DENGAN NGENTOT HUTANG JADI LUNAS dan KUNIKMATI SEKS DENGAN TANTE HESTI

Author:

Cerita Mesum Dewasacerita seks panas ini adalah cerita dewasa ku… cerita mesum ini adalah Pengalamanku yang terjadi pada tahun 1996 akhir, ketika aku sedang memulai usahaku di kota S, Aku baru saja menyelesaikan urusan pinjaman modalku pada sebuah bank swasta di kota ini. Pada masa itu belum ada tanda-tanda yang mengisyaratkan munculnya bencana ekonomi seperti belakangan ini, sehingga semua urusan banking terasa smooth saja.  Banker yang mengurusi pinjamanku ialah seorang mantan kawan SMA-ku dulu. Sebut saja namanya Nana. Ia baru beberapa bulan bekerja di bank tersebut setelah menyelesaikan studinya di Amerika. Semasa SMA, Nana ialah seorang yang menurutku termasuk golongan nerd. Berkaca mata, duduk di barisan depan, rajin bertanya, dan catatannya selalu laris difotokopi ketika menjelang musim ujian. Sedangkan aku sendiri termasuk golongan urakan, yang selalu mendapat nilai pas-pasan, kecuali untuk pelajaran olah raga. Harus kuakui, Nana tidak banyak berubah. Ia tetap saja nampak kuper dibalik kaca mata minus 3 itu. Untung saja pakaian kerja yang dikenakannya membuatnya nampak lebih ‘terbuka’. Aku ingat, ketika itu ia mengenakan blazer warna biru pastel, dan kemeja kuning muda.

Ia juga mengenakan rok mini berwarna biru tua, dan sepatu berhak tinggi, sehingga tingginya yang hanya sekitar 165-an itu terlihat hampir menyamai tinggi badanku.  Setelah usai menandatangani tumpukan kontrak dan perjanjian, aku memutuskan untuk mengajaknya makan siang, bukan lagi sebagai kreditor, tapi sebagai seorang kawan lama. Nana setuju saja, mengingat bahwa pinjamanku waktu itu membuatnya memenuhi target bulanannya.  Kami meluncur menuju sebuah hotel yang cukup terkenal di kota S, karena satu gedung dengan pusat perbelanjaan TP3. Kami menghabiskan waktu cukup lama untuk memesan menu ala carte, karena harga menu buffet tentunya tidak terlalu ekonomis. Selama makan, Nana tampak diam saja, seperti biasanya. Aku mencoba mengamati wajahnya yang manis itu. Kulihat alisnya yang tipis, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis, dan lehernya.

Leher yang sangat indah, jenjang dan halus. Ketika aku melihat agak ke bawah lagi, kulihat kancing kemejanya yang paling atas tidak dikancingkan sehingga aku dapat berimajinasi bagaimana bentuk bagian tubuhnya yang berada di balik kemeja itu. Selagi asyik-asyiknya menikmati keindahan itu, rupanya Nana mengamatiku dari tadi. Ia menyunggingkan senyum, mengambil serbet, mengelap bibirnya, dan berkata, “Jen, kamu masih seperti yang aku dengar dulu?”. “Hmm.., Tergantung apa yang kamu pernah dengar dulu”, Jawabku agak kikuk. “Pacaran dengan sesama jenis”, Jawabnya lugas. Membuat mataku sedikit terbelalak kaget dan menatap matanya yang bundar lucu itu. “Yah.., Kalau gosip yang kamu dengar cukup lengkap, seharusnya kamu nggak perlu nanya ‘kan?”, Jawabku mencoba diplomatis. “Cukup lengkap untuk bisa blackmail kamu”, Katanya. “Haha, just kidding!”, ujarnya lagi agar aku tidak tersinggung. Aku hanya tersenyum saja dan pura-pura berkonsentrasi pada makan siangku. “Bersyukurlah kamu bisa hidup normal”, Kataku mencoba bergaya bijak. “Hihihi.., Udahlah Jen, kreditnya udah di-approved ‘kan?”, katanya lagi”, Nggak ada yang perlu ditakutin.., kecuali kalau bayarnya nunggak!”, Candanya. Kami terdiam untuk beberapa saat, tapi kemudian aku merasakan sesuatu di betisku. Meja makan kami tergolong kecil, hingga posisi duduk kami cukup dekat, dan kaki kami bisa bersentuhan.

Baca Juga Cerita Seks Panas : TUMBAL PENGASIHAN GENDERUWO

namun kali ini sentuhan itu seperti bukannya tak sengaja.
Aku merasakan sentuhan jari kakinya mengusap betisku pelan-pelan, merambat naik
ke lututku, bergerak menyusup masuk ke rok miniku, dan bergerak mengusap-usap
paha kiriku bagian dalam.  Aku menatap
matanya dalam-dalam sambil tidak tahu apa yang harus aku lakukan, tapi dia
balik memandang wajahku, tersenyum, dilepaskannya gagang sendoknya, lalu
tangannya menyentuh lehernya sendiri dengan ujung jari tengah. Seperti orang
tolol, pandanganku mengikuti kemana larinya jari-jari lentik itu. Jemarinya
bergerak pelan-pelan ke bawah, menyusuri lehernya, turun terus, lalu berhenti
ketika tersangkut di kancing kemeja kuningnya. Pada saat itu juga jari kakinya
yang

sejak tadi diam di antara kedua pahaku disodokannya ke depan, menyenggol
kewanitaanku, memang tidak tepat pada bibirnya, namun cukup memberiku sengatan
birahi yang mendadak. “Hkk..”, Aku merintih tertahan, memejamkan mataku untuk
mengontrol perasaanku. Ketika mataku terbuka, nampak Nana tersenyum padaku,
menunjukkan sebaris gigi yang bersih dan indah. Senyuman itu membuatku makin
kikuk. Meskipun masa laluku kulewatkan dengan ‘bebas’, namun penampilan Nana
yang anggun membuatku tidak mikir macam-macam padanya.., tapi setelah apa yang
dilakukannya ini.., aku tidak tahu lagi. Akhirnya, setelah membisu cukup lama,
aku melambaikan tangan pada waiter, dan membayar makan siang.

“Jenn”, Katanya sambil meletakkan tangannya di bahuku. “Aku
punya membership di hotel ini, dan aku rasa aku perlu istirahat sedikit. Kamu
mau menemaniku kan?”, Tanyanya dengan kalimat yang lugu namun sudah dapat
ditebak artinya. Mengingat hubungan bisnisku dengan banknya, aku memutuskan
untuk menurut. Sebagai wanita, agak sulit bagiku untuk bercumbu rayu begitu
saja dengan orang yang cukup asing. Hal itulah yang membuatku bengong saja
meskipun kini aku sudah duduk di sofa dalam kamar executive hotel, sementara
Nana berdiri di hadapanku dan melepas blazernya dengan gaya yang dibuat-buat
agar merangsang. Melihatku tidak berespon, Nana melanjutkan permainannya, ia
melepaskan satu persatu kancing kemejanya, lalu menyingkapkan kemejanya sehingga
bahu kanannya yang halus dan putih bersih itu terlihat olehku.  Tali bra berwarna putih berenda tampak
menghiasi bahu yang indah itu. Aku cukup mengagumi keindahan tubuhnya, namun
aku masih segan untuk bereaksi, aku malu karena Nana pernah menjadi orang yang
cukup aku hormati. Dilemparkannya kemejanya ke atas ranjang, menyusul bra dan
celana dalamnya. Aku hanya diam menatap tubuhnya yang kini hanya terbalut rok
mini biru tua itu. Payudaranya nampak indah sekali bentuknya, bulat, tidak
terlalu besar namun kencang, putih bersih, dan putingnya kecil sekali berwarna
coklat muda. Ia melangkahkan kakinya mendekati tempatku duduk. “Jenn”,
bisiknya, “Aku mendengar semua gosip tentang kamu. Tentang

anak-anak basket
yang lesbi, dan tentang apa yang kamu lakukan dengan guru geografi di
perpustakaan waktu itu. In fact, hampir semua orang membicarakannya, namun
nggak ada yang berani terang-terangan menuduh”, Sambungnya lagi.  Aku tetap diam, menundukkan kepalaku dengan
rasa tidak enak. “Aku iri dengan Reni dan Evelin yang bisa setiap saat mandi
bersama kamu, tidur bareng di rumah kost, melihat kamu dengan kaos basah di
ruang ganti..”,

bisiknya lagi, seolah menelanjangi masa laluku yang hendak
aku lupakan. Aku tetap tertunduk ketika tiba-tiba Nana meraih kepalaku dan mendongakkannya.
Karena posisiku duduk dan dia berdiri, maka mataku langsung berhadapan dengan
sepasang payudaranya yang indah itu, dengan puting-puting yang masih flat,
menunggu untuk dibangunkan. Aku tetap terdiam, meski jari-jari Nana menyusupi
rambutku yang lurus dan pendek, mengusap pipi dan rahangku, mengelus tengkukku
lalu aku mendengar suaranya lagi. “Jenn, please..”, Katanya, aku melirik ke
atas, menatap matanya. Kaca matanya tak mampu menyembunyikan sorot memelas dari
kedua mata bulatnya.  Tanganku memeluk
pinggulnya menariknya mendekat. Aku segera mendaratkan bibirku tepat pada
puting susu kanannya, menghisap, melingkarinya dengan lidahku, terus-menerus.
Aku merasakan cengkeramannya pada kepalaku menguat, aku mendengar desahan
nafasnya kian tak teratur, Aku melirik ke wajahnya, aku melihat alisnya
menyatu, matanya terpejam, mulutnya ternganga mengeluarkan desahan nafas tak
beraturan. Aku ikut kehilangan kontrol, wajahnya begitu membangkitkan hasratku,
aku segera memindahkan mulutku ke puting susu kirinya, meremas payudaranya
sambil mengulum putingnya, ekspresi wajahnya menunjukkan perasaan kegelian yang
amat sangat, tubuhnya menggeliat-geliat kecil, kakinya tampak goyah, tak lama
kemudian ia jadi lunglai seperti selembar handuk, rebah di atas karpet tebal
kamar itu. Cukup lama aku memainkan kedua payudaranya dengan mulut dan tanganku
sementara tangannya sendiri telah masuk ke balik rok mininya. 

Tiba-tiba ia mendorongku hingga kini aku berada di bawah
tubuhnya. Wajahnya nampak begitu dekat dengan wajahku, ia mendaratkan ciumannya
di bibirku, menghisapnya kuat-kuat, sambil tangannya

membuka kancing-kancing
blazer dan kemejaku. Aku tidak mengerti kenapa aku hanya diam, namun kini aku
merasakan tangannya telah menerobos bra Marks & Spencer-ku. Dilepaskannya
bibirnya dari bibirku, ia menjilati dan menciumi seluruh rahang dan leherku,
memberiku rasa hangat yang nikmat. Ditariknya braku ke atas hingga ia dapat
melihat payudaraku. Ia tampak begitu bernafsu memandanginya diremas-remasnya
kedua payudaraku dengan gemas sampai terasa agak sakit. Tiba-tiba mulutnya
menyerbu puting susuku yang kiri, melumatnya, menghisap, dan menjilatinya.
Rangsangan yang tiba-tiba membuatku terpejam dan meringis menahan rasa geli
yang tiba-tiba menyerbu. Aku mendongakkan kepalaku ke atas, aku merasakan
gerakan lidahnya semakin menjadi-jadi. Kedua puting susuku dijilati dan
dihisapnya bergantian, rasanya geli sekali, tanganku mencoba mencengkeram
pinggangnya, namun rasa geli pada puting-putingku terasa membuatku lemas dan
aku merasakan sesuatu telah meleleh keluar dari kewanitaanku.  Ditariknya celana dalamku hingga lepas,
disingkapkannya rok miniku ke atas, kakiku dikangkangkannya, lalu ia
menempelkan kewanitaannya pada kewanitaanku, digosoknya naik turun, aku
merasakan hangat dan nikmat yang tak tertahankan, aku merintih dan mengerang
keras-keras tak peduli siapa yang akan mendengar. Aku terbaring telentang di
atas karpet cokelat muda itu, aku melihatnya seperti menduduki selangkanganku,
membuat kewanitaan kami saling bergesekan, tangannya berpegangan pada
payudaraku, ibu jari dan telunjukknya memilin-milin keras puting susuku.

Ia menggeliat-geliat sambil menaik-turunkan badannya,
mendongakkan kepalanya ke atas, hingga aku dapat melihat keindahan rahangnya
yang luar biasa. Aku sendiri menggeliat-geliat mencoba menahan gempuran rasa
geli dan nikmat yang mengalir membanjiri tubuhku lewat payudara dan
kewanitaanku. “Aduhh, Nanaa.., ohh..”, Aku seolah mendengar sendiri eranganku
yang tak beraturan. “Uhh.., Jennii.., nikmat sekalii”, Ia merintih-rintih tak
karuan, nafasnya makin memburu, gesekan kewanitaan kami semakin terasa hangat
dan lembap, pelintiran dan remasannya membuat payudaraku serasa pegal meskipun
kegelian. Aku terengah-engah kegelian, punggungku terangkat dari karpet,
melengkung seperti busur panah. Kenikmatan yang kudapatkan serasa merajam
tubuhku, putingku terasa pegal dan geli karena diplintir-plintir

dari tadi,
sementara kewanitaanku terasa berdenyut-denyut, rintihanku semakin tak karuan,
birahiku kian memuncak. Hingga akhirnya aku merasakan desakan dari dalam
tubuhku menuju kewanitaanku, tubuhku terasa kejang dan kaku, aku berusaha
menahan meski sia-sia, kewanitaanku terasa tak mampu membendungnya, hingga
akhirnya hentakan orgasme menghantam tubuhku. Aku menjerit keras-keras,
mencengkeram pinggang Nana, di tengah serbuan kenikmatan itu, aku sempat
melihat badan Nana juga mengejang, gerakannya berhenti, namun aku tak dapat
mengingatknya lagi, karena aku langsung mencapai puncak. Cairan kami saling
bercampur diantara kewanitaan kami, Nana roboh dan terbaring disampingku,
sementara aku sendiri merasa kehilangan seperempat kesadaranku karena orgasme
yang lumayan dahsyat itu. 

Kami tergeletak berdampingan, dengan tubuh basah oleh
keringat, kaki terasa pegal, dan nafas terengah-engah, serta mata terkatup
rapat. Aku melirik tubuh Nana yang telanjang di sampingku, tengah memejamkan
mata dan terkulai lemah. Aku sendiri tak kalah lelahnya, tubuhku masih dibalut
business suit, namun sudah tersingkap di mana-mana, hingga payudaraku bisa merasakan
dinginnya hawa AC ruangan, namun kenikmatan orgasme tadi segera mengantarku ke
alam bawah sadar, semua gelap lagi.. Hanya kenikmatan dan kehangatan yang
kurasakan mengalir dalam darahku.

KUNIKMATI SEKS DENGAN tante HESTI

Aku semakin terobsesi untuk mencari sasaran tante kesepian
lain untuk memuaskan libidoku yang tinggi, Kali ini sasaranku juga istri
tetanggaku yaitu Hesti. Hesti seorang ibu satu anak berusia 3 tahun. Usianya
kutaksir baru sekitar 28 tahunan. 
Perawakan Hesti cukup mungil dengan tinggi hanya 150 an cm dengan rambut
ikal sepunggung. Namun ada aset milik Hesti yang sering membuatku menelan ludah
jika melihatnya.  Dengan tubuh semampai,
Hesti memiliki ukuran payudara yang cukup besar dengan bentuk bulat sempurna.
Hal ini terlihat jelas karena ia sering mengenakan kaus ketat di lingkungan
rumahnya. Dan ia pun memiliki bentuk bokong yang sama bulatnya. Intinya, Hesti
memiliki body yang cukup aduhai. Tampaknya ia cukup pandai merawat diri.
Sungguh beruntung lelaki yang

mampu meyetubuhinya.Di lingkungan tempat tinggal
kami, Hesti dan suaminya masih menumpang di rumah kedua orang tuanya. Hesti dan
suaminya sama-sama bekerja. Menurut informasi yang aku dapatkan dari istriku,
Hesti bekerja sebagai staf administrasi di suatu perusahaan di Kelapa
Gading.  Sedangkan pekerjaan suaminya,
aku tidak tahu. Lagi pula ngapain aku cari informasi tentang suaminya? Hehehe.
Hesti memiliki dua orang adik perempuan yang tidak kalah cantiknya.

Kiki yang berusia 22 tahun dan baru saja lulus kuliah dan Maya yang baru berusia 17 tahun, masih duduk di kelas 3 SMU. Dengan kedua adiknya ini aku pun nantinya memiliki kisah tersendiri yang akan aku ceritakan di bagian yang terpisah. Hubunganku dengan Hesti memang tidak terlalu dekat, namun kami sering saling menyapa apabila berpapasan di jalan. Dan anaknya pun sering bermain dengan anakku. Ia type wanita yang ramah dan supel. Untuk berangkat bekerja Hesti menggunakan sepeda motor matic nya. Ia berangkat sendirian. Tampaknya tempat kerjanya dan suaminya, berbeda arah, sehingga mereka menggunakan sepeda motor masing-masing. Dan ini menyulitkan ku untuk melakukan pendekatan padanya. Tak bisa kulakukan lagi cara pendekatan yang sama dengan Nanik yaitu beralasan berangkat bareng-bareng. Aku harus putar otak untuk bisa medekatinya. Namun yang namanya rejeki kadang datang tiba-tiba. Pagi itu aku sedang memanaskan mesin motorku dan bersiap untuk berangkat kerja. Ketika itu kulihat Hesti berjalan kaki ke ujung gang untuk berangkat kerja. Koq, tumben gak bawa motor? Gumanku dalam hati.  Karena hari itu hari Jumat, kulihat penampilan Hesti cukup kasual. Dengan setelan celana jeans warna hitam dan blouse batik sebagai atasan, tidak mampu menyembunyikan bentuk tubuhnya yang aduhai. Bentuk dadanya yang membusung kedepan dan bokongnya yang melenggak-lenggok kekanan ke kiri dengan indahnya.Bergegas ku ambil helm serta jaket dan buru-buru pamit pada istriku untuk berangkat kerja. Kuikuti Hesti dari kejauhan. Dan begitu sampai di ujung gang segera kuhampiri dia.“Lho koq ga bawa

motor mbak Hesti? Mau kerja ya?”“Iya mas, kebetulan motorku lagi di pinjem adik untuk interview. ”“ Oh begitu…..”“ Mbak Hesti kerja di Kelapa Gading khan, Kebetulan aku lagi ada urusan ke Sunter dan lewat kelapa gading. Bareng aja yuk.”

Baca Juga Cerita sex ABG : DEWASA PERSELINGKUHAN DITA

 AjakkuSebenarnya
alasanku ke Sunter hanya akal-akalan ku saja agar aku bisa ada alasan
mendekatinya, kalo aku bilang mau ke Kelapa Gading, nanti terbaca donk niatku
sesungguhnya. HeheheHesti tampak ragu dengan ajakanku“Gak usah deh mas, aku
naik angkot saja, lagi pula saya gak bawa helm.”“Udah gak apa apa Mbak, kalo
pagi gini khan polisi belum ada. Masih pada tidur’” candaku.Akhirnya ia luluh
dengan ajakanku dan segera naik ke atas motorku.Motor ku berjenis motor sport
sehingga posisi duduk pembonceng agak menunduk dan tentu saja ini memberikan
manfaat tambahan bagiku. Untuk mengantisipasi hal tersebut Hesti menempatkan
tasnya diantara posisi dudukku dengan duduknya. 
Namun tetap saja sesekali, tonjolan payudara nya menyentuh punggungku.
Kulajukan sepeda motorku dengan santai agar aku punya waktu yang cukup lama
untuk ngobrol dengannya. Obrolan kami ringan-ringan saja seputar pekerjaan dan
kantornya.Tak lama kami pun tiba di kantornya yang berupa komplek ruko yang
terletak tidak jauh dari Mall Kelapa Gading.Setelah Hesti turun dari motorku,
ia pun mengucapkan terima kasih“Terima kasih Mas Ardi atas tumpangannya.”“Iya
sama-sama Hes.”Karena sudah mulai akrab, aku pun tidak lagi memanggilnya Mbak.
Itupun karena Hesti yang memintanya.“Oya nanti pulang bareng yuk.

Aku pulang dari Sunter sore hari, kamu pulang jam berapa?”“Aku pulang jam 5 sore sih mas, tapi gak usah repot – repot, aku naik angkot aja, nanti merepotkan mas Ardi lagi.” Elaknya.“ Enggak merepotkan koq Hes, daripada kamu naik angkot kemaleman sampe rumah.”“ Nanti jam 5 aku tunggu di sini ya,” Desakku.“Ya udah deh mas, tapi bener gak ngerepotin khan?” Tanyanya lagi.“Enggak koq tenang aja.”“ Oya

aku minta pin BB donk biar nanti gampang ngabarin kalo sudah sampai.”Dia lalu menyebutkan serangkain huruf dan angka Pin BB nya“Ya udah aku masuk dulu ya mas.”“Ok Hes. Selamat bekerja ya.”Hesti pun tersenyum manis padakuAku segera melajukan motorku dengan cepat ke arah kantor ku di Sudirman, Sudah pasti terlambat ini.Tapi ya sudahlah, tinggal nanti cari alasan kenapa terlambat sama si boss.***Pukul 4 sore, aku buru-buru menuju mesin absen finger scan dan keluar dari kantor secepatnya. Segera ku menuju ke parkiran motor dan melaju ke Kelapa Gading untuk menjemput Hesti, sang wanita idaman lain.hehehePukul 4. 40 aku pun tiba di Kelapa Gading.  Aku sengaja menunggunya agak jauh dari kantornya agar tidak menimbulkan gossip dari rekan-rekan kerjanya. Segera ku kirim pesan via BBM yang mengabarkan keberadaanku. Tak lama BBM itu pun berbalas kalo ia sedang membereskan pekerjaannya dan bersiap pulang. Tak lama masuk lagi BBM darinya. Kali ini Hesti mengabarkan kalo ia harus mengikuti meeting mendadak dengan pimpinan karena ada kekacauan sytem administrasi yang terjadi di bagiannya.

Dia mempersilahkan aku untuk pulang saja dan tidak usah
menunggunya karena dia tidak tahu jam berapa meeting akan selesai. Tapi aku
meyakinkan dia kalo aku akan tetap menunggu saja. Kasian juga kalo dia harus
pulang malam naik angkot. Padahal sih dalam hati karena ada maunya.heheAku pun
kembali menunggu di dekat sebuah kios rokok di pojokan tempat parkir komplek
ruko tersebut. Untuk membunuh waktu, aku pun ngobrol dengan tukang parkir dan
penjaga kios rokok tersebut.Pukul 19.30, masuk BBM yang mengabarkan kalo Hesti
sudah menyelesaikan meeting dengan pimpinannya dan sebentar lagi akan keluar
kantor. Aku pun memberi tahu dimana posisiku. Tak lama sosok Hesti terlihat
keluar di sertai dua orang temannya. Setelah berpisah dengan teman-temannya,
Hesti lalu berjalan menghampiriku di kios rokok.“ih mas Ardi sudah dibilangin
pulang saja, masih aja nungguin aku,” gerutunya tapi sambil tersenyum. 

“Biarin, abis nya kasian ngeliat kamu
cantik-cantik malam-malam naik angkot.” Ujarku sambil memujinya.Hesti sedikit
tersepu mendengar pujianku“Ih mas Ardi bisa aja, cantikan juga mbak Santi,” ia
menyebut nama istriku.Aku hanya tertawa saja menanggapinya.“Ya sudah pulang
yuk,” ajakku padanya.Segera kupakai jaket serta helmku dan menyalakan mesin
motor, Hesti pun segera menaiki jok motor. Akupun mulai melajukan motorku ke
arah tempat tinggal kami.Kursakan hawa malam itu begitu dingin dan udara terasa
lembab, tanda-tanda akan turun hujan. Dan benar saja, ketika aku melaju di
jalan Pegangsaan Dua, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, hujan turun dengan
derasnya, secara tiba-tiba. Aku pun segera berusaha mencari tempat berteduh.
Tak lama aku pun menemukan sebuah warung yang sudah tutup dengan teras yang
cukup untuk kami berteduh. Warung itu letaknya cukup tersembunyi dan tidak ada
penerangan di terasnya. Penerangan hanya dari kendaraan yang lewat dan sedikit
cahaya dari lampu merkuri penerang jalan. 

Aku dan Hesti setengah berlari menghindari hujan menuju
teras warung tersebut, sedang motorku kubiarkan di bawah guyuran hujan. Karena
terlambat mencari tempat berteduh, kulihat pakaian Hesti sudah cukup basah
terkena guyuran Hujan. Sedang aku, karena mengenakan Jaket kulit, hanya celana
ku saja yang basah.  Segera kulepaskan
jaket yang kukenakan, dan kukibaskan agar air yang menempel di bagian luarnya
mengering. Kusampirkan jaketku di pundak Hesti yang kulihat mulai menggigil
kedinginan. Tangannya menyilang di depan dadanya. Kurapatkan jaketku agar ia
bisa merasa lebih hangat. Ia melihat ke arahku dan megucapkan terima kasih
dengan bibir yang sedikit gemetar menahan dinginnya suhu udara malam itu.  Ku perhatikan keadaan warung tersebut. Warung
semi permanen itu dibangun dengan setengah tembok, setengahnya lagi kayu.
Lantainya terbuat dari adonan semen dan pasir saja yang tidak di beri ubin .
Kulihat kondisinya mulai sedikit berdebu, tampaknya warung ini sudah cukup lama
tutup, mungkin karena bangkrut. Memang kulihat di sekitar warung tersebut
suasananya cukup sepi, di

sebelah kirinya terdapat lahan yang cukup luas yang
tampaknya adalah garasi truk-truk ekspedisi yang malam itu terlihat kosong. Di
sebelah kanannya adalah lahan kosong yang ditumbuhi ilalang cukup tinggi.Cukup
lama kami berteduh di teras warung tersebut, hujan turun semakin deras disertai
kilat dan petir. Hesti sering terpekik kala kilat menampakkan cahayanya di
langit disertai suara petir yang menggelegar. Posisi berdirinya didekatkannya
padaku.  Aku pun berinisiatif setengah
memeluknya dari belakang. Awalnya aku hanya memegang pinggangnya tetapi lama
kelamaan aku pun melingkarkan tanganku di depan perutnya.

Entah karena terbawa suasana atau kedinginan, Hesti
mendiamkan saja perbuatanku itu. Kepala dan punggungnya malah di sandarkan ke
dadaku. Aku terus memeluknya dari belakang sambil melihat ke arah jalan raya di
mana lalu lintasnya semakin sepi. Sudah satu jam kami berteduh di tempat
tersebut. Tidak ada satupun dari kami yang besuara, sibuk dengan pikiran
masing-masing.Sambil memeluknya dari belakang, aku mencium wangi harum
rambutnya yag tergerai basah. Karena posisi kami yang berhimpitan, mau tidak
mau batang kemaluanku menempel di bongkahan pantatnya yang cukup kenyal. Dan
sesekali bergesekan. Lama kelamaan hasrat kelelakian ku pun bangkit.
Kejantananku sedikit demi sedikit mengeras di balik celana jeansku. Hesti
tampaknya menyadari perubahan biologis di tubuhku itu tetapi ia hanya melirikku
sekilas sambil tersenyum. Merasa mendapat lampu hijau aku mulai berani untuk
berbuat lebih. Segera kususupkan tanganku ke balik blus batiknya dan mengusap
usap dengan halus dinding perutnya. Kurasakan otot-oto perut yang cukup liat
dengan kulit yang halus. Bener-benar aduhai bodi si hesti batinku.  Hesti sedikit mengelinjang ketika telapak
tanganku menyentuh kulit perutnya.Karena malam makin dingin dan hasrat
kelelakianku terus bergejolak, ku beranikan diri tanganku main lebih ke atas.
Dengan cepat kususupkan ke balik bra yang dikenakannya. Hesti cukup kaget
dengan apa yang kulakukan dan berusaha berontak dan menepis kedua tanganku,
tetapi dengan tidak kalah cekatan, aku memeluknya lebih keras dari belakang

dan
kedua telapak tanganku mencengkram dengan cukup kuat payudaranya. Kurasakan
payudara itu memiliki daging yang begitu kenyal dan terasa tonjolan puting susu
yang makin mengeras. Segera saja aku mengusap usap puting dan payudara Hesti
dengan telapak tanganku.

Akhirnya pertahanan Hesti pun melemah, nafasnya mulai
tersengal-sengal. Kuciumi leher jenjangnya dan ia pun menggelinjang sambil
merintih tertahan“aaahhhh….”Karena tubuh Hesti yang menggelinjang, tubuhku pun
sedikit terdorong ke belakang dan tersandar pada pintu warung. Tiba-tiba kunci
pada pintu warung itu terlepas di karenakan dudukan kayu tempat kait gembok
pengunci warung tersebut sudah lapuk termakan rayap. Pintu warung itu pun
terdorong sedikit terbuka.  Aku segera
menghentikan kegiatanku dan segera menarik kedua tanganku dari balik bajunya.
Segera kuambil senter kecil yang selalu kubawa dari kantong jaketku. Kudorong
pintu warung itu agar terbuka lebih lebar, dan segera kusinari seisi ruangan
itu dengan cahaya senterku. Ruangan di dalam warung itu berukuran 3 x 3 meter.  Di dalamnya sudah kosong hanya ada sebuah
lemari kaca yang sudah usang, mungkin bekas tempat meletakan barang dagangan.
Sebuah bangku kayu seperti bangku yang biasa kita temui di sekolah dasar dan di
pojokan ada sebuah bale/dipan yang terbuat dari potongan-  Ruangan itu sedikit berdebu dan di
langit-langit kutemukan fiting lampu yang berisi bohlam kecil berdaya 5 watt
dan saklar model tarik. Ku tarik saklar tersebut dan ternyata lampu itu masih
menyala, entah mendapat pasokan listrik dari mana, mungkin ada sambungan dari
garasi truk di sebelahnya.

Ruangan itu menjadi lebih terang walau cahayanya masih temaram. Suhu dalam ruangan tersebut lebih hangat di banding di luar. Segera saja Hesti kuajak masuk ke bagian dalam warung. Hesti agak ragu, tetapi kutarik lengannya agar ia segera masuk. Jauh lebih baik dan hangat di dalam di banding di luar.Hesti meniup sedikit debu yang menempel pada bale-bale dan ia pun duduk di sisi bale tersebut. Aku segera menutup

pintu warung dari dalam agar ruangan menjadi lebih hangat, dan aku pun duduk disamping Hesti, lama kami terdiam sambil menelisik dengan seksama keadaan ruangan tersebut.Akhirnya aku teringat akan permainan kami yang terputus di luar tadi. Hesti lalu membuka jaket yang di sampirkan di bahunya dan meletakkan di sandaran kursi kayu. Aku segera menggeser tubuhku dan memposisikan tubuhku berhadapan dengan Hesti. Hesti terlihat cantik di bawah cahaya temaram lampu 5 watt, rambutnya sedikit acak-acakan dan basah.  Segera saja kuraih tengkuk Hesti dengan tangan kananku dan mendekatkan wajahnya ke padaku. Segera kulumat bibir Hesti yang telah merekah. Sementara tangan kiriku melingkar di pinggangnya. Cukup lama kami berpagutan dengan posisi duduk saling berhadapan.Aku pun mulai merebahkan tubuh Hesti ke bale-bale sambil mulut kami tetap berpagutan. Kugeser tubuhnya agak ketengah dan ia pun mengangkat kakinya naik ke atas bale-bale. Sudah tak kupedulikan lagi debu tipis yang menempel di bale tersebut. Hasrat kami jauh lebih menggebu di banding debu.Sambil terus mengulum bibirnya, lidahku dengan liar mengeksplore rongga mulut Hesti.

Baca Juga Cerita Seks Panas : HOLIDAY’S CHALLENGE LINA SI GADIS PETANI

Ku susupkan kembali tanganku ke balik blouse nya dan
berusaha meraih payudaranya. Kumainkan lagi puting susu itu dengan telapak
tanganku walapun blouse dan bra masih menempel di tubuhnya. Namun lama kelamaan
posisi itu tidak membuatku nyaman. Kuhentikan pagutan bibirku dan segera
kutarik ke atas blouse batiknya. Hesti mengangkat tangannya ke atas dan
mengangkat sedikit kepalanya. Blouse itu pun lolos dari tubuhnya. Setelah
blouse nya terlepas, segera kuraih kait bara di punggung Hesti. Ia sedikit
melengkungkan punggungnya agar tanganku mudah meraih dan melepas kait bra yang
dikenakannya. Bra itu pun akhirnya terlepas. Kini tampak di hadapanku tubuh
Hesti yang setengah telanjang dengan bentuk payudara yang bulat sempurna dan puting
susu yang tidak terlalu besar berwarna coklat muda mendekati merah muda. Sesaat
aku

terpana dengan keindahan tubuh Hesti. 
Hesti sadar aku memperhatikan tubuhnya lekat-lekat, ia pun mendekapkan
tangannya menutupi payudaranya. Aku segera manarik tangan Hesti ke atas dan
menahannya dengan tanganku. Payudara itu kembali mencuat dengan puting susu
yang sepertinya menantang untuk di hisap. Segera saja ku dekatkan wajahku ke
payudaranya dan ku hisap puting susu payudara sebelah kirinya. Hesti melenguh
dan punggungnya melengkung merasakan nikmat dari rangsangan yang kuberikan.
Tanganku tetap menahan tangan Hesti di atas. Mulutku terus menghisap puting
susu dan memainkan nya dengan lidahku bergantian di kedua payudaranya. Hesti
menggelinjang makin hebat, kepalanya tergolek ke kanan ke kiri dengan mulut
yang terus meracau menahan nikmat.

“Aahhh…..ouuhhh….issshhhh….”Cukup lama aku memainkan kedua
payudaranya. Setelah puas aku pun mulai membuka kancing dan retsleting celana
jeans Hesti lalu meloloskannya melewati kedua tungkai kakinya. Celana dalam
hitam berenda yang dikenakannya kulepas juga. Di hadapanku kini tampak gundukan
daging yang ditumbuhi bulu halus yang tersusun rapi. Terlihat garis yang
membentuk belahan memeknya berwarna kemerahan. Liang vagina itu terlihat
sempit, hampir tidak percaya kalau Hesti sudah pernah melahirkan.Dengan
setengah berlutut di hadapannya, Kurenggangkan kedua pahanya dan kudekatkan
wajahku ke liang vaginanya. Segera saja ku sapukan dengan lembut lidahku ke
liang vaginanya. Hesti kembali menjerit dan punggungya kembali melengkung. Ku
mainkan lidahku terus menembus liang vagina. Vagina itu benar-benar rapat dan
wangi. Terus saja kusapukan lidakhku menerobos lobang kenikmatannya dan
sesekali menyentuh klitorisnya. Hesti terus merintih dan menggelinjang. Liang
itu benar-benar basah oleh cairan kewanitaannya. Kurasakan kedutan halus
otot-otot vaginanya di lidahku.  Setelah
cukup lama aku pun bangkit. Sambil tetap berlutut di atas bale aku melepaskan seluruh
pakaian dan celana yang ku kenakan termasuk celana dalam ku. Kontolku langsung
melejit keluar, tegak mengacung dengan urat-urat yang terlihat menonjol. Hesti
sedikit kaget melihat ukuran kontolku. Ia pun bangkit. Sambil duduk bersimpuh
di hadapanku, ia mulai memegang dan membelai kantung

zakar dan batang penisku.

Perlahan di kulumnya batang kontolku. Batang kontol yang
cukup besar dan panjang terlihat tidak sanggup dikulum seluruhnya oleh bibir
mungil Hesti. Tetapi aku cukup puas karena hisapan dan sapuan lidahnya yang
lembut di batang dan kepala kontolku membuat aliran darah semakin deras
mengalir ke urat-urat kejantananku. Kontolku pun semakin keras. Cukup lama
Hesti menghisap kontolku, akhinya ku cabut perlahan batang kontolku dari
mulutnya dan kurebahkan tubuh Hesti ke bale-bale. Kudekatkan kepala kontolku
yang sudah basah oleh air liurnya ke arah liang vagina Hesti.  Kedua paha nya di renggangkan dan lututnya di
tekuk. Liang vagina itu sedikit merekah. Terlihat berwarna merah muda dan
berkilat basah oleh cairan yang membanjirinya. Perlahan ku tempelkan kepala
kontolku tepat di pintu masuk liang vaginanya.Ku majukan perlahan pinggulku dan
kepala kontolku pun meyeruak masuk mencoba menembus pertahanan Hesti. Terasa
sempit. Hesti pun seperti nya menahan rasa sakit. Ketika batang kontolku terbenam
setengahnya di liang vaginanya. Kucoba memaju mundurkan batang kontolku
perlahan. Akhirnya dengan sedikit paksaan, batang kontoku terbenam seluruhnya
dalam liang vagina Hesti. Hesti menjerit tertahan merasakan tubuhnya di masuki
batang kontol yang cukup
besar.“aaacchhhhh…..iiissshhhhttt…..ooouuuuchhhh.”Saking sempitnya, vaginanya
terlihat menggembung, sesak menampung batang kontolku.Kudiamkan sesaat batang
kontolku di dalam vagina Hesti. Merasakan sensasi kedutan-kedutan halus otot
vaginanya yang mencengkram erat seluruh batang kontolku. Sunggung sensasi yang
tidak terkira.Perlahan ku maju mundurkan pinggulku lagi dan penisku terlihat
bergerak maju mundur di liang vaginanya. 

Batang itu terlihat basah berkilat dilumuri cairan
kewanitaan Hesti. Semakin lama kupercepat gerakan pinggulku dan Hesti pun makin
meracau dan merintih merasakan kenikmatan persetubuhan
kami.“Aaacchhhhh……ooouuchhhh…..acchhhhh……sssttt……mmmaaa asss….”Terus saja
kuhujamkan batang kontolku ke vagina Hesti. Posisiku setengah berlutut di
topang kedua tanganku yang diposisikan mengapit kedua payudara Hesti. Daging
kenyal itu bergesekan dengan kulit lenganku mencipatan sensasi tersendiri.
Payudara itu terus berguncang mengikuti irama sodokan pinggulku.Serunya
aktifitas kami di atas bale-bale

menciptakan suara berderit yang cukup riuh di
ruangan tersebut. Belum lagi suara nafas kami yang memburu dan rintihan serta
suara Hesti yang terus meracau, menciptakan suara-suara di malam sunyi
itu.  Tiba-tiba Blackberry Hesti
berdering, Hesti agak kaget. Segera di raihnya Blackberry yang diletakan di
dalam tas tak jauh dari tubuhnya. Terlihat nama suaminya di layar BB. Hesti
member kode dengan telunjuknya, memintaku agar berhenti sesaat menggenjot
tubuhnya.“iya mas…..” jawab Hesti.“Aku masih di jalan, ini lagi berteduh. Aku
numpang sama temen naik motor,” Hesti pun berbohong pada suaminya“Iya sebentar
lagi aku jalan,” tutupnya.Begitu bunyi percakapan Hesti dengan suaminya di
telepon.  Ketika menerima telpon, aku
tidak menghentikan genjotanku, aku hanya mengurangi temponya, sehingga ia pun
berbicara sedikit tertajah agar tidak sampai merintih. Di cubitnya perutku,
sambil merajuk.

“Hampir aja ketahuan,’ ujarnya lagi.Tidak tampak perasaan
bersalah di wajahnya walau vagina yang seharusnya menjadi hak suaminya tengah
di masuki oleh kontol tetangganya. 
Tampak birahinya yang menggebu mengalahkan logika dan akal sehatnya.
Segera aku menggenjot kembali pinggulku denga tempo yang lebih cepat. Hesti
kembali merintah dan tak lama ia pun menjerit panjang sambil meremas lenganku
dengan kerasnya. Di bawah sana terasa kedutan dan otot vaginanyamencengkram
makin keras di barengi dengan punggungnya yang sedikit melengkung menahan
ledakan kenikmatan yang dirasakannya. Hesti mencapai klimaksnya.  Melihatnya mengalami orgasme aku pun makin
mempercepat tempo permainanku. Sudah 40 menit aku menggempurnya dengan posisi
misionaris. Tak lama, pertahananku pun mulai jebol. Tempo sodokanku makin cepat
lagi. Tubuhku mengejang dan pinggulku kudorong kuat kuat sehingga kantong zakarku
membentur bibir vaginanya. Ujung penisku pun terasa menyentuh mulut rahimnya.
Spermaku menyemprot dengan deras ke dalam liang vaginanya. Batang kontolku
berdenyut dengan kerasnya.  Hesti
merasakan sensasi kenikmatan yang tiada tara. Matanya terpejam, mulutnya
setengah terbuka. Suara rintihan tertahan keluar dari mulutnya seiring sensasi
aliran lava hangat yang mengalir ke dalam tubuhnya. Tangannya tiba-tiba
mencengkram tengkukku

dan menarik wajahku mendekat padanya. Dilumatnya bibirku
dengan liarnya. Digigit-gigit juga bibir bawahku dan lidahnya menyapu liar
setiap sisi rongga mulutku. Terlihatlah sisi liar Hesti.Tubuh kami berhimpitan,
tubuhku masih menindih tubuhnya. Payudaranya yang cukup keras tertindih dadaku.
Keringat kami bercampur jadi satu. Cairan kelamin kami pun berpadu di liang
vagina Hesti.  Batang kontolku masih
tertanam seluruhnya.

Otot vagina Hesti mencengkram dengan erat sepertinya enggan melepaskan batang kontolku. Hujan di luar makin reda seiring berakhirnya pertempuran kami. Suhu ruangan tidak lagi dingin namun panas diiringi suara nafas yang terengah-engah.Perlahan aku melepaskan bibir Hesti dan mengeluarkan batang kontolku dari vaginanya. Terlihat batang kontolku sangat basah. Dan kulihat lubang memeknya yang tadi sempit kini merekah seperti bunga dan terlihat lelehan cairan putih spermaku. Aku pun bangkit berdiri dan mulai berpakaian. Hampir satu jam kami bersetubuh di warung itu. Hesti tampaknya benar-benar kepayahan. Aku pun membantunya untuk bangkit dan mengenakan pakaiannya.  Kepalanya di sandarkan di bahuku dan kupapah tubuhnya menuju motor yang terpakir di luar. Dengan lembut Hesti mencium pipiku sambil berbisik  “Besok lagi ya sayang………”  Demikianlah cerita bokep seks DENGAN NGENTOT HUTANG JADI LUNAS dan KUNIKMATI SEKS DENGAN TANTE HESTI oleh cerita sex hot