Cerita Sex Ngentot Binor Montel – Pada sebuah siang selama jam 12-an aku berada di suatu toko kitab Gramedia di Gatot Subroto untuk melakukan pembelian majalah edisi khusus, yang katanya sih edisi terbatas. Hari tersebut aku mengenakan kaos t-shirt putih dan celana katun abu-abu. Sebenarnya potongan badanku sih biasa saja, tinggi 170 cm berat 63 kg, badan lumayan tegap, rambut cepak. Wajahku biasa saja, bahkan ingin terkesan sangar. Agak kotak, hidung biasa, tidak mancung dan tidak pesek, mataku agak kecil tidak jarang kali menatap dengan tajam, alisku tebal dan jidatku lumayan pas deh. Cerita Sex Ngentot Binor Montel
Jadi tidak terdapat yang istimewa denganku. Saat tersebut keadaan di toko kitab tersebut tidak terlampau ramai, meskipun ketika itu ialah jam santap siang, melulu ada selama 7-8 orang. Aku segera mengunjungi rak unsur majalah. Nah, saat aku berkeinginan mengambil majalah itu ada tangan yang juga berkeinginan mengambil majalah tersebut. Kami sempat saling merebut sesaat (sepersekian detik) dan lantas saling mencungkil pegangan pada majalah tersebut sampai majalah itu jatuh ke lantai.
“Maaf..” kataku sambil mengambil majalah itu dan memberikannya untuk orang itu yang ternyata ialah seorang perempuan yang berumur selama 37 tahun (dan ternyata tebakanku salah, yang benar 36 tahun), berwajah bulat, bermata tajam (bahkan agak berani), tingginya sama denganku (memakai sepatu hak tinggi), dan dadanya lumayan membusung. “Busyet! molek pun nih ibu-ibu”, pikirku. “Nggak pa-pa kok, nyari majalah X pun yah.. saya sudah menggali ke mana-mana namun nggak dapet”, katanya seraya tersenyum manis. “Yah, edisi ini katanya sih terbatas Mbak..” “Kamu suka pun fotografi yah?” “Nggak kok, cuma bikin koleksi aja kok..”
Lalu kami berbicara tidak sedikit tentang fotografi hingga akhirnya, “Mah, Mamah.. Ira telah dapet komiknya, beli dua ya Mah”, potong seorang gadis cilik masih berseragam SD. “Sudah dapet Ra.. oh ya maaf ya Dik, Mbak duluan”, katanya seraya menggandeng anaknya.
Ya sudah, nggak bisa majalah ya nggak pa-pa, aku lihat-lihat kitab terbitan yang baru saja. Sekitar separuh jam lantas ada yang menegurku. “Hi, asyik amat baca bukunya”, tegur suara perempuan yang halus dan ternyata yang menegurku ialah wanita yang tadi pergi bareng anaknya.
Rupanaya dia balik lagi, nggak bawa anaknya. “Ada yang kelupaan Mbak?” “Oh tidak.” “Putrinya mana, Mbak? “Les piano di wilayah Tebet” “Nggak dianter? “Oh, supir yang nganter.” Kemudian kami terlibat percakapan tentang fotografi, lumayan lama kami berkata sampai kaki ini pegal dan mulut juga jadi haus. Akhirnya Mbak yang mempunyai nama Maya itu mengajakku santap fast food di lantai bawah. Aku duduk di sekitar jendela dan Mbak Maya duduk di sampingku. Harum parfum dan tubuhnnya membuatku konak.
Dan aku merasa, semakin lama dia semakin mendekatkan badannya padaku, aku pun merasakan tubuhnya paling hangat. Busyet dah, lengan kananku tidak jarang kali bergesekan dengan lengan kirinya, tidak keras dan kasar namun sehalus mungkin. Kemudian, kutempelkan paha kananku pada paha kirinya, terus kunaik-turunkan tumitku sampai-sampai pahaku menggesek-gesek dengan perlahan paha kirinya. Terlihat dia sejumlah kali menelan ludah dan menggaruk-garukkan tangannya ke rambutnya. Wah dia udah kena nih, pikirku. Akhirnya dia mengajakku pergi meninggalkan restoran tersebut. “Ke mana?” tanyaku. “Terserah anda saja”, balasnya mesra.
“Kamu tahu nggak lokasi yang privat yang enak bikin ngobrol”, kataku memberanikan diri, terus cerah aja nih, maksudku sih motel. “Aku tahu lokasi yang privat dan enak bikin ngobrol”, katanya seraya tersenyum. photomemek.com Kami memakai taksi, dan di dalam taksi tersebut kami hanya membisu lalu kuberanikan guna meremas-remas jemarinya dan dia juga membalasnya dengan lumayan hot. Sambil meremas-remas kutaruh tanganku di atas pahanya, dan kugesek-gesekkan. Hawa tubuh kami bertambah dengan tajam, aku tidak tahu apakah sebab AC di taksi tersebut sangat buruk apa nafsu kami sudah paling tinggi.
Kami mendarat di suatu motel di area kota dan langsung memesan kamar standart. Kami masuk lift diantar oleh seorang room boy, dan di dalam lift itu aku memilih berdiri di belakang Mbak Maya yang berdiri sejajar dengan sang room boy. Kugesek-gesekan dengan perlahan burungku ke pantat Mbak Maya, Mbak Maya juga memberi respon dengan menggoyang-goyangkan pantatnya bertentangan arah dengan gesekanku.
Ketika room boy meninggalkan kami di kamar, langsung kepeluk Mbak Maya dari belakang, kuremas-remas dadanya yang membusung dan kucium tengkuknya. “Mmhh.. anda nakal sekali deh dari tadi.. hhm aku telah tidak tahan nih”, seraya dengan cepat dia membuka bajunya dan dilanjutkan dengan membuka roknya. Ketika tangannya menggali reitsleting roknya, masih sempat-sempatnya tangannya meremas batanganku.
Dia segera mengembalikan tubuhnya, payudaranya yang sedang di balik BH-nya sudah membusung. “Buka dong bajumu”, pintanya dengan sarat kemesraan. Dengan cepat kutarik kaosku ke atas, dan celanaku ke bawah. Dia sempat terbelalak saat melihat batang kemaluanku yang sudah terbit dari CD-ku.
Kepala batangku hanya 1/2 cm dari pusar. Aku sih tidak inginkan ambil pusing, segera kucium bibirnya yang tipis dan kulumat, segera terjadi peperangan lidah yang lumayan dahsyat hingga nafasku ngos-ngosan dibuatnya. Sambil berciuman, kutarik kedua cup BH-nya ke atas (ini ialah cara paling mudah membuka BH, tidak perlu menggali kaitannya).
Dan bleggh.., payudaranya paling besar dan bulat, dengan puting yang kecil warnanya coklat dan tampak urat-uratnya kebiruan. Tangan kananku segera memilin puting sebelah kiri dan tangan kiriku sibuk menurunkan CD-nya. Ketika CD-nya telah mendekati lutut segera kuaktifkan ibu jari kaki kananku guna menurunkan CD yang menggantung dekat lututnya.
Setelah lumayan puas, aku segera menurunkan ciumanku semakin ke bawah, saat ciumanku menjangkau bagian iga, Mbak Maya menggeliat-geliat, saya tidak tahu apakah ini sebab efek ciumanku atau kedua tanganku yang memilin-milin putingnya yang telah keras.
Dan semakin ke bawah tampak bulu kemaluannya yang tercukur rapi, dan wangi khas perempuan yang sangat memicu membuatku bergegas mengarah ke liang senggamanya dan segera kujilat unsur atasnya sejumlah kali. Kulihat Mbak Maya segera menghentak-hentakkan pinggulnya saat aku memainkan klitorisnya.
Dan kuhisap-hisap klitorisnya, dan aku merasa terdapat yang masuk ke dalam mulutku, segera kujepit diantara gigi atasku dan bibir bawahku dan segera kugerak-gerakkan bibir bawahku ke kiri dan ke kanan sambil unik ke atas. Mbak Maya menjerit-jerit keras dan tubuhnya melenting tinggi, aku telah tidak kuasa untuk menyangga pinggulnya yang bergerak melenting ke atas. Terasa liang kewanitaannya paling basah oleh cairan kenikmatannya. Dan dengan segera kupersiapkan batanganku, kuarahkan ke liang senggamanya dan, “Slebb..” tidak masuk, melulu ujung batanganku saja yang menempel dan Mbak Maya mengerang kesakitan.
“Pelan-pelan Ndi”, pintanya lemah. “Ya deh Mbak”, dan kuulangi lagi, tidak masuk juga. Busyet nih cewek, telah punya anak namun masih kayak perawan begini. Segera kukorek cairan di dalam liang kewanitaannya guna melumuri kepala kemaluanku, kemudian perlahan-lahan tapi tentu kudorong lagi senjataku. “Aarrghh.. pelan Ndi..” Busyet sebenarnya baru kepalanya saja, telah susah masuknya. Kutarik perlahan, dan kumasukan perlahan juga. Pada hitungan ketiga, kutancap agak keras.
“Arrhhghh..” Mbak Maya menjerit, tampak air matanya meleleh di sisi matanya. “Kenapa Mbak, inginkan udahan dulu?” bisikku padda Mbak Maya sesudah melihatnya kesakitan. “Jangan Ndi, terus aja”, balasnya manja. Kemudian kumainkan maju mundur dan pada hitungan ketiga kutancap dengan keras. Yah, bibir kemaluannya ikut masuk ke dalam. fantasiku.com Wah sakit juga, berakhir sampai bulu kemaluannya ikut masuk, bayangkan aja, bulu kemaluan kan kasar, terus menempel di batanganku dan diapit oleh bibir kewanitaan Mbak Maya yang ketat sekali.
Terus cerah saja, usahaku ini sangat menghabiskan tenaga, urusan ini dapat dilihat dari keringatku yang mengalir paling deras.
Setelah Mbak Maya tenang, segera senjataku kugerakkan maju mundur dengan perlahan dan Mbak Maya mulai menikmatinya. Mulai ikut bergoyang dan suaranya mulai ikut mengalun bareng genjotanku. Akhirnya liang kewanitaan Mbak Maya mulai terasa licin dan rasa sakit yang disebabkan oleh kasar dan lebatnya bulu kemaluannya tidak banyak berkurang dan bagiku ini ialah sangat nikmat. Baru selama 12 menitan menggenjot, tiba-tiba dia memelukku dengan kencang dan, “Auuwww..”, jeritannya paling keras, dan sejumlah detik lantas dia mencungkil pelukannya dan tergeletak lemas.
“Istirahat dulu Mbak”, tanyaku. “Ya Ndi.. aku hendak istirahat, abis capek banget sich.. Tulang-tulang Mbak terasa inginkan lepas Ndi”, bisiknya dengan nada manja. “Oke deh Mbak, anda lanjutkan nanti aja..”, balasku tak kalah mesranya. “Ndi, anda sering ya ginian sama perempuan lain..”, pancing Mbak Maya. “Ah nggak kok Mbak, baru kali ini”, jawabku berbohong. “Tapi dari caramu tadi tampak profesional Ndi, Kamu hebat Ndi.. Sungguh perkasa”, puji Mbak Maya. “Mbak pun hebat, lubang surga Mbak sempit banget sich.., sebenarnya kan Mbak udah punya anak”, balasku balik memuji.
“Ah kamu dapat aja, kalau tersebut sich rahasia dapur”, balasnya manja. Kamipun tertawa berdua seraya berpelukan. Tak terasa sebab lelah, kami berdua tertidur pulas sambil berdekapan dan kami kaget ketika terbangun, rupanya kami tertidur sekitar tiga jam. Kami juga melanjutkan permainan yang tertunda tadi. Kali ini permainan lebih ganas dan liar, kami bercinta dengan bermacam-macam posisi.
Dan yang lebih menggembirakan lagi, pada permainan etape kedua ini kami tidak menemui kendala yang berarti, sebab di samping kami telah sama-sama berpengalaman, ternyata liang senggama Mbak Maya tidak sesempit yang kesatu tadi, mungkin sebab sudah dimasuki oleh senjataku yang spektakuler ini sehingga sekarang lancarlah senjataku menginjak liang sorganya. Tapi permainan ini tidak dilangsungkan lama sebab Mbak Maya mesti cepat-cepat pulang mendatangi anaknya yang sudah kembali dari les piano.
Tapi sebelum berpisah kami saling menyerahkan alamat dan nomer telepon sampai-sampai kami dapat bercinta lagi di lain ketika dengan tenang dan damai.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,