Sambungan dari bagian 01
Buah dada Poppy masih sangat kencang dan bulat, kuelus buah dadanya dari luar bra yang digunakannya, baru kemudian kuberanikan untuk menyusupkan jemariku ke dalam bra, halus dan hangat terasa jemari tanganku menyentuhnya, Poppy pun melenguh, nafasnya semakin tak beraturan ketika tanganku menyentuh buah dadanya bagian dalam. Bra yang kurasakan sangat mengganggu tersebut akhirnya dengan jerih payah berhasil kubuka, (karena kebetulan kancing pengaitnya ada di depan, jadi mudah untuk menemukannya). Setelah terbuka, tanganku menjadi semakin leluasa menggerayangi kedua buah dada Poppy. Kuelus-elus buah dada Poppy memutar keliling bagian luarnya, baru kemudian kutemukan pentil susunya yang masih sangat kecil mungil, dan kubayangkan pasti warnanya merah muda. Kupelintir-pelintir pentil susunya, membuat Poppy semakin menggelinjang “aahh, kakk, Poppy… gelii… banget nih”, ujar Poppy, aku tak bisa menjawab, karena nafsu birahiku semakin memuncak, aku hanya dapat tersenyum sambil mengecup keningnya. Tanganku pun semakin berani bergerilya, sementara tangan kananku sibuk menggerayangi buah dada, maka tangan kiriku mulai berani untuk mengelus-elus paha putihnya, busyeet! teman-teman, pahanya halus banget, kuelus dari lutut, kemudian naik sedikit sampai kira-kira 20 cm dari lutut, kemudian turun lagi, ingin rasanya elusan tanganku ini kuteruskan ke atas, namun keberanian diriku belum penuh.
Bibir kami terus berpagutan, sambil terus berpelukan. Nafsu birahiku semakin bergejolak, ingin rasanya aku membuka kaos putihnya, sehingga aku dapat melihat sekaligus menciumi buah dadanya, namun kutakut kalau Poppy nantinya malah tersinggung mengingat hal ini baru pertama kali kami lakukan.
“Sudah diijinkan memegang sampai ke dalam saja sudah untung”, batinku dalam hati.
Aku sadar bahwa segala sesuatu itu harus melalui proses, demikian juga dengan “hal ini” walaupun permasalahannya berkisar hubungan antara 2 insan manusia yang berlainan jenis, namun kuyakin apabila dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, maka hasilnya pun akan lebih memuaskan. Kuurungkan niatku, walaupun kemaluanku sudah semakin menegang, menuntut sesuatu yang lebih dari sekedar berciuman dan berpelukan, walaupun sudah dihiasi dengan elusan-elusan ringan ke arah 2 bukit kembarnya.
Sedang asyik-asyiknya kami berciuman, tiba-tiba kudengar suara derit pintu yang terbuka, aku dan Poppy tersentak kaget, Poppy pun membenahi rambutnya yang sedikit acak-acakan sekaligus memasang kait tali BH-nya yang sempat kubuka tadi.
“Siapa Pop?” bisikku padanya. Poppy menggelengkan kepalanya, “Mungkin Ibu”, balasnya setengah berbisik. Kami pun langsung bergegas untuk kembali pada posisi semula. Aku mengambil buku sambil berusaha untuk mengatur jalan nafasku yang masih ngos-ngosan tak karuan.
“Waahh, sialan, lagi nikmat-enaknya, adaa saja gangguan”, batinku dalam hati.
Ternyata dugaan Poppy benar, Ibu keluar dari kamar, terbangun karena haus sekalian menengok anaknya yang sedang belajar.
“Waahh… rajinnya anakku, jam segini masih belajar juga”, ujar Ibu sambil membelai rambut Poppy.
“Gimana Nak Eot, apa Poppy sudah siap untuk ujian besok?” tanya Ibu padaku.
“Lumayan Bu, soal-soal yang kuberikan tadi hampir semuanya terjawab benar”, jawabku sambil melirik ke arah Poppy.
“Ya sudah, dilanjutkan belajarnya, Ibu mau bikin susu dulu buat kalian, biar nggak masuk angin”, sahut Ibu lagi.
“Nggak usah Bu, jadi ngerepotin saja nih”, kataku berbasa-basi.
Tidak lama kemudian Ibu kembali membawa 2 gelas susu coklat panas plus roti buat kita berdua.
“Makasih ya Bu”, ujarku pada Ibu, Ibu tersenyum kecil sambil mempersilakan kami untuk meminum susu buatannya.
“Poppy, kalau sudah beres lekas tidur, biar besok nggak kesiangan bangun, Ibu sudah ngantuk, mau tidur duluan.”
Kami pun kembali ditinggal berdua di ruang tersebut. “Wah, hampiiirrr saja ketauan, untung pintunya kedengeran”, ujar Poppy sambil mengelus dada.
“Ya… yaa… yaa, kalau nggak bisa gawat nih, disuruh belajar PMP kok malah belajar ciuman”, sahutku sambil tertawa lega ibarat maling lolos yang lolos dari sergapan Satpam.
“Uu… uuuhh… dasar guru ngeres, bukannya ngasih ilmu buat besok kok malah ‘nyonyo’ susu batur” (mainin payudara orang—-> dalam bahasa Sunda)”, kata Poppy sambil mencibirkan bibirnya.
“Tapi… suka kan!” kataku sambil memeluk Poppy dari belakang.
“Naahh, sekarang mau lanjutin belajar PMP atau lanjutin belajar dokter-dokteran?” tanyaku pada Poppy.
Poppy tidak menjawab, ia melepaskan pelukanku dan berpindah untuk berbaring di sofa panjang yang kebetulan terdapat di pojok ruangan. Aku pun berjalan menghampirinya.
“Sakit apa Mbak?” tanyaku sambil pura-pura memegang keningnya bak seorang dokter yang menanyai pasiennya.
“Ini Dok, saya dari tadi sesak nafas, kalau nafas berat banget kayak ada sesuatu yang ngeganjel di mulut”, jawab Poppy sambil tersenyum manja ke arahku.
“O… ok, kalau begitu coba Mbak buka mulutnya”, sahutku lagi. Poppy pun kemudian membuka mulutnya, laganya seorang dokter, aku pun pura-pura mensenter mulutnya bagian dalam, terlihat barisan gigi putih rapih menghiasi bagian dalam bibir mungilnya. Melihat posisi Poppy yang berbaring pasrah di sofa, timbul lagi hasratku untuk kembali melanjutkan permainan kami yang sempat terpotong tadi.
“Waduuuhh… ini sih harus diberi nafas bantuan”, kataku lagi. Aku pun kembali mendekatkan bibirku pada bibirnya, kita pun segera berciuman kembali dengan gemasnya, lidahku dan lidahnya saling berkaitan, kadangkala lidahku digigitnya lembut, mungkin saking gemasnya. filmbokepjepang.sex Tanganku pun tidak mau tinggal diam, segera ikut bergerilya di sekitar permukaan buah dadanya. Walaupun masih tertutup baju dan BH, namun aku dapat merasakan bahwa puting susu Poppy sudah mulai mengeras pertanda bahwa ia mulai terangsang, hal itu juga tampak dari jalan nafasnya yang sangat tidak beraturan. Kemaluanku sudah sangat menegang, nafsu birahiku kian memuncak, keringat mengucur deras, otakku sudah benar-benar dipenuhi oleh pikiran ngeres meminta sesuatu yang lebih. Aku pun berfikir keras agar dapat melihat buah dadanya, memegang dan mengelusnya langsung tanpa ada baju dan BH yang menghalangi.
Sesaat kuhentikan ciumanku di bibirnya. Kupandangi wajah imutnya sambil bertanya, “Gimana Mbak, apa sudah baikan sesak nafasnya?”
“Belum Dok, malahan sekarang tambah parah, gimana dong dok?”
Aku pun pura-pura berfikir sambil mengerutkan dahiku.
“Ooo… Gitu”, kataku sambil mengangguk-anggukan kepalaku.
Aku mengambil sendok yang kebetulan ada di atas meja.
“Buat apa itu Dok?” tanya Poppy.
“Yaa.. buat periksa dong”, sahutku.
“Naahh… sekarang aku mau periksa detak jantung Mbak, tolong bajunya agak dikeataskan”, pintaku padanya takut-takut.
“Baik Pak Dokter”, jawab Poppy sambil mulai mengangkat kaos putihnya setengah badan. Tampaklah perut putihnya dan sebagian buah dada bagian bawah yang masih terbungkus BH warna putih gading. Aku kaget setengah gembira melihat pemandangan tersebut, aku tidak menyangka kalau ternyata malam ini, malam EBTANAS aku dapat memegang sekaligus melihat buah dada Poppy, pacarku tercinta.
“Maaf ya Mbak”, sahutku sambil pura-pura memulai memeriksa pasiennya. Pertama-tama dengan menggunakan punggung sendok yang cembung, aku menekan lembut perut Poppy kemudian kugeser sedikit demi sedikit naik ke arah buah dada Poppy.
“Waahh… maaf nih Mbak, sepertinya BH-nya harus dikendorkan habis menghalangi jalannya pemeriksaan”, sahutku ragu-ragu. Tak disangka Poppy pun melepas tali BH-nya (kaitannya ada di depan sehingga sangat mudah untuk membukanya). Dadaku bergemuruh keras, bagai akan meledak melihat pemandangan yang demikian menakjubkan, dimana di depan mataku sepasang buah dada indah, putih nan cantik belum pernah terjamah sedikitpun menantang, menanti belaian tangan-tangan kasarku. Untuk pertama kalinya kumelihat langsung buah dada wanita seumur hidupku, buah dada yang berdiri tegak, bulat dihiasi dengan puting kecilnya yang menonjol berwarna coklat kemerahan. Untuk beberapa saat lamanya aku duduk tertegun, tak bergerak, diam membisu, pandanganku sedetikpun tidak terlepas dari 2 buah dada indah itu. Seluruh tubuhku seakan lemas tak bertenaga, otakku berputar cepat, bingung memikirkan tindakan apa yang akan kulakukan selanjutnya.
“Kaak… kak, kok bengong sih”, tanya Poppy menyadarkan aku dari lamunanku.
“Buah dada kamu bagus sekali”, ujarku refleks. Poppy pun tersenyum malu sambil menutupi buah dadanya dengan kedua belah tangannya. Kusibakkan dua tangannya dari gumpalan daging indah itu, dengan lembut kuelus buah dada itu dari bawah kemudian berputar ke atas mengelilingi puting susunya yang semakin menonjol itu. Poppy menggelinjang kegelian, tampak seluruh badannya bergoyang menahan rasa geli dan nikmat yang tak terkirakan itu. Mungkin baru sekarang ini buah dadanya dipermainkan oleh seorang cowok. Nafasnya seakan-akan berhenti, terutama ketika jemariku perlahan mengelus dan memutar mempermainkan puting susunya.
“Kaak…., Poppy geliii… banget”, ujar Poppy sambil mendekap tanganku ke arah buah dadanya.
Kukecup keningnya untuk menenangkan hatinya, kucium bibir mungilnya, kemudian kuciumi leher indahnya, kutelusuri, kujilati lehernya sampai bersih. Ciumanku perlahan beranjak turun ke bawah, kucium buah dadanya satu persatu, baru kemudian kutelusuri buah dada indah itu dari atas memutar ke bawah, hingga akhirnya sampai ke puting susunya yang sudah sangat keras itu. Kujilat puting susunya perlahan, baru kemudian kuhisap-hisap bagai anak kecil menyusu ke ibunya. Poppy memejamkan kedua matanya, seluruh badan Poppy tampak mengejang terutama ketika lidahku mengenai puting susunya.
Nafsuku sudah tak tertahankan lagi, ingin rasanya aku menelanjanginya, dan kemudian menidurinya, “Tapi itu mustahil”, batinku dalam hati. Sementara mulutku bermain di buah dadanya, tanganku tak mau kalah, mulai meraba-raba paha putih Poppy dari bawah bergerak perlahan ke atas, kusingkap rok mini yang dipakainya sedikit ke atas, paha indah itu semakin tampak jelas dihiasi bulu-bulu halus, tanganku terus bergerak ke atas hampir sampai ke pangkal pahanya, terasa semakin hangat dan halus. Tiba-tiba tangan Poppy memegang tanganku yang tinggal beberapa centimeter saja mengenai kemaluannya.
“Ka…. ka…, nanti saja ya”, ujar Poppy.
“Disini nggak aman”, ujar Poppy lagi.
Aku pun menurunkan tanganku. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 01.30 malam. Di sini aku dihadapkan pada 2 pilihan, di satu sisi aku merasa bahwa kesempatan ini tidak boleh disia-siakan, namun di sisi lain aku merasa kasihan pada Poppy yang besok pagi harus mengikuti ujian EBTANAS. Akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri permainan ini. “Toh besok aku masih menginap di rumah ini, sudah barang tentu kesempatan pun akan lebih banyak”, pikirku dalam hati. Akhirnya Poppy pun kusuruh untuk beristirahat, aku pun beranjak ke kamar Mas Doddy, namun sampai subuh aku tak dapat tidur, pikiranku terus melayang pada kejadian yang baru saja terjadi antara kami berdua, “Besok aku harus mendapatkan yang lebih”, batinku dalam hati.
TAMAT