| Aku sendiri, Danang, 23 tahun, pecinta sepak bola yang sering sekali ikut nonton bareng di kafe-kafe, di rumah teman, atau dimanapun acaranya berlangsung. Selain menyaksikan pertandingannya, melihat banyak wanita cantik mengenakan jersey tentu jadi alasan tersendiri kenapa aku sering datang nobar.
Malam itu, aku hendak menonton pertandingan team kesayanganku di kafe yang terletak tidak jauh dari kosan. Kafe tersebut memang rutin mengadakan nobar untuk team kesayanganku, dan aku jarang sekali absen untuk datang.
Pertandingan berlangsung jam 11 malam, tapi dari pukul 9 malam aku sudah datang. Aku tahu betul bahwa kafe akan ramai sekali menjelang pertandingan, jadi daripada harus berdiri karena tidak kebagian tempat, aku pun datang lebih awal dan duduk di bangku yang masih kosong.
Setelah memesan es teh manis untuk menunggu pertandingan, sesekali aku cek ponselku, menanyakan teman-temanku yang biasanya ikut datang. Dan betul saja, belum lama aku es teh manisku sampai, kafe tersebut sudah cukup ramai pengunjungnya. Aku pun duduk santai dengan cuek tanpa memerhatikan sekitarku.
“Pada kemana nih bocah, tumben gak ada yang nongol…” Gerutuku dalam hati mendapati teman-temanku yang tidak terlihat batang hidungnya dari tadi.
Waktu sudah menunjukan pukul 10:30, tempat ku duduk sudah dikelilingi banyak orang yang berdiri. Untungnya aku masih mendapatkan sudut pandang yang bagus untuk menyaksikan sepak bola.
Aku pun sudah asik menyaksikan review pertandingan sebelum pertandingan berikutnya ditayangkan, tanpa menyadari bahwa disampingku ada seorang wanita cantik yang berdiri, ikut menyaksikan apa yang ku tonton.
Aroma tubuh wanita tersebut yang begitu menggoda dan memikat, membuyarkan konsentrasi dan menyusuri asal wangi tersebut.
Saat kupandangi, wanita muda dengan usia yang kutaksir tidak jauh berbeda dariku ini sungguh sangat memikat hati. Dengan rambut keriting hitam panjang sepunggung, dan jersey team sepakbola kesayanganku dengan ukuran yang cukup menonjolkan lekuk tubuhnya, membuatku tak kuasa untuk mengalihkan pandangan.
Dengan penuh keberanian, aku sapa dirinya yang berdiri tidak sampai 5 sentimeter dari tempatku duduk.
“Mbak, mau duduk gak?” Tanyaku sopan. “Disini masih kosong…” Kataku menunjuk bangku yang ada disebelahku.
“Eh, boleh mas?” Tanyanya.
Aku hanya mengangguk tanda setuju.
Terlihat senyumnya yang mengembang diwajahnya. Aku pun menggeser dudukku untuk memberikannya tempat.
“Makasih ya, Mas. Hampir aja mau pulang karena penuh dan gak dapet tempat duduk…” Ujarnya.
“Iya, sama-sama, mbak.” Jawabku singkat. “Suka sama team ini juga?” Tanyaku sambil menunjuk jersey-nya yang kebetulan sama dengan jersey milikku.
“Iya, wah mas juga ya? Satu team dong kita. Hihihi…” Balasnya dengan tawa kecil yang meluluhkan hatiku.
“Oia, aku Danang…”
“Hesti, mas Danang…”
“Dateng sendirian?”
“Berdua, sama temenku, tapi tadi dia ketemu temen-temennya dan gak liat lagi dia dimana, jadi ya bisa dibilang sendiri sih sekarang hehehe..” Jelasnya panjang lebar.
Obrolan kami pun berlanjut sampai pertandingan berlangsung. Kami menyaksikan pertandingan dengan semangat, selain karena team kami yang unggul, juga karena kami bisa saling bertukar kesenangan saat team kami bisa menjebol gawang lawan.
Pertandingan 2 kali 45 menit pun usai dengan kemenangan atas team kami. Perlahan orang-orang meninggalkan kafe, mulai sepi kembali. Sedangkan aku dan Hesti masih duduk ditempat kami sambil menikmati minuman dan bertukar cerita tentang banyak hal.
Waktu yang sudah menunjukan hampir pukul 2 pagi pun membuat kami terpaksa meninggalkan tempat. Hesti pun memintaku menemaninya sebentar diluar kafe untuk mencari temannya yang tadi bersamanya ketika datang.
“Temanin aku dulu sebentar, mau gak Mas Danang?” Pinta Hesti. “Aku mau nyari temanku dulu nih yang tadi…” Jelasnya.
“Mau kok, santai aja.”
Hesti pun sibuk menghubungi temannya lewat ponsel kecilnya. Terlihat sedikit kepanikan karena temannya yang tidak membalas pesan darinya, ia pun menelpon temannya tersebut.
“Heh, dimana lo?” Ujar Hesti berbicara kepada temannya. “Ah gila, terus gue gimana? Yaudahlah! Iya!” Lanjutnya ketus sambil menutup telepon.
“Eh, kenapa? Kok sewot?” Tanyaku penasaran.
“Temanku…”
“Kenapa temanmu?”
“Cabut duluan, ke tempat pacarnya. Terus aku ditinggal…” Jelasnya berkaca-kaca.
“Oh gitu, yauda kamu aku anter aja. Gak masalah kok…” Tawarku.
“Aku pulangnya ke kosan dia, Mas. Rumah ku jauh. Udah izin nginep juga dikosan dia. Eh dianya malah pergi sama pacarnya…”
“Serius? Yah gimana dong?” Aku pun ikutan panik.
Hesti tidak menjawab apa-apa, ia seperti sedang berusaha mencari teman yang bisa memberikannya tumpangan untuk semalam. Namun hendak dikata apa, waktu sudah semakin pagi. Teman-temannya pasti sudah banyak yang terlelap juga.
Pikiranku pun mulai ngaco, nekat, aku mencoba menawarkan kosanku untuk Hesti.
“Hmm, aku punya ide…” Kataku.
Hesti lalu menghentikan aktivitas dengan ponselnya dan melihat kearahku.
“Apa tuh, Mas?”
“Kamu nginep dikosan aku aja gimana? Maaf, bukan maksud apa-apa, tapi daripada kamu gak jelas mau tidur dimana udah jam segini…” Jelasku.
Hesti seperti memikirkan ideku sejenak.
“Emang gak masalah kalau ada cewek nginep?” Tanyanya.
Pertanyaan Hesti seperti angin segar untukku. Aku menggelengkan kepala.
Hesti kembali memikirkan kembali tawaranku sejenak.
“Yauda deh, Mas. Maaf ya aku ngerepotin, dari tadi pas nonton numpang duduk, sekarang pulang nonton malah numpang nginep…”
Aku pun tertawa mendengar perkataan Hesti.
“Anggap aja jodoh, Hes…” Jawabku santai. Hesti pun tampak tersipu.
Kami berdua pun jalan ke kosanku yang letaknya hanya 5 menit berjalan dari kafe tersebut.
Kosanku ini memang untuk cowok-cewek, dan tidak ada larangan apapun selain tidak boleh berisik bila sudah lewat dari tengah malam. Pintu pagar yang tidak pernah dikunci, membuat penghuninya bisa bebas keluar masuk mengajak pasangannya menginap.
Kamar kosanku yang tidak terlalu besar, namun cukup rapih dan sepertinya muat untuk kami berdua. Sesampainya disana, Hesti langsung duduk dibangku belajar disamping jendela kamar.
“Lumayan juga kosan kamu, mas. Rapih…” Puji Hesti.
“Heheh, iya dong.” Balasku.
“Sering ajak cewek kesini ya, mas?” Tanya Hesti.
“Enggak tuh, gak punya pacar dan gak punya banyak temen cewek juga. Jadi baru kamu deh cewek yang masuk ke kamar aku…”
“Masa sih?” Tanya Hesti penasaran.
Aku mengangguk. Setelah itu kami bergantian menggunakan kamar mandi untuk membersihkan diri. Untungnya Hesti membawa tas berisi pakaian gantinya, sehingga ia bisa berganti baju tidur setelah membersihkan diri.
Selesai itu, kami pun melanjutkan obrolan kami sambil duduk berdua di pinggir kasurku yang cukup besar. Kini Hesti bisa kuperhatikan dengan jelas karena di kafe tadi cahayanya cukup remang dan wajahnya tidak terlihat dengan jelas.
Hidung mancung, mata coklat besar dan kulit kuning langsat yang begitu cantik dan menarik hati. Belum lagi tubuhnya yang mungil dengan payudara sedang, bulat, yang mencuat dari balik bajunya. Begitu jelas terlihat karena pakaiannya pun terbilang cukup ketat diarea dada.
Beberapa kali aku mencuri pandang memerhatikan payudaranya tersebut. Sudah hampir dua minggu aku tidak tersentuh wanita setelah TTM-anku memiliki pacar dan tidak mau bertemu denganku lagi. Aku hanya bisa menelan ludah membayangkan betapa nikmatnya bisa menjamah payudara dan tubuh Hesti tersebut. Batang kemaluanku sudah sedikit berdiri tanda akan nafsuku yang mulai naik.
“Daritadi diliatin terus, mau ya?” Tanya Hesti yang memecah fokusku.
Aku pun salah tingkah dengan berdalih ini itu. “Ngeliatin apa? Ah enggak ah…”
“Kalau enggak, terus kenapa itunya berdiri?” Tunjuk Hesti ke arah selangkanganku.
Aku pun semakin salah tingkah dan tidak tahu harus merespon apa.
Tanpa persetujuan dan persiapan, mendadak Hesti meletakan tangannya dibalik celanaku dan meremasnya pelan.
“Seru juga sih Mas, itung-itung buat ngerayain kemenangan team kita, sama terima kasih aku karena sudah diberi izin menginap semalam…” Kata Hesti nakal.
Secepat kilat, Hesti membuka celanaku dan mengeluarkan batang kemaluanku yang sudah semakin berdiri tegak karena remasannya. Hesti lantas pindah berjongkok dihadapanku dengan tangannya yang masih gemas meremas kemaluanku.
Aku kaget namun menikmati apa yang Hesti lakukan. Tatapan matanya kini berubah sangat nakal dan liar, seperti wanita yang haus akan penis dan sperma.
Dengan satu jurus, Hesti memasukan batang kemaluanku ke dalam mulutnya. Aku pun sedikit mengerang saat lidahnya memainkan batang kemaluanku, dan hisapan mulutnya yang menarik kepala penisku dengan kencang. Begitu nikmatnya.
“Ahhhh, Hesss…”
Hesti pun mendorong tubuhku agar berbaring di ranjang sementara penisku tak lepas dari mulutnya. Aku pun membuka baju ku, lalu meremas rambut Hesti yang halus dan harum tersebut. Ku genggam seluruh rambutnya agar tidak menghalangi pandanganku menyaksikan wanita cantik yang baru saja ku kenal sedang asyik menikmati penisku.
“Uhhh, iya Hes, nikmat Hess…” Desisku pelan.
Puas menikmati penisku, Hesti pun bangkit dan menindih tubuhku. Lalu menciumi bibirku dengan nafsu. Aku pun tidak tinggal diam, ku gerakan tubuhku sambil menarik tubuh Hesti agar tubuhnya ada dibawahku. Kini aku yang menindih Hesti.
Ku jilati lehernya yang jenjang sambil kuraba payudaranya dari balik kaosnya tersebut. Hesti menggelinjang dan menutup matanya, tanda ia begitu menikmati permainanku.
Tanganku pun menjalar ke dalam pakaian Hesti. Berusaha menyibakkan kaos, dan membuka bra yang menutupi payudaranya yang mulus. Hesti mengangkat sedikit tubuhnya agar tanganku semakin mudah untuk membuka pengait bra yang ada dipunggungnya. Sekali tarik, terpampanglah dengan jelas pemandangan payudara bulat putih dengan puting pink kecoklatan yang sungguh indah.
Rakus, ku hisap tanpa ampun puting payudara sebelah kiri milik Hesti, sementara tanganku sibuk meremas payudara kanannya. Hesti semakin menggelinjang. Pinggulnya sesekali dinaikan agar bisa bersentuhan dengan penisku yang masih tegang.
Setelah menghisap payudaranya, ku ciumi perut Hesti yang ramping. Sesekali ku mainkan lidahku di sekitar perutnya sambil tanganku berusaha menurunkan celananya. Begitu rambut kemaluannya yang halus terasa di dadaku yang sedang menindihnya, segera kuturunkan ciumanku ke arahnya. Ku buka bibir vaginanya dengan ke dua jariku, ku mainkan klitorisnya dengan lidahku. Terlihat merah merekah dan sedikit membesar. Vaginanya pun mengeluarkan aroma khas vagina yang membuatku semakin bersemangat untuk menyantapnya.
Ku julurkan lidahku ke dalam vaginanya dengan kedua tanganku yang kembali meremas payudara Hesti. Hesti meronta saat ku alihkan tanganku dan memasukan jari telunjukku ke dalam vaginanya.
“AAAAAAH MAS DANANGGGGG….”
Rontaan Hesti justru membuatku semakin bernafsu. Dengan liarnya ku nikmati setiap senti dari vaginanya.
“MAS AKU KELUAR MASSSSS…” Erang Hesti hebat sambil menarik rambutku.
Ku tingkatkan lagi jilatanku dengan menyerang klitorisnya dan memasukan kedua jariku.
“AAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHAHHHHH….” crot crot. Keluar cairan putih bening yang cukup kental dari dalam vagina Hesti. Segera kuhisap dan kujilat habis cairan tersebut.
Hesti tampak terengah-engah setelah mendapatkan kenikmatan dariku. Tubuhnya terlihat basah bercucuran keringat.
Aku pun kembali naik ke atas tubuh Hesti lalu berbaring disampingnya sambil meremas payudara dan menjilati lehernya.
“Enak gak, sayang?” Tanyaku berbisik ditelinga Hesti.
Hesti hanya menganggguk dengan mata terpejam dan mulut yang terbuka. Sepertinya ia masih berusaha menenangkan pikirannya setelah hantaman kenikmatan yang ia alami barusan.
Aku pun bangkit dari kasur dan mencari kondom yang ku simpan di laci meja belajarku. Untuk urusan yang satu ini, aku selalu mengutamakan keamanan, apalagi saat mendengar kabar salah satu temanku yang terkena penyakit kelamin karena tidak pernah mau menggunakan kondom. Puas dan tetap aman harus selalu yang pertama. Begitu prinsipku.
Aku ambil kondom berbungkus silver dengan kotak berwarna hitam.
“Masih ada satu, cukup lah nih buat semaleman sampe lemes…” Batinku dalam hati.
Hesti rupanya sudah memerhatikan apa yang ku lakukan sambil tersenyum. Begitu ku melihatnya, ia langsung memberikan isyarat untuk mendekat.
“Wah, anak baik ya sampe siap sedia kondom…” Puji Hesti sambil menarik tubuhku dan menciumi leherku.
“Gapapakan pake ini?” Tanyaku polos sambil membuka bungkus kondom tersebut.
“Bocor gak? Tipis banget…” Tanya Hesti balik.
“Tenang aja, aman dan kamu bakalan tetep puas pokoknya” jawabku sambil tetap menggunakan kondom tersebut ke penisku.
Ku dorong tubuh Hesti, ku buka kakinya dan ku tindih tubuh indahnya.
“Hmm…OK! Ayo mas…” Ujar Hesti nakal.
Aku pun menciumi leher dan payudara Hesti. Tangannya dengan cepat meraih penisku dan mengarahkannya ke lubang kenikmatannya.
Hesti tampak membuka mulutnya lebar saat penisku perlahan memasuki vaginanya yang hangat. Terasa begitu nikmat setiap kedutan vaginanya yang terasa di penisku.
“Uhhmmm, genjot mas, yang kuat uhhh…”
Aku pun menaikan tubuhku dengan kedua tangan yang bersandar di payudara Hesti sambil meremasnya. Perlahan ku genjot penisku keluar masuk vaginanya. Wajah Hesti terlihat puas dengan penisku yang besar dan kuat.
Ku percepat irama genjotanku seiring dengan desisan Hesti yang semakin kencang. Rintihannya membuatku semakin bernafsu menggenjotnya tanpa ampun.
“Ahh.. ahh mass danangg… ahhh mas enak masss… dorong terus yang kuat.. ahh terus masss…” Ronta Hesti memintaku untuk memuaskannya.
Aku pun menarik tubuh Hesti dan memintanya untuk menungging, gaya doggy style kesukaanku semoga bisa membuat Hesti kembali mencapai puncaknya.
Setelah posisinya tepat, ku arahkan kembali penisku ke lubang vagina Hesti yang sudah terbuka, merekah dan basah. Ku gesek-gesekkan penisku yang membuat Hesti menggelinjang tidak karuan. Kepalanya mengadah ke atas, rambutnya kusut berantakan seakan ia tidak lagi menghiraukan hal tersebut.
Ku tancapkan penisku yang keras dengan kencang dan cepat, ku genjot vagina Hesti sekali lagi.
Sesekali ku tampar pantatnya yang sintal, yang bergerak seiring genjotan penisku. Hesti menyukainya, apalagi saat tanganku berusaha meraih payudaranya sambil terus menggenjotnya.
“Ahh iya mas gitu, enak, yang kuat, lagi mas.. ahh masss aku mau ahhh keluar massssss….”
Betul saja, jurus andalanku ini selalu bisa membuat wanita tidak kuat berlama-lama menahan kenikmatan dariku. Ku percepat genjotanku, ku fokuskan kenikmatan yang sedang meradang di penisku ini agar aku bisa keluar berbarengan dengan Hesti.
“AHHH MAS DANANGG AKU KELUAR MAASSSSSSSS….” Erang Hesti kencang diiringi kedutan hebat di dalam vaginanya. Terasa semburan cairan hangat dari dalam vagina Hesti. Sayangnya, aku belum ingin keluar. Maka ku genjot terus vagina Hesti yang semakin licin dan nikmat itu.
“Tahan sayang, aku sebentar lagiii…” Pintaku.
Setiap senti penisku yang merajang masuk ke dalam vagina Hesti, membuatnya semakin lemas tak berdaya menahan nikmat yang ku berikan.
Karena penisku yang masih saja kuat, aku pun menarik tubuh Hesti. Dengan sekali gerakan, ku ubah posisi agar Hesti ada diatas ku. Posisi WOT ini adalah posisi lain yang kusuka. Selain tidak perlu banyak bekerja, aku bisa dengan leluasa menyaksikan wajah dan tubuh Hesti yang sedang menikmati penisku.
Hesti dengan posisi berjongkok diatas pangkal pahaku pun menggenggam penisku dan mengarahkannya lagi lubang kenikmatannya.
Blessssss.
Satu hentakan kecil membuat penisku ambles, masuk seluruhnya sampai ke ujung vagina Hesti. Terasa kedutan yang begitu kencang, membuat penisku terasa ngilu.
Hesti menggerakan pinggulnya naik turun, dengan tangannya yang bertumpu di dadaku. Kedua tanganku sibuk meremas bokong Hesti yang bergerak seirama genjotannya. Sesekali ku tepuk dengan kencang, dan sesekali ku pindahkan kedua tanganku ke payudaranya yang bergoyang indahnya.
“Uhhhh, massssssss, kamu kuat banget sih masssss?” Rintih Hesti sambil memperkuat cengkramannya ke dadaku.
“Terus, Hessss, terussss….” Balasku.
Hesti menghentikan genjotannya, lalu menggerakan pinggulnya ke kanan dan ke kiri, membuat penisku terasa semakin terjepit didalam lubang kewanitaannya.
Melihat diriku yang semakin menikmati hal tersebut, Hesti segera menggenjot lagi penisku.
“Ayooo, masss. Aku mau keluar lagi massss….” Desis Hesti.
“Gila,” Batinku dalam hati, “Aku keluar sekali juga belum, ia sudah mau keluar lagi…”
Hesti mempercepat genjotannya, vaginanya terasa semakin kencang menghisap penisku yang ada di dalamnya. Kali ini penisku semakin tidak kuat menahan gejolak semburan klimaks yang akan keluar.
“Ahhh, aku mau keluar, Hesti sayanggg…” Teriakku pelan.
“Ayo mas terusss, ahhh…” Pinta Hesti.
Tidak lama, Hesti mencabut penisku dari dalam vaginanya. Ia langsung duduk menghadapku, membuka kondomku dan memasukan penisku ke dalam mulutnya. Aku mengerti sekali apa yang diinginkan Hesti.
“ARGGGH KELUAR HESSSSS….” Erangku sambil menarik tubuh Hesti agar penisku semakin dalam masuk ke mulutnya. Dan crot crot crot crot… keluarlah semua sperma yang sudah tertahankan dua minggu ini di dalam kerongkongan Hesti.
Setelah penisku sudah mulai melemas, Hesti pun menyapu batangku dengan lidahnya untuk membersihkan. Spermaku sepertinya habis ia telan.
Dengan telaten ia membersihkan penisku sampai tidak ada sisa sperma yang tersisa lagi. Aku hanya mengusap rambut dan dahinya saat ia melakukan ritual tersebut.
“Makasih ya, Hes…” Ucapku sambil menjatuhkan diri disampingnya.
“Hehe iya Mas sama-sama.” Balasnya sambil merangkulku, ia merebahkan kepalanya di dadaku. “Baru pertama kali aku main sama cowok yang aksinya bisa lebih lama, gaya apapun juga OK. Aku puas banget mas!”
Aku hanya tertawa kecil sambil mencium keningnya. Waktu sudah menunjukan pukul 4:30 pagi. Kami pun tertidur pulas berdua.- ,,,,,,,,,,,,,,,,,,