Selected text – Berawal perkenalan saya dengan anak fakultas sastra, namanya Tasya. Anaknya cantik, kulitnya putih bersih dan mulus, maklum anak keturunan negri seberang. Suatu waktu, saya jemput Tasya dari kuliahnya untuk pulang. Sesampainya di rumah Tasya di bilangan Cempaka, dia mengajak saya masuk karena katanya rumahnya kosong sampai besok siang.
Sayapun masuk dan duduk di sofa ruang tamunya. Setelah menutup pintu depan, dia masuk ke dalam kamarnya untuk mandi dan ganti baju. Tidak lama kemudian dia datang dengan baju kaos dan rok pendek sambil membawa dua minuman dan duduk di samping saya.
Woduh..!!! Saya bisa mencium harum tubuhnya dengan jelas. Dan terus terang tiba-tiba saya terangsang dan mulai membayangkan keindahan tubuh Tasya bila tanpa busana. Secara tidak sadar, saya menatap tubuh segarnya dan membuat Tasya bingung.
“Kenapa sih lex?”, tanyanya. Saya cepat-cepat sadar dari lamunan erotis saya. “Ngga…, lu kelihatan laen dari biasanya”. “Lain apanya lex…?”, sambil menumpangkan salah satu kakinya ke kaki satunya.
Waw… Pahanya putih sekali. Birahi sayapun tambah terangkat. Pikiran erotis saya mulai bergelora lagi, menghayalkan seandainya saya bisa meraba-raba kemulusan pahanya.
“Heh..!”, katanya sambil tertawa dan menepuk bahu saya, “Ngeliat apaan hayo, ngeres deh lo!”.
Saya cuma bisa tersenyum,
“Sya, panas ya di sini?”, sambil saya mengambil saputangan di kantong celana. “Iya yah, lo udah mulai keringetan begini”.
Tiba-tiba saja dia mengelap keringat di dahi saya memakai tisunya.
Dalam keadaan berdekatan seperti ini, saya punya inisiatif untuk memeluk dan menciumnya. Dan benar deh, Tasya sudah berada dalam pelukan saya, dan bibirnya sudah dalam lumatan bibir saya. Dia sama sekali tidak berontak dan mulai memejamkan matanya menikmati percumbuan ini. Tangannya perlahan berganti posisi memeluk leher saya.
Tangan saya yang tadi memegang pinggulnya, turun perlahan ke pangkal pahanya dan akhirnya saya berhasil merasakan betapa mulus dan lembutnya paha Tasya. Saya meraba naik turun sambil sedikit meremasnya. Rasanya agak bangga juga saya mulai bisa menyentuh bagian tubuhnya yang agak sensitif. Sedangkan bibir kami masih saling berpagutan mesra dalam keadaan mata masih terpejam. Lama-lama saya merasa kurang lengkap kalau hanya meraba bagian pahanya saja.
Tangan saya mulai naik lagi.
Sekarang saya ingin sekali untuk menikmati buah dadanya. Pikiran saya sudah melayang jauh. Pelan tapi pasti saya mengangkat baju kaosnya untuk saya buka. Dia tidak menolak, dan setelah saya buka bajunya, kelihatanlah buah dadanya yang masih terbungkus rapi oleh BH-nya.
Saya lumat lagi bibirnya sambil saya bawak tangan saya ke belakang tubuhnya. Memeluk…, dan akhirnya saya mencari kancing pengait BH-nya untuk saya lepas. Tidak berapa lama kemudian terlepaslah BH pembungkus buah dadanya.
Dan mulailah tersembul keindahan buah dadanya yang putih dengan puting kecoklatan di atasnya. Akh, benar-benar merupakan tempat untuk berwisata yang paling indah dengan pemandangan yang menakjubkan di seantero jagat. Saya tambah gregetan melihat indahnya buah dada Susan yang terawat rapi selama ini.
Akhirnya saya mulai meraba dan meremas-remas salah satu buah dadanya dan kembali saya lumat bibir mungilnya. Terdengar nafas Tasya mulai tidak teratur. Kadang Tasya menghembuskan nafas dari hidungnya cepat hingga terdengar seperti orang sedang mendesah. Tasya membiarkan saya menikmati tubuhnya. Birahinya sudah hampir tidak tertahankan.
Saat saya rebahkan tubuhnya di sofa dan mulut saya siap melumat puting susunya, Tasya menolak saya sambil mengatakan, “Lex, jangan di sini…, di kamar saya aja!”, ajaknya dan kemudian bangun, mengambil baju kaos dan BH-nya di lantai dan berjalan menuju kamar tidurnya. Saya mengikutinya dari belakang sambil membuka baju saya sendiri dan melepas kancing celana saya.
Begitu pintu ditutup dan dikunci, saya langsung memeluk Tasya yang sudah telnjang dada dan kembali melumat bibir mungilnya lalu meraba-raba tubuhnya sambil bersandar di tembok kamarnya. Lama-lama cumbuan saya mulai beralih ke lehernya yang jenjang dan menggelitik belakang telinganya. Tasya mulai mendesah pertanda birahinya semakin menjadi-jadi.
Saking gemesnya saya sama tubuh Tasya, tidak lama tangan saya turun dan mulai meraba dan meremas bongkahan pantatnya yang begitu montoknya. Tasya mulai mengerang geli. Terlebih ketika saya lebih menurunkan cumbuan saya ke daerah dadanya, dan menuju puncak bukit kembar yang menggelantung di dada Tasya.
Dalam posisi agak jongkok dan tangan saya memegang pinggulnya, saya mulai menggerogoti puting susu Tasya satu persatu yang membuat Tasya kadang menggelinjang geli, dan sesekali melenguh geli. Saya jilat, gigit, kulum dan saya hisap puting susu Tasya, hingga Tasya mulai lemas. Tangannya yang bertumpu pada dinding kamar mulai mengendor.
Perlahan tangan saya meraba kedua pahanya lagi dan rabaan mulai naik menuju pangkal pahanya. Dan saya mengaitkan beberapa jari saya di celana dalamnya dan, “Srreet!”, Lepas sudah celana dalam Tasya. Saya raba pantatnya, begitu mulus dan kenyal, sekenyal buah dadanya.
Dan saat rabaan saya yang berikutnya hampir mencapai daerah selangkangannya…, tiba-tiba, “Lex, di tempat tidur aja yuk..! saya capek berdiri nih”. Sebelum membalikkan badannya, Tasya memelorotkan rok mininya di hadapan saya dan tersenyum manis memandang ke arah saya. Wow, senyum itu…, membuat saya kepingin cepat-cepat menggumulinya. Apalagi Tasya tersenyum dalam keadaan tanpa busana.
Tasya mendekati saya, dan tangannya dengan lincah melepas celana panjang dan celana dalam saya hingga kini bukan hanya dia saja yang bugil di kamarnya. Batang kemaluan saya yang tegang mengeras menandakan bahwa saya sudah siap tempur kapan saja. Tinggal menunggu lampu hijau menyala.
Lalu Tasya mengambil tangan saya, menggandeng dan menarik saya ke ranjangnya. Sesampainya di pinggir ranjang, Tasya berbalik dan mengisyaratkan agar saya tetap berdiri dan kemudian Tasya duduk di sisi ranjangnya.
Oh, Tasya nyepong batang kemaluan saya dengan rakusnya. Gila, lalu dia dengan ganasnya pula menggigit halus, menjilat dan nyepong batang kemaluan saya tanpa ada jeda sedikitpun. Kepalanya maju mundur nyepong kemaluan saya hingga terlihat jelas betapa kempot pipinya.
Saya berusaha mati-matian menahan ejakulasi yang saya rasakan agar saya bisa mengimbangi permainannya. Kadang saya meringis nikmat saat Tasya mengeluarkan beberapa jurus pamungkasnya dalam nyepong kemaluan saya. Wow, betapa nikmatnya hingga menyentuh sumsum.
Sudah 15 menit Tasya nyepong batang kemaluan saya, lalu dia melepas mulutnya dari batang kemaluan saya dan merebahkan tubuhnya telentang di atas ranjang. Saya mengerti maksud Tasya ini. Dia minta gantian saya yang aktif. Segera saya tindih tubuhnya dan mulai berciuman lagi untuk beberapa lamanya, dan saya mulai mengalihkan cumbuan ke buah dadanya lagi, kemudian saya turun lagi mencari sesuatu yang baru di daerah selangkangannya.
Tasya mengerti maksud saya. Dia segera membuka dan mengangkangkan kedua pahanya lebar-lebar, membiarkan saya membenamkan muka saya di sekitar bibir vaginanya. Kedua tangan saya lingkarkan di kedua pahanya dan membuka bibir vaginanya yang sudah memerah dan basah itu.
Oh, rupanya sewaktu dia mandi sudah dibersihkan dan disabun dengan baik sehingga bau vaginanya harum. Ditambah menurut pengakuannya, bahwa dia tadi meminum ramuan pengharum vagina. Tanpa buang waktu lagi, saya menjulurkan lidah untuk menjilati bibir vaginanya dan clitorisnya yang tegang menonjol.
Wow, Tasya menggelinjang hebat. Tubuhnya bergetar hebat. Desahannya mulai seru. Matanya terpejam merasakan geli dan nikmatnya tarian lidah saya di liang sanggamanya. Kadang pula Tasya melenguh, merintih, bahkan berteriak kecil menikmati gelitik lidah saya.
Terlebih ketika saya julurkan lidah saya lebih dalam masuk ke liang vaginanya sambil menggeser-geser ke clitorisnya. Dan bibir saya melumat bibir vaginanya seperti orang sedang berciuman. Vaginanya mulai berdenyut hebat, hidungnya mulai kembang kempis,dan akhirnya…
“Lex…, ohh…, Lex…, udahh…, entot saya Lex!”, Tasya mulai memohon kepada saya untuk segera menyetubuhinya. Saya bangun dari daerah selangkangannya dan mulai mengatur posisi di atas tubuhnya dan menindihnya sambil memasukkan batang kemaluan saya ke dalam lorong vaginanya perlahan.
Dan akhirnya saya genjot vagina Tasya yang masih perawan itu secara perlahan dan jantan. Masih sempit, tapi remasan liangnya membuat saya makin penasaran dan ketagihan. Akhirnya saya sampai pada posisi paling dalam, lalu perlahan saya tarik lagi. Pelan, dan lama-kelamaan saya percepat gerakan tersebut. Kemudian posisi demi posisi saya coba dengan dukungan Tasya.
Saya sudah tidak sadar berada di mana. Yang saya tahu semuanya sangat indah. Rasanya saya seperti melayang terbang tinggi bersama Tasya. Yang saya tahu, terakhir kali tubuh saya dan tubuh Tasya mengejang hebat. Keringat membasahi tubuh saya dan tubuhnya.
Nafas kami sudah saling memburu. Saya merasakan ada sesuatu yang muncrat banyak sekali dari batang kemaluan saya sewaktu barang saya masih di dalam kehangatan liang sanggama Tasya. Setelah itu saya tidak tahu apa lagi.
Sebelum saya tertidur saya sempat melihat jam. Alamak!, dua setengah jam. Waktu saya sadar besoknya, Tasya masih tertidur pulas di samping saya, masih tanpa busana dengan tubuh masih seindah sebelum saya bersenggama dengannya. Sambil memandanginya, dalam hati saya berkata, “Akhirnya saya bisa juga ngelampiasin nafsu yang saya pendam selama ini”.
Thank’s banget Sya…, kalo nggak ada lo, saya kagak tau deh ke mana saya bawa nafsu saya ini”, saya kecup keningnya,lalu saya segera berpakaian dan siap pergi dari rumah Tasya setelah saya lihat jam di mejanya, mengingatkan saya bahwa sebentar lagi keluarganya segera datang. Saya kagak mau konyol kepergok lagi bugil berduaan bersama dengannya. Apalagi masih ada noda darah perawan di sprei tempat tidurnya.
Saya bangunkan dia dan berkata bahwa lain kali sebaiknya kita main di villa saya, di Bogor, dengan alasan lebih aman dan bebas.