Diary, aku dikhianati
Adakah cinta yang tulus kepadaku?
Adakah cinta yang tak pernah berakhir..
Selalu untuk selamanya..
*****
Hari ini, empat bulan setelah aku menulis kisahku yang terakhir, kejadian yang pahit menimpaku lagi sepanjang bulan-bulan itu. Aku rasanya ingin menangis jika mengingat hal ini lagi. Sekali lagi, ini bukanlah rekayasa, tapi merupakan sisi lain dari kehidupan sesama jenis, dan aku berusaha untuk menampilkannya secara menyeluruh.
Aku, seorang Indo-chinese, dengan wajah good looking menurut orang, baik pria atau wanita. Dengan umurku 27 tahun pada bulan Oktober ini, aku sudah merasakan manis pahitnya menjadi seorang gay. Aku tipe straight act, versatile, undercover sehingga aku bukanlah tipe yang all out ke orang lain. Kisahku sebelumnya sudah pernah aku ceritakan di 17Tahun2, dan saat itu aku menceritakan kehidupanku karena aku belum mengetahui dunia gay. Yang aku pikirkan adalah bagaimana caranya agar aku bisa menumpahkan perasaanku melalui sebuah tulisan.
Sejak tulisanku yang terakhir berjudul “Alex, Maafkan Aku” yang juga sebuah kisah nyata dalam hidupku, banyak yang mencoba mengontakku dan ingin berbagi perasaan denganku. Saat itu ada seseorang dari Semarang yang juga keturunan Chinese, berumur 23 tahun mengirimkan email serta meminta nomor telepon. Saat itu ia menyatakan bahwa apa yang aku alami sama seperti apa yang ia alami dan ia dengan BF-nya juga ikut menangis saat membaca kisahku. Kupikir, mengapa tidak memberikan nomor HP-ku, toh dia juga sudah punya boyfriend. Selama dua minggu aku terus ‘diganggu’ oleh teleponnya dan terakhir kali, ia memintaku untuk menjadi BF-nya. Aku cukup terkejut karena dia dengan tegas mengatakan bahwa dia sudah putus dengan BF-nya.
Tony, ya, anak Semarang yang pedofili dan voyeurism. Seorang anak tunggal yang posesif namun keras kepala. Seseorang yang selalu menuntut tetapi tidak mau dituntut. Yang juga menulis cerita di 17Tahun.com setelah aku bantu menyelesaikan naskahnya. Seseorang yang sudah all out dengan orang-orang di sekelilingnya kecuali keluarganya. Seseorang yang mempunyai mantan pacar lebih dari seratus orang dengan umur hampir seluruhnya di bawah 23 tahun. Seseorang yang suka berselingkuh walaupun pacarnya setia. Bahkan dia bertekad menarik setiap orang straight di bawah umur 23 tahun untuk menjadi pacarnya. Seseorang yang mempunyai banyak musuh di dunia gay. Aku harus membuka identitasnya agar jangan ada lagi korban berjatuhan.
Entah mengapa aku bisa menjadi pacarnya. Kupikir, aku perlu seseorang yang bisa menjadi pendamping hidupku, tapi waktu berbicara lain.. Inilah buku harian seseorang yang telah dikhianati..
4 Juli 2004
Tepat hari itu kami jadian, walaupun kami belum pernah bertemu tapi kami sudah sering kontak lewat telepon, bahkan phone sex. Saat itu aku baru mengetahui bahwa ia suka mengerjai anak kecil di mall-mall di Jakarta, Bandung, Semarang dan Yogya. Dia selalu bercerita bahwa jika ada anak kecil atau anak sekolah yang sedang pipis, maka burungnya akan dipegangnya, dan jika tidak ada orang lain maka ia akan menghisap atau mengulum burung anak tersebut hingga spermanya keluar.
Dia memintaku agar tidak berhubungan dengan dunia gay karena mereka hanya menginginkan sex semata. Ia menuntutku agar tidak usah bertemu dengan gay mana pun, bahkan ia meminta password emailku agar setiap orang yang mengirim email kepadaku dapat diketahuinya. Dia bahkan melarangku untuk sekedar chatting ataupun membalas email, bahkan milis dimanapun.
18 Juli 2004
Ia nekad datang ke Jakarta untuk menemuiku, bahkan ia telah menyewa sebuah kamar yang terletak di Kemayoran (bagi kaum gay, mereka pasti akan tahu dimana lokasinya). Saat itu aku datang ke sana dengan motor. Aku memang tidak tahu tempatnya, jadi ia memintaku untuk menunggunya di Sheraton. Setelah kucall lewat HP, kulihat seorang pemuda gemuk yang melambaikan tangannya ke arahku. Aku baru sadar, “Oh, itu toh yang namanya Tony”.
Ia mengajakku ke kamarnya, memelukku, dan kubalas dengan pelukan juga walaupun sebenarnya aku sedikit risih, karena aku tidak terbiasa. Kulihat dia memiliki tampang yang lebih tua daripada aku walau umur sebenarnya baru 23 tahun.
Saat itu, setelah kami bercengkrama, ia ingin melihat penisku. Dia mulai meraba gundukan di celanaku dan mengelusnya. Entah karena aku sudah lama tidak pernah menyentuh penis orang lain hingga aku juga penasaran mencari gundukan di balik celananya. Yang kulihat, sepertinya ia tidak sabaran, dan kami mulai melakukan rabaan dan rangsangan satu sama lain.
Saat kulihat, penisnya uncut dengan ukuran yang rata-rata. Ia memintaku untuk mengulum penisnya, sementara dia juga ingin mengulum penisku. Itulah pertama kalinya aku melakukan posisi 69. Sebelumnya, aku tidak tahu apa-apa. Namun kejadian itu cuma sebentar, karena dia kemudian memintaku untuk melepaskannya kemudian dia memintaku untuk berbaring di sampingya lalu mulai memegang ‘telur’ku tanpa aku berbuat apa-apa. Ia menekan dan memijitnya sampai aku kesakitan. Lalu ia onani sampai keluar, sedangkan aku tidak diperbolehkannya untuk melakukan apa-apa hingga dia keluar. Lalu aku kembali menghisap penisnya hingga spermanya memenuhi mulutku. Rasanya agak pahit, dan itulah pertama kalinya juga aku menelan sperma. Setelah itu dia bersikap dingin dan aku dibiarkannya saja. Kadang aku tidak diperbolehkannya untuk menyentuh penisnya atau mengocoknya karena dia merasa tidak enak jika dilakukan oleh orang lain selain dirinya.
Kejadian tersebut berulang terus hingga aku tidak merasa dihargai sebagai seorang pacar. Sepertinya aku adalah pelampiasan nafsunya saja. Ia suka jalan-jalan di mall dan minta ditemani. Ia selalu beranggapan bahwa kami sebagai gay, haruslah punya hak untuk bergandengan tangan di depan umum, berpelukan bahkan berciuman. Sedang aku beranggapan, memang benar kita punya hak, tapi kita juga harus tahu diri. Kita bukanlah di barat sana, karena aku adalah tipe yang undercover.
Pernah suatu ketika ia memaksaku untuk berciuman di mall Kelapa Gading. Aku selalu berkata kepadanya bahwa aku belum siap untuk keterbukaan, namun ia selalu marah. Ia menuntutku untuk berubah seperti dia. Yang lebih parah lagi, setiap kali melihat anak kecil, maka keinginannya untuk menyentuh penis anak itu kambuh. Bahkan ingin mengoralnya.
Seminggu setelah berpacaran, kami ribut besar karena masalah itu! Aku hanya bisa menangis dan memintanya agar tidak mempermainkanku. Dan ia berjanji untuk itu. Aku hanya berharap agar ia mau berubah dari kebiasaan buruknya dan menjadi seseorang yang setia.
17 Agustus 2004
Saat hari libur itu, dia kembali memintaku untuk ditemani jalan-jalan. Walaupun aku kurang enak badan tapi aku berusaha untuk memenuhi keinginannya. Walaupun ia tahu aku sakit tetapi ia tetap memintaku menemaninya. Sekitar tujuh atau delapan mall di Jakarta telah kami kelilingi.
Setelah capai berputar-putar, akhirnya kami kembali ke tempat penginapan kami. Ia lalu memelukku dan mulai membuka celananya. Aku juga membuka celanaku sendiri hingga kami berdua hanya menggunakan celana dalam saja. Ia kembali meraba penisku lalu ia membuka sendiri celana dalamnya dan mulai mengocok penisnya sambil memegangi penisku. Walaupun aku seudah tegang, namun aku merasa hanya jadi boneka saja. Kucoba agar aku yang mengocok penisnya dan ia yang mengocok penisku. Dia mau. Kucoba agar dia mau mengoralku, dan dia juga mau. Ah, suatu kemajuan, pikirku. Yang kuminta adalah take and give, bukan permainan satu arah. Namun ia keluar dengan sangat cepat. Ya, ejakulasi dini!
Keesokan harinya aku jatuh sakit karena saat pergi keliling mall sebelumnya, aku sudah merasakan badanku demam. Demamku tinggi sehingga aku dibawanya ke rumah sakit. Di sana aku masuk ruang ICU agar segera ditangani. Dia menemaniku. Aku senang karena kupikir dia akhirnya mau menjadi seorang pacar yang pengertian dan mau menemaniku.
Hari-hari terus berlalu hingga suatu ketika aku menyadari bahwa ia hanya ingin menikmati tubuhku, kemudian mencari lagi yang lain. Aku menyadari bahwa ia memiliki banyak mantan pacar yang jumlahnya ratusan dan tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogya, Surabaya, Medan dan banyak lagi. Bahkan ia selalu bercerita tentang mantan pacar tercintanya, ada empat, lima atau enam. Sementara dia bercerita demikian, hati ini sangat sedih. Rasanya hati ini tertusuk-tusuk. Aku sangat kecewa dibuatnya. Aku menganggap dia sebagai seorang pacar sementara dia menggangapku sebagai pelariannya saja. Selama ini aku merasa diperlakukan sebagai pelampiasannya saja. Kucoba untuk bertahan, tapi sepertinya tidak akan berhasil.
7 September 2004
Kembali kami ribut. Aku baru menyadari bahwa selama ini ia sedang mencari mangsa lain yang bisa ia pakai. Atau mungkin sudah..?? Dia sering sekali chatting dengan webcam. Aku sampai berpikir, “Kamu anggap apa aku ini? Bukankah aku pacarmu? Kenapa harus cari orang lain lagi? Kenapa kamu sampai hati menghianatiku? Apa yang kamu harapkan dariku? Kenapa kamu suka mempermainkan orang? Apakah aku barang mainan? Kenapa kamu menuntut banyak dari aku? Kenapa kamu tidak bisa setia?”, dan banyak lagi kata mengapa yang muncul di benakku.
Dalam hatiku timbul amarah, namun entah mengapa aku juga merasakan adanya rasa sayang terhadapnya. Marah, benci campur rindu jadi satu. Saat itu ia ada di Semarang. Aku kembali mengetahui segala perselingkuhannya itu.. Hati ini serasa diiris. Seorang temanku yang juga sakit sampai berkata, “Kamu di sini setia, sementara dia di sana bergembira”.
17 Oktober 2004
Aku kembali dari Solo, setelah berkeliling Semarang dan Yogya. Aku memang ingin memenuhi keinginannya. Ia memintaku untuk datang ke rumahnya di Semarang. Jadi aku berusaha mencari waktu agar bisa ke sana walaupun jadwal kerjaku cukup padat. Aku menemanimya di ketiga kota tersebut dan melakukan berbagai aktivitas, tidak terkecuali sex. Dia memang tipe orang yang menuntut pacarnya agar selalu menemaninya. Dan aku berusaha untuk memenuhinya karena aku memang sayang padanya.
Sehari setelah aku meninggalkan Solo, ia kembali berbuat hal yang menyakitkan aku. Ia mendatangi tempat kost mantan pacarnya, Stephen. Dan dia selalu berkata, di dunia ini hanya ada dua orang yang benar-benar dia cintai, Sandy dan Stephen. Kedua orang ini pernah menjadi pacarnya dan ia berusaha untuk merebut mereka berdua lagi. Bahkan ia berkata kepadaku, bahwa kalau aku mau jadi pacarnya yang ketiga setelah mereka, dia mau! Luar biasa, rupanya selama ini aku hanyalah ban serepnya.
Yang lebih menyakitkan aku, sekarang ini ia juga menjadi anggota milis di salah satu situs untuk mencari pacar yang umurnya 14-25 tahun serta kontak dengan berbagai macam orang di luar sana dengan webcam. Walau demikian aku tetap mencintainya dan hanya bisa memendam perasaan sakit hatiku.
29 Oktober 2004
Hari ini adalah hari yang paling menyakitkan dalam hidupku. Ia berkata bahwa ia hanya menyayangiku dan bukan mencintaiku. Dia memintaku agar mengerti bahwa ia memang mempunyai sifat yang demikian, dan kalau aku mau menjadi pacarnya maka aku harus menerima dia dengan apa adanya walau aku merasa disakiti. Menurutnya, jika aku memang mencintainya maka aku harus memberikan apa yang dia mau (unconditional love) walaupun ia berselingkuh. Bahkan ia memintaku agar jangan memarahinya jika dia sedang berselingkuh. Tapi ia akan sangat marah jika aku membalas email atau berteman dengan orang lain.
*****
Bukanlah perpisahan yang akan kutangisi, namun pertemuan yang kusesali..
Hari ini, aku bertekad memulai lembaran baru, walau hati ini pedih. Aku berjanji pada diriku sendiri agar aku dapat tegar, walau hati kecilku hancur berkeping-keping. Aku, sudah dikhianati oleh orang yang kucintai. Saat ini, aku telah memutuskan untuk mencari orang lain yang lebih baik. Seseorang yang bukan hanya mementingkan sex, tapi juga perasaan dan karakter yang baik. Seseorang yang bisa menjadi belahan jiwa untuk sisa hidup yang akan dijalani.
*****
Catatan Penulis
Penulis meminta maaf jika selama ini tidak bisa membalas email yang dikirimkan. Dengan segala rasa hormat, setiap email yang ingin mengajak kencan for fun terpaksa tidak kubalas. Setiap pertanyaan dan kritikan bisa dikirim ke alamat email saya.. Untuk pembaca yang juga mungkin pernah kenal Tony atau pernah menjadi pacarnya, saya mohon maaf jika merasa disinggung.
Untuk Tony, aku tetap sayang padamu dan aku ingin kamu berubah. Meski pun demikian, kita sudah tidak mungkin bisa bersama lagi. Thanks Ton, telah memberi pelajaran buatku. Maafkan aku kalau aku tidak bisa memenuhi keinginanmu. Aku minta maaf untuk Alex dan Paul yang terpaksa aku kecewakan karena aku memilih jalanku ini.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Tamat