Janda Dan Tetangganya
| Sebagai janda usia 32 tahun, aku seorang pembohong bila aku tak membutuhkan sex. Aku perempuan normal
dan aku masih suka sex. Namun setelah kelahiran anakku yang kedua, (kedua anakku adalah perempuan) aku
dan suamiku bercerai baik-baik. Suamiku membutuhkan anaklaki-laki, sementara peranakanku sudah diangkat,
untuk menyelamatkan jiwaku dan anak keduaku. Aku bersyukur, suamiku, ketika itu mau mengerti keadaan.
Akhirnya aku merelakan untuk dicerai daripada aku dimadu.
Aku mendapatkan santunan besar dari suamiku. Sebuah rumah yang kami bangun bersama, kemudian deposito
dan sebuah mobil serta sebuah toko. Biaya sekolah anak-anakku, ditanggung oleh suamiku dan mereka bebas
bisa bertemu kapan saja suamiku dan anakku mau. Tapi sejak perceraianku secara resmi, aku tak mau
digauli oleh suamiku lagi. Aku jaga gengsi, bahwa aku bukan perempuan sembarangan.
Seorang tetanggaku baru saja pindah ke kompleks rumah kami dan kami menjadi akrab, karena dia memiliki
anak tunggal dan suaminya juga seorang yang alim. Mereka super sibuk. Sering keluar kota bersama untuk
urusan bisnis dan mereka selalu menitipkan putra tunggalnya Hendra padaku sampai seminggu lamanya.
Hendra suka melirik tubuhku, ketika dia bermain dengan putriku yang masih kelas 1 SD dan yang kecil
masih TK. Aku selalu tersenyum, kalau dia mulai melirik belahan dadaku. Saat itu terbersit dihatiku
untuk mendapatkan sex dari Henra yang masih berusia 15 tahun dan sudah duduk di kelas 1 SMA. Terkadang
aku malu pada diriku sendiri. Haruskah aku bersetubuh dengan anak ingusan itu?
Aku sengaja memakai memakai Kimono sore hari sehabis mandi. Kimono pendek. Dengan rambutku tergerai
basah, aku duduk di sofa teras belakang rumah. javcici.com Aku sengaja membaca majalahwanita di hadapan Hendra yang
sibuk bermain sendiri dengan mengokotak-katik radio eksperimennya. Tentu sajabelahan Kimono ku kusengaja
tersingkap agar paha putih mulusku terlihat. Terkadang aku sengaja celana dalamku antara terlihat dengan
tidak. Seakan-akan dengan gerakan repleks aku menatap wajahnya, seakan tertangkap basah,
ketikamemelototi pangkalpahaku. Kemudian aku tersenyum padanya. Hendra tertunduk malu.
“Laaahhh… kenapa musti malu, Hen. Kan kamu sudah dewasa dan gagah lagi,” rayuku dengan suara mendayu.
Hendra diam dan wajahnya bersemu merah.
“Udah sini duduk dekat tante,”kataku sembari menarik tangannya agar duduk di dekatku.
Dengan malu-malu Hendra duduk di sampingku, sementara dua putriku bermain dengan asyiknya di gazebo yang
dikelilingi pepohonan bunga warna-warni. Biasa jika dua anak aperempuan bermain, yang mereka mainkan
adalah masak-masakan.
“Kenapa musti malu, sayang. Kan kamu laki-laki dan seorang yang gagah,”kataku memuji-muji dirinya.
Hendra memang kelihatan gagah. Hendra diam saja. Kulihat di balikcelananya ada benjolan. Artinya
penisnya sedang mekar dan mengeras. Cepat aku meraba penis. Hendra sepertio menepis tanganku.
“Malu tante,”katanya.
“Kok malu, kan hanya kita berdua gakada yang ngeliat. Adik-adikmu mana mengerti itu,” rayuku lagi.
“Kamu sudah punya pacar belum?” tanyaku. Hendra mengaku sudah. Entahlah, benar atau tidak dia sendiri
yang tau.
“Udah percahciuman?” pancingku.
“Udah tante,” jawabnya. Aku juga tak mau tau apakah dia bohong atau tidak.
“Bisa ni, tante bukti in, kalau kamu sudah pernah berciuman,” bisikku, memancing.
“Ih… buktiin bagaimana tante? Apa aku harus bawa pacarku dan berciuman di depan tante,” katanya seperti
orang lugu.
“Tidak harus demikian dong. Aku punya cara, untukj mengetahui, apakah kamu bohong atau tidak,” kataku
merayu lagi.
“Gimana cara tante membuktikannya?”
“Ayo ikut tante,” kataku dan bangkit dari tempat duduk. Aku memasuk rumah dan Hendra mengikuti aku.
Begitu dia masuk, aku menutup pintu. Langsung dia aku peluk.
“Ayo buktikan, kalau kamu sudah percah berciuman,” kataku sembari menarik tengkuknya dan mengecup
bibirnya.
Hendra terkejut, namun akhirnya dia memberi respons pada kecupan bibirku. Kami berciuman. Bibir kami
sudah menyatu. Aku percaya Hendra mungkin saja sudah pernah berciuman atau mendapat keterangan dari
teman-temannya. Kulepas ikatan komonoku, hingga Kimonoku terbuka dan aku memang senagaja tidak memakai
Bra. Kuarahkan tangannya untuk mengelus tetekku. Aku terus mempermainkan lidahku dalam arongga mulutnya.
Kami berciuman dan saling memeluk dan meraba. Sampai akhirnya Hendra melenguk dan memelukku kuat,
kemudian melemas. Aku sadar, kalau Hendra sudah orgasme. Cepat sekali. Mungkin karena dia masih hijau,
masih pemula. Aku tersenyum dan melepaskan pelukanku, kemudian memperbaiki ikatan Kimono-ku. Saat itu
putri bunghsuku mengetuk pintu ingin masuk kerumah. Aku membuka pintu dan kembali duduk di kursi terasa.
2 hari Hendra tak datanag ke rumah. Setiap kali kami bertatapan mata, dia selalu tertunduk malu.
Biasalah, pemula, demikian batrhinku. Tapi bagiku, itu adalah langkah awal yang baik untuk selanjutnya
sampai kepada apa yang aku inginkan.
Hari ke 3, kembali mama dan papanya menitipkan Hendra padaku. Makannya dan semuanya. Bahkan Hendra boleh
mengunci rumahnya dan tidur bersama kami di rumahku. Aku tetap santun dan siap menjadi ibu asuh Hendra.
Hendra datang ke rumahku dan kami kembali duduk sore hari di teras belakang rumah. Aku mengajak dia
ngobrol entah kemana-mana arah obrolan kami. Akhirnya aku memuji-mujinya, sebagai seorang lelaki tulen
dan perkasa serta hebat. Aku menagatakan kehebatannya berciuman.
“Kenapa kamu tak mau mengisap pentil tetek tante, Hen?”
“Apa boleh tante,” Hendra bertanya dengan matanya yang berbinar. Horeee…. pancingku sudah mengana,
batinku pula.
“Kenapa tidak sayang. Jika tidak ada orang lain, semuanya adalah milikmu. Kamua bebas memperlakukan aku
bagaimana saja, asal kamu tidakcerita kepada siapapun juga dan tidak boleh dilihat oleh orang lain,”
kataku meyakinkannya. Nampak dia senang.
“Apa kamu mau sekarang?” tanyaku. Kedua anakku kebetulan baru saja masuk kamar untuk tidur diang dan aku
sudah menyemprot tubuhku dengan farvum kesayanganku. Kulihat Hendra tersenyum.
Kembali kutarik tangannya ke dalam rumah dan aku langsung menguncinya. Aku tau, semua keadaan rumah
sudah terkunci, termasuk gerbang. Sudah aman. Kulepas kimono-ku dan aku sudah telanjang, tingga celana
dalam min yang melekat di tubuhku.
“Sekarang inilah milikmu. Perbuatlah, seperti apa yang kamu mau,” kataku merayu dan mendekatinya serta
memeluknya.
Kami berciuman kembali. Kuarahkan tangannya meremas tetekku. Setelah puas berciuman, aku arahkan pentil
tetekku untuk diisapnya. Kulihat Hendra demikian rakusnya mengisap tetekku dan sebelah tangannya
kuarahkan mengelus tetekku yag sebelah lagi. Saat itu, aku memasukkan tanganku ke dalam celananya dan
mengelus penisnya. Aku tau Hendra belum berpengalaman dalam hal ini. Aku harus sabar mendidiknya, hingga
apa yang kuinginkan bisa terpenuhi.
Aku berhasil melepaskan celananya ke lantai. Tanganku bebas mengelus penisnya.
“huuuhhhh… luar biasa hebatnya kontolmu Hen,”kataku memuji miliknya. Laki-laki kalau dipuji-puji
kehebatan miliknya, pasti bangga. Kepalanya pasti langsung membesar. Apalagi laki-laki yang masih
remaja.
Hendra diam saja, malah mengganti mulutnya ke pentila tetekku yang satu lagi. Aku pun merintih-rintih
kenikmatan secara profesional.
“Kamu hebat sekelai sayang. Kamu hebat,” teruskan sayang,” bisikku
Hendra terus merabai tubuhku dan tangannya sudah berada di kemaluanku. Bulu-bulu kemaluanku yang kutata
rapi bulu-bulunya, membuat rabaan Hendra aku hampir melayang.
“Masukin dong kontolmu ke memek tante, sayang,” pintaku seperti merintih dan menjerit kecil secara
profesional.
Desah nafasku pun kubuat seperti aku sangat membutuhkannya.
“Kontolmu hebat, Hen. Pasti aku akan menjadi sangat puas. Akulah sayang, aku adalah milikmu,” kataku
menghiba-hiba sedramatis mungkin.
Kutarik dia menindih tubuhku di atas lantai. Kukangkangkan kedua kakiku.
“Masukin sayang…” kataku. Hendra mulai mengarajhkan kontolnya memasuki lubang vaginaku. Berkali-kali
meleset.
Ingin aku menuntun penisnya memasuki lubang vaginaku. Tapi aku membiarkannya. Sampai akhirnya Hendra
duduk dan memegang sendiri penisnya dan mengarahkannya ke dalam lubangku dan menekannya. Tentu saja
penisnya cepat menghilang di dalam kveginaku yag sudah basah.
Setelah masuk, aku pun merintih seakan demikian nikmatnya dan demikian gagahnya Hendra.
“Huh… kontolmu hebat sekali sayang. Ayo, pompa yang kuat. Habisi aku. Habisi aku, hajar sepuasmu,”
rintihku sepeertai aku tak pernah melakukan hal yang seperti itu. Aku merasakan Hendra mulai semangat
menghajar diriku.
Mulutku terus nyerocos memuji kehebatannya dan seakan aku demikian merasakan keupasan yang tiada
taranya. Hendra mencari bibirku dan melumatnya dengan buas dan ganas. Hatiku bersorak, kalau jeratku
sudah mengenai korbanku dan tak lama lagi Hendra pasti ketagih dan akan merengek-rengek meminta kepuasan
sex dariku.
“Oh… Hen…kekasihku, cintaku… kontolmu hebat sekali sayang. Terus lagi sayang, bagaimana keinginanmu
untuk memuaskan dirkku dan dirimu, silahkan. Silahkan sayang,” rengekku.
Hendra semakin menggila seperti apa yang aku inginkan. Matanya tertutup menikmati sex yang kami lakukan.
Lagi-lagi hatiku bersorak, kalau dia sedang menikmatninya. Sebentar lagi dia akan menghiba meminta
kenikmatan dariku dan aku mulai memimpin persetubuhan, tanpa setahunya. Aku akan mengajarinya menjilati
vaginaku, menjilati anusku dan mempermainkan diriku, seakan itu adalah kehebatannya, padahal akulah
sutradaranya.
Setelah mungkin bvelasan kali bersetubuh dengan Hendra, aku jadi ketagihan mencari anak tetangga yang
lain. Bahkan anak-anak yang suka mangkal di taman, di mall dan gerombolan anak-anak remaja lainnya.
Mulanya aku merasa lucu, apa sih enaknya bersetubuh dan berpacaran serta bercinta dengan anak remaja?
Ternyata punya keasyikan tersendiri. Selain kita merasa dirinya tetap awet, juga kita merasa segar,
bercerita dengan mereka, seakan kita kembali remaja. Hal ini mungkin memperngaruhi psikologi kita.
Apalagi, kalau dapat anak ABG yang baru pertama kali bersenggama bahkan pertama kali berciuman. Asyik
lho. Gak percaya, boleh coba.
Kubawa mobilku memasuki halaman mall dikotaku. Aku berjalan dengan mataku yang jelalatan. Aku melihat
seorang anak muda, masih memakai seragam biru-putih. Artinya masih SMP. Modalnya ringan. Pertama-tama,
royallah memuji dirinya dan angkat dia setingi langit. Kemudian ajakmakan dan minum, lalui berikan
perhatian. Gampang kan?
Anak itu kuketaui bernama Williem. Putih lebih tinggi dari teman-temannya, karena dia suka basket.
Kulitnya bersih dan mudah tersenyum. Dia bersama dengan seorang temannya. Aku tau mereka bolos sekolah.
Aku dudukdi sebuahsudut cafe yang ada dan kuperhatikan anak itu. Saat mereka lintas takjauh dariku aku
melambai mereka. Keduanya mendekat.
“Kenapa gak sekolah sayang…” rayuku.
“Dari pada keluyuran takmenentu, ayo sini duduk dekat tante. Mau minum apa?” rayuku. Aku memberanikan
diri. Karena pertama kali aku operasi di mall dan plaza-plaza, seperti kebanyakan teman-temanku. Tapi
aku tak mau ikut mereka. Aku lebih suka operasi sendirian aja.
Mereka pun dududk malu-malu di depanku. Kuminta jus wortel duagelas lagi. Pelayanpun mengangguk dan tak
lama minuman pesananku itu tiba. Kuputar otakku dengan cepat. Kuminta teman William membelikan aku rokok
dan menyerahkan uang. Teman Williem segera angkat kakki mencarirokok yang aku pesan. Kumanfaatkan
keadaan secepatnya.
“Kamu kelihatan dewasa sekali sayang…” kataku setelah mengetahui namanya Williem. Dia tersenyum.
” Sebagai laki-laki dewasa dan laki-laki yang dewasa, pasti bisa jaga rahasia,”kataku. Dia menatap
wajahku atas pujianku. Akutau, kalau diamulai senang atas pujianku.
“Berapa nomor HP-mu?” rayuku. Dia mengeluarkan HPnya dan menyebut nomernya.
Aku mencatat nomornya dan aku berjanji akan mengganti HP nya dengan yang lebih bagus lagi nanti.
Kumiscall ke HP nya dan ternyata bebar.
“Itu no HP tante,” kataku dan memesankan padanya, kalau rahasia harus dijaga sebagai laki-laki yang
jantan dan menjelang dewasa. Aku bilang, kalau sebenarnya laki-laki adalah kehebatannya menjagarahasia
pribadi. Dia tersenyum. Kutrekan tuts HP ku dan mengirimkannya SMS. Sebagai laki-laki, aku yakin, kamu
pasti punyacara untuk meninggalkan temanmu dan kita boleh pergi jalan berdua. Kulihat dia membaca SMS ku
saat temannya mulai mendekati tempat kami. Dia tersenyum membaca SMS dan langsung dibalasnya.
“Gampang.” singakt sekali balasannya. Aku tersenyum.
“OK. Kalau begitu segerabuktikan. AKu mau tahu, apakah kamu memang seorang laki-laki yang sudah dewasa
atau menuju dewasa.” Kukirimkan lagi SMS itu. Williem membacanya. Aku melihat dahinya berkerut. Anak
yang suka bolos, pasti panjang akalnya, batinku.
“Aku sakit perut ni. Rasanya mules sekali. Tante mau gak antar aku kerumah. Biar mama yang antar aku
kerumah sakit?” Williem mengatakan pdaku seakan dia serius sakit perut. Kulihat temannya seperti
bingung.
“Ya udah… tante antar kerumahmu atau ke rumah sakit sekalian,” kataku.
“Kamu jangan cerita dan datang ke rumahku ya. Nanti kalau udah aman aku SMS kamu. Nanti ketahuan ama
mama, kalau kita cabut,” katanya pada temannya. Temannya mengangguk. Kuserahkan uang Rp. 50.000 pada
temannya agar dia boleh bersenang-senang menikmati cabut sekolahnya.
Kelihatan temannya itu senang. Aku sengaja membimbing Williem bangkit dari tempat dudukmnya. Aku melihat
Willem begitu bagus beracting. Dalam hati aku tersenyum. Kami menuruni escalator ke tempat parkir.
Setelah di dalam mobil kembali aku memujinya.
“Kamu benar-benar hebat sayang. Tante percaya, kalau kamu adalah laki-laki dewasa yang sempurna,” kataku
sembari mengecup pipinya.
Kulihat Williem bangga atas pujianku. Kujalankan mobill menuruni jalan tempat parkir yang berputar-putar
di mall itu.
“Menurutmu kita kemana? Ke puncak cariudara segar atau kemana?” tanyaku, tapi aku sengaja menekankan
kata puncak.
“Baiknya memang ke puncak, asal pukul 14.00 aku sudah bisa sampai di rumah,” katanya menyarankan. Wah…
anak ini memang petualang juga pikirku. Katanya dia kelas 3 SMP dan aberusia 15 tahun.
Kutekan gas mobil memasuki tol dan dalam waktu satu jam kami sudah sampai di sebuah villa kecil yang
murah. Befgitu mobil memasuki garasi, kutuntun dia naik ke lantai atas. Kuajak dia duduk di teras
belakang menikmati suasana alam.
“Kamu memang seorang yang sangat romantis, suka pada alam,” pujiku. Lalu dia pun bercerita bagaimana
alam itu penting bagi manusia. Saat dia bercerita tak ubahnya seperti seorang profesor berceramah, aku
terus memujinya sebagai anak pintar. Dia bangga.
Begitu pelayan turun dan menyerahkan uang makanan kami sekaligus uang kamar agar nanti perginya tak
perlu melapor lagi, langsung kupeluk Williem dan menecup pipinya. Aku sengaja merapatkan buah dadaku ke
tubuhnya dan mengelus punggungnya. KUtarik tangannya agar naik ke pangkuanku.
Yahhh… namanya pemula yang berpura-pura jadi anak dewasa, aku merasakan kecanggungannya. Akhirnya dia
mau juga berada dipangkuanku. photomemek.com Kedua kakinya mengangkangi kedua kakiku dan aku memeluknya, hingga dada
kamu merapat. Aku senagaja secara halus menggeliat, agar ada aliras dari buah dadaku kedadanya. Aku
terus mengelus punggungnya sembari memujinya.
“Kamu pasti punyapacar dan pasti cantik. Siapa sih perempuan berpacaran denganmu yang ganteng begini?”
biskku memuji. Williem diam saja tapi aku tau dia mendengar pujianku.
“Pasti kamu juga sudah mahir berciuman. Orang yag memiliki pacar yang banyak, tak mungkin tak pintar
berciuman,” kataku pula.
Lagi-lagi Williem diam. Kuarahkan bibirku ke bibirnya dan aku mengecup bibirnya. Langsung kuisap-isap
bibirnya dengan lembut. Lama kelamaan, mungkin naluri, Williem membalas isapan bibirku di bibirnya. saat
dia mulai merasakan nikmatnya berkecupan, aku menarik bibirku.
“Kan benar. Apa yang tante duga benar. Kamu ternyata laki-laki yang hebat berciuman,” pujiku lagi.
Aku tau dia mulai kecewa, karena aku mengeluarkan vbibirnya dari kulumanku. Kemudian aku kembali lagi
mengecunya dan mulai perlahan menjulurkan lidahku ke dalam mulutnya. Kukorek lidahnya dengan lidahku,
lalu aku mulai mengisap-isap lidahnya dan bergantian aku mejulurkan lidahku. Williem mulai mengisap
lidahku. Aku berpura-pura mendesah menikmatinya. Williem pun semakin bersemangat mempermainkan lidahku.
Kuarahkan tangannya ke tetekku setelah aku melepas kancing bajuku.
“Kamu pandaikan mengisap tetek? Isap dong diisap tetek Tante, pasti kamu hebat dan mampu membuat tante
nikmat,” pujiku lagi, lalu mengeluarkan tetekku dari bra. Kuarahkan mulutnya ke tetekku dan dia mulai
mengulum, lalu mengisapnya. Bergantian tetekku kuarahkan untukdiisapnya.
Wah… anak ini, pasti tidak lama mengajarinya, batinku. Kuelus-elus penisnya dari luar celananya. Aku
dapat merasakan penisnya sudah mengeras. Aku takut, begitu memasuki vaginaku dia sudah muncrat.
Kuminta Willem berdiri di hadapanku dan aku melepas celana. Kuturunkan celananya dan sekalian celana
dalamnya sampai lutut. Mulanya dia seperti malu.
Langsung aku bergumam memuji-muji penisnya.
“Wau… luar biasa. Kamu benar-benar laki-laki jantan yang sempurna,” kataku memuji, seakan aku berkata
pada diriku sendiri sembari mengelus penisnya.
Kurapatkan mulutku dan langsung kukulum penisnya. Kupermainkan lidahku pada penisnya. Kuremas-remas dan
kuelus buah pantatnya yang putih mulus.
“Enak kan?” bisikku. Aku tak butuh jawabannya, karena aku tahu dia pasti merasa nikmat. Aku tahu dia mau
muncrat, karena dia mulai meraba kepalaku bahkan dia mulai menekan penisnya jauh kedalam mulutku. Aku
bersorak gembira. Ini adalah awal yang baik, batinku.
Betul. Tak lama aku merasakan spermanya mengalir di tenggorokanku beberapa kali saat dia mulai meremas
rambutku. Setelah aku merasakan remasan di rambutku melemah. Aku mengeluarkan penisnya dari mulutku.
“Maaf tante, aku gak sengaja…”
“Huuuu… gak sengaja? Luar biasa kamu sayang. Luar biasa sekali. Kamu benar-benar laki-laki yang jantan
dan hebat,”pujiku melambungkannyatingi ke awan.
Dia pun senang. Pukul 12,00 kami keluar dari villa, agar dia tidak terlambat tiba di rumahnya.
Williem sudah semakin pintar dan aku sudah bersetubuh sembilan kali dengannya. Aku sudah memberinya HP
Nexian Rp. 400.000,- Makan minum, beli kaos dan hadiah kecil lainnya.
Kali ini aku mau bercerita dengan pasanganku yang baru. Rumahku harus direnovasi dan di cat, karena udah
dekat puasa dan setelahnya akan lebaran. Aku memanggil seorang tukang. Nyatanya dia ditemani oleh
anaknya yang outus sekolah. Mereka mulai memebetuli genting dan saluran air. Aku tau, anaknya yang
bernama Joko mulai melirih ke pahaku saat aku menjemur pakaian di halaman belakang rumah yang didindingi
dengan betul setingi tiga meter.
Saat aku lintas di sisinya, tinggi kami sama, walau usia baru 13 tahun. Ayahnya ada di atas genting dan
Joko melayani permintaan ayahnya dari bawah seperti melempar genting ke atas dan pekerjaan kecil
lainnya.
Aku pura-pura tak tahu saja, matanya jejelatan. Kubiarkan saja. Tubuhnya kelihatan sudah mulai berotot,
karena mungkin dipaksa kerja. Kulitnya hitam dan rambutnya dipangkas cepak.
Aku kembali ke luar membawa ember cucian, karena pembantu tidak masuk dengan alasan sakit. Sengaja
kulonggarkan kimonoku dan kuikat agak terbuka agar betisdan pahaku yang putih mulus samar terlihat. Aku
tahu, dia sudah punya libido dan rasa ingin tahu anak seperti itu, pasti tinggi.
Pukul 12.00 mereka istirahat dan ayahnya mengajak Jok pulang untuk makan siang karena rumah mereka hanya
200 meter dari rumahku. Saat itu aku mintya tolong agar Joko membeli sesuatu dan akan menyusul ayahnya.
Ayahnya tampak setuju. Maklumlah mengambil hati agar aku tetap memakainya dalam perbaikan-perbaikan
kecil di rumahku.
Saat ayahnya pulang, aku menyuruh Joko membeli minyak tanah ke warung. Dengan cepat Joko membelinya,
padahal sebenarnya aku tidak membutuhkannya, kecuali mati lampu untuk masak lampu templok.
Saat dia pulang, aku sengajaduduk di kursi belakang dengan kaki kuangkat sebelah ke atas kursi agar
celana dalamku kelihatan dan pahaku keihatan dengan telak. Kulihat Joko naik turun jakunnya.
Aku biarkan saja.
Tak lama Joko mendekatiku. Nampaknya matanya sangat tajam dan kulihat dia sudah mulai gelap mata. Aku
pura-pura tak tahu saja. Aku yang kuimpikan menjadi kenyataan. Joko langsung memelukku dan meremas
tetekku. Aku pura-pura terkejut.
“Jangan Ko, nanti ketahua ayahmu,” pintaku seperti tak setuju.
Nampaknya dia tak perduli. Anak usia 13 tahun, begitu beraninya, batinku. Saat aku dipeluknya sebelah t
anganku bekerja secata lembut, seakan menolak perbuatannya, tapi sebenarnya aku melepas tali komonoku.
Komonoku pun terlepas dan terkuaklah tubuhku, tanpa bra, kecuali celana dalam saja. Saat Joko memelukku
kupermainkqn bahuku, agar Komonoku terlepas dan blasss… aku tinggal memakai celana dalam saja.
Pura-pura aku menolaknya, padahal aku ingin tahu bagaimana penisnya.
“Duh… Joko, ntar ketahuan bapakmu gimana ni? Malukan?” kataku seakan tersendat-sendat di kerongkongan.
Bukannya Joko diam, malah melepas celananya sampai penisnya kelihatan aberdiri.
Kali ini aku memangterkejut, melihat penisnya yang lebih besar dari usianya. Dalam benakku, setidaknya
Joko sudah terbiasa onani. Kulihaturat-urat pada penisnya biru kemerahan.
“Ibu mau diapain, Jo? Malu Ko nanti ketahuan,” kataku seakan menolak tapi aku membiarkan saja apa yang
dialakukan pada diriku. Celanaku dia turunkan, hingga aku sudah bugil, sementara Joko hanya celananya
saja yang lepas.
Aku direnggutnya hingga aku tertidur di lantai. Cepat Joko menindihku dari atas. Perlahan kukangkangkan
kedua pahaku.
“Cepat dong, nanti ketahuan. Ah kamu sih…” bisikku seperti ketakutan. Joko nafasnya sudah tak teratur.
Tanpa tangan kuarahkan agar penisnya memasuki vaginaku. Dan bles, penisnya memasuki vaginaku. Kurasakan
Joko seperti kesetanan menyetubuhiku dan memompaku dari atas. Aku pura-pura ketakutan saja.
“Ah… kamu kok begini, Ko?”
Joko tetap diam dan terus memompaku dengan cepat sampai akhirnya spermanya keluar dan akhirnya dia
lemas. Setelajh dicabutnya penisnya, dia cepat memakai celananya dan meninggalkanku tanpa sepatah
katapun.
“Bajingan,” bisikku. Tapi aku mengerti, dia masih hijau. Bahkan hijau pucuk daun. Hahahaha…
Pukul 14.00 lebih dikit, Joko dan ayahnya kembali datang. Merejka amenyiapkan segala sesuatunya,
kemudian ayahnya naik ke atas genting sementara Joko di bawah. Kulepas celana dalamku, hingga yang yang
kupakai hanya komono saja. Jika ayahnya turun ke bawah, aku langsung berlari masuk kamar. Saat ayahnya
di atas, aku berdiri di pintu dan memperlihatkan kepada Joko senyumku. Joko tersipu. Sedikit demi
sedikit kusingkap komonoku memamerkan bulu-bulu kemaluanku. Joko meliriknya berkali-kali dan aku
tersenyum.
Saat Joko melihatku, aku mengejeknya dengan menjulurkan lidahku. Joko mendekatiku. Aku sengaja
membuatnya marah. Remaja alias ABG hanya dua kuncinya. Memujinya setinggi langit atau membuatnya marah
seakan tyak berharga. Dengan marahnya dia akan nekad berbuat sesuatu, apalagi laki-laki.
“Bapakmu lagi di atas, berani gak?” bisikku. Saat ngomong begitu, ayahnya memanggilnya meminta agar Joko
naik tangga membawa seuatu. Cepat Joko melompat dan menaiki tangga, kemudian turun lagi. Kembali dia
kulambai agar datang. Saat datang kueluk penisnya. Berkali-kali sampai penisnya berdiri. Cepat
kuturunkan celananya dan kukdudukan dia di kurisi kecil. Kukangkangi tubuhnya dan kuarahkan penisnya
memasuki vaginaku.
Cepat aku menggoyangnya dan mulutnya kuarahkan mengisapi tetekku saat ayahnya bekerja keras di atas
genting, kami bekerja keras di bawah. Sampai akhirnya spermanya muncrat beberapa kali dan dia segera
memakai celananya tanpa sempat membersihkannya. Aku tersenyum padanya dan menjulurkan lidahku
mengejeknya, sembari menunjuukan kelingkongku, yang artinya diatidak hebat.
Saat mereka pulang sore hari, aku sempat berbisik pada Joko, agar dia datang ke rumahku pukul 20.00 dari
pintu samping. Ketuk jendelaku beberapa kali, agar aku membuka pintu samping. Tak kutunggu jawabannya.
Saat aku duduka di teras depan rumah, kulihat Joko mengendap-endap di samping rumahku,. Setelah lihat
kiti dan kanan dan mungkin merasa aman, dia menyelinap kesamping. Saat itu aku segera memasuki rumah dan
mengunci pintu depan dan mematikan rampu ruang tamu. Cepat aku ke samping dan membukapintu samping.
Begitu dia masuk, kami mengunci pintu. Kulepas komonoku dan aku sudah telanjang bulat.
“Kamu telanjang juga dong…”bisikku. Dia juga seperti tergesa-gesa membuka pakaiannya sampai bugil. Warna
kulit kami sangat kontras. Hitam-putih.
“Kamau jangan tergesa-gesa dong. Ayo isap tetek ibu dulu sepuasmu,” kataku. Dia mulai mengisap tetekku
dan aku mengelus-elus puunggungnya Kemudian aku meminta menjilati vaginaku. Dia menatapku.
“Heh… menjilat aja gak berani. Laki-laki apa kamu?” aku sengaja menghejeknya dan memojokkannya. Lagi dia
tatyap wajahku di keremangan lampu.
“Ayo dicoba. Berani gak?” tanyaku. Aku menelentangkan tubuhku di atas meraja makan dan mengangkangkan
kedua kakiku.
“Ayo… kalau kamu laki-laki!” tantangku mengecirkan dirinya. Dia mendekat. Mungkin tersinggung sekali
atas ejekanku. Kutangkap kepalanya dan kuarahkan mulutnya ke vaginaku. Dia mulai menjilati vaginaku. Aku
mengajarinya, bagfaimana cara menjilat dan apa y ang harus dijilat. Aku memag sudah mencuci bersih
vaginaku dan pada bulunya aku semportkan sekali farvun, hingga membuat aromanya jadi nano-nano.
Makin lama jilatannya semakin bagus dan aku meminta dia mempertahaqkankan jilatan seperti itu. Aku mulau
menikmatinya sampai akhirnya aku orgasme. Kasihan Joko, dia belum orgasme. Aku turun ke lantas dan
merebahkan diriku di lantai hanya dengan beralaskan komonoku yang kukembangkan. Jokopun menindih tubuhku
dari atas dan memasukkan penisnya.
Lain orang lain sifatnya. Joko kelihatannya semuanya mau cepat dan buru-buru serta sedikit kasar. Tapi
aku suka pada kekasarannya, karean tusukannya dalam vaginaku menjadi lebih keras.
Aku berpura-pura kewalahan, walau sebenarnya aku sudah orgasme. Lama kelamaan aku jadi menikmatinya
juga. Aku tahu, sebentar lagi Joko pasti akan orgasme. Aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku
pun mujlai mengimbanginya dan mencari kenikmatanku.
Akhirnya aku mendapatkannya. Aku mempertahankan goyanganku dan mengimbangi kekasaran Joko.
Kami mendapatkan puncak yang kami nikmati. Joko melepaskan spermanya. Saat berkali-kali dia melepaskan
spermanya,. dia mau mencabur penisnya. Aku menahannya dewngan menjepitkan kedua kakiku di pinggangnya
dan aku mengonggoyangnya dari bawah, sampai aku orgasme.
Kusuruh Joko mencuci penmisnya di kamar mandi sementara aku ke kamarku mengambil uang. Saat dia mau
keluar dari rumah, aku menyelipkan uang itu ke tangannya. Rp. 20 ribu.
“Terima kasih banyak ya Bu…” katanya berkali-kali. Nampak dia senang sekali menerima uang Rp. 20.000
itu. Mungkin dalam pikirannya, sudah dapat ngentot, ceritasexdewasa.org dapat uang lagi. Baginya takaran Rp. 20.000 itu
sudah cukup besar. Sejak itu, saat aku membutuhkannya aku cuyku pmembisikkan padanya saat kami
berpapasan. Kemudian kami pakai jadwal Selasa dan jumat malam.
Tak ada yang tahu. Joko pun sudah pintar dengan berbagai versi untuk memuaskan dirinya . Dia merasa dia
memuaskan dirinya, karena dia tidak pernah tahu, kalau apa yang kuajario padanya, sebenarnya
untukamemuaskan diriku.
Aku tersenyum saat aku mendapat bisikan dari seorang teman yang bertanda kerumahku. Mulanya aku tak
percaya, kalau seorang anakberusia 13 tahun sedang mengintipku. Tapi setelah menyaksikan sendiri, aku
baru percaya. Dia adalah Dullah. Nama lengkapnya aku tidak tau. Tapi apa perduliku dengan nama
lengkapnya. Aku pun tersenyum lagi setelah aku melihatnya mengintipku. Aku memang duduk sembarangan dan
daster miniku membuat pahaku tersingkap.
“Boleh juga, tuh. Iseng-iseng berhadiah” kata temanku mengggodaku. Aku membantahnya. Tak mungkin aku
menggoda anak kecilberusia 13 tahun, walau tubuhnya tingi dan sedikit kurus, berkulit putih mulus dengan
rambunya yang lurus.
Setelah temanku pulang, malah pikiranku kacau. Aku melihat keberanian anak itu, mengintipku dari jarak
lima meter. Kembali aku tersenyum. Apa mungkin, aku akan bermain sex dengan anak itu? Kerjanya terus
menerus main sepeda mini, memutar-mutar sepedanya seperti akrobat? Hal ini membuat pikiranku menjadi
kotor. Kenapa tidak? Boleh coba kan, batinku.
Kuangkat kakiku dan aku memperlihatkan pahaku yang mulus, antara kelihatan celana dalam dan tidak. Aku
mengukurnya. Jelas kulihat matanya melirik dan aku tersenyum padanya. Eh… anak ini malah membalas
senyumku.
Aku pun melambainya agar datang. Dengan cepat sepedanya, dirapatkannya ke halaman rumahku. Dengan tak
gentar dia datang dan bersapa.
“Ada apa tante?”
“Kalau aku surtuh membelikan sesuatu maugak?” tanyaku. Dia mengangguk. Kuminta dia membeli gado-gado
dua bungkus.
Dia adalah anak seorang supir dengan kehidupan yang pas-pasan. Dengan cepat dia melarikan sepedanya. Tak
lama dia kembali membawa dua bungkus gado-gado. Kuajar dia memasukkan sepedanya ke dalam rumah dan
kubawa dia masuk. Kami duduk di taman belakangrumahku, memakan gado-gado. Sembari makan, aku memasang
aksi, memperlihatkan pahaku sampai ke pangkal pahaku. Kulirik, dia mulai gelisah. AKu tahu dia mulai
horney. Dalam hati aku tersenyum.
Usai makan, kusuruh dia mandi ke kamar mandi yang bersih. Anak ini mau saja.
Usai mandi, aku memanggilnya. Langsung kupeluk dan aku tau dia terkejut. Kucium bibirnya, membuat
dirinya semakin terkejut.
“Kamuterus mengintip paha tante, kenapa sekarang kamu justru jadi ketakutan?” tanyaku lembut. Dullah
diam saja.
“Ah… kamu ini seperti tidak laki-laki saja. Buktikan domng, kalau kamu anak laki-laki,” serangku
merendahkan harga dirinya. Lagi-lagi dia diam. Kutanya sekolahnya. Katanya, jia sekolah terus,
seharusnya dia sudah kelas dua SMP. Aku tersenyum dan berjanji akan menyekolahkannya.
Kuraba kemaluannya dari balik celananya. AKu merasakan sesuatu yang mengeras. Tapi Dullah menarik
dirinya. Untung aku masih memeluknya dan tak kubiarkan dia lepas. Aku trakut dia bercerita kepada orang
lain, jadi dia harus aku tuntaskan. Tentu dengan rayuan mautku, aku berhasil melapas celananya. Langsung
kukulum burungnya ke dalam mulutku dan dia mulai merasakan enaknya. Aku mulai menyatakan diriku
berhasil. Sembari mengulum burungnya, aku melepas celana dalamku. Setelah lepas, aku membimbingnya untuk
tidur di lantai. Kukankangi tubuhnya dan kutuntun burungnya ke dalam lubang nikmatku.
Aku melihat dia mulai menutup matanya, untuk menikmati kehangatan liangku. Perlahan aku memainkannya
dari atas. Dan… aku merasakan *an spemanya dalam liangku. Busyet…. batinku. Tapi aku tersenyum, tak mau
membuatnya kecewa. Jurus maut kembali aku mainkan, dengan memuji-mujinya setinggi langit.
“Tak sangka, kalau kamu benar-benar seorang laki-laki perkasa,” pujiku. Dia tersenyum lau.
“Bagaimamna enak?” sapaku, saat kemaluannya mengcil dan meluncur keluar dari liangku. Lagi-lagi dia
tersenyum dan tertunduk, tak berani menatapku.
“Jangan malu, dong. Kamu ini kan sudah jadi laki-laki sempurna?” pujiku lagi.
Setelahg membersihkan diri di kamar mandi, aku memberinya uang Rp. 10.000,- Aku melihat dia sangat
senang menerimanya. Kami buat sumpah, kalau Dullah, tak boleh bercerita kepada siapapun. Jika
diabercerita, maka dia akan ditangkap polisi. Dullah mengangguk. Aku minta Dullah untuk datang lagi
besok sore dan kami boleh buat kenikmatan lagi. Dia setuju. Saat keluar dari halaman rumah, langsung dia
larikan sepedanya sekencang mungkin.
Dullah sudah mondar-mandir di halaman rumahku. Aku beru ingat, kalau kemarin, kami berjanji. Cepat
kubukapintu rumah dan aku mengedipkan mataku. Matanya celingak-celinguk melihat sekitar.Setelah dia
merasa aman, dia langsung memasuki rumahku dengan sepedanya. Dengan sigap pula dia menutup pintu dan
menguncinya. Aku tersenyu. Anak pinar bisikku dalam hati. Kali ini, Dullah, justru sudah mandi dan
bersih. Aku mencium aroma lifebuoy dari tubuhnya.
Uuuhhh… senyumnya mengembang. Langsung dia kupeluk. Pujianku kembali mengumbar.
“Kamu hebat. Kamu laki-laki perkasa yang hebat. Luar biasa…”pujiku. Dia tersenyum. Aku duduk di kursi
makan dan kupeluk dirinya yang masih berdiri lali kucium bibirnya. Aku mengajarinya, bagaimana mengulum
bibir dan lidah dipermainkan dalam mulut. Aku mengajarinya, bagaimana mengemut tetekku. Terakhir aku
mengajarinya, bagaimana menjilati memekku dan mengemut kentitku. Ada satu jam lamanya aku mengajrinya.
Aku naik ke meja makan dan menelentangkan tubuhku. Aku minta dia menjilati memekku dan mempermainkan
klentitku. Sampai aku orgasme. Setelah aku puas, aku trurun ke lantai dan kuminta dia menaiki tubuhku
dan menuntun burungnya memasuki liangku.
Dullah mengenkotku dari atas sembari kuarahkan mulutnya untuk mengemut pentik tetekku. Kubisiki dia,
agar tak buru-buru. Agar dia menikmati setiap genjotannya. Akhirnya aku pun tak mampu membendung
nikmatku. Aku mencari dan terus mencari nikmatku sendiri, karena aku takut didahului olehnya. Aku pun
menemukannya dan menjepit sekuatku pinggangnya dengan kedua kakiku. Aku merasakan *an spermanya yang
hangat dalam liangku. Kami berpelukan dan kami mendapatkan kenikmatan kami.
Lagi-lagi aku menyerahkan uang Rp. 10.000,- padanya. Tiga kali seminggu dia datang untuk memuaskan
dirinya dan mendapatkan uang Rp. 10.000 dariku. Sampai suatu hari ibunya datang dan mengucapkan terima
kasih padaku, kalau aku begitu menyayangi Dullah dan ibunya malahbersedia, kalau Dullahboleh tinggaldi
rumahku untuk membantu-bantu di rumahku. Mulanya darahku terkesiap juga, tapi setelah semuanya lancar
aku pun senang. Jadiulah Dullah tingal di rumahku dan aku membaiayai sekolahnya.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,