P E N A S A R A N . . . ! Kata Hilda dan Emi kalau menginap di rumah Anis suka diganggu adiknya. Kata mereka yang pernah tidur di sana, adik Anis itu suka menggerayangi, bahkan memperkosanya. Wah, gawat !
Malam ini aku ingin coba coba menginap di rumah Anis. Penasaran . . . ! Seperti apa sih, tampang adiknya yang syaraf itu.
Kutunggu Anis yang lagi piket malam. Tak seberapa lama kemudian, diapun keluar menghampiriku.
”Kau belum pulang, Laras ? Sudah jam sebelas malam, lho ?” kata Anis kepadaku.
”Hari ini aku tak dapat pintu, Nis. Mau nginap di rumahmu saja ?” kataku.
”O, ya . . . yang betul ?” Sambutnya kurang percaya.
”Betul Nis, aku serius lho ?” Karena memang dari sebanyak kawan-kawan yang bekerja di Kompeksi ini hanya akulah yang belum pernah menginap di rumahnya.
Sebenarnya rumah Anis tidak jauh dari rumahku. Tetapi aku penasaran rasanya seperti apa sih, di kutak kutik oleh lelaki.
Kami sudah sampai di rumah Anis.
Di teras duduk seorang lelaki sedang asyik main guitar sendirian.
”Belum tidur kau, Rinto . . . .?” sapa Anis. ”Belum, mbak .. belum ngantuk !”
”Siapa itu, Nis ?” tanyaku.
”Adikku satu satunya, Laras. Bandelnya minta ampun !”
”Akh, anak lelaki itu bandel biasa, Nis !”
Aku pura pura tidak menaruh perhatian pada kata kata Anis mengenai tingkah laku adiknya.
Bagiku, justru menyenangkan sekali dekat dengan anak yang suka usil seperti Rinto ini.
Anis membuat kopi panas untukku, tapi tidak segera kuminum. Karena kulihat Rinto mengintipku dari balik jendela kaca, maka sengaja pahaku kubuka agak lebar lebar. Nah, rasakan nafsu ’nggak lhu anak bandel !
Tiba tiba Anis datang dengan membawa kue kue di piring.
”Ayo di minum kopinya . . obat ngantuk Laras ?” ujarnya kepadaku.
”Tapi mataku sudah tidak tahan, Nis. Percuma minum kopi. Karena aku memang tidak biasa tidur terlalu malam . . . ?” ujarku pura-pura. Padahal biasa semalaman suntuk bersetubuh di kamar.
”O ya. Kalau begitu cepatlah tidur Laras nanti kamu sakit !” seru Anis.
Saat yang kutunggu tunggu telah tiba. Kamarku sengaja tak kukunci. Sedang Anis tidur di kamarnya sendiri.
Lampu kamar sengaja tak kupadamkan agar Rinto dapat jelas memandangi pahaku yang putih dan mulus ini sengaja kubuka lebar.
Mataku pura-pura kupejamkan. Kudengar pintu kamar didorong seseorang dari luar. Da lam hatiku . . siapa lagi kalau bukan Rinto.
Pucuk dicinta ulampun tiba. Benar juga kata Hilda dan Emi. Rinto mulai menarik celana dalamku ke bawah. Kubuka mataku lebar lebar mengawasi ulahnya.
”Haaah !” aku pura pura terperanjet.
tiba tiba Rinto mengeluarkan pisau lipat dan meletakan diperutku. Akkh, matilah aku? jangan jangan ia ingin membunuhku.
”Diem . . jangan banyak bicara kalau tidak mau, pisau ini akan merobek perutmu, Laras !” ancamnya.
”Ampuuun, aku jangan dibunuh !”
Aku benar-benar ngeri ! Tidak bisa aku bayangkan tajamnya pisau cukur itu kalau benar benar merobek perutku.
”Awas, kalau teriak kubunuh kau ! photomemek.com Aku tidak pernah main-main !”
Rinto mulai menarik celana dalamku ke bawah sampai terlepas. Tak susangka kalau Anis mempunyai adik lelaki yang tampangnya seram seperti pembunuh berdarah dingin. Namun di balik keseramannya Rinto memang tampan sekali wajahnya.
Mata Rinto nampak bertambah liar dan jalang menatap memekku yang terpampang di depannya.
Kemudian menyuruh aku telanjang.
”Ayo buka semua !” katanya sambil menempelkan pisau cukur itu ke dadaku.
Aku bertambah ngeri oleh perlakuannya yang bahaya itu.
”Iya . . iya . . aku mau telanjang . . dan terserahlah deh mau kau apakan tubuhku, ini asalkan jangan sampai engkau melukai
nya pakai pisau cukurmu itu Rinto . . . . . . .
aku lebih senang pisau cukur itu kau letakkan di meja, sayang !” bujukku.
”Baiklah. Tapi awas, kalau kau berani coba-coba menipuku, kubunuh kau nanti !” kembali Rinto mengancamku. Wah, gawat ! Sedikit sedikit bunuh, sedikit bunuh. Dianggapnya aku ini ayam goreng ’kali !
”Tidak, Rin, Aku tak pernah dusta pada siapapun !” kataku meyakinkan.
Perlahan lahan Rinto segera menaruh pisaunya di sebelah tempat tidurku.
”Disini saja, kalau kau nanti teriak, tinggal menusukkan pisau tajam ini ke perutmu, Laras !” gertaknya lagi.
”Ya, disitu juga tidak apa-apa ! Yang penting jangan didekatkan dengan tubuhku, aku takut !” ujarku sambil menanggalkan kutang yang kukenakan.
Sepintas kulirik benda hitam yang bergelayutan di selangkangannya. Hmmm .. tak begitu besar, tetapi kelihatan bengkak dan kaku. Pertanda bahwa Rinto sudah sangat bernafsu untuk segera membenamkan batang ke maluannya keliang memekku yang sudah menganga siap untuk ditusuk.
Dengan sangat terburu buru sekali, si brengsek itu menjebloskan batang kontolnya ke liang memekku yang sempit.
”Akkkkhhhs !”
Jleeep – Sleeeeph – Jllleeseeeeph ! ”Akhsss . . Rin . . pelan pelan, sayang.
Ssssh . . eeeh . . !” rintihku.
Kemudian lelaki muda yang tampan namun brutal ini kembali mengambil pisau cukurnya, lalu ditempelkan di bagian leherku.
Wah, Breengseeeekh ! Lagi nikmat nik- matnya, konsentrasiku langsung buyar gara gara kekonyolannya.
”Jangan mengeluarkan suara, Laras. Aku sembelih lehermu ini nanti !” ujarnya.
”I . . ya sssh eeegh . . tidak . . tidak sssh .
. akh . . aku sudah pasrah kepadamu, Rin ! terserah mau kau apakan aku ini, asal jangan kau lukai kulitku . . !” rintihku setengah takut setengah nikmat.
Rinto hanya membisu, matanya nampak sangar menatapku. Gerakan pantatnya naik turun dengan cepat sekali, sehingga menimbul- kan rasa nikmat di bagian lorong memekku karena tergesek gesek topi bajanya.
Yang bikin aku kesal adalah karena dia tak pernah melepaskan pisau cukurnya yang terus menempel di leherku, bagaimana jadinya kalau nanti benar benar menggores kulit le- herku ?! Padahal tanpa diperkosapun, aku dengan senang hati akan melayaninya.
Mendadak Rinto menggeram hebat di atas tubuhku, dan gerakan pantatnyapun jadi semakin lamban.
”Akkkhhhhss . . sialan . . akkhhuu kelu arrrr, Larraassss . . oogh . . nikmat sekali !”
Crooots ! Croooots ! Crooooots !
Rinto terengah engah, dan keringatnya bercucuran karena benteng pertahananya telah bobol.
Walau aku telah bersusah payah untuk mencapai puncak kenikmatan, namun selalu gagal karena pisau itu terus menempel di lehernya dan membuatnya hilang konsentrasi.
Tak dabat tertolong lagi, batang kemaluan Rinto semakin mengecil dan tambah menge cil, sehingga tak bisa menggelitik lorong me mekku. Dan akhirnya mencabutnya.
Sialan ! Nafsu sih menggebu gebu, gayanya pakai main ancaman segala. Eh, tidak tahunya baru kegoyangkan beberapa menit saja sudah bocor ! Payah . . !
Rinto tidur membelakangi aku. Nafasnya yang tadinya tersengal-sengal sudah mulai normal kembali. Perlahan lahan kutarik tubuhnya.
”Rin .. tolong dong . . tolong aku, Rin. Aku belum keluar . . kepalaku pusing sekali sayang . .
!” rintihku memohon.
Rinto hanya membisu. Tubuhnya nampak letih karena habis memuntahkan air maninya.
Tiba-tiba rasa takutku hilang menghadapi lelaki brutal yang ternyata tidak mempunyai kemampuan tentang sex ini, dan hanya bikin gatal memekku ini saja.
Aku jadi berang sikapkupun jadi liar dan binal, melebihi Srigala yang hendak, menerkam mangsanya.
”Ayo, Rin . . main . . Letoy amat, kau ini . .
!” ajakku lagi.
Dia menatapku, tatapannya tak lagi sangar, ”Aku lemas, Laras. Aku sudah tak kuat lagi !”
”Makanya jangan cari gara-gara ! Lagak sok jadi jagoan. Eh, baru semenit saja sudah keok tak berdaya !” umpat serapahku.
Duuh, sebel benar aku. Kepalaku semakin berat saja rasanya. Aku benar benar jadi putus asa melihat batang kontol Rinto yang tak mampu tegang lagi.
”Ayo, lagi doong . . sekali saja. Asal masuk terus sudah, nanti biar aku yang goyang terus biar aku cepat keluar, sayang !” bujukku sampai sundul langit.
Namun laki laki sial itu benar benar sudah tak bergairah lagi untuk melayaniku.
”Besok saja, Laras. Kau akan aku layani sampai pagi, kalau kau mau . . !”
Rinto kembali menolak ajakanku, namun masih sempat sombong di depanku ! Hu, Hilda dan Emi boleh kau kibuli. Tetapi kalau sama aku, jangan coba-coba ! Dengan kemampuan apa sih, kau melayani aku sampai pagi?
Tapi aku tak mau kehilangan akal, dengan tak sabar lagi kuraih batang kemaluan nya yang lembek. lalu kuusap usap dengan penuh kasih sayang. Kuurut urut dari ujung sampai ke pangkalnya secara berulang-ulang, lalu kuciumi dan kukulum topi bajanya.
Hup . . nyaem . nyaem . nyaem . sssh nyaem . ufh ! Aku bertambah bersemangat dan bernafsu. Batang kontol itu sedikit demi sedikit mulai bengkak keras dan ngaceng lagi seperti semula. Whoofhh . . !
”Ayo, tidak usah menunggu besok-besok, Rinto . . batang kemaluanmu kini sodah ngaceng lagi !” bujukku.
Benar benar brengsek . . walau kontol Rinto sudah ngaceng, tapi dia masih ogah- ogahan melayani ajakanku.
oOo
2
A K U segera naik ke atas tubuh Rinto yang sudah terlentang.
”Kalau begitu biar aku yang di atas, sayang . . !”
Tanpa malu malu lagi kududuki kemaluan nya yang tegak perkasa.
Akhhss . . Sleeseeep – Jleps – Sleeep !
Ough . . asyiik sekali rasanya.
Aku segera manik turunkan pantatku dengan bernafsu sekali. Kutekan pantatku kuat kuat, sehingga batang kemaluannya yang pan jang itu menyeruak lebih ke dalam lorong vaginaku yang selalu gatal.
Tak seberapa lama kemi melakukan pari setubuhan, tiba tiba Rinto menggeram hebat kedua tangannya mencengkeram kedua buah bongkahan pantatku.
”Laras, enak sekali . . Ouugh . . tobat ammpuuuun . . akkhhhhss . .akhu kelluuarr, lagi .
. akhhsss . . !”
Croot ! Croooot ! Crooooots !
Wah, celaka . . Rinto keluar lagi ! Hari ini aku benar-benar sial kembali lagi. Baru kali ini aku menghadapi laki-laki model pel – crot atau begitu ditempel langsung moncrot se- macam Rinto ini.
”Kau sungguh keterlaluan sekali, Rinto ! Benar-benar pemuda tak berguna . . lebih baik kontolmu dipotong buat makan kucing . . Masa baru semenit saja . . sudah bocor lagi begini !” umpatku kesal.
”Aku benar-benar tak tahan oleh permain anmu yang hebat, Laras . . memekmu . . benra- benar luar biasa nikmatnya . .!” pujinya kepadaku.
”Ah, biasa. Lelaki kalau sudah diberi kenik matan sok memuji ! ”Pokoknya, ayo kita ulangi lagi !” pintaku memaksanya.
”Aku nyerah, Laras ! Aku tak sanggup lagi, kontolku sudah tak bisa ngaceng !”
”Aduh, bagaimana ini, Rin . . kepalaku rasanya pusing minta ammpuun, kepalaku terasa berat sekali !” rintihku.
Lelaki yang lagaknya sok seram itu benar benar tak berkutik, batang kemaluannya dan semakin mengecil lagi, sedang nafsuku meng gelora hebat.
”Rin, tolongin aku sayang . . . padahal tadi sedang enak-enaknya, kau keluar duluan !”
Kemudian Rinto bangun dari tidurnya. Lalu mengenakan kain anduk, dan melangkah keluar . . . ” Tunggulah sebentar Laras . . . kuambilkan sesuatu untuku ?” katanya sambil jalan.
Dalam pikirku, apa lagi yang mau diambil nya. Sedang pisau cukurnya masih tergeletak di kasur. Wah, jangan-jangan laki-laki brengsek itu mau ngambil golok atau parang untuk mencin cangku.
Aku jadi khawatir pada Rinto yang ber wajah seram itu.
Tak seberapa lama dengan terburu-buru dia melangkah masuk menghampiriku.
Digenggamnya sebuah bbenda tumpul ter buat dari karet mirip pelutu kendali.
”Ayo . . bersiaplah . . !” katanya sambil menggenggam benda tumpul itu diacungkan didepanku.
”Siap apaan . . . lagi lagi kau menggertak ku . . . lagi lagi kau mau membunuhku . . aku seorang perempuan yang lemah Rinto . . tak perlu kau bunuh pakai senjata begitu . . cukup kau cekik atau kau tendang pakai kakimu saja
sudah aut . . . !” ujarku emosi karena nafsu birahiku semakin memuncak dan tak tersalurkan.
”Bunuh apaan sih . . . benda ini adalah kontol kontolan karat . . . . akan kugunakan untuk menusuk lorong memekmu yang sudah gatal itu, Laras !” seru Rinto sambil mendorong tubuhku ke kasur sehingga aku jatuh telentang.
”Ya amplop, kukira kau ingin mencabut nyawaku, Rin ?”
Rupanya Rinto membawa kontol kontolan karet yang gede dan panjang. Oough ssshh.
Tentu saja aku segera mengangakan pahaku.
”Ayo, tusuk Rin, lobang memekku sudah gatal bukan kepalang !”
Rinto buru-buru menempelkan ujung ben da tumpul itu ke lobang memekku dan perlahan lahan membenamkan ke dalam.
Sreset – sreset – sleeep !”
”Akkkhhh . . . . . s s s h h h h . . . n i k m a a a a t, Rin . . . !”
Lelaki bertampang seram itu diam mem bisu, sambil matanya memandangi lobang memekku yang tengah dimasuki oleh benda cumpul dan bulat. Kontol kontolan karet itu terus
ditimbul tenggelamkan ke dalam memekku. Tak kusangka rasanya nikmat sekali.
”Terus sayang, sodok terus memekku masukkan yang dalam . . aah . . eeh . . ssshh, nikmat sekali rasanya !”
Benda itu tidak begitu keras dan tidak lembek, cukup untuk mengobrak-abrik seluruh isi memekku. Rasanya pun nikmat sekali, asyik untuk diresapi. Tidak jauh berbeda dengan keha ngatan kontol lelaki.
Rinto semakin cepat merojok-rojokkan kontol kontolan karet, rasanya pun semakin ber tambah nikmat. Tetapi kurasakan air maniku keluar.
”Akh . . ! Ufh . . ssshhh, Rin . . nikmat terus sayang . . tekan . . tekan . . congkel congkel kan ujungnya !” Bocorlah memekku yang pertama kali. Namun semangatku masih menggebu gebu untuk mengulangi kenikmatan lagi.
Maka waktu Rinto bertanya, ”Sudah keluar Laras, sudah apa belum ?” Lalu kujawab saja dengan tidak jujur.
”Belum sayang, aku susah keluar air mani nya, yang penting tusuk tusukan yang lebih cepat dan dalam, Rinto !”
Aku terpaksa dusta, karena buat apa capai capai menginap di rumah Anis, kalau cuma keluar air maninya sekali saja !
Lelaki bertampang seram itu agaknya geram dan penasaran pada nonokku yang ku bilang belum keluar air maninya.
Ditusuk tusuknya lebih cepat dan lebih
dalam.
”Nih mampus lhu, biar mampus lhu Laras
!” Sumpah Rinto yang bermaksud menyakiti memekku.
Namun tak terpikir oleh Rinto kalau aku sesungguhnya sedang merasakan nikmat yang luar biasa. Akhhh, bocorlah memekku yang kedua kalinya.
Crrrottt – crrrottt – crrrottt.
”Aduh Riiiin, ongh enak sayang, nikmat sekali, terus sayang, terus hantamkan benda tumpul itu lebih kuat dan dalam !”
Air maniku sudah keluar banyak sekali namun semangatku masih menyala-nyala ingin mengulangi kemesraan kembali.
”Jangan tinggalkan aku sendiri Rinto, ayo kita main lagi sayang sampai pagi . . !” ajakku.
Rinto masih saja terpaku menatap keindahan memekku yang dihiasi jembut tebal.
”Ayo lagi !” ajakku lagi. ”Ah, gila kamu Laras !”
”Alla, pura-pura kamu Rinto ! kata Hilda dan Emy, kamu mainnya kuat sampai pagi !”
”Mereka bilang begitu padamu, sejak kapan mereka ketemu aku !” ujar Rinto membela diri.
”Katanya waktu dulu ketika mereka menginap di sini !” ujarku.
Rinto mendadak mukanya menjadi merah ”Bohong ! Mereka pada fitnah,awas kalau samgai mbak Anis tahu kubunuh semuanya nanti !” ancam Rinto di depanku.
Wah, kumat lagi dia rupanya lelaki seram itu juga ada yang ditakutinya.
Dalam keadaan lengah, kudorong tubuh Rinto hingga jatuh terlentang di kasur. Dan tanpa buang waktu lagi, segera kutindih kemaluannya yang mengacung ke atas.
Jleeeph ! Sressets ! Bleeseeekh !
Kuputar putar pantatku dengan lincahnya, sehingga bonggol batang kontolnya menyentuh dan menggesek gesek itilku yang sejak tadi mencuat keluar. Bahkan jembutnya yang lebat itupun ikut menggelitik bibir memekku. Ufh . . geli tapi nikmat.
”Ayo, angkat pantatmu tinggi-tinggi, sa yang . . ssssh . . eegh . .!”
Rinto menuruti perintahku, maka menye ruaklah batang kontolnya yang hangat itu lebih kedalam lagi.
Namun tak lama kemudian lorong memek ku berdenyut denyut cepat sekali. Dan akhir nya menyemburlah cairan kenikmatan dari lorong vaginaku.
”Akhh . . Rin . . ough . . akhu kellluarr akh
! Creeets ! Crreeets ! Creeeets !”
Dengan berakhirnya tetesan air maniku yang keluar, aku segera pulang pagi pagi sekali tanpa sepengetahuan Anis, kakak Rinto.
Semenjak kejadian itu, tak pernah kudengar lagi khabar mengenai kebrutalan Rinto, mungkin dia benar benar telah jera.
Hidup terus menerus seperti aku ini memang tidak enak. Kesana kemari yang ada di otak hanya kontol lelaki. Walaupun sebenarnya setelah mendapatkan kenikmatan, aku selalu menyesali perbuatanku sendiri ini. fantasiku.com Dan yang terlebih memusingkan lagi adalah memikirkan Fitri temanku. Dia cewek bandel seperti aku juga.
”Khabar gembira bagi kamu yang mau ikutan, Laras !” ujarnya konyol.
”Eh, sok serius sekali kau ini, Fitri ! Ada khabar berita apa sih !” tanyaku serius.
”Rumahku lagi kosong. Kedua orang tua ku sedang pulang kampung urusan warisan !”
”Sloompreeet ! Itu sih khabar gembira untuk kamu doangan, perek !” cemoohku.
”E . e . eeeh, tunggu dulu ! Bukan itu maksudku, nyong monyong !”
”Lalu maksudmu apa, Fitri ?”
”Kita bawa saja si Dino ke rumah, Ras !” bisiknya kepadaku.
”Tega benar kamu, Fitri. Dino kan masih sekolah. Jangan ganggu dia !”
”Ah, persetan ! Anak itu pernah mencium pipiku sekali, waktu aku buang air besar di W.C. Umum !” ujarnya serius.
”Tidak sengajabarangkali, Fitri ! Jangan mengada-ada kamu !” Sangkalku.
”Tidak sengaja apaan, Dino tidak hanya mencium pipiku, melainkan meremas indo-milkku
!”
”Hi . hi . hi salah siapa, tetek segede paya bangkok . . !” ejekku.
Fitri terus memaksaku agar rencananya terlaksana. ”Kita kerubuti berdua, Laras ! Biar kapok ?!”
Akh, itung-itung teman masuk keneraka. Malam harinya aku datang ke rumah Fitri.
Ternyata Dino berhasil dibujuknya. Namun nampaknya masih ngobrol biasa.
”Berdua dengan siapa kau, Fit ! Kok asyik betul ?” sapaku pura pura.
”Berdua Dino, adik keponakanku ?” kata Fitri mulai tengal.
Lagaknya kaya betulan punya adik kepo nakan. Setelah kupandangi dengan seksama ternyata wajah Dino sangat tampan. Keci-kecil berkumis, banyak bulunya, aku jadi bergairah untuk mengerubutinya.
Tak seberapa lama Dino ingin pulang karena memang hari sudah malam.
Tetapi mana bisa lolos dari cengkeraman kami. Fitri buru buru menyergapnya.
”Kenapa buru-buru pulang, Dino !” tanya Fitri sambil menarik tangan Dino.
”Malu, mbak . . ada mbak Laras ?” bisik Dino pada Fitri.
”Tidak apa-apa, Dino. Mbak Laras baik orangnya, dia biasa main kemari ?” bujuk Fitri,
dan akhirnya Dino kembali duduk, sedang Fitri berbisik kepadaku :
”Kita peras dulu santannya, Laras ? Ba ru kita lepaskan buronan kami ini ?”
”Buronan, Fit ?”
Fitri mengangguk, ”Apalagi namanya ?”
Tentu saja aku mengangguk setuju apa yang dikata Fitri.
”Ya . . ya . . shiiplah ?” ujarku semangat.
oOo
3
D I N O terpaku melihat aku mengunci pintu, sedang Fitri duduk berpelukan menemani nya di sofa.
”Eeeeh . . kok di kunci !” tanya Dino kepadaku.
”Biar . . biar aman Dino !” Namun dalam hatiku biar tidak bisa keluar kau anak manis.
Tiba tiba Fitri menyerang duluan, Dino ditubruknya dengan sangat bernafsu dan kasar.
Aku segera mendekati mereka. Dino dalam keadaan tak berdaya menahan serangan
Fitri yang buas dan kesetanan. Lelaki muda belia seumur tujuh belas itu bagai di rajang oleh Fitri yang pengalaman Sexnya setarap denganku.
”Sabar . . mbak . . . ah . . aduh aku . . aku kok ditelanjangi begini sih !” ujar Dino serak tapi pasrah.
Rupanya lelaki muda yang tampan itu tahu maksud keinginan Fitri.
”Tenang Dino . . tenang sajalah kamu menurut saja, ya sayang, ingin kutelanjangi tubuhmu. Pokoknya nikmattt !” desis Fitri tanpa malu malu.
”Nanti . . dilihat mbak Laras. Malu, ah !” Kembali Dino bersunggut dan mencoba melawan, namun Fitri lebih cepat menarik celana kolor Dino, tapi cukup kerepotan kelihatan nya.
Maka aku berjalan lebih dekat mereka.
Tiba-tiba Fitri yang tengah kerepotan membuka celana kolor Dino itu berteriak minta tolong kepadaku.
”Laras, ayo bantu aku ini goblok . . malah bengong kaya patung . . cepat tarik celana Dino yang tinggal sedikit lagi terlepas!” bentak Fitri kepadaku.
”O . . ya . . !” kutarik celana kolor Dino ke bawah lututnya hingga terlepas.
Fitri tidak tahu kalau aku sesungguhnya tidak sedang bengong, melainkan kepingin, karena dengan sikap Fitri yang serba main paksa begitu memandang nafsu birahiku. Sifat lamaku jadi kambuh. Lagi-lagi berebut lelaki dengan Fitri yang brengsek itu.
Aku tak mau kalah duluan untuk me ngerjai Dino yang nampak segar bugar meng gairahkan sekali itu. Hatiku masih di liputi balas dendam tempo hari pada Fitri yang main serobot lelaki teman kencanku di rumahnya.
Kudorong tubuh Fitri kesamping hingga terlepas dari pergumulan.
”Aks . . sialan, lhu Ras . . main serobot sa ja. Bagianmu belakangan monyet !’ Sumpahnya kepadaku.
Mana aku mau peduli. Kini gantian aku yang berada di atas tubuh Dino. Sedang Dino tak bisa apa-apa, hanya tatapan matanya di liputi ke heranan melihat sikapku dan sikap Fitri.
Namun tidak kurang semangatku untuk menggumuli tubuhnya.
Fitri gantian mencoba untuk menarik tubuhku. Namun aku lebih kuat mencengkram tubuh Dino.
Terjadilah tarik menarik antara aku dan
Fitri.
”Aku duluan, Laras . . . !”
”Jangan Fitri ! Aku duluan saja yang naik ke atas tubuh Dino !” Tolakku.
Dino hanya diam saja sambil memperhati kan kami yang sedang berebut tempat.
”Sebentar saja, laras, asal masuk bebe rapa putaran pasti aku mmencapai puncak kenikmatanku !” rengek Fitri merayuku.
”Pokoknya, tidak boleh, aku tidak mau be kas kamu, Fit !”
Kulihat batang kemaluan Dino semakin tegak ke atas, menantang mangsanya. Fitri menarikku lagi.
Gantian aku yang tersungkur dilantai, lalu kubalas lagi dan dibalas lagi.
Kami tak ada yang mau mengalah. Karena kami sama-sama merebutkan obat awet muda.
Kalau begini caranya akan repot, mengha biskan waktu saja, timbul dalam fikiranku untuk memecahkan masalah ini kepada Fitri yang keras kepala.
”Kalau tidak mau gantian, kita kerjain ba reng saja, Fit ! aku yang bagian bawah dan kau yang bagian atas !” ujarku.
”Baiklah !” jawab Fitri.
Kami sama-sama menyerang tubuh Dino. Fitri jongkok dengan menyodorkan memeknya ke mulut Dino. Sedang aku asyik mengulum batang kemaluan Dino yang bengkak dan keras ujung nya mirip jamur.
Kusedot sedot, kukulum kulum sambil sebelah tanganku meremas remas pantat Fitri yang montok, mengembang mengempis kurang ajar membelakangiku.
Fitri memang juga keranjingan. Belahan memeknya yang gede bulat berlendir itu ditempelkan kemulut dan hidung Dino. Sehingga pernapasan Dino tersumbat dan tersengal sengal oleh daging hangat yang berbulu lebat itu ”Ayo issssaap, anak manniiss. Sedooot . . Sedoott daging yang mencuat merah didepanmu itu, sayang . . ” rintih Fitri smbil mengusap-usap rambut Dino ”Nah begitu, itu namanya itttiill, sayangg . . ayooh isaaap terus, Dinno . . ouuggh
. . nikkkmmmaatnya !” Fitri hanyut dalam kenikmatannya.
Dalam posisi seperti itu sangat mengun tungkan bagiku.
Kusedot-sedot dengan lembut sekali, se hingga menggelepar geleparlah tubuh Dino. Kemudian kedua kakinya mengejang hebat, Dino merintih rintih menahan nikmat yang luar biasa oleh isapan mulutku yang hangat.
”Adddduuh, nikmat sekaliii !” rintih Dino sambil menjilati lobang memek Fitri.
Maka memek Fitri yang menanggung amukan kebuasan mulut dan lidah Dino sebagai pelampiasan gejolak nafsunya akibat serangan mulutku.
”Diiiinnooo. Nafsu amat sih kamu ?” seru Fitri sambil menggelinjang gelinjangkan tubuhnya kesana kemari.
”Terrrruss sayangku, isap terus memekku yang gurih ini . . ?” kembali Fitri mengomentari Dino penuh semangat.
Namun Dino gerakan mulut dan lidahnya tak selincah tadi.
Tiba tiba Dino menjerit dan kedua mata nya melotot.
”Akkkkhhhh, nnniiikmmmat sekaliii, aku tiddddaakk taahhhann, mbbaak, ouugh asyik nyyyaaa ! !” bobollah pertahanan Dino.
Air maninya yang putih dan kental melun cur cepat sekali. Tentu saja kusambut dengan ngangaan mulutku yang lebar.
Crrrrroooottt . . crrrroot . . crorroott ! Auuffh . . gurihnya . . nyam nyam nyam, lezat sekali air mani Dino ini Kutelan semuanya sampai kering. Fitri sengaja tak kusisai. Ooouch
asyiknya seketika tubuhku menjadi segar akibat meneguk air mani Dino.
Ketika cairan jezat itu habis Dino tu buh nya menjadi lemas sedang keadaan Fitri se dang memuncak birahinya. Maka ia jadi ka lang kabut sendirian ”Ayo, Diinoo ? Kenapa berhenti meng hisapmu ?” seru Fitri agak marah, dan kebingung an.
”Aku lemasss, mbak ?” jawab Dino. ”Kenapa tiba-tiba lemas, Din ?” ujar Fitri
sambil menengok ke belakang. Ia melihat mulut
ku yang asyik menikmati sisa sisa air mani Dino yang tertumpah . . . ” Pantas kau lemas, Din. Pejumu sudah keluar, ya ?!”
Senjata makan tuan, kini aku dan Fitri sama sama menahan gejolak nafsu birahi yang belum tersalurkan.
Akhirnya tanpa memikir panjang lagi ku serang tubuh Fitri yang padat dan sexi itu.
Kutarik tubuhnya ke lantai, kemudian de ngan sangat bernafsu kuremas-remas susunya yang gede bulat seperti pepaya bangkok. Oug indah sekali, padat dan berisi, aku bernafsu untuk mengisapnya.
”Akhsss, Larrraass . . ough nikmatnya.” Fitri terus mengerang menahan nikmat.
Buah dadanya semakin mengeras karena nafsu.
Sejak tadi Dino belum sempat menyentuhnya. Kini mulai kuisap isap pentil susunya dan kuremas remas dengan gemas.
”Terrruus. Larrras . . ough nikmat sekali rasanya . .”
Rupanya Fitri tak mau tinggal diam, kedua tangannya ikut menggerayangi buah dadaku yang tak kalah montoknya dengan punyanya. Fitri juga sangat bernafsu meremas remas bulatan susuku, kemudian diselingi dengan pelintiran pelintiran petil susuku yang runcing dan berwarna merah jambu.
Asyik sekali rasanya !
”Ssssss, Fiiit, ouh nikmatnyaa ?!”
Kami berdua sama sama saling meremas payudara. Dan setelah aku merasa puas, pandanganku beralih pada perut Fitri bagian bawah. Gumpalan daging yang menggunduk di selangkangannya yang sudah basah oleh lendir itu segera kuusap-usap dengan mesra. Jembutnya yang tebal subur itu kugerai-geraikan dengan lembut.
Akhh . . ssssh . . oough . . betapa indah nya memek Fitri ini . . ! Tanpa membuang waktu lagi, segera kutundukkan kepalaku agar lebih dekat pada memeknya, lalu kutempelkan bibirku pada bibir kemaluannya yang basah.
”Laras . . ssssh . . oogh . . akhh . . !” rintih Fitri mulai merasakan kenikmatan.
Hidung dan lidahku yang panjang mulai mengendus-endus dan menjilati lorong memek nya yang penuh lendir. Seketika itu juga bi bir memeknya mengembang – menguncup de ngan indahnya. Namun begitu mulutku juga tidak ketinggalan untuk mengecup sekerat da ging merah yang mencuat di atas lobang me meknya.
”Ough . . itttiillkuu . . itilku terrassaaa nikmat sekali kau sedot sedot begitu !”
Fitri mulai meracau tak karuan. Sedang nafsuku semakin menggelora mengerjainya, li dah kutusuk-tusukkan lebih kedalam lagi ke dalam lobang memeknya yang berbau harum dan terasa gurih.
”Ah . . sssh . . Larasssh . . ampuuuun, nikmat sekali rasanya . . kau hebat, sayang, eeegh akhhhss . . enaakkk !”
Rupanya pertahanan Fitri kuat sekali, su dah hampir setengah jam kujilati memeknya masih belum mencapai puncaknya juga !
Akhirnya untuk melampiaskan rasa pe nasaranku, kutusuk tusuk lobang memeknya de ngan jari jariku.
”Nih, rasakan anak bandel ! Jleep . sre seeet . jleeeeep . sreeets !”
”Laarraaaas . . tooobbaaaat . . aakkuuu tidak kuaattt, akhu tidak tahan dengan per mainan jari telunjukmu, sayaang. Ogh . . aku keelllluuaaarr !”
Fitri berteriak sejadi jadinya sambil men jepit jari telunjukku dengan memeknya kuat sekali. Dan seketika itu juga menyemburlah air maninya yang bening dan kental dari lobang memeknya.
”Akkhhs ?!”
Croooot ! Croooott ! croooots !
Jari telunjukku segera kucabut, kemudi an sambil nungging kureguk cairan kental itu dengan lahapnya.
Namun ketika aku sedang asyik asyiknya menikmati air mani Fitri, tiba tiba Dino me nubrukku dari belakang, dan kontolnya yang ngaceng itu langsung di tusuk tusukan ke lo bang memekku dari belakang dengan nafsu. Tentu saja aku senang sekali, karena dapat mengobati liang memekku yang sangat gatal.
Jleep ! Sleep ! Jleesep ! Sreeseeet ! ”Dino, kau pintar amat, sih ! Tanpa aku
suruh, kau sudah tahu kalau memek mbak La ras sedang kegatalan batang kontolmu !”
Dan tanpa banyak membuang tenaga bo bollah benteng pertahananku, karena memang sudah sejak tadi nafsuku sudah membara.
”Niikmmaaaat . . nikmaatt sekali, Dino teruuuss sayaaang . . hantaam yang kuaaaat biar air maniku keluar lebih banyak !”
Creeets ! Creeets ! Crreeeets !
Dino bagaikan mendapatkan kekuatan dari dewa. Semangatnya berkobar kobar me nyetubuhiku dari belakang. Mungkin dia juga senang dengan posisi nungging yang sedang kami lakukan saat ini, karena tak seberapa lama kemudian air mani Dinopun menyembur.
”Akh . . ssssh . . nikmat sekali, mbak. Memekmu enak sekali . . . sssh . . eghh . . wuo . . oough aku keluarrr !” Dino memujiku.
”Terus, sayangku, keluarkan yang banyak aku senang sekali basah oleh air manimu ?”
Hari sudah larut malam aku pulang sendi ri, ditengah jalan aku dihadang oleh lelaki, siapa lagi kalau bukan Boy yang bernafsu akan menga winiku. ”Yuk, Ras ! Nonton film layar tancap ?” ajak Boy.
”Yuk, Boy ?” aku tahu maksudnya paling- paling ia ingin memamerkan kecantikanku.
oOo
4
BOY yang semula kukira alim ternyata sangat buas. Dalam keremangan malam diba wah pohon kecapi, tangannya yang tak mau di am itu mulai melorotkan celana dalam, kemudian menaikkan rok bikiniku ke atas.
Lalu dengan ilmu apa lagi aku tidak per hatikan tau tau lobang memekku yang teramat sempit ini sudah kemasukan kontolnya yang hangat.
”Auih s s s Edddyy, eeeennak !” bisik ku lirih karena kanan kiriku padat oleh pe nonton yang lagi asyik melihat film komedi.
Namun keadaan seperti itu tak mengu rangi semangat Edy untuk memaju mundurkan pantatnya dari arah belakang.
Memang asyik sekali, menonton film, sambil menikmati kehangatan kontol Edy yang menyusup ke lobang memekku.
Namun aku penasaran ! Bagai dendam tak terbalas, kubiar Edy sendiri yang tengah kesetanan menggerayangiku dari belakang.
Walau keadaan yang bagaimanapun aku tetap berdiri tegak membelakangi Edy.
Hanya sesekali aku menjingkitkan pan tatku kalau kurasakan kemaluan Edy yang gede panjang itu merojok terlampau kedalam.
”Eddyyy, aahh sssh !” kerap kali aku merintih.
Persetubuhan seperti yang kami lakukan ini memang asyik kalau dilakukan sambil me nonton layar tancap, orang lain tak menyangka kalau kami sedang asyik bersetubuh. Seolah olah seperti orang yang sedang berpacaran saja.
Karena disamping nikmat yang tiada tara, kami bisa sama sama menikmati film komedi.
Yang sangat lucu, tanpa banyak menge luarkan tenaga aku bisa mudah mencapai pun cak kenikmatan.
Air maniku keluar banyak sekali, tentu saja rasa kenikmatannya berkepanjangan.
Benar benar aku merasakan nikmatnya sorga dunia yang tiada tara.
Edy memang sangat luar biasa orangnya ia sangat jempolan untuk mentrapkan keadaan dan posisi.
Dalam situasi yang menyulitkan begini masih bisa kami lalui dengan kenikmatan.
Tidaklah heran kalau teman temannya pa da menjuluki SI SETAN MEMEK LAYAR TANCAP !
Jam empat pagi tontonan sudah bubar. Sejak tadi aku geram pada Edy ! Awas nanti kalau melewati rumah kosong di dekat sawah itu
! Ancamku . . . . Lumayan, disamping tempatnya sepi, sana sini ditumbuhi pepohonan yang rimbun.
Aku sengaja memperlambat jalan, kupe luk tubuh Edy mesra sekali.
Setelah kurasakan sangat sepi kutarik tubuh Edy memasuki rumah kosong yang tidak dikunci.
Dilantai telah tersedia tikar, mungkin be kas orang lain bersetubuh !
Betul juga, di sana sini berceceran air mani yang masih hangat, seperti baru saja ter jadi pertempuran sengit di sini.
Rupanya Edy si buaya darat itu sudah tahu maksudku. Dia buru buru menanggalkan pakaiannya hingga bugil. Demikian pula dengan aku, tak sehelai benangpun menempel di tubuhku.
”Akh . . gila !” Aku benar-benar terperanjat melihat benda antik yang bergelayutan di antara kedua pangkal pahanya.
Ya, ampuuuun ! Pantas gedenya seperti gada Menak Jingga ! Dan tentu saja aku segera menyambutnya dengan gembira.
Ufhh . . ssssh . . nyaem – nyaem – nya- emm . . duuh nikmatnya rasa daging hangat milik Edy ini. Batang kemaluannya yang gede panjang itu kukulum dengan mesra.
Memang paling lezat sarapan pagi dengan menguyah-nguyah daging alot.
Benda hitam itu kukeluar masukkan ke dalam mulutku.
Kusedot-sedot ujungnya yang berbentuk topi baja . . . Mekar dan mengkilap sangat merangsang sekali.
Dari ujung lobangnya mengalir cairan lendir yang bening. Rasanya gurih, nikmat sekali untuk diresapi.
Benda lunak dan keras itu terus kusedot- sedot, dan akhirnya keluarlah cairan yang lebih kental banyak sekali, mirip santan, rasanya sangat gurih dan lezat !
Aku memang sangat doyan cairan seperti
ini.
”Aufh sssssh, Larrrrras, nikmat sekali,
sayang !!” Edy terpekik menahan nikmat, air maninya menyembur banyak sekali.
Aku jadi ketagihan. Kembali kuurut urut batang kontolnya yang mulai tegang lagi. Se karang mampus lhu . . kubikin habis pejuhmu hari ini ! Demikian ancamku dalam hati.
Setelah batang kontol Edy benar benar telah ngaceng , segera kukeluar masukkan ke dalam mulutku dengan penuh nafsu.
”Ufh . . gurihnya kontolmu, sayang . . egh
. . ufh . . sssh . . !” aku benar benar bernafsu melayani Edy dengan mulutku. Karena memang sudah lama aku tak mengulum kontol.
Di rumah kosong itu Edy aku bikin tidak berdaya, karena aku melayaninya dengan ber sungguh sungguh. Dalam hatiku, rasanya pemba lasanku yang lebih kejam ini !
Begitu, terus berulang ulang, sampai se tetes lendirpun tak mampu keluar dari ujung topi bajanya.
”Toobuaaaat, Laras ! Sssu – sudddaahh jangan diisap lagi kontolku . . akhhh !”
”Kalau begitu kau tak pantas jadi sua miku, Edy. Kau tak bisa memenuhi syarat !”
”Ya – ya, tidak apa apa. Yang penting lepaskan batang konnolku, Laras. Aku benar- benar sudah tidak kuat !” rintihnya
Akupun segera melepaskan kulumanku Ploooopohhhhh !,,,,,,,,,,,,,,,
T A M A T