| Perkenalkan namaku Erin, saat ini aku sedang mengikuti program sarjana di salah satu PTS di kota Bandung dan telah memasuki semester 5. Kebetulan aku ngekos di daerah Buah batu, untuk sampai ke kampus biasanya membutuhkan waktu hingga 20-30 menit dari tempat kosanku.
Kata orang sih aku lumayan cantik, dengan tinggi 171 cm dan berat 5* Kg’an. Bisa dibilang badanku proposonal dan memang aku juga ikut salah satu agency model di Jakarta Selatan. Tubuhku juga sangat terawat, kulitku putih bersih dan kencang karena aku suka sekali menjaga tubuh ke gym, dan sesekali ikut aerobik. Pengalamanku bermula pada saat aku semester 4, saat itu aku, pacarku Ronald dan teman kami Vino sedang nonton film di salah satu studio di Bandung.
Aku dan Ronald berpacaran sudah 2 tahun, ia memiliki wajah yang tampan, kaya, dan bertubuh proposonal. Sedangkan Vino semula teman kuliah Ronald dan akhirnya akrab denganku, dia memiliki wajah yang tampan, tubuh atletis dan tak kalah kayanya dengan Ronald. Meskipun begitu Vino sama sekali tak bisa bersikap serius, ia selalu bercanda dan melucu.
Saat itu kami sepakat mau nonton film ‘Ninja Assasin’ yang menurutku sangat tak cocok aku tonton, kalau soal yang seperti ini Ronald dan Vino sama sekali tak sensitif. Selama film itu diputar aku hampir selalu menutup mata, untungnya saat itu aku memakai sweater jadi aku bisa menutupi mataku. Dan akhirnya hari itu aku ‘hampir’ sama sekali tak menonton film. Untung saja aku masih bisa menikmati lekuk tubuh Rain di film itu, setidaknya ga rugi-rugi amat heheheheh.
Setelah selesai menonton kami memutuskan untuk makan malam di foodcourt di mall tempat kami menonton. Seperti biasa kami selalu membahas film yang kami tonton sambil menunggu pesanan kami tiba, dan tentunya kali ini aku tak bisa ikut membahas dengan banyak selain bentuk tubuh Rain dan wajahnya yang tampan tentunya. Akhirnya selama menunggu pesanan kami tiba, aku telah habis dijadikan olok-olokan mereka berdua. Mereka berdua memang sangat kekanakan.
Setelah menunggu hampir lima belas menit, akhirnya pesanan kami tiba. Aku memesan bento, Ronald memesan Ayam bakar sedangkan Ronald tidak memesan makanan berat dan hanya memesan kentang dan sosis goreng saja.
“ By the way, ada yang ngeh ga ini mirip apa?” Tanya Vino sambil menunjukkan sosis gorengnya yang tertancap pada garpu miliknya.
“ Sosis?” Jawabku polos.
“ Orang bego juga tahu kalau ini sosis, coba pikir lagi!” Kata Vino dengan nada yang sedikit bete.
“ Udah, say jangan dengerin ocehan Vino.” Kata Ronald cuek sambil terus memakan makanannya.
“ Bilang ajah lu kagak tau, Nald.” Kata Vino sambil cenge-ngesan.
“ Ngehe lu, No.” Kata Ronald kesal.
“ Lalu mirip apa dong?” Tanyaku penasaran.
“ Bener ingin tahu nih?” Tanya Vino memancing.
“ Iya ih, mirip apa?” Tanyaku.
Vino langsung mendekatkan mulutnya ke arah telingaku, lalu ia membisikkan sesuatu yang sama sekali tak kupikirkan.
“ Mirip kontol.” Bisik Vino.
Kontan saja aku langsung tertawa geli dan mencubit tangan Vino saat itu juga. “ Apaan sih, dasar kamu mah.”
“ Tuhkan aku juga dah bilang apa, jangan didengerin si Vino mah.” Ucap Ronald sambil terus memakan makanannya.
“ Kontol si Ronald sama sosis ini gedean mana, Rin?” Tanya Vino memancing.
“ Ih, ga tau ah. Aku mah ga mau jawab.” Ucapku, mukaku langsung memerah saat itu juga.
Sampai akhir kami menyelesaikan makanan kami, Vino terus menerus menyindirku. Hal ini tidak aneh sih, tapi baru kali ini dia menyindir dengan menggunakan kata itu. Untungnya dia menyindirnya dengan suara berbisik, kalau sampai menggunakan suara keras bisa-bisa aku yang malu sendiri.
Setelah selesai makan, kami memutuskan untuk berkaraoke yang kebetulan di mall tempat kami sekarang ada tempat yang menyediakan fasilitas itu. Sebenarnya aku dan Ronald tak begitu suka menyanyi, dan memang tidak bisa sih. Jadi saat itu kami hanya mengantarkan Vino saja yang kebetulan memang pandai menyanyi.
Selama Vino menyanyi aku dan Ronald hanya duduk-duduk saja di sofa, sambil mendengarkan alunan merdu suara Vino. Entah bagaimana awal mulanya, Ronald mulai memelukku dan menciumi bibirku. Tangan kanannya mulai bergeleria masuk ke dalam kaos yang aku gunakan saat itu. fantasiku.com Secara perlahan-lahan jemarinya meremas buah dadaku yang membuat darahku berdesir hebat. Tak mau kalah aku langsung membalas ciuman Ronald dengan tidak kalah ganas.
Ciuman Ronald mulai beralih ke leherku, sesekali ia menjilati leher dan telingaku. Lalu ia membimbingku untuk naik ke pangkuannya, begitu aku telah duduk dipangkuannya Ronald langsung menyingkap kaosku dan menjilati puting susuku. Terasa sangat geli sekali, tapi aku sangat menikmatinya.
Dengan rasa gemas, aku menjenggut rambutnya dan menekannya ke arah buah dadaku yang sedang diemutnya. Remasan Ronald membuatku langsung memejamkan mata untuk menikmatinya. Tangan Ronald mulai menjelajah ke bagian pinggangku, namun belum sempat tangannya menjelajah masuk ke dalam celana, Vino telah mengganggu kami.
“ Woi kalau mau kayak gituan sih ngapain ke sini?” Tanya Vino dengan nada sedikit bete.
Aku langsung menutup bajuku yang disingkap Ronald tadi, aku sungguh-sungguh lupa kalau di sini ada Vino. Mengingat itu aku langsung merasa sangat malu. Aku hanya bisa tertawa malu memandang Vino. Sedangkan Rondald hanya bisa cenge-ngesan saja.
“ Sori, No. Gw kebawa suasana nih.” Ucap Ronald.
“ Parah lu, Nald. Balik ajah yu, gw dah ga mood nyanyi lagi nih.” Kata Vino.
“ Jangan pundung dong, No.” Kata Ronald membujuk.
“ Sape yang pundung, gw Cuma kesel ajah. Lagi nikmat-nikmatnya mengkhayati lagu eh malah liat kalian bikin dunia sendiri.” Kata Vino dengan nada kesal.
“ Sorim deh.” Kataku dengan nada menyesal.
“ Ya udah, kita balik ajah sekarang ya.” Kata Ronald.
Akhirnya kami semua berangkat untuk pulang, karena saat itu Vino memang nebeng ke mobil Ronald. Jadi pada saat itu Vino terus bersama kami, rencananya Ronald akan mengantar Vino pulang setelah dia mengantarku ke kosan.
Begitu aku sampai di kosan, aku langsung masuk ke dalam kamar dan membersihkan diri dari make up. Lalu aku mengganti pakaianku dengan celana pendek dan kaos tanpa lengan yang ngetat di tubuhku. Setelah selesai berganti pakaian, aku langsung duduk di sofa sambil menonton tv.
Beberapa lama kemudian pintu kamarku ada yang mengetuk, begitu aku membukanya ternyata Ronald dan Vino kembali lagi ke kosanku. Keduanya terlihat tersenyum mencurigakan. Dan seperti yang kuduga mereka langsung mengeluarkan beberapa DVD film horor yang sangat kubenci.
“ Tadi pas kami lewat rental DVD, kami langsung lihat film ini. Lalu kami memutuskan untuk menonton film ini di sini saja.” Kata Ronald.
“ Pasti asik, ya. Nonton full 4 film DVD.” Kata Vino.
“ Brengsek kalian, bisa-bisanya jahilin aku sampe malem-malem gini.” Kataku kesal. Tapi mau bagaimana lagi, hal seperti ini sering terjadi.
Mereka berdua pun langsung duduk di sofa di depan tv dan menyalakan film yang mereka bawa. Tentu saja aku ogah menontonnya dan hanya tidur-tiduran di atas kasur sambil membaca sebuah majalah remaja.
Waktu telah menunjukkan jam 3 pagi, dan sepertinya mereka berdua masih bertahan menonton film itu dan membuatku tersiksa mendengar suara dari film yang mereka tonton. Hingga akhirnya aku melihat keduanya langsung bangkit dan meregangkan tubuh. Keduanya langsung mendekati ranjang dan tidur-tiduran bersamaku. Hal ini biasa mereka lakukan jika mereka berdua sudah bosan dengan film yang mereka tonton.
“ Beres?” Tanyaku.
“ Yoha, filmnya mulai ga asik nih.” Kata Ronald.
“ Salah pilih film tuh gw.” Kata Vino.
“ Tapi adegan ranjangnya mantep banget ya, No. Sampe kayak lagi nonton bokep ajah gw tadi.” Kata Ronald sambil tertawa yang langsung diikuti oleh Vino yang tertawa.
“ Wah, emangnya parah banget ya?” Tanyaku.
“ Ya begitulah.” Kata Ronald pendek.
“ Emangnya kayak gimana sih?” Tanyaku penasaran.
“ Susah kalau dijelasin mah.” Kata Vino.
“ Ya udah peragain ajah, gitu ajah susah kamu mah.” Kataku.
“ Ok deh.” Kata Vino sambil bangkit dari tidurnya lalu mendekatiku sambil membuka pahaku dan menindihku.
“ Gila kamu, No.” Kataku tertawa geli.
“ Lah katanya peragain, masa gw harus peragainnya sama Ronald.” Kata Vino sambil tertawa.
“ Brengsek lu, No.” Kata Ronald sambil tertawa melihat tingkah laku temannya itu.
“ Mau gw terusin kagak nih peragaannya?” Tanya Vino sambil cenge-ngesan.
“ Boleh deh.” Kataku.
Lalu Vino kembali memperagakan adegan yang ada di film tadi. Sedangkan aku dan Ronald sesekali tertawa melihat tingkah konyol Vino saat memperagakannya. Lalu jemari Vino mulai berani menjelajah ke buah dadaku dan meremasnya, kontan saja aku langsung kaget dibuatnya, begitu juga dengan Ronald. Dia langsung menepis lengan Vino dari buah dadaku.
“ Ah lu cari kesempatan ajah, No.” Kata Ronald.
“ Iya nih.” Kataku.
“ Loh kan di film itu ada adegan ini juga.” Kata Vino tanpa rasa bersalah.
“ Iya sih, tapi kan…” Kata Ronald.
“ Lah lu sendiri yang setuju gw memperagakan adegan tadi, jadi lu diem ajah.” Kata Vino ke Ronald.
Anehnya Ronald langsung terdiam dan melihat Vino melanjutkan peragaannya. “ Nah, mau lanjut ga?” tanya Vino padaku.
“ Boleh ga, Nald?” Tanyaku pada Ronald.
“ Kalau kamu ga merasa risih sih, terserah kamu ajah.” Kata Ronald. Lalu aku mengangguk setuju pada Vino.
Vino langsung meremas buah dadaku secara perlahan-lahan. Tangan Vino menjelajah masuk ke dalam kaosku dan kembali meremas payudaraku. Entah mengapa aku sama sekali tak merasa risih dengan apa yang dilakukan Vino terhadapku, justru aku merasa menikmatinya.
Bibirnya mulai berani mencumbu bibirku, bahkan lidahnya pun berani memainkan lidahku. Kulirik Ronald, ia hanya menonton kami dengan ekspresi kesal tapi sama sekali tak berniat menghentikan perbuatan Vino terhadapku.
Vino pun membuka seluruh bajuku dan hanya meninggalkan celana dalam saja. Begitu juga dengan dirinya, ia hanya mengenakan celana boxer saja. Melihat itu semula Ronald terlihat hendak mencegahnya, namun ia mengurungkan niatnya itu. Vino kembali menindihku dan membuka pahaku lebar-lebar. Ia menekan pinggulnya ke arah meki-ku, dan aku merasakan tonjolan keras yang berada dibalik celana boxernya.
“ Ih kamu koq dah konak sih, No. Pake nafsu ya?” Tanyaku polos.
“ Hehehe,,, gede kan.” Kata Vino. “ Kerasa langsung kan? Soalnya gw ga pake celana dalem lagi.” Kata Vino.
“ Wah, parah lu, No.” Kata Ronald yang kini wajahnya mulai kesal.
“ Tenang ajah, No. Lagian gw belum ngapa-ngapain cewe lu ini.” Kata Vino.
“ Gw percaya sama lu, No.” Lalu Ronald bangkit dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi.
Begitu Vino melihat Ronald masuk kamar mandi, ia langsung membaringkan tubuhnya dan menggiring tanganku untuk menyentuh kontol Vino dari dalam. Kurasakan sebuah batang yang cukup keras dan besar dibalik celana boxernya. Tanpa Vino komandoi aku langsung mengocok kontol Vino itu dan melepaskan celana Vino hingga membuatnya telanjang bulat. Aku langsung terkesima dengan ukuran kontol Vino yang sangat besar itu, sangat cocok dengan tubuhnya yang atletis.
“ Gw gesek-gesikin ya?” Tanya Vino yang langsung aku setujui.
Vino langsung membuka celana dalamku dan mengarahkan kontolnya ke arah meki-ku dan menggesek-gesekannya secara perlahan-lahan. Ia menggesek-gesekan kontolnya pada klirotisku yang telah terangsang sejak tadi.
“ Masukin kepalanya ya?” Tanya Vino.
“ Kepalanya ajah, ya. Aku ga mau terlalu jauh.” Kataku.
Begitu mendengar persetujuanku, Vino langsung bersemangat dan memasukan kepala kontolnya ke dalam liang meki-ku. Terasa sekali kepala kontol Vino yang hangat mulai memasuki liang senggamaku, apalagi ia terus mengatur ritme mengocoknya.
Tetapi semakin lama, kontol Vino semakin memasuki lubang meki-ku. Ternyata lelaki memang tak bisa dipercaya. Kocokkan Vino semakin lama semakin agresif dan liar, hal ini membuatku sangat menikmati permainannya. Kuakui kalau kemampuan Vino di ranjang lebih hebat dibandingkan Ronald.
“ Gila kamu, No. Liar banget kamu.” Kataku.
“ Lebih hebat dibandingin Ronald kan?” Tanya Vino.
Aku hanya mengangguk tanda sependapat dengan apa yang dikatakan Vino. Lalu Vino menyuruhku untuk menungging, trus Vino bersiap-siap di belakangku untuk memasukkan kontolnya dari belakang ke meki-ku.
Baru kali ini aku melakukan gaya ‘dogie style’, sebenarnya aku sudah lama ingin mencoba gaya ini. Tapi Ronald terlalu monoton dan hanya mau menggunakan gaya ‘misionary’ ajah. Ternyata sensasi yang kurasakan ini sangat berbeda dari pada gaya yang biasa kulakukan.
Tanpa kusadari aku pun mulai mengerang menikmati permainan kami berdua, entah apakah Ronald mendengarnya atau tidak hanya saja saat ini aku tak mau memikirkannya. Yang ada dikepalaku saat ini hanyalah persetubuhan antara diriku dan Vino saja.
“ Come’on baby.” Kata Vino sambil menjambak rambutku.
Tiba-tiba aku merasakan ingin kencing dan tak bisa kutahan lagi. “ Aku keluar, No.”
“ Gw juga.”
Tiba-tiba aku merasakan cairan hangat mengalir dalam liang senggamaku.
“ Crot,,, crot,,, crot,,,” Entah berapa kali Vino memuntahkan spermanya ke dalam rahimku.
“ Kamu hebat banget, No.” Kataku sambil mengelus dada Vino yang bidang.
“ Buruan pake baju lagi, nanti keburu Ronald keluar.”
Setelah membersihkan sperma yang melelh keluar dari lubang meki-ku dengan menggunakan tisue, lalu aku langsung mengenakan pakaianku lagi. Begitu Ronald keluar dari kamar mandi, kami berdua telah bersikap seperti biasanya dan sepertinya dia tak mencurigai kami.
Sejak saat itu aku dan Vino selalu mencuri-curi kesempatan untuk melakukan perselingkuhan kami ini. Dan hingga kini pun hubunganku dengan Ronald masih berjalan awet, begitu juga dengan perselingkuhanku dengan Vino. Bahkan pernah beberapa kali aku aku telat menstruasi, yang jelas pasti dengan Vino. Karena saat aku berhubungan dengan Ronald, dia selalu menggunakan kondom. Untungnya Vino selalu bergerak cepat dan memberiku obat memperlancar haid.
Sebenarnya hal ini aku simpan baik-baik diantara aku dan Vino, tapi saat aku cerita ke temenku dia bilang ingin posting ceritaku ini ke blog-nya. Semula aku ragu, tapi akhirnya aku memberanikan diri mengizinkan temenku itu mempostingnya di blog miliknya. Setidaknya meskipun aku tak berani menyampaikan hal ini pada Ronald, aku sedikit lega karena tidak terlalu terbebani lagi tentang perselingkuhanku ini. Semoga tidak ada yang mengalami yang sepertiku ya.
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,