Gila, hanya kata itú yang ada dalam benakkú saat mengingat kisah pemerkosaan dari para pembantúkú yang hingga kini menjadi skandal perselingkúhan. Akú dibúat liar oleh mereka, súnggúh ini búkan kehendakkú tapi akú sangat menikmatinya. Cerita panas yang sampai kini menjadi rahasia dalam rúmah tanggakú. Di dalam rúangan itú terlihat súnyi beberapa
dari mereka tidak sanggúp melihat dúa orang súami istri terbújúr kakú, sedangkan di sampingnya terdapat anak yang masih berúsia 11 tahún yang sedang menangisi ke dúa orang túanya, karena merasa kasihan akú meminta izin súamikú úntúk menemúinya, setelah mendapat izin akú lalú menghampiri anak tersebút berharap dapat menenangkan
hati anak tersebút, “Al..” panggilkú pelan sambil dúdúk di sampingnya, “súdah jangan nagis lagi, biarkan kedúa orang túamú beristirahat” Anak itú tetap menangis, beberapa detik dia memandangkú dan tidak lama kemúdian dia langsúng memelúkkú dengan air mata yang bergelinang, “tante, hiks…hiks… Aldi ga maú sendirian, Aldi maú mama, papa…”
dengan penúh rasa kasih sayang akú mengelús púnggúngnya berharap dapat meringankan bebannya, “tante… bangúnin mama,”katanya sambil memúkúl púndakkú, akú semakin tak kúasa mendengar tangisnya, sehingga air matakúpún ikút jatúh, “Aldi, jangan sedih lagi ya? Hhmm… kan masih ada tante sama om,” akú melihat ke belakang ke arah
súamikú sambil memberikan kode, súami kú menganggúk bertanda dia setújú dengan úsúlkú, “múlai sekarang Aldi boleh tinggal bersama tante dan om, gi mana?” tawarkú sambil memelúk erat kepalahnya, Sebelúm lebih jaúh mohon izinkan akú úntúk memperkenalkan diri, namakú Lisa úsia 25 tahún akú menikah di úsia múda karena kedúa orang túakú
yang menginginkannya, kehidúpan kelúargakú sangaatlah baik, baik itú dari segi ekonomi maúpún dari segi húbúngan intim, tetapi seperti pepata yang mengatakan tidak ada gading yang tak retak, begitú júga dengan hidúpkú walaúpún akú memiliki súami yang sangat mencintaikú tetapi selama 4 tahún kami menikah kami belúm júga dikarúniai seorang anak
sehingga kehidúpan kelúarga kami terasa ada yang kúrang, tetapi úntúngnya akú memiki seorang súami yang tidak perna mengelúh karena tidak bisanya akú memberikan anak úntúknya úntúk membalas búdi baik kakakkú, akú dan súamikú memútúskan úntúk merawat anaknya Aldi karena kami pikir apa salah menganggap Aldi sebagai anak sendiri dari pada akú dan súamikú harús mengangkat anak dari orang lain, #### Súdah satú minggú Aldi tinggal bersama
kami, perlahan ia múlai terbiasa dengan kehidúpannya yang barú, akú dan súamikú júga meresa sangat senang sekali karena semenjak kehadirannya kehidúpan kami menjadi lebih berwarna, súamikú semakin bersemangat saat bekerja dan sedangkan akú kini memiliki kesibúkan barú yaitú merawat Aldi, “Bi…. tolong ambilin tasnya Aldi dong di kamar saya,” katakú memanggil bi Mar Hari ini adalah hari pertama Aldi bersekolah sehingga akú sangat bersemangat sekali,
setelah semúanya súdah beres akú meminta pak Rojak úntúk mengantarkan Aldi ke sekolahnya yang barú, beberapa saat Aldi terseyúm ke arahkú sebelúm dia berangkat ke sekolah. Seperti pada úmúmnya ibú rúmah tangga, akú berencana menyiapkan makanan yang special úntúk Aldi sehingga akú memútúskan úntúk memasak sesúatú di dapúr, tetapi saat akú melangkah ke dapúr tiba-tiba kakikú terasa kakú saat melihat kehadiran pak Isa yang sedang melakúkan
húbúngan intim dengan mba Ani, mereka yang tidak menyadari kehadirankú masih asyik dengan permainan mereka, “Hmm… APA-APAAN INI?” bentakkú ke pada mereka, mendengar súarakú mereka terlihat tanpak kaget melihat ke hadirankú, “kalian benar-benar tidak bermoral, memalúkan sekali!” Mereka tanpak terdiam sambil merapikan kembali pakaian mereka masing-masing, beberapa saat akú melihat penis pak Isa yang terlihat masih sangat tegang, sebenarnya akú sangat terkejút melihat úkúran penis pak Isa yang besar dan berúrat, berbeda sekali dengan súamikú, “maafin kami Bú,” kini Ani membúka múlútnya, sedangkan pak Isa masih
terdiam, “Maaf… kamú benar-benar wanita múrahan, kamú tahú kan pak Isa itú súdah púnya istri kenapa kamú masih júga menggoda pak Isa, kamú itú cantik kenapa tidak mencari yang sebaya denganmú?” emosikú semakin memúncak saat mengingat bi Mar istri dari pak Isa, “saya tidak menyangka ternyata anda yang sangat saya hormati ternyata tidak lebih dari binatang, betapa teganya anda menghianati istri anda sendiri,” beberapa kali akú menggelengkan kepalahkú, sambil menúnjúk ke arahnya, “maaf Bú ini semúa salah saya, jangan
salahkan Ani” kata pak Mar yang membela Ani, “múlai sekarang kalian saya PECAT, dan jangan perna menyentúh ataúpún menginjak rúmah ini, KELúAR KALIAN SEMúA!!” bentakkú Mendengar perkataankú Ani terlihat púcat tidak menyangkah kalaú kelakúan bisa membúatnya kehilangan pekerjaan, sedangkan pak Isa terlihat tenang-tenang saja malahan pak Isa tanpak terseyúm sinis, “he..he… Ibú yakin dengan kepútúsan Ibú,” pak Isa tertawa mendengar perkataankú, perlahan pak Isa mendekatikú, “jangan perna main-main dengan saya Bú,” ancamnya dengan sangat sigap pak Isa menangkap kedúa tangankú, “apa-apaan ini lepaskan saya, ataú saya akan
berteriak,” akú mencoba mengancam balik mereka yang sedang mencoba mengikat kedúa tangankú, “teriak saja Bú, tidak akan ada orang yang mendengar,” timpal Ani sambil membantú pak Isa mengikat kedúa tangankú, Apa yang di katakan Ani ada benarnya júga, tetapi walaúpún begitú akú tidak maú menyerah begitú saja dengan súsah paya akú berúsaha melepaskan diri tapi sayangnya tenagakú kalah besar dari mereka berdúa, tanpa bisa berbúat
apa-apa akú hanya dapat mengikúti mereka saat membawakú ke dalam kamar pak Isa. Sesampai di kamar akú di tidúrkan di atas kasúr yang tipis, sedangkan Ani mengambil sebúah Hp dan ternyata Hp itú di gúnakan úntúk merekamkú, sehingga kehawatirankú semakin menjadi-jadi. “kalian biadab, tidak taú terimakasih ****** kalian!” air matakú tidak dapat kúbendúng lagi saat jari-jemari pak Isa múlai merabahi pahakú yang pútih, “ja-jangan, maú apa kalian lepaskan saya kú mohon jangan ganggú saya,” katakú di sela-sela isak tangis, “siapa súrúh
ikút campúr úrúsan saya, he…he… maaf bú ternyata hari ini adalah hari keberúntúngan saya, dan hari yang sil bagi Ibú,” semakin lama akú merasa tangannya semakin dalam memasúki dasterkú, “tidak di sangkah impian saya akhirnya terkabúl júga,”” sambúngnya sambil meremasi paha bagian dalamkú, “makanya Bú jangan súka ikút campúr úrúsan orang,” kini giliran Ani yang menceramahikú, “ya, saya ngakú salah tolong lepasin saya,” kini akú hanya dapat memohon agar mereka sedikit iba melihatkú, tetapi sayangnya apa yang kúharapkan tidak
terjadi, pak Isa tanpa semakin búas memainkan dirikú Akú hanya dapat melihat pasrah saat dasterkú terlepas dari túbúhkú, kedúa payúdarakú yang memang súdah tidak tertútúpi apa-apa lagi dapat dia nikmati, jari-jarinya yang kasar múlai memainkan selangkangankú, “ssllúúpss…ssllúúppss… hhmm…. ayo Bú púaskan saya?” pinta pak Isa, sambil mengúlúm payúdarakú beberapa kali lidahnya menyapú pútting súsúkú yang múlai mengeras, “ko’ memiawnya basah bú, he…he…” memang harús diakúi, túbúhkú tidak dapat membohonginya
walaúpún bibirkú berkata tidak, “wa…wa… Ibúkan súdah púnya súami ko’ masih júga menggoda laki orang lain, ga malú ya Bú,” Ani melotottikú seolah-olah ingin membalas perkataankú tadi, “dasar wanita múnafik, sekarang Ibú taú kan kenapa saya menyúkai pak Isa,”bentak Ani kepadakú, sehingga membúat hatikú terasa amat sakit mendengarnya, “aahhkk… pak, hhmm…. pak súdah jangan di terúsin…” katakú dengan kaki yang tidak dapat diam saat jarinya menyelúsúp kedalam vaginakú yang súdah banjir, perlahan kúrasakan jari telúnjúknya menyelúsúri
belahan vaginakú, “oo… enak ya? he…he…” pa Isa tertawa melihatkú yang súdah semakin terangsang, leherkú terasa basah saat lidah pak Isa menjilati leherkú yang jenjang, Dengan sangat kasarnya pak Isa menarik celana dalamkú, sehingga vaginakú yang tidak di túmbúhi rambút sehelaipún terlihat olehnya, akú memang sangat rajin mencúkúr rambút vaginakú agar terlihat lebih bersi dan seksi. Ani berjongkok di sela-sela kakikú, kamera Hp di arahkan persis di depan vaginakú yang kini súdah tidak ditútúpi oleh sehelai kain, tanpa memikirkan perasaankú pak Isa
membúka bibir vaginakú sehingga bagian dalam vaginakú dapat di rekam jelas oleh Ani, beberapa kali jari telúnjúk pak Isa menggesek clitoriskú, “ohk pak plisss.. jangan…? saya malú…” akú merasa sangat malú sekali di perlakúkan seperti itú, barú kali ini akú bertelanjang di depan orang lain búkan súamikú sendiri, “Ha…ha… malú kenapa Bú? ****** aja tidak malú ga pake bajú masa ibú malú si…” katanya yang semakin merendahkan derajatkú, setelah púas mempertontonkan vaginakú di depan kamera, pak Isa bertúkar posisi dengan Ani úntúk
memegangi kakikú sedangkan pak Isa berjongkok tepat di bawa vaginakú, Dengan sangat lembút pak Isa menciúmi pahakú kiri dan kanan secara bergantian, semakin lama jilatannya semakin ke atas menyentúh pinggiran vaginakú, “aahkk… súdah pak, rasanya sangat geli hhmm…” akú berúsaha sekúat tenaga mengatúpkan kedúa kakikú tetapi úsahakú sia-sia saja, dengan sangat rakús pak Isa menjilati vaginakú yang berwarna pink, sedangkan Ani tanpa púas melihat ke adaankú yang tak berdaya, “nikmatin aja Bú, he..he.. saya dúlú sama seperti
ibú selalú menolak tapi újúng-újúngnya malah ketagihan” kata Ani tanpa melepaskan pegangannya terhadap kakikú, Semakin lama akú semakin tidak tahan, tiba-tiba akú merasa túbúhkú seperti di aliri listrik dengan tegangan yang tinggi, kalaú seandainya Ani tidak memegang kakikú dengan sangat erat múngkin saat ini wajah pak Isa súdah menerima tendangankú, matakú terbelalak saat orgasme melandah túbúhkú dengan sangat hebat, cairan vaginakú
meleleh kelúar dari dalam vaginakú, sehingga túbúhkú terasa lemas, “ha…ha… bagaimana Bú, maú yang lebih enak….” pak Isa tertawa púas, akú hanya dapat menggelengkan kepalakú karena akú súdah tidak mampú lagi úntúk mengelúarkan súara dari múlútkú, perlahan pak Isa berdiri sambil memposisikan penisnya tepat di depan vaginakú, “aahkk… sakit…” akú memikik saat kepala penisnya menerobos liang vaginakú, “úúhk… hhmm… pelan-pelan pak…” pintakú
sambil menarik napas menahan rasa sakit yang amat sangat di vaginakú karena úkúran penis pak Isa jaúh lebih besar dari penis súamikú, “tahan Bú, bentar lagi júga enak ko’ “ kata Ani yang kini melepaskan ikatan di tangankú, setelah ikatankú terlepas Ani kembali merekam adegan panas yang kúlakúkan, Dengan sangat cepat pak Isa menyodok vaginakú sehingga terdengar súara “plokkss….ploskkss…” saat penisnya mentok ke dalam vaginakú yang múngil, “aahhkk… aahhkk… aaahh… oooo…”semakin cepat sodokannya súarakú semakin lantang
terdengar, “oh yeeaa… enak Bú, hhmm… ternyata memiaw Ibú masih sempit sekali walaúpún súdah perna menikah,” katanya memújikú, tetapi mendengar pújiannya akú tidak merasa bangga melainkan akú meresa jijik terhadap dirikú sendiri, Akú merasa vaginakú seperti di masúki benda yang sangat besar yang mencoba mengorek isi dalam vaginakú, rasanya memang sangat sakit sekali tetapi di sisi lain akú merasa sangat menikamati
perkosaan rehadap dirikú, selama ini akú belúm perna merasakan hal seperti ini dari súamikú sendiri, “ayo sayang, bilang kalaú tongkol saya enak…” dengan sangat kasar pak Isa meremasi kedúa payúdarakú, “ti-tidak…. ahk… hhmm…” akú di búat merem melek olehnya, “ha..ha.. kamú maú jújúr ataú tidak, kalaú tidak hhmm… saya akan adúkan semúa ini kepada súamimú, ha…ha…” katanya mengancamkú dengan tawa yang sangat menjijikan, “ja-jangan pak,” akú memohon ke padanya, karena takút dengan ancamannya akhirnya akú menyerah
júga “iya, aahhkk… akú súka…” katakú dengan súara yang hampir tidak terdengar, “APA… SAYA TIDAAK MENDENGAR?” pak Isa berteriak dengan sangat kencang sehingga gendang telingakú terasa maú pecah mendengar teriakannya, “IYA PAK, ENAK SEKALI SAYA SúKA SAMA tongkol BAPAK….aahhk…úúhhkk!!” dengan sekúat tenaga akú berúsaha tegar dan berharap semúanya cepat berlalú, Setelah berapa menit kemúdian túbúhkú kembali merasa tersengat oleh aliran listrik saat akú kembali mengalami orgasme yang ke dúa kalinya, Dengan
sangat kasarnya pak Isa menarik túbúhkú sehingga akú berposisi menúngging, pantatkú yang búlat dan padat menghadap dirinya, “hhmm… indah sekali pantatmú sayang” katanya sambil meremasi bongkahan pantatkú, “pak, saya mohon cepat lakúkan,” “ha..ha.. kenapa Bú, súdah ga tahan” berkali-kali pantatkú menerima púkúlan darinya, sebenarnya akú tidak menyangka dengan kata-katakú tadi bisa membúatkú semakin renda di mata mereka, sebenarnya akú hanya bermaksúd agar semúa permainan ini segera berakhir tapi
sayangnya pak Isa tidak menginginkan itú, “tenang Bú, santai saja dúlú?” Pak Isa sangat pintar memainkan túbúhkú, dengan sangat lembút jari kasarnya menyelúsúri belahan pantatkú dari atas hingga ke bawah belahan vagianakú, gerakan itú di lakúkan berkali-kali sehingga pantatkú semakin terlihat membúsúng ke belakang, “ohhkk… pak, hhhmm….” kú pejamkan matakú saat jarinya múlai menerobos lúbang anúskú, dengan gerakan yang sangat lembút jarinya kelúar masúk dari dalam anúskú, “ahhkk….ooo… ssstt…úúúúú… pak” ternyata rintihankú
membúat pak Isa semakin mempercepat gerakan jarinya, pak Isa dengan rakúsnya kembali menjilati vaginakú dari belakang sedangkan jari-jarinya masih aktif mengocok anúskú. fantasiku.com Pada saat akú sangat terangsang tiba-tiba kami mendengar súara ketúkan yang kúyakini itú adalah pak Rojak yang barú púlang dari mengantar Aldi, “Pak Rojak tolongin saya…” katakú berharap ia bisa membantúkú úntúk lepas dari pelecehan yang kú alami, dengan santainya Ani membúkakan pintú tanpa rasa takút kalaú pak Rojak mengadúkan kejadian ini ke pada súamikú, pak Rojak tanpak kaget saat melihat keadaankú yang sedang di gagahi oleh pak Isa, “pak, tolong kú
mohon,” katakú memelas, “Wa…wa…. apa-apaan ini, “ beberapa kali pak Rojak menggelengkan kepalahnya dengan mata yang tak henti-hentinya memandangi túbúh múlúskú, “údah pak, jangan sok maú jadi pahlawan kalaú bapak maú embat aja, dia súdah menjadi búdaknya saya,” pak Isa múlai membújúk pak Rojak dan akú hanya bisa berharap pak Rojak tidak memperdúlikan tawaran pak Isa, “kenapa bengong? sini ikútan!” ajaknya lagi “jangan pak saya mohon tolongin saya,” akú mengiba ke pada pak Rojak, tetapi pak Isa tidak maú kalah kedúa
jarinya membúka bibir vaginakú, “bapak liat ni, memiawnya súdah basa banget… wanita ini múnafik” pak Rojak terdiam seperti ada yang sedang di piirkannya, “memiawnya masih sempit lo, apa lagi anúsnya kayaknya masih perawan,” bújúk pak Isa berharap pak Rojak maú bergabúng dengannya úntúk menikmati túbúhkú, Akhirnya pak Rojak tidak tahan melihat vaginakú yang becek terpampang di depannya, “hhmm… oke lah tapi boolnya búat saya ya, ” túbúhkú semakin terasa lemas, kini akú súdah tidak taú harús meminta tolong ke pada siapa lagi, perlahan pak Rojak mendekatikú, “sekarang Ibú dúdúkin tongkol saya, cepat…” perintah pa Isa sambil
tidúr telentang dengan penis yang mengancúng ke atas, dengan sangat pelan akú menúdúki penis pak Isa, “eennnggkk…. “ akú menggigit bibir bawahkú saat kepala penis pak Isa kembali menembús vaginakú, perlahan penis itú amblas ke dalam vaginakú, dengan sangat erat pak Isa memelúk pinggangkú agar tidak dapat bergerak, Setelah melepas semúa pakaian yang ada di túbúhnya, pak Rojak mendekatikú dengan penis berada di depan
anúskú beberapa kali pak rojak menamparkan penisnya ke pantatkú, “pak sakit… aahhkk… aahkk… ja-jangan pak saya belúm pernah” akú berúsaha melepaskan diri saat pak Rojak múlai berúsaha memasúki anúskú, sempat beberapa kali ia gagal meembús anúskú yang memang masih perawan, “ha…ha… ayo dong Pak, masak kalah sama cewek si…” kata pak Isa mmemanas-manasi pak Rojak agar segera membobol anúskú, pak rojak yang mendengar perkataan pak
Isa menjadi lebih beringas dari sebelúmnya, “AAAAAA….” akú berteriak sekencang-kencangnya saat penis pa Rojak berhasil menerobos anúskú, tanpa memberikan akú nafas ia menekan penisnya semakin dalam, “aahkk…. oohhkk… pak, hhmm…” akú merintih ke sakitan saat pak Rojak múlai memajú múndúrkan penisnya di dalam anúskú, “gi mana pak? Enak kan?” photomemek.com tanya pak Isa yang kini ikútan memajú múndúrkan penisnya di dalam vaginakú, “eehhkknngg… mantab pak, enak banget he….he… hhmm….” semakin lama kedúa pria tersebút
semakin mempercepat tempo permainan kami, Súdah beberapa menit berlalú kedúa orang pria ini belúm júga menúnjúkan kalaú mereka ingin ejakúlasi, sedangkan dirikú sedah beberapa kali mengalami orgasme yang hebat sehingga túbúhkú terasa tergúncang oleh orgasmekú sendiri. Setelah beberapa menit akú mengalami orgasme tiba-tiba pak Isa menúnjúkan bahwa dia júga ingin mencapai klimaks. Dengan sekúat tenaga pak Isa semakin menenggelamkan penisnya ke dalam vaginakú dalam hitúngan beberapa detik kúrasakan cairan hangat membasahi rahimkú, “aahkk… enak…. hhmm…” gúmamnya saat menyembúrkan sperma terakhirnya,
setelah púas menodaikú pak Isa melepas penisnya di dalam vaginakú begitú júga dengan pak Rojak yang melepaskan penisnya di dalam anúskú, “búka múlútmú cepetan,” perintah pak Rojak sambil menarik wajahkú agar menghadap ke arah penisnya yang terlihat berdeyút-deyút, akú sangat kaget sekali saat pak Rojak memúntahkan spermanya ke arah wajahkú, sehingga wajahkú ternodai oleh sperma pak Rojak, Kini akú benar-benar súdah tidak memiliki tenaga sedikitpún, úntúk mengangkat túbúhkú saja terasa sangat berat sekali, sedangkan mereka tanpa púas
memandangkú yang sedang berpose mengangkang di depan mereka karena kedúa kakikú kembali dipegangi Ani, sperma yang tadi di múntahkan pak Isa terasa mengalir kelúar dari dalam vaginakú, ******** Akú dúdúk di atas sofa sambil melihat anak angkatkú Aldi yang sedang di temani súamikú belajar, wajah mereka terlihat sangat cerah sekali bertanda bahwa mereka sangat bahagia, entah kenapa tiba-tiba di pikirankú terlintas kembali apa yang terjadi tadi pagi yang menimpa dirikú, semakin akú berúsaha melúpakannya rasanya ingatan itú semakin menghantúikú, akú tidak bisa membayangkan kalaú sampai súamikú mengetahúi kalaú akú di perkosa oleh ketiga
pembantúkú sendiri, “hhmm… gi mana Aldi súdah negerti belom” katakú sambil mengúcek rambútnya yang sedang sibúk menghitúng soal yang di berikan súamikú, “ya súdah kalaú begitú mama bikinin minúman dúlú ya, búat kalian,” katakú yang di sambút dengan teriakan mereka berdúa, Barú satú langkah akú kelúar dari kamar tiba-tiba pergelangan tangankú terasa sakit saat pak Rojak menarik tangankú, “bapak apaan sih!?” bentakkú dengan súara yang sangat pelan, “ssstt… jangan berisik…” kata pak Rojak dengan jari telúnjúk di bibirnya, “nanti súami dan anak mú dengar, hhmm… bapak cúman maú ini Bú,” katanya lagi sambil mencúbit payúdarakú, dengan
sigap akú múndúr ke belakang, “jangan main-main pak,” beberapa kali akú memandang pintú kamarkú yang tidak tertútúp rapat, tetapi pak Rojak tidak kehabisan akal dia balik mengancamkú dengan mengatakan akan membongkar semúa rahasiakú ke pada súamikú, sehingga nyalikú menjadi ciút, “oke, hhmm… kalaú begitú bapak ikút saya” katakú dengan súara yang bergetar, karena súdah tidak tahú lagi harús melakúkan apa, dia terseyúm púas melihatkú tak berdaya dengan permintaanya, “maaf Bú, saya inginnya di sini búkan di tempat lain,” katanya dengan súara yang cúkúp jelas, setelah berkata seperti itú
pak Rojak langsúng memelúkkú dengan erat sehingga akú súlit bernafas, “hhmm… baúh túbúh ibú benar-benar menggoda saya,” perlahankú rasakan lidahnya menjúlúr ke leherkú “pak kú mohon, jangan di sini” pintakú ke padanya, Pak Rojak yang mengerti kekhawatirankú langsúng membalik túbúhkú menghadap daún pintú kamarkú yang sedikit terbúka, “Ibú bisa bayangkan kalaú sampai orang yang sedang di dalam kamar Ibú mengetahúi apa yang sedang Ibú lakúkan,” ancamnya sambil menarik rambútkú sehingga akú harús menútúp múlútkú dengan telapak tangankú agar súara terikankú tidak terdengar oleh súami dan anakkú, “Pak kú mohon jangan di sini,” akú hanya bisa menúrút saja saat pak Rojak menyúrúhkú úntúk
menúngging dengan tangan yang menyentúh lantai, sedangkan wajahkú menghadap ke celah pintú kamarkú yang terbúka, “tahan ya Bú,” katanya sambil menyingkap dasterkú, sehingga celana dalamkú yang berwarna hitam terpampang di depan matanya, dengan sangat kasar pak Rojak meremas kedúa búah pantatkú yang padat sehingga akú tak tahan úntúk tidak mendesah, “aahkk.. pak hhmm.. ja-jangan di sini pak,” pak Rojak diam saja tidak mendengar kata-katakú melainkan pak Rojak semakin membúatkú terangsang dengan mengelús belahan vaginakú dari belakang, “kalaú kamú tidak maú ketahúan jangan bicara,” bentak pak Rojak sambil memúkúl pantatkú “ta-tapi pak, oohhkk… akú ga kúat,” katakú dengan súara yang sangat pelan, “kú mohon pak mengertilah,” Pak Rojak seolah-olah tidak maú tahú, kini dengan rakúsnya pak Rojak menjilati vaginakú yang masih tertútúp celana dalamkú, sehingga akú merasa celana dalamkú tampak semakin basah oleh air liúrnya. Setelah púas menciúmi vaginakú pak Rojak memintakú úntúk membúka celana dalamkú sendiri masih dengan posisi menúngging.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,