Setelah seminggu hari Elsa bekerja masuk pagi, kini gilirannya Elsa masuk malam dan pulang pagi. Berawal dari sinilah nasib kurang beruntung Elsa dimulai. Waktu itu Jakarta sedang ramai-ramainya dengan aksi perampokan, namun Elsa dengan cuek dengan keadaan itu, dan akhirnya terjadi juga suatu malam Elsa dirampok oleh 2 orang yang langsung menodongkan senjata api kepadanya.
“Keluarin uangnya!” perintah si Brewok, sementara si Cungkring memutuskan semua kabel video dan telepon yang ada di toko itu. Tangan Elsa gemetar berusaha membuka laci kasir yang ada di depannya, saking takutnya kunci itu sampai terjatuh beberapa kali. Setelah beberapa saat, Elsa berhasil membuka laci itu dan memerikan semua uang yang ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu kepada si Brewok, Elsa tidak diperkenankan menyimpan uang lebih dari 100 ribu di laci tersebut. Karena itu setiap kelebihannya langsung dimasukan ke lemari besi. Setelah si Brewok merampas uang itu, Elsa langsung mundur ke belakang, ia sangat ketakutan kakinya lemas, hampir jatuh.
“Masa cuma segini?!” bentak si Brewok.
“Buka lemari besinya! Sekarang!” Mereka berdua menggiring Elsa masuk ke kantor manajernya dan mendorongnya hingga jatuh berlutut di hadapan lemari besi. Elsa mulai menangis, ia tidak tahu nomor kombinasi lemari besi itu, ia hanya menyelipkan uang masuk ke dalam lemari besi melalui celah pintunya.
“Cepat!” bentak si Cungkring, Elsa merasakan pistol menempel di belakang kepalanya. Elsa berusaha untuk menjelaskan kalau ia tidak mengetahui nomor lemari besi itu. Untunglah, melihat mata Elsa yang ketakutan, mereka berdua percaya. “Brengsek! Nggak sebanding sama resikonya! Iket dia, biar dia nggak bisa manggil polisi!” Elsa di dudukkan di kursi manajernya dengan tangan diikat ke belakang. Kemudian kedua kaki Elsa juga diikat ke kaki kursi yang ia duduki. si Cungkring kemudian mengambil plester dan menempelkannya ke mulut Elsa.
“Beres! Ayo cabut!”
“Tunggu! Tunggu dulu cing! Liat dia, dia boleh juga ya?!”.
“Cepetan! Ntar ada yang tau! Kita cuma dapet 100 ribu, cepetan!”.
“Gue pengen liat bentar aja!”.
Mata Elsa terbelalak ketika si Brewok mendekat dan menarik t-shirt merah muda yang ia kenakan. Dengan satu tarikan keras, t-shirt itu robek membuat BH nya terlihat. Payudara Elsa yang berukuran sedang, bergoyang-goyang karena Elsa meronta-ronta dalam ikatannya.
“Wow, oke banget!” si Brewok berseru kagum.
“Oke, sekarang kita pergi!” ajak si Cungkring, tidak begitu tertarik pada Elsa karena sibuk mengawasi keadaan depan toko.
Tapi si Brewok tidak peduli, ia sekarang meraba-raba puting susu Elsa lewat BH-nya, setelah itu ia memasukkan jarinya ke belahan payudara Elsa. Dan tiba-tiba, dengan satu tarikan BH Elsa ditariknya, tubuh Elsa ikut tertarik ke depan, tapi akhirnya tali BH Elsa terputus dan sekarang payudara Elsa bergoyang bebas tanpa ditutupi selembar benangpun.
“Jangan!” teriak Elsa. Tapi yang tedengar cuma suara gumaman. Terasa oleh Elsa mulut si Brewok menghisapi puting susunya pertama yang kiri lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Elsa menjerit ketika si Brewok mengigit puting susunya.
“Diem! Jangan berisik!” si Brewok menampar Elsa, hingga berkunang-kunang. Elsa hanya bisa menangis.
“Gue bilang diem!”, sembari berkata itu si Brewok menampar buah dada Elsa, sampai sebuah cap tangan berwarna merah terbentuk di payudara kiri Elsa. Kemudian si Brewok bergeser dan menampar uang sebelah kanan. Elsa terus menjerit-jerit dengan mulut diplester, sementara si Brewok terus memukuli buah dada Elsa sampai akhirnya bulatan buah dada Elsa berwarna merah.
“Ayo, cepetan cing!”, si Cungkring menarik tangan si Brewok.
“Kita musti cepet minggat dari sini!” Elsa bersyukur ketika melihat si Brewok diseret keluar ruangan oleh si Cungkring. Payudaranya terasa sangat sakit, tapi Elsa bersyukur ia masih hidup. Melihat sekelilingnya, Elsa berusaha menemukan sesuatu untuk membebaskan dirinya. Di meja ada gunting, tapi ia tidak bisa bergerak sama sekali.
“Hey, Roy! Tokonya kosong!”.
“Masa, cepetan ambil permen!”.
“Goblok lo, ambil bir tolol!”.
Tubuh Elsa menegang, mendengar suara beberapa anak-anak di bagian depan toko. Dari suaranya ia mengetahui bahwa itu adalah anak-anak berandal yang ada di lingkungan itu. Mereka baru berusia sekitar 12 sampai 15 tahun. Elsa mengeluarkan suara minta tolong.
“sstt! Lo denger nggak?!”.
“Cepet kembaliin semua!”.
“Lari, lari! Kita ketauan!”.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka menjengukkan kepalanya ke dalam kantor manajer. Ia terperangah melihat Elsa, terikat di kursi, dengan t-shirt robek membuat buah dadanya mengacung ke arahnya.
“Buset!” berandal itu tampak terkejut sekali, tapi sesaat kemudian ia menyeringai.
“Hei, liat nih! Ada kejutan!”
Elsa berusaha menjelaskan pada mereka, menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menjelaskan bahwa dirinya baru saja dirampok. Ia berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia berusaha memohon agar mereka melepaskan dirinya dan menutupi dadanya. Tapi yang keluar hanya suara gumanan karena mulutnya masih tertutup plester. Satu demi satu berandalan itu masuk ke dalam kantor. Satu, kemudian dua, lalu tiga. Empat. Lima! Lima wajah-wajah dengan senyum menyeringai sekarang mengamati tubuh Elsa, yang terus meronta-ronta berusaha menutupi tubuhnya dari pandangan mereka. Berandalan, yang berumur sekitar 15 tahun itu terkagum-kagum dengan penemuan mereka.
“Gila! Cewek nih!”.
“Dia telanjang!”.
“Tu liat susunya! susu!”.
“Mana, mana gue pengen liat!”.
“Gue pengen pegang!”.
“Pasti alus tuh!”.
“Bawahnya kayak apa ya?!”.
Mereka semua berkomentar bersamaan, kegirangan menemukan Elsa yang sudah terikat erat. Kelima berandal itu maju dan merubung Elsa, tangan-tangan meraih tubuh Elsa. Elsa tidak tahu lagi, milik siapa tanga-tangan tersebut, semuanya berebutan mengelus pinggangnya, meremas buah dadanya, menjambak rambutnya, seseorang menjepit dan menarik-narik puting susunya. Kemudian, salah satu dari mereka menjilati pipinya dan memasukan ujung lidahnya ke lubang telinga Elsa. “Ngecrot Dengan Penjaga Toko”
“Ayo, kita lepasin dia dari kursi!” Mereka melepaskan ikatan pada kaki Elsa, tapi dengan tangan masih terikat di belakang, sambil terus meraba dan meremas tubuh Elsa. Melihat ruangan kantor itu terlalu kecil mereka menyeret Elsa keluar menuju bagian depan toko. Elsa meronta-ronta ketika merasa ada yang berusaha melepaskan kancing jeansnya. Mereka menarik-narik jeans Elsa sampai akhirnya turun sampai ke lutut. Elsa terus meronta-ronta, dan akhirnya mereka berenam jatuh tersungkur ke lantai.
Sebelum Elsa sempat membalikkan badannya, tiba-tiba terdengar suara lecutan, dan sesaat kemudian Elsa merasakan sakit yang amat sangat di pantatnya. Elsa melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah ikat pinggang kulit dan bersiap-siap mengayunkannya lagi ke pantatnya!
“Bangun! Bangun!” ia berteriak, kemudian mengayunkan lagi ikat pinggangnya. Sebuah garis merah timbul di pantat Elsa. Elsa berusaha berguling melindungi pantatnya yang terasa sakit sekali. Tapi berandal tadi tidak peduli, ia kembali mengayunkan ikat pinggang tadi yang sekarang menghajar perut Elsa.
“Bangun! naik ke sini!” berandal tadi menyapu barang-barang yang ada di atas meja layan hingga berjatuhan ke lantai. Elsa berusaha bangun tapi tidak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar buah dadanya. Elsa berguling dan berusaha berdiri dan berhasil berlutut dan berdiri. Berandal tadi memberikan ikat pinggang tadi kepada temannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!”
Langsung saja Elsa mendapat pukulan di pantatnya. Berandal-berandal yang lain tertawa dan bersorak. Mereka lalu mendorong dan menarik tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sehingga mereka punya alasan lagi buat memukulnya. Berandal yang pertama tadi kembali dengan membawa segulung plester besar. Ia mendorong Elsa hingga berbaring telentang di atas meja. Pertama ia melepaskan tangan Elsa kemudian langsung mengikatnya dengan plester di sudut-sudut meja, tangan Elsa sekarang terikat erat dengan plester sampai ke kaki meja. Selanjutnya ia melepaskan sepatu, jeans dan celana dalam Elsa dan mengikatkan kaki-kaki Elsa ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Elsa berbaring telentang, telanjang bulat dengan tangan dan kaki terbuka lebar menyerupai huruf X.
“Waktu Pesta!” berandal tadi lalu menurunkan celana dan celana dalamnya. Mata Elsa terbelalak melihat penisnya menggantung, setengah keras sepanjang 20 senti. Berandal tadi memegang pinggul Elsa dan menariknya hingga mendekati pinggir meja. Kemudian ia menggosok-gosok penisnya hingga berdiri mengacung tegang.
“Waktunya masuk!” ia bersorak sementara teman-teman lainnya bersorak dan tertawa. Dengan satu dorongan keras, penisnya masuk ke vagina Elsa. Elsa melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, sementara berandal tadi mulai bergerak keluar masuk. Temannya naik ke atas meja, menduduki dada Elsa, membuat Elsa sulit bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya, mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya. Plester di mulut Elsa ditariknya hingga lepas.
Elsa berusaha berteriak, tapi mulutnya langsung dimasuki oleh penis berandal yang ada di atasnya. Langsung saja, penis tadi mengeras dan membesar bersamaan dengan keluar masuknya penis tadi di mulut Elsa. Pandangan Elsa berkunang-kunang dan merasa akan pingsan, ketika tiba-tiba mulutnya dipenuhi cairan kental, yang terasa asin dan pahit. Semprotan demi semprotan masuk, tanpa bisa dimuntahkan oleh Elsa. Elsa terus menelan cairan tadi agar bisa terus mengambil nafas.
Berandal yang duduk di atas dada Elsa turun ketika kemudian, berandal yang sedang meperkosanya di pinggir meja bergerak makin cepat. Ia memukuli perut Elsa, membuat Elsa mengejang dan vaginanya berkontraksi menjepit penisnya. Ia kemudian memegang buah dada Elsa sambil terus bergerak makin cepat, ia mengerang-erang mendekati klimaks. Tangannya meremas dan menarik buah dada Elsa ketika tubuhnya bergetar dan sperma pun menyemprot keluar, terus-menerus mengalir masuk di vagina Elsa. Sementara itu berandal yang lainnya berdiri di samping meja dan melakukan masturbasi, ketika pimpinan mereka mencapai puncaknya mereka juga mengalami ejakulasi bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di muka, rambut dan dada Elsa.
Elsa tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, ketika tahu-tahu ia kembali sendirian di toko tadi, masih terikat erat di atas meja. Ia tersadar ketika menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan tokonya. Elsa meronta-ronta membuat buah dadanya bergoyang-goyang. Ia menangis dan meronta berusaha melepaskan diri dari plester yang mengikatnya. Setelah beberapa lama mencoba Elsa berhasil melepaskan tangan kanannya. Kemudian ia melepaskan tangan kirinya, kaki kanannya. Tinggal satu lagi.
“Wah, wah, wah!” terdengar suara laki-laki di pintu depan. Elsa terkejut dan berusaha menutupi dada dan vaginanya dengan kedua tangannya.
“Tolong saya!” ratap Elsa.
“Tolong saya Pak! Toko saya dirampok, saya diikat dan diperkosa! Tolong saya Pak, panggilkan polisi!”
“Nama lu Elsa kan?” tanya laki-laki tadi.
“Bagaimana bapak tahu nama saya?” Elsa bingung dan takut.
“Gue Roy. Orang yang kerjaannya di toko ini lo rebut!”.
“Saya tidak merebut pekerjaan bapak. Saya tahu dari iklan di koran. Saya betul-betul tidak tahu pak! Tolong saya pak!”.
“Gara-gara lo ngelamar ke sini gue jadi dipecat! Gue nggak heran lo diterima kalo liat bodi lo”.
Elsa kembali merasa ketakutan melihat Roy, seseorang yang belum pernah dilihat dan dikenalnya tapi sudah membencinya. Elsa kembali berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya, membuat Raoy naik pitam. Ia menyambar tangan Elsa dan menekuknya ke belakang dan kembali diikatnya dengan plester, dan plester itu terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, hingga Elsa betul-betul terikat erat. Ikatan itu membuat Elsa kesakitan, ia menggeliat dan buah dadanya semakin membusung keluar.
“Lepaskan! Sakit! aduuhh! Saya tidak memecat bapak! Kenapa saya diikat?”
“Gue tadinya mau ngerampok nih toko, cuma kayaknya gue udah keduluan. Jadi gue rusak aja deh nih toko”.
Ia kemudian melepaskan ikatan kaki Elsa sehingga sekarang Elsa duduk di pinggir meja dengan tangan terikat di belakang. Kemudian diikatnya lagi dengan plester.
Kemudian Roy mulai menghancurkan isi toko itu, etalase dipecahnya, rak-rak ditendang jatuh. Kemudian Roy mulai menghancurkan kotak pendingin es krim yang ada di kanan Elsa. Es krim beterbangan dilempar oleh Roy. Beberapa di antaranya mengenai tubuh Elsa, kemudian meleleh mengalir turun, melewati punggungnya masuk ke belahan pantatnya. Di depan, es tadi mengalir melalui belahan buah dadanya, turun ke perut dan mengalir ke vagina Elsa. Rasa dingin juga menempel di buah dada Elsa, membuat putingnya mengeras san mengacung. Ketika Roy selesai, tubuh Elsa bergetar kedinginan dan lengket karena es krim yang meleleh.
“Lo keliatan kedinginan!” ejek Roy sambil menyentil puting susu Elsa yang mengeras kaku.
“Gue musti kasih lo sesuatu yang anget.”
Roy kemudian mendekati wajan untuk mengoreng hot dog yang ada di tengah ruangan. Elsa melihat Roy mendekat membawa beberapa buah sosis yang berasap. “Jangaann!” Elsa berteriak ketika Roy membuka bibir vaginanya dan memasukan satu sosis ke dalam vaginanya yang terasa dingin karena es tadi. Kemudian ia memasukan sosis yang kedua, dan ketiga. Sosis yang keempat putus ketika akan dimasukan. Vagina Elsa sekarang diisi oleh tiga buah sosis yang masih berasap. Elsa menangis kesakitan kerena panas yang dirasakannya.
“Keliatannya nikmat!” Roy tertawa.
“Tapi gue lebih suka dengan mustard!” Ia mengambil botol mustard dan menekan botol itu. Cairan mustard keluar menyemprot ke vagina Elsa. Elsa menangis terus, melihat dirinya disiksa dengan cara yang tak terbayangkan olehnya.
Sambil tertawa Roy melanjutkan usahanya menghancurkan isi toko itu. Elsa berusaha melepaskan diri, tapi tak berhasil. Nafasnya tersengal-sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Elsa bergerak lunglai jatuh.
“Hei! Kalo kerja jangan tidur!” bentak Roy sambil menampar pipi Elsa.
“Lo tau nggak, daerah sini nggak aman jadi perlu ada alarm.”
Elsa meronta ketakutan melihat Roy memegang dua buah jepitan buaya. Jepitan itu bergigi tajam dan jepitannya keras sekali. Roy mendekatkan satu jepitan ke puting susu kanan Elsa, menekannya hingga terbuka dan melepaskannya hingga menutup kembali menjepit puting susu Elsa. Elsa menjerit dan melolong kesakitan, gigi jepitan tadi menancap ke puting susunya. Kemudian Roy juga menjepit puting susu yang ada di sebelah kiri. Air mata Elsa bercucuran di pipi. “
Kemudian Roy mengikatkan kawat halus di kedua jepitan tadi, mengulurnya dan kemudian mengikatnya ke pegangan pintu masuk. Ketika pintu itu didorong Roy hingga membuka keluar, Elsa merasa jepitan tadi tertarik oleh kawat, dan membuat buah dadanya tertarik dan ia menjerit kesakitan.
“Nah, udah jadi. Lo tau kan pintu depan ini bisa buka ke dalem ama keluar, tapi bisa juga disetel cuma bisa dibuka dengan cara ditarik bukan didorong. Jadi gue sekarang pergi dulu, terus nanti gue pasang biar pintu itu cuma bisa dibuka kalo ditarik. Nanti kalo ada orang dateng, pas dia dorong pintu kan nggak bisa, pasti dia coba buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!”
“Jangan! saya mohoon! mohon! jangan! jangan! ampun!”
Roy tidak peduli, ia keluar dan tidak lupa memasang kunci pada pintu itu hingga sekarang pintu tadi hanya bisa dibuka dengan ditarik. Elsa menangis ketakutan, puting susunya sudah hampir rata, dijepit. photomemek.com Ia meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan. Tubuh Elsa berkeringat setelah berusaha melepaskan diri tanpa hasil. Lama kemudian terlihat sebuah bayangan di depan pintu, Elsa melihat ternyata bayangan itu milik gelandangan yang sering lewat dan meminta-minta. Gelandangan itu melihat tubuh Elsa, telanjang dengan buah dada mengacung.
Gelandang itu mendorong pintu masuk. Pintu itu tidak terbuka. Kemudian ia meraih pegangan pintu dan mulai menariknya. Elsa berusaha menjerit “Jangan! jangan! jangan buka! jangaann!”, tapi gelandangan tadi tetap menarik pintu, yang kemudian menarik kawat dan menarik jepitan yang ada di puting susunya. Gigi-gigi yang sudah menancap di daging puting susunya tertarik, merobek puting susunya. Elsa menjerit keras sekali sebelum jatuh di atas meja. Pingsan.
Elsa tersadar dan menjerit. Sekarang ia berdiri di depan meja kasir. Tangannya terikat ke atas di rangka besi meja kasir. Sedangkan kakinya juga terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa kesakitan. Puting susunya sekarang berwarna ungu, dan menjadi sangat sensitif. Udara dingin saja membuat puting susunya mengacung tegang. Memar-memar menghiasi seluruh tubuhnya, mulai pinggang, dada dan pinggulnya. Elsa merasakan sepasang tangan berusaha membuka belahan pantatnya dari belakang. Sesuatu yang dingin dan keras berusaha masuk ke liang anusnya. Elsa menoleh ke belakang, dan ia melihat gelandangan tadi berlutut di belakangnya sedang memegang sebuah botol bir.
“Jangan, ampun! Lepaskan saya pak! Saya sudah diperkosa dan dipukuli! Saya tidak tahan lagi.”
“Tapi Mbak, pantat Mbak kan belon.” gelandangan itu berkata tidak jelas.
“Jangan!” Elsa meronta, ketika penis gelandangan tadi mulai berusaha masuk ke anusnya. Setelah beberapa kali usaha, gelandangan tadi menyadari penisnya tidak bisa masuk ke dalam anus Elsa. Lalu ia berlutut lagi, mengambil sebuah botol bir dari rak dan mulai mendorong dan memutar-mutarnya masuk ke liang anus Elsa.
Elsa menjerit-jerit dan meronta-ronta ketika leher botol bir tadi mulai masuk dengan keadaan masih mempunyai tutup botol yang berpinggiran tajam. Liang anus Elsa tersayat-sayat ketika gelandangan tadi memutar-mutar botol dengan harapan liang anus Elsa bisa membesar.
Setelah beberapa saat, gelandangan tadi mencabut botol tadi. Tutup botol bir itu sudah dilapisi darah dari dalam anus Elsa, tapi ia tidak peduli. Gelandang itu kembali berusaha memasukan penisnya ke dalam anus Elsa yang sekarang sudah membesar karena dimasuki botol bir. Gelandang tadi mulai bergerak kesenangan, sudah lama sekali ia tidak meniduri perempuan, ia bergerak cepat dan keras sehingga Elsa merasa dirinya akan terlepar ke depan setiap gelandangan tadi bergerak maju.
Elsa terus menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yang mungkin membawa penyakit kelamin, tapi gelandangan tadi terus bergerak makin makin cepat, tangannya meremas buah dada Elsa, membuat Elsa menjerit karena puting susunya yang terluka ikut diremas dan dipilih-pilin. Akhirnya dengan satu erangan, gelandang tadi orgasme, dan Elsa merakan cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan tadi jatuh terduduk lemas di belakang Elsa.
“Makasih ya Mbak! Saya puas sekali! Makasih.” gelandangan tadi melepaskan ikatan Elsa. Kemudian ia mendorong Elsa duduk dan kembali mengikat tangan Elsa ke belakang, kemudian mengikat kaki Elsa erat-erat. Kemudian tubuh Elsa didorongnya ke bawah meja kasir hingga tidak terlihat dari luar.
Sambi terus mengumam terima kasih gelandangan tadi berjalan sempoyongan sambil membawa beberapa botol bir keluar dari toko. Elsa terus menangis, merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir keluar dari anusnya. Lama kemudian Elsa jatuh pingsan kelelahan dan shock. Ia baru tersadar ketika ditemukan oleh rekan kerjanya yang masuk pukul 6 pagi.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
(TAMAT)