorang. Berawal dari perkataan SPG kepada ketiga Pria dipameran Otomotif itu, pada Akhirnya SPG itu diculik dan diperkosa oleh ketiga pria itu. Mau tahu kelanjutan ceritanya, Langsung aja yuk baca dan simak baik baik cerita dewasa ini
Cerita sex saya ini bermula pada pameran otomotif , ketika itu aku dan teman-temanku sedang berjalan-jalan di salah satu Mall di kota kami. Ditengah kami berjalan-jalan, saat itu kami melihat ada sebuah pameran mobil. Pada saat kami mendekat di Pameran itu, ada salah satu sales promotion girl yang menjaga pameran otomotif itu terlihat sangat angku sekali. Kemudian kami-pun berbasa-basi untuk melihat mobil-mobil yang memang mewah itu.
Kami tidak perduli dengan penampilan kami yang sederhana, walaupun penampilan kami tidak seperti pengunjung-pengunjung lainnya yang rapi dan parlente itu. Kami melihat sales promotion girl-nya yang cantik, sexy, putih mulus dan Menggemaskan sekali kawan. Lumayanlah bisa cuci mata hhe. Ditambah lagi busana yang mereka yang pada saat itu serba ketat dan mini, lama-lama si Otong nggak nahan juga nih.hha.
Dengan mengenakan busana yang serba mini dan ketat itu, mereka terlihat benar-benar sexy dan menggugah gairah. Postur tubuh mereka yang langsing dan tinggi, ditambah dengan kaki mereka yang jenjang, hal itu membuat mereka enak dipandang. Busana yang mereka kenakan sangatlah kompak, dari ujung kaki sampai paha terbalut rok mini ketat berwarna merah.
Wajah mereka bila saya lihat, rata-rata wajah-wajah mereka blesteran layaknya bintang Film papan atas. Dengan wajah mereka yang seperti itu, mereka sangat-lah cocok untuk mendampingi mobil-mobil mewah yang sedang dipamerkan. Lalu sembaril melihat, aku mencoba membuka dan metutup salah satu pintunya dan ketika saya memegang mobil yang di pamerkan itu, tiba-tiba…
“ Heh… Mas… tolong kalau mau lihat ya dilihat saja, jangan dipegang-pegang gitu, saya nanti capek kalau harus membersihkan lagi, ” ucapnya menegur seseorang,
Saya saat itu tidak sadar jika sedang ditegur. Setelah tersadar, ternyata teguran tersebut berasal dari salah seorang sales promotion gilr yang tertuju padaku. ketika itu aku sempat tertegun melihat paras dan body sales promotion girl yang satu ini, walaupun sebenarnya aku tersinggung, Wajah sales promotion girl yang menegurku ini, wajah seperti blesteran Indo-Belanda.
Belum semapat saya merespon, sales promotion girl itu ngomong lagi kepadaku,
“ Oh iya, maaf sebelumnya Mas, tolong minggir dulu ya, soalnya ini ada pembeli yang mau lihat mobilnya ” ucapnya,
Kemudian dengan spontan aku menoleh ke sekitar, dalam hatiku berkata ( Mana pembelinya ), ternyata yang ada hanya orang yang lihat-lihat mobil di sebelah saya. fantasiku.com Sudah habis kesabaranku kali ini, aku benar-benar dilecehkan oleh sales promotion girl itu. Dalam hatiku berkata ( benar-benar keterlaluan sekali wanita satu ini, padahal kan dia cuma sebagai penjaga, belum tentu juga dia bisa beli mobil itu ).
Sembari berfikir, tak terasa aku bertatap pandang dengan wanita sales promotion girl itu. Yang lebih mengesalkan lagi wajahnya seakan-akan melihatku sebagai makhluk yang tidak pantas dan hina jika berdiri di situ. Ditambah lagi ketika dia tersenyum, senyumannya sungguh benar-benar menyebalkan, seolah-olah dia meremehkanku. Sembari balik tersenyum kesal, akupun menyingkir dari pameran mobil itu.
“ Udah yok cabut aja bro, !!! ” ajakku kepada teman-temanku dengan nada yang kesal karena pelecehan sales promotion girl tadi.
Kemudian aku langsung saja mengarahkan mereka ke tempat parkir dengan memasang wajah kesalku. Dengan mengendarai mobil MPV, kami-pun pergi dari Mall itu. Dalam sepanjang perjalanan kami, yang ada hanya kesunyian karena kami semua terdiam. Teman-temanku tidak berani mengajak aku berbicara, karena mereka tahu tahu aku masih kesal.
Setelah beberapa saat temanku yang menyetir mobil mencoba memecah kesunyian dan kekesalanku.
“ Loe kenapa dari tadi diem aja, Loe masih kesal ya sama sales promotion girl tadi ? ” tanyanya kepadaku.
Belum sempat aku aku menjawab, Agus berkata,
“ Ah Loe tadi begok sih, harusnya tadi Loe remas saja tu pantatnya, biar tau rasa tu cewek..hha… ” ucapnya.
Kemudian perkataan Agus disusul oleh tawa teman-temanku, dalam gemuruh tawa teman-temanku, aku tetap saja masih terdiam. Karena melihat wajahku yang masih kesal, teman-temanku kemudian tediam. Lalu salah satu temanku yang bernama Rendy, tiba-tiba mencetuskan ide gila,
“ Udah dong Ded, dibawa slow aja, gimana kalau kita culik aja tuh cewek biar tahu rasa ?? ” ucap Rendy, Hatiku yang sedang kesal ini bagaikan mendapat siraman rohani yang menenangkan hati.
Dalam hatiku berkata boleh juga tuh idenya, Biar dia ngerasain akibatnya setealh melecehkanku. Kemudian aku-pun tersenyum sembari melihat ke arah Rendy. Kemudian kami-pun langsung memutar mobil ke arah Mall itu lagi bertujuan untuk melaksanakan rencana kami untuk menculik Sales Promotion Girl itu. Pada waktu itu Jam menunjukkan pukul 21.30.
Pada jam segitu mulailah terlihat pegawai-pegawai dari Mall tersebut keluar untuk pulang. Kami dengan sabar menunggu di depan Mall itu sambil mengawasi orang-orang yang keluar. Lalu Agus-pun mulai menyusun langkah awal untuk rencana yang kami rencanakan tadi.
“ Kita standbay di samping toko aja bro, barangkali dia nanti keluar dari samping pertokoan? ” usul Agus.
“ Terserah loe aja deh Dim, Gue ikut rencan Loe aja ” sahutku denga cepat.
Baru beberaapa detik kami berbicara tiba-tiba Sales Promotion Girl itu muncul,
“ Ulam dicinta, pucuk-pun tiba, tuh anaknya nongol, ” ucap Rendy setengah berteriak menunjuk ke arah wanita itu.
Secara bersamaan mata kami semua-pun langsung menuju ke arah yang ditunjuk Rendy. Pada saat itu setelah wanita itu keluar, si sales promotion girl itu menuju tempat pangkalan taxi untuk mencari Taxi. Aku melihat dia bersama seorang temannya yang kelihatannya sales promotion girl juga. Ketika itu mereka sudah mengenakan sehelai kain untuk menutup roknya yang mini.
Kemudian mereka berjalan menelusuri trotoar, rupanya rute angkutannya bukan di jalan ini. Kami segera membuntutinya pelan-pelan sampai mereka berhenti di perempatan yang sudah dikuasai oleh banyak angkota. Mereka langsung masuk ke salah satu Taxi yang ada, begitu Taxi tersebut berangkat, kami-pun langsung membututinya.
Sampai pada akhirnya mereka-pun di sebuah jalan yang kebetulan pada saat itu sepi, sehingga suasana itu sangat mendukung operasi kami ini, si sales promotion girl turun. Tidak sedikit pun dia menaruh curiga bahwa sebuah mobil telah mengikuti angkutannya sejak tadi. Setelah Taxi tersebut meninggalkannya cukup jauh, kami mulai mendekati sales promotion girl itu.
Dan nampaknya dia masih harus berjalan kaki untuk mencapai rumahnya. Tanpa buang-buang waktu Agus mensejajarkan mobil kami di samping sales promotion girl itu dan Rendy langsung membuka pintu samping mobil. Setelah pintu moil kami terbuka kulihat sales promotion girl itu terkejut melihat ada mobil yang sangat dekat dengan dirinya. Krtika itu tanpa disadari, tangan Rendy sudah merenggut tangan dan menarik tubuhnya ke dalam mobil. Lalu pintu samping kami ditutup oleh Rendy kembali, dan mobil kami-pun langsung ditancap gasnya oleh Agus.
Sementara si sales promotion girl masih kebingungan, nampaknya dia mencoba melakukan perlawan dengan cara akan berteriak, tetapi dengan sigap Rendy langsung menutup mulutnya sehingga yang terdengar hanya teriakan kecil yang tidak akan terdengar dari luar.Wanita itu mencoba meronta, namun sebuah pukulan ditengkuknya diluncurkan oleh Rendy, sehingga dia-pun pingsan seketika.
Lalu aku-pun menoleh ke belakang, kulihat Agus dan Rendy tersenyum memandangku seolah-olah ingin menyatakan bahwa operasi penculikan sudah berhasil. Kulihat kain yang menutupi rok mininya tersingkap, dan meskipun di dalam mobil gelap, aku masih dapat melihat pahanya yang mulus. Rendy pun tak tahan langsung memijat dan meraba paha yang mulus itu.
Mobil kami langsung meluncur ke rumah Rendy yang memang kosong dan biasa sebagai tempat kami berkumpul. Setelah sampai dan memarkir mobil di garasi, kami menggendong sales promotion girl yang masih pingsan itu ke dalam kamar. Di sana kami mengikatnya pada kursi kayu yang ada. Aku duduk di ranjang menghadap sales promotion girl yang masih lunglai itu yang terikat di kursi kayu.
Teman-temanku kelihatannya memang menghadiahkan sales promotion girl itu ke padaku untuk aku perlakukan sesuka hatiku.
“ Den… tolong ambilin air putih segelas dibelakang ” perintahku,
Tidak lama kemudian Rendy-pun keluar kamar dan tak lama masuk dengan segelas air yang disodorkan kepadaku. Lalu aku berdiri dan menyiramkan pelan-pelan ke wajah sales promotion girl itu. Ketika sadar, sales promotion girl itu terlihat sangat terkejut melihatku di depannya,
“ Ka… Ka… Kamu… ” ucapnyanya kaget setlah tersadar ketika melihatku.
Setelah sadarf dia-pun terlihat tambah kaget karena melihat tubuhnya terikat erat di sebuah kursi. Kali ini aku yang tersenyum, senyum kemenangan.
“ Woy… Kamu mau apakan aku ? ” teriaknya dengan nada yang masih sombong bertanya kepadaku.
“ Kalau sampai kamu berani macam-macam sama aku, aku akan berteriak, ” Sambungnya lagi.
Mendengar perkataanya aku hanya tersenyum, kemudian,
“ Silahkan saja teriak, lagian nggak bakalan ada yang dengar kok, ” kataku sambil menyalakan tape si Rendy.
Kebetulan waktu itu lagu yang saya putar music genre underground dan volumenya aku keraskan. Walaupun wanita itu berteriak sekeras-kerasnya, bahkan sampai pita suaranya putus, suranya tidak akan terdengar dari luar rumah Rendy. jadi aku yakin tidak mungkin teriakannya didengar oleh orang lain. Dan seketika itu mulailah terlihat expresi wajah ketakutan di wajah sales promotion girl itu.
Sungguh terlihat tambah cantik ketika dia mulai terlihat memelas memohon iba kepadaku. Namun kebencian di hatiku masih belum padam, aku tetap ingin memberinya pelajaran.
“ Hey wanita sombong, siapa nama loe ? ” tanyaku dengan nada sedikit galak.
“ Na.. namaku Gina Tandian Mas… biasa di panggil Git.. tolong ampui aku Mas, maafkan perkataanku tadi. Please… aku bersikap seperti itu karena disuruh bos-ku mas ” ucapnyanya membela diri.
Karena aku sudah terlanjur benci, aku tidak peduli dengan pembelaan dirinya itu. kemudian langsung kusibakkan kain yang menutupi roknya, lalu dengan kasar kutarik roknya hingga ke pangkal paha. Lalu Gina-pun menatapku ketakutan,
“ Jangan, jangan Mas… ” ucapnya memelas seakan tahu hal yang lebih buruk akan menimpa dirinya.
Lagi dengan kasar kutarik bajunya sehingga kursi yang didudukinya bergeser dan kancing bajunya hampir lepas semua. Terlihat oleh kami bulatan buah dada yang masih tertutup BRA berwarna hitam. Tak tahan melihat itu Rendy yang berdiri di sampingnya langsung meremas-meremas buah dada itu.
Gina-pun sangat ketakutan, ditengah ketakutannya dia berusaha meronta, namun hal itu semakin meningkatkan nafsu kita. Jari-jariku langsung meraba secara liar daerah liang Vaginanya yang masih tertutup celana dalam, mengelus dan berputar-putar dengan lincah dan sesekali mencoba menusuk Vaginanya dengan jariku.
Rendy lalu memberiku sebuah alat seperti pecut, yang terbuat dari beberapa tali tampar kecil sekitar 5 buah yang salah satu ujung-ujungnya dijadikan satu pada sebuah pegangan dari rotan. Entah untuk apa alat ini biasanya digunakan Rendy, fikirku, tapi peduli apa, yang penting sekarang benda ini ada gunanya.
“ Tolong Mas… Jangan.. ampunnn Mas… ” pinta Gina meminta ampun.
Ketika melihat aku mengibas-ngibaskan pecut itu. Aku tersenyum sadis, lalu tanganku kuangkat dan sebuah pecutan kuarahkan ke buah dadanya.
“ Cetarrr… ” Tubuh Gina menggelinjang, dan buah dadanya langsung bergoyang ke kanan ke kiri menahan sakit.
“ Aowwww…. Sakit Mas… huuu…uuu…uuu… ” teriaknya sambil meneteskan air mata.
Nampak beberapa garis merah terlihat di kedua buah dadanya, di sekitar putting susunya.
“ Mau lagi kamu ??? ” tanyaku kepada Gina,
“ Ampunnn… ampunnn Mas… tolong lepaskan aku… ” rintihan bercampur tangis Gina menjadi satu.
Tanpa rasa iba pecut kuayun lagi, kali ini sasarannya adalah pahanya.
“ Aow… emmpphhh… ” erang Gina dengan menggigit bibir bawahnya menahan sakit.
Sekali lagi kuayun pecut itu, sekarang ke arah pusar, garis-garis merah segera menghiasi tubuh Gina. Entah aku sangat menikmatinya sehingga tak terasa sudah beberapa ayunan pecut mengarah ke tubuh Gina. Tubuhnya terlihat bergetar, menggelinjang menahan sakit dan perih. Wajahnya yang basah oleh air mata dan keringat sudah benar-benar menunjukkan penderitaan.
Tapi aku masih belum puas. Kulihat teman-temanku, ketiganya tersenyum seakan memberikan dukungan kepadaku untuk terus menyalurkan hasratku. Kudekati telinga Gina, dia yang sudah ketakutan padaku, dia berusaha menjauhkan kepalanya, mungkin dikiranya aku mau menggigit telinganya. Kubisikkan sesuatu di telinga Gina,
“ Git… gimana kalau kita ganti alatnya, sekarang pakai ikat pinggang saja ya, ” bisikku sambil menyeringai sadis.
Gina menunjukkan ekspresi terkejut setengah tidak percaya bahwa dia akan menerima siksaan yang lebih hebat. “ Ja… jangan Mas… Ampun Mas… tolong lepaskan saya… ” ucapnya meminta ampun kepadaku.
Kemudian kubuka ikat pinggangku yang terbuat dari kulit, kulilitkan sebagian pada telapak tanganku, Gina melirikku dengan ketakutan yang amat sangat, nafasnya tersenggal-senggal meskipun dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk mengaturnya. Mungkin dengan mengatur napas dia berharap sabetan ikat pinggangku tidak akan terlalu sakit.
Lalu kuangkat tinggi tanganku dan kuayunkan dengan keras ikat pinggangku,
“ Cetarrrr… “ bunyi sabetan ikat pinggangku,
Ketika itu Gina memejamkan matanya, saat ikat pinggangku mendarat di pahanya terdengar meja yang ditiduri Gina agak berderit karena tubuh Gina secara spontan bergetar keras menahan sakit.
“ Aowww… ampun… ampun Mas… huuu…uu..uuuu… ” keluh Gina kesakitan.
Kali ini bukan hanya garis merah yang tampak, tetapi semacam jalur merah tercetak di paha Gina yang mulus itu.
“ Cetar… Cetar… ” sabetan ikat pinggangku semakin liar menghujani tubuh Gina.
Gina sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya menggeleng ke kiri ke kanan menahan penderitaan yang kuberikan. Puas dari samping,
Bagaimana kalau pukulan yang mengarah langsung ke liang Vaginanya? ( Fikirku ). Lalu aku mulai menyobek celana dalam-nya dan minta kepada dua temanku untuk melepaskan ikatan kaki Gina dan mengikatnya kembali pada posisi menekuk ke atas dan mengangkang, sehingga liang Vaginanya terbuka lebar. Gina berusaha meronta dan menutup liang Vaginanya dengan kakinya.
Tapi hal itu percuma saja, karena ikatan kami cukup erat sehingga kedua kakinya tidak bisa mengatup. Persis menghadap liang Vaginanya, aku mengelus-elusnya sambil tersenyum sinis. Gina mengangkat kepalanya dan menatapku dengan pandangan memelas. Aku mulai menjauh, ikat pinggang mulai kuputar-putar, lalu…,
“Cetar…” ikat pinggang itu mendarat dengan tepat di bibir liang Vagina Gina.
Kali ini Gina meronta-ronta dengan sangat dan cukup lama, tampaknya dia sangat kesakitan, kepalanya diarahkan ke atas sembari mengguncang-guncangkan pantatnya di atas meja. Lalu aku berjalan ke sampingnya,
“ Mau lagi kamu ??? ” tanyaku seolah tak menghiraukan penderitaannya.
Ketika itu Gina tidak mengatakan apa-apa, kelihatannya dia sudah pasrah. Aku tersenyum penuh kemenangan, kusentuh bibir liang Vaginanya yang tentunya masih pedih, Gina menggelinjang, tak peduli kugesek-gesekan jariku di liang Vaginanya, tubuh Gina terus menggelinjang.
“ Hu.. uu.. uu.. Sakittt Mas.. sakit sekali… ” gumamnya lirih.
Seolah tak peduli, kembali aku mengambil dua jepitan, dan kujepit di kedua bibir liang Vagina yang memerah itu. Gina menatapku dengan pandangan tak percaya akan kesadisanku.
“ Okey… sekranga tidak akan ada lagi pukulan atau pecutan lagi kepadamu… ” , ucapku,
Ketika itu Gina diam saja tanpa ekspresi, lalu aku berkata,
“ Tanpa pecutan tapi kini, waktunya bermain dengan lilin, ” lanjutku sambil tersenyum sadis.
Kali ini Gina menolehkan wajahnya yang layu, berkeringat dan basah karena air matanya. Bisa kubaca dalam pikirannya,
“ Astaga, hal apa lagi yang akan diperbuatnya pada tubuhku. Sungguh malang sekali nasibku… ”
Memang di kamar Rendy ada beberapa lilin untuk jaga-jaga jika lampu mati, ada yang kecil dan ada juga yang besar supaya awet. Kuambil Korek gas-ku, Lalu kunyalakan satu lilin yang kecil. fantasiku.com Lidah api menari berputar-putar melelehkan batang lilin yang menahannya. Menembus lidah api itu, kulihat pandangan Gina yang berharap aku hanya bercanda.
Kujawab dengan pandangan juga yang menyatakan bahwa aku serius. Segera lilin yang kupegang kumiringkan di atas buah dada Gina. Kulihat ekspresi Gina yang memandang lekat batang lilin yang terkena nyala api, pandangannya seolah berharap agar lilin tersebut tidak meleleh atau apinya tiba-tiba mati. Tapi tentu saja itu tidak terjadi, yang terjadi adalah tetesan pertama jatuh dan menetes di atas puting susu Gina sebelah kanan.
“ Aowwwwwwww… Sakit Mas… Panas… ” Erang dita kepnasan.
Kulilhat ketika itu punggungnya terlihat bergerak ke atas menahan panas lilin yang meleleh. Tetesan demi tetesan bergerak jatuh, dan Gina terlihat semakin kesakitan karena tetesan tersebut jatuh di tempat bekas pecut dan sabetan ikat pinggangku tadi. Tiba-tiba teman-temanku ikut bergabung, mereka semua memegang lilin bahkan tidak hanya satu tapi tiga atau empat sekaligus.
Mereka dengan gembira meneteskan ke bagian-bagian sensitif Gina, seperti buah dada, pusar, sekitar liang Vagina dan paha. Kali ini Gina seperti ular kepanasan, dia meliuk-liukkan tubuhnya menahan panas tetesan lilin. Seperti biasa, setelah puas pada bagian tubuh Gina, aku pun mengambil sebuah lilin dengan diameter yang besar dan menyalakannya.
Setelah menunggu agak lama supaya lelehan lilin cukup banyak di atas lilin itu, aku kembali mengelus-elus liang Vagina Gina. Gina langsung berkata,
“ Tidakkk.. jangan… jangan Mas… ” ucapnya memohon ampun.
Ketika itu aku-pun tersenyum penuh nafsu mendengar nada yang memelas itu. Tapi tetap saja lilin yang besar itu kumiringkan di atas liang Vagina Gina, Gina berusaha mengelak dengan menggeser pantatnya,
“ Pintar juga dia, ” pikirku,
Tetapi karena lelehan lilin ini masih banyak, dengan leluasa aku menaburkan tetesan-tetesannya ke liang Vaginanya. Tak khayal bagaikan lahar panas tetesan tersebut mengalir ke liang Vagina Gina dan mungkin ke dalamnya.
“ Errrggghhh… ” gumam Gina, dia langsung menggoyang-goyangkan pantatnya dan menengadahkan kepalanya menahan panas dan sakit, dengan mulutnya yang menggigit rapat dan matanya terpejam erat.
Kemudian kucoba untuk memasukkan sebuah lilin kecil ke anusnya, sulit sekali karena anusnya begitu rapat, aku memasukkan jariku terlebih dahulu dan menggesek-geseknya agar anusnya membesar.
“ Aduh.. aduh.. ” ucap Gina.
Tetapi aku tidak peduli, setelah anusnya membesar mulai kutancapkan sebuah lilin di anusnya. Dan ide cemerlangku muncul lagi, kunyalakan lilin yang menancap itu dan setelah cukup lama, kutiup apinya dan kubalik, jadi yang menancap adalah bagian yang barusan menyala.
“ Jesss… ” bunyi panas lilin bercampur dengan cairan yang keluar dari anus Gina. Tentu saja Gina menggeliat kesakitan, pantatnya dibentur-benturkannya ke meja seakan ingin melepaskan lilin yang menancap di anusnya. Aku tersenyum senang sambil kumasuk-keluarkan lilin tadi di anus Gina. Karena sudah puas menyiksa Gina, aku kasih kesempatan kepada teman-temanku untuk menyetubuhinya.
Teman-temanku begitu gembira, mereka langsung beraksi, sementara aku melihat pertunjukkan ini dengan kepuasan total. Mereka melepas ikatan Gina yang sudah tidak berdaya itu, lalu tubuhnya dibalik dan pantatnya ditarik ke atas sehingga dalam posisi menungging. Aku melihat Gina diam saja, mungkin dia sudah capai dan pasrah serta tidak punya harapan hidup lagi.
Wajahnya yang cantik terlihat sangat lesu dan seolah-olah siap diperlakukan apa saja. Rendy dengan tubuhnya yang besar mulai membuka celana dan melakukan penetrasi, langsung sodomi. Gina membelalak tak menyangka bahwa ada benda sebesar itu yang harus masuk ke anusnya. Belum selesai dia menikmati penderitaan karena ulah Rendy, Rendy langsung menyelinap ke bawah tubuh Gina dan berusaha memasukkan batang kemaluannya ke liang Vagina Gina.
Gina melolong kesakitan karena anus dan liang Vaginanya yang sudah lecet dan perih terkena sabetan ikat pinggang dan tetesan lilin, masih harus bergesekan dengan batang kemaluan teman-temanku. Tubuhnya terguncang ke depan berulang-ulang setiap kali Rendy dan Rendy menghunjamkan batang kemaluannya. Buah dadanya berguncang keras persis di atas wajah Rendy yang dengan penuh nafsu meremas sekuatnya.
Masih tersiksa dengan keadaan begitu, Agus mengeluarkan kepunyaannya dan minta dikaraoke oleh Gina. Rintihan Gina menjadi tersendat-sendat karena tersedak dan batuk, Agus bukannya kasihan malahan dia semakin terangsang sehingga dia menghunjamkan batang kemaluannya ke mulut dan tenggorokan Gina berulang-ulang.
Aku tersenyum saja melihat kelakuan teman-temanku yang brutal.
Kemudian kudekati Gina sambil berkata,
“ Gina.. punggungmu masih mulus lho.. aku cambuk ya… ” ucapku.
Karena tidak mungkin menggunakan pecut dan ikat pinggang sebab bisa mengenai Rendy yang berada di bawah tubuh Gina, maka aku menggunakan rotan yang tadi sebagai pegangan untuk pecut, rotan ini ujungnya memecah sehingga sangat cocok untuk menimbulkan rasa sakit. Segera kuraih rotan itu dan kupukulkan berulang-ulang ke punggung Gina.
Tubuh Gina terlihat menggelinjang dan menggeliat seiring dengan hujaman-hujaman yang diberikan olehku, Rendy dan Agus. Rendy yang melihat punggung Gina terkena pukulan rotanku sangat terangsang dan segera memuntahkan maninya ke liang dubur Gina, Lalu dia pun mencabut batang kemaluannya. Karena pantatnya kosong, atau tidak ada orang, aku pun dengan leluasa memukul pantatnya dengan rotan.
Kulihat Gina sangat menderita, pantat yang baru saja Agusuki paksa oleh Rendy masih harus menerima siksaan rotanku. Giliran Agus yang ejakulasi, maninya langsung menyemprot ke tenggorokan Gina, membuatnya menjadi sulit bernafas dan seperti mau muntah. Melihat begitu semakin keras kupukulkan rotan ke pantatnya, bahkan ke belahan pantatnya.
Tiba-tiba Gina lunglai, kelihatannya dia tak tahan lagi menerima siksaan kami, dia pingsan. Rendy yang belum selesai masih terus melakukan aksinya, sehingga tubuh Gina yang pingsan itu terguncang-guncang ke sana ke mari, akhirnya Rendy pun mencapai puncaknya dan menyemprotkan air maninya di dalam liang Vagina Gina yang masih pingsan.
Aku sendiri sudah merasa puas dengan balas dendamku ini. Kami berempat tertawa dan puas. Kami lalu membawa tubuh Gina untuk di buang, sebetulnya kami ingin menyimpannya untuk kenikmatan sehari-hari tetapi terlalu beresiko. Akhirnya tubuh Gina kami lempar di depan Mall tempat dia bekerja. Aku tersenyum puas karena sudah memberi pelajaran kepada Sales Promosion Girl yang sombong itu, tapi dalam hati aku merasa ketagihan untuk menyiksa sales promotion girl yang lain, kusampaikan ini ke teman-temanku dan mereka semuanya setuju untuk suatu waktu menculik dan menyiksa sales promotion girl yang lain. Selesai.