Di sebuah desa di daerah Jawa Barat, terlahirlah seorang bayi perempuan mungil nan cantik. Tangisan sang bayi menyeruak di tengah sunyinya malam dan diiringi senyum penuh kebahagiaan sepasang suami istri yang menyambut kelahiran anak pertamanya. Bayi mungil itu diberi nama Anissa Riyanti (biasa dipanggil Anis). Anis kecil tumbuh menjadi remaja yang manis, ceria, pandai, ramah, rajin, dan sangat berbakti pada orang tua.
Pada saat memasuki usia 14 tahun, Anis kecil mulai menapaki masa remajanya, dimulai dengan bertambah besarnya payudara sampai tumbuh bulu-bulu tipis di antara kedua pangkal pahanya. Pada usia itu juga Anis mulai merasakan keanehan dalam dirinya, seringkali gadis kecil ini merasakan sesuatu yang bergejolak di dalam dirinya, terkadang detak jantungnya tak beraturan, dan sering susah tidur karena pikirannya melayang kemana-mana seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Keadaaan ini terus berlangsung bertahun-tahun tanpa ia tahu penyebabnya.
Pada masa SMU (sekitar usia 16 atau 17 tahun), pertumbuhan Anis mencapai kesempurnaan. Tinggi badannya 165 cm dengan berat 54 kg dan ukuran payudara 34C (sedikit lebih besar dari teman2 seusianya), membuat Anis terlihat agak montok dan menggemaskan. Walaupun wajahnya tidak terlalu cantik, tapi dengan kulitnya yang kuning langsat, senyumannya yang manis dan rambut panjang tergerai cukup menarik perhatian teman-teman pria di sekolah dan juga tetangga-tetangganya. Apalagi dengan kepandaiannya di sekolah, menambah banyak teman-teman yang menyukainya dan berusaha mendekatinya. Beberapa laki-laki di sekolah pernah menyatakan perasaannya, tapi selalu ditolak secara halus oleh Anis, karena Anis memilih untuk berkonsentrasi penuh terhadap studinya untuk mencapai cita-citanya menjadi seorang Dokter Anak.
Laki-laki di kampungnya juga tak kalah tertariknya, bahkan ada yang sampai langsung melamar Anis. Setiap minggu pagi, para lelaki di kampung Anis selalu menyempatkan diri untuk lewat di rumah Anis, karena pada saat itu biasanya Anis menjemur pakaian di halaman rumahnya dengan hanya mengenakan sarung yang dililitkan di tubuhnya. Bahkan ada yang sengaja mengintip dari semak-semak.
Singkat cerita, Anis berhasil mewujudkan impiannya dengan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah jurusan kedokteran di sebuah universitas terkenal di kota Jakarta. Dan selama studi di Jakarta, sang ibu bermaksud untuk menitipkan Anis di rumah Tante Ita, adik perempuan ibu Anis yang tinggal di Jakarta bersama suaminya, Om Dito. Kemudian ibu Anis segera mengabarkan rencana tersebut dan meminta ijin kepada Tante Ita & Om Dito agar Anis bisa tinggal bersama mereka.
Jakarta, pada saat yang bersamaan
Mmmhhmmmhhhhaahhh..ohhhhmas..mas Ditongghhh
Begitulah kira-kira desahan Tante Ita, ketika Om Dito menghujam-hujamkan penisnya ke liang vaginanya. Pakaian mereka telah berserakan di lantai ruang tengah itu, tubuh telanjang Tante Ita terduduk di sofa dengan pantat yang sedikit terangkat untuk memudahkan Om Dito yang berlutut di depan sofa sambil bergerakkan pantatnya maju mundur untuk menuju kenikmatan puncak. Sekitar 15 menit sudah mereka bercinta dengan posisi itu, kedua tubuh telanjang mereka sudah dibasahi oleh keringat, dan tiba-tiba kringgg. kriiingggsuara telepon yang terletak di atas meja kecil di sebelah sofa cukup mengagetkan kedua pasangan itu, namun belum cukup untuk memaksa mereka mengorbankan kenikmatan tersebut hanya untuk mengangkat telepon. Tapi telepon itu tak henti-hentinya berdering, sampai akhirnya Tante Ita menyerah dan mengangkat gagang telepon. Terdengarlah suara ibu Anis diseberang sana yang bermaksud untuk meminta ijin untuk menitipkan anaknya. Lain halnya dengan Tante Ita yang menyerah dan mengangkat gagang telepon, Om Dito tetap melanjutkan penetrasinya karena kenikmatan yang dirasakan sudah membumbung terlalu tinggi dan sangat tanggung untuk menundanya sekarang. Kondisi tsb membuat Tante Ita tak bisa berkonsentrasi menjawab telepon dari Kakak tertuanya itu, Tante Ita berusaha menutup mulutnya rapat-rapat takut desahannya membuat kakaknya curiga.
Mendekati puncaknya, Om Dito mempercepat gerakannya sehingga membuat Tante Ita kelimpungan. Karena tidak tahan lagi Tante Ita segera mengiyakan saja permintaan kakaknya dan menutup gagang telepon. Kini mulut Tante Ita kembali mendesah dan meracau tidak karuan sambil tangannya meremas kedua payudaranya sendiri untuk menambah kenikmatan. Tidak lama kemudian lenguhan panjang terdengar dari bibir tipis Tante Ita pertanda ia telah mencapai puncak orgasme, kemudian disusul dengan penis Om Dito yang menyemprotkan cairan hangat di dalam liang kewanitaannya. Mereka terdiam sejenak dengan mata terpejam menikmati sisa-sisa orgasme masing-masing. Kemudian Om Dito bangkit mencium kening Tante Ita dan berbisik Thanks honeyI love you. Tante Ita tersenyum dan memeluk erat tubuh lelaki yang begitu dicintainya itu.
Keesokan paginya sebelum berangkat ke kantor masing-masing, seperti biasa Tante Ita & Om Dito duduk bersama di meja makan menyantap sarapan yang sudah disiapkan oleh Bi Ijah (pembantu paruh waktu yang datang pada pagi hari dan pulang pada sore hari). Saat itu Tante Ita mengutarakan permintaan kakaknya yang ingin menitipkan Anis di rumah mereka. Sebenarnya Om Dito keberatan, dengan alasan kehadiran Anis akan mengganggu aktivitas seks yang biasa mereka lakukan di setiap sudut rumah mereka. Ruang tengah (seperti kemarin malam), ruang kerja, ruang makan, dapur, garasi, bahkan di taman belakang rumah, semua sudah pernah dijadikan tempat beradu syahwat oleh dua insan ini. Nafsu birahi pasangan ini tergolong besar, intensitas bercinta mereka juga cukup tinggi (3-5 kali seminggu), belum lagi fantasi seks mereka yang imajinatif dan terkadang liar membuat mereka lebih menyukai bercinta di tempat lain dari pada di atas ranjang yang dianggap terlalu monoton.
Dan untuk alasan itu pula mereka sengaja mencari pembantu paruh waktu, agar mereka bisa mengekspresikan fantasi dan gairah seks mereka sebebas-bebasnya. Tapi apa boleh buat, Tante Ita sudah terlanjur mengiyakan permintaan kakaknya itu dan tentu dia juga tidak enak hati untuk melarang keponakannya sendiri menumpang tinggal di rumahnya. Dan itu berarti kebebasan mereka akan amat sangat terganggu.
Dua minggu kemudian, Anis tiba di Jakarta setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 3 jam dengan kereta. Tante Ita dan Om Dito menyambut kedatangan Anis dengan hangat, setelah ngobrol-ngobrol sejenak di ruang tengah Tante Ita mengajak Anis untuk melihat kamar yang akan ditempatinya. Kamar Anis terletak di lantai 2, bersebelahan dengan ruang kerja Om Dito.
Awalnya kamar itu dibuat untuk anak-anak mereka kelak, namun sampai sekarang Tante Ita belum berniat untuk memiliki momongan dengan alasan mau berkonsentrasi pada kariernya. Kamar ini cukup besar, apalagi untuk gadis desa seperti Anis yang biasa menempati kamar seadanya. Satu-satunya kekurangan kamar ini hanyalah tidak tersedianya kamar mandi. Jadi Anis harus menggunakan kamar mandi luar yang terletak didepan kamarnya, tapi tentunya itu tidak menjadi masalah buat Anis yang memang sudah terbiasa menggunakan kamar mandi luar di rumahnya.
Hari demi hari, minggu demi minggu telah dilalui, Anis sangat betah tinggal di rumah itu, tak terasa 2 bulan sudah Anis tinggal di sana. Hampir tidak pernah ada masalah yang terjadi antara Anis, Tante Ita, Om Dito, dan Bi Ijah, mungkin karena Anis memang anak yang rajin dan pandai bersosialisasi.
Satu-satunya hal yang membuat Tante Ita menegur Anis adalah kebiasaan lama Anis yang mandi tanpa membawa pakaian ganti ke kamar mandi, sehingga dia selalu keluar kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk sebatas payudara dan pahanya saja. Walaupun sudah dinasehati, Anis masih sering lupa membawa pakaian ganti, sehingga dia harus berjalan berjingkat-jingkat keluar dari kamar mandi, takut kepergok Tante Ita. Om Dito yang sering melihat kejadian itu dari ruang kerjanya hanya bisa tersenyum, dan setiap kali terlihat oleh Om Dito, Anis selalu meminta supaya Om Dito tidak melaporkannya ke Tante Ita.
Kebetahan dan kebahagiaan Anis tinggal di rumah itu, ternyata tidak sepenuhnya berjalan dengan lancar, ada yang merasa terganggu dengan kehadirannya. Siapa lagi kalo bukan libido Tante Ita dan Om Dito yang bergejolak minta dipuaskan. Selama 2 bulan ini, mereka terpaksa bercinta di dalam kamar saja (di atas ranjang & di kamar mandi) yang tentunya kurang memuaskan bagi mereka. Tidak ada lagi sensasi yang mereka rasakan setelah bercinta. Mereka juga sangat sulit mencuri kesempatan, karena memang Anis hampir tidak pernah keluar rumah di malam hari, kalaupun keluar paling hanya membeli nasi goreng di ujung jalan.
Bukan hanya libido mereka saja yang tidak tersalurkan, begitu juga dengan fantasi-fantasi liar mereka yang terbelenggu dalam pikiran masing-masing. Keadaan ini menjadi semakin parah saat Om Dito mendapat tugas ke luar kota selama 1 bulan. Waktu yang sangat lama bagi pasangan ini, karena sejak menikah mereka belum pernah berpisah lebih dari 1 hari. Dan hal yang paling sulit tentunya menahan gejolak birahi mereka yang tidak tersalurkan selama 1 bulan. Benar saja, baru 5 hari kepergian Om Dito, Tante Ita sudah tidak bisa membendung nafsu birahinya yang menggelora.
Saat itu Tante Ita baru saja pulang dari kantor, seperti biasa dia langsung mandi untuk menghilangkan penatnya setelah seharian bekerja. Tante Ita melepaskan pakaiannya satu per satu, mulai dari blazer merah jambunya, tank top putih, dan roknya yang juga merah jambu. Kini yang tersisa tinggal bra hitam dengan cup rendah dan G-string hitam yang membuat buah pantatnya terlihat lebih padat. Sesaat kemudian Tante Ita sudah menikmati mandi di bawah shower.
Air shower dingin yang mengalir di sekujur tubuhnya dirasakan bagai jari jemari yang membelai tubuhnya dengan lembut. Mungkin karena libido yang sudah tertahan lagi, tanpa sadar tangan Tante Ita mulai bergerak meraba tubuhnya, dari leher perlahan turun menuju payudara. Diremasnya dengan lembut kedua payudara itu, kemudian tangannya bergerak ke belakang untuk melepas kait branya dan bra hitam itu terjatuh ke lantai. Tampaklah kedua bukit indah Tante Ita yang kembali diremas-remas dengan lembutnya. Setelah puas bermain-main dengan payudaranya, tangan kiri Tante Ita mulai merayap pelan menyusup ke dalam G-string hitam yang dia kenakannya.
Terdengar desahan pelan dari bibirya saat bibir vaginanya tersentuh, dan lenguhan mulai terdengar saat jari tengahnya mulai menyusup ke dalam liang kenikmatan itu. photomemek.com Tangan kirinya bergerak keluar masuk di dalam liang vaginanya, sedangkan tangan kanannya masih setia meremas payudara. Kenikmatan mulai menjalar ke sekujur tubuh Tante Ita, gerakan tangannya pun semakin cepat, bahkan jari telunjuknya juga ikut terbenam didalam liang kewanitaannya. Tak lama kemudian tubuh Tante Ita mengejang hebat, otot-otot vaginanya mengencang, dan terdengar lenguhan panjang yang menandakan ia mencapai orgasmenya. Itulah kegiatan Tante Ita di saat suaminya di luar kota, tapi tetaplah itu tidak cukup untuk memuaskan birahi liarnya.
Ternyata pekerjaan Om Dito selesai 2 hari lebih cepat dari yang dijadwalkan, dan dia pun segera pulang dengan penerbangan pertama pada hari Sabtu pagi. Tujuannya hanya satu, melepaskan kerinduan dan hasrat seksualnya yang menggebu-gebu bersama istrinya. Di luar perkiraan Om Dito, ternyata di hari libur itu Tante Ita harus meeting bersama atasan dan rekan-rekan kantornya. Om Dito tiba di rumah pada pukul 07.30, dan segera menuju ke kamar, tampaklah Tante Ita yang sedang berdandan di depan cermin.
Tanpa banyak basa-basi Om Dito langsung memeluk tubuh Tante Ita dari belakang sambil menciumi lehernya, payudara Tante Ita pun tak luput dari remasan-remasan yang sedikit kasar, terlihat sekali nafsu yang begitu besar dan sudah lama terpendam siap untuk meledak. Walaupun sempat kaget dengan serangan tiba-tiba itu, Tante Ita langsung bisa mengimbangi permainan suaminya. Dia membalikkan badannya dan melumat bibir suami yang sangat dirindukannya itu, sesaat kemudian Tante Ita mendorong tubuh suaminya sampai jatuh terlentang di atas ranjang.
Tanpa basa-basi lagi, Tante Ita langsung membuka resleting celana Om Dito dan mengeluarkan penisnya yang sudah menegang, sesaat kemudian penis itu sudah dikulum, dijilat, dan dihisapnya dengan nafsu yang membara. Perlahan lidah Tante Ita semakin turun, dijilatnya dengan lembut buah zakar Om Dito, sesekali dihisapnya kedua buah zakar itu secara begantian, sambil tangan kanannya mengocok penis Om Dito. Wajah Om Dito memerah, bibirnya mengulum senyum terlihat begitu menikmati.
Di tengah kenikmatan itu tiba-tiba terdengar suara klakson dari depan rumah, ternyata teman sekantor Tante Ita sudah menjemputnya untuk bersama-sama ke lokasi meeting. Langsung saja Tante Ita menyudahi permainannya, dia merapikan dandanannya sejenak, kemudian diciumnya dengan lembut kening Om Dito dan pergi berlalu.
Kini tinggallah Om Dito sendiri di kamar itu dengan penis yang masih berdiri tegak dengan gagahnya, tampak kekecewaan dari wajah pria itu, birahinya yang sudah melambung tinggi ke angkasa, tiba-tiba jatuh terpelanting ke bumi. Tapi apa mau dikata, terpaksa dia harus menunggu kepulangan istrinya untuk menyelesaikan permainan tadi.
Hari itu Bi Ijah tidak bekerja karena sakit, jadilah Om Dito membereskan sendiri koper yang dibawanya, pakaian-pakaian kotor ditaruh di dalam ember di dekat mesin cuci. Kemudian dia menuju ruang kerja dengan membawa tas kerja, tentunya untuk membereskan file-file kertas kerjanya.
Ketika sedang asyik merapikan kertas yang berserakan di atas meja kerjanya, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar mandi dibuka, refleks Om Dito menoleh ke arah suara itu. Ternyata Anis yang keluar dari kamar mandi itu, dan seperti biasa hanya dengan handuk yang terbelit di tubuhnya.
Sebenarnya pemandangan seperti ini sudah biasa dilihat Om Dito, tapi kali ini birahi Om Dito sedang meledak-ledak dan susah untuk ditahankan, apalagi sejak tadi penis Om Dito tak henti-henti berdenyut, sehingga muncul pikiran-pikiran nakal dalam benak pria berbadan tegap ini. Mata Om Dito menatap tubuh Anis dengan tajam, dan setelah diperhatikan ternyata memang ada sedikit perbedaan dari biasanya. Kali ini handuk yang dikenakan Anis tidak terbelit dengan rapi, terlihat asal-asalan, handuk itu hanya menutupi sampai pangkal paha saja, bongkahan pantatnya pun hampir terlihat. Mungkin karena dia pikir dia hanya sendiri di rumah.
Pagi Nis sapa Om Dito dari kamar kerjanya. Anis yang tidak mengetahui kepulangan Om Dito sedikit terperanjat dan menoleh ke arah suara itu. EhhOm Dito ngagetin aja..kapan pulang Om??
Tadi pagi..
Nisbantuin Om rapiin kertas-kertas ini dong..
iya Om sebentar..Anis ganti baju dulu
Gak usah dehh..sebentar aja koq..setelah ini baru ganti baju..okay??
Ok dehh..
Gadis polos ini segera masuk ke ruang kerja tanpa curiga sedikit pun, langsung saja dia merapikan kertas-kertas tersebut dengan petunjuk dari Om Dito. Tak henti-hentinya Om Dito mengamati tubuh gadis lugu ini, libidonya pun semakin memuncak dan tak tertahankan lagi. Entah setan mana yang merasuki pikiran Om Dito, tiba-tiba tubuh gadis itu dipeluk dari belakang, bibirnya memburu leher Anis dan menciuminya. Menerima perlakuan seperti itu Anis meronta-ronta berusaha lepas dari dekapan Om Dito, tapi sia-sia, tangan Om Dito yang kekar tak bergeming. Tapi Anis tak menyerah begitu saja, digigitnya tangan Om Dito sampai pegangannya terlepas. Anis berusaha lari ke kamarnya, tapi belum sempat dia melewati pintu ruangan itu, Om Dito sudah meraih tangannya dan menariknya dengan kasar sampai terjerembab ke lantai.
Om Dito langsung menutup pintu dan menguncinya. Anis yang ketakutan meringkuk di sudut ruang kerja itu, sambil menangis tersedu-sedu, dan memelas meminta Om Dito menghentikan perbuatannya. Tapi Om Dito yang sudah gelap mata sama sekali tak menghiraukan permintaan keponakannya itu, digengamnya kedua lengan gadis itu, dan diangkat dengan kasar sampai tubuh Anis berdiri. Sejurus kemudian Om Dito berusaha menarik handuk yang dikenakan Anis, gadis itu berusaha sekuat tenaga mempertahankannya, tapi lagi-lagi usahanya sia-sia, dan lagi-lagi tubuh telanjang Anis terjatuh ke lantai untuk kedua kalinya. Anis bersimpuh di lantai, kedua tangannya disilangkan untuk menutupi buah dadanya, tenaganya sudah habis, tidak ada yang bisa dia lakukan lagi selain menangis dan menangis. Nafsu binatang benar-benar menguasai Om Dito, dia mencekik leher Anis dari belakang dan mendorongnya ke lantai sampai pipi gadis itu terbentur lantai.
Dorongan keras itu membuat bokong Anis terangkat seperti orang yang sedang menungging, dan kemaluannya terlihat mengintip di antara kedua bongkahan pantat mulusnya. Om Dito dengan cepat menurunkan celananya dengan tangan kiri dan mengarahkan penisnya ke liang kemaluan Anis, sedangkan tangan kanannya masih mencekik leher jenjang gadis itu.
Anis kembali berusaha melakukan perlawanan dengan sisa tenaganya, tapi Om Dito memperkeras cekikannya membuat sang gadis terkulai lemas dan benar-benar tidak berdaya. Penis Om Dito mulai merangsek masuk ke dalam liang vagina Anis yang sempit, walaupun agak sulit menembusnya, tapi hentakan yang kuat membuat kepala penisnya masuk ke liang kenikmatan Anis diiringi dengan teriakan Anis menahan perih. Melihat korbannya sudah menyerah, Om Dito menjadi sedikit santai, perlahan-lahan dia menarik penisnya dan mendorongnya kembali, sesekali ditekan lebih keras agar penisnya bisa lebih masuk lagi. Setelah berkali-kali mencoba, akhirnya sebuah hentakan yang cukup keras berhasil menenggelamkan penis Om Dito ke dalam liang vagina Anis, diiringi oleh darah perawan yang mengalir dan jeritan Anis menahan perih.
Mulailah Om Dito menggerakkan penisnya keluar masuk, mencari kenikmatan yang sudah lama tidak dirasakannya, makin lama gerakannya makin cepat. Vagina Anis yang masih sangat sempit membuat Om Dito begitu menikmati penetrasinya.
Tak lama kemudian kenikmatan orgasme mulai membayangi Om Dito, gerakannya dipercepat untuk mengejar kenikmatan itu. Tubuh Om Dito menegang, kini kedua tangannya berpindah ke pinggul Anis, kemudian digoyang ke depan dan belakang untuk menambah kenikmatannya. Anis sama sekali tidak melakukan perlawanan lagi, walaupun cekikan di leher yang sedari tadi menahan rontaannya sudah terlepas, dan tidak ada lagi air mata yang menetes.
Rupanya gadis ini merasakan sesuatu yang luar biasa dalam dirinya, sebuah sensasi yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, makin cepat gerakan Om Dito, makin dalam pula sensasi yang dirasakannya. Tiba-tiba tubuh Om Dito mengejang hebat, pertanda ia akan mencapai orgasmenya, dan crotttcrroott..crottt. cairan putih yang kental dan hangat membaluri liang kewanitaan Anis bercampur dengan darah perawannya.
Setelah nafsunya terpuaskan, Om Dito meninggalkan Anis begitu saja menuju ke kamarnya. Sementara itu, Anis merasakan kedua kakinya sangat lemas, dengan sisa-sisa tenaganya ia berusaha untuk bangkit dan berjalan menuju kamarnya. Sampai di kamar Anis menjatuhkan tubuhnya yang masih telanjang ke atas ranjang, wajahnya terlihat seperti orang bingung.
Di satu sisi Anis merasakan penyesalan yang mendalam atas perkosaan yang merenggut keperawanannya, tapi di sisi lain dia merasakan sebuah sensasi kenikmatan yang sangat luar biasa, seperti ada sesuatu yang telampiaskan di sana. Akhirnya Anis sadar bahwa perasaan yang sering tak menentu, detak jantung yang sering tak beraturan itu, dan gejolak yang terpendam selama bertahun-tahun dalam dirinya telah terpuaskan. Muncul sebuah pertanyaan yang berkecamuk dalam hati Anis, Benarkah aku menginginkan semua ini??
Ahh..tidak mungkintidak mungkin..!!..
Anis berusaha menghilangkan pikiran-pikiran itu dari benaknya. Hari itu dihabiskannya dengan mengurung diri di dalam kamar, berusaha untuk melupakan kejadian tadi pagi. Sesekali ingatannya kembali melayang ke peristiwa itu, tapi anehnya bukan kemarahan ataupun kepedihan yang dia rasakan saat mengingatnya, yang terbayang adalah sensasi kenikmatan yang dirasakannya saat itu.
Sementara itu Om Dito sedang duduk terpaku di ujung ranjangnya merenungi perbuatannya, ada penyesalan yang mendalam dirasakannya, dia tidak percaya dirinya tega berbuat sebiadab itu pada keponakannya, belum lagi perbuatannya itu merenggut mahkota kegadisan Anis. Sesekali dia memukul-mukul kepala dengan tangannya, dia benar-benar bingung, dia takut Anis akan mengadukan perbuatannya ke istrinya. Sekilas terbersit keinginan untuk meminta maaf kepada Anis, tapi dia tidak punya cukup keberanian untuk menemui gadis itu lagi.
Om Dito memutar otaknya untuk mencari jalan keluar, tak terasa jam tangannya sudah menunjukkan Pkl. 18.30, itu berarti sebentar lagi istrinya akan pulang. Om Dito semakin panik, dia belum mendapatkan jalan keluar selain meminta maaf pada Anis dan memohon agar tidak mengadukannya ke Tante Ita., tapi dia belum punya cukup keberanian untuk itu.
Tiba-tiba suara telepon selulernya membuyarkan lamunan Om Dito, ternyata ada SMS dari Tante Ita. Jantung Om Dito berdegup kencang, jangan-jangan Anis sudah menelpon tantenya untuk mengadu, pikirnya. Setelah menghela nafasnya untuk menenangkan diri, dibacanya SMS dr istrinya itu, ternyata Tante Ita hanya mengabarkan bahwa dia mungkin baru pulang jam 22.00 malam karena meeting-nya belum selesai. Om Dito tersenyum lega, itu berarti dia masih punya waktu untuk berbicara dengan Anis. Setelah selama satu jam mengumpulkan keberanian, akhirnya Om Dito beranjak menuju kamar Anis.
Tokk..tokk..Anis boleh Om bicara sebentar..?? tapi tidak ada jawaban dari Anis. Setelah mengetuk pintu berulang-ulang tapi tidak ada jawaban, Om Dito mencoba membuka pintu itu, ternyata tak terkunci. Dilihatnya Anis sedang duduk di tepi tempat tidur, degan wajah tertunduk.
Boleh Om masuk Nis..??
Anis menganggukkan kepalanya pelan tanda setuju. Kemudian Om Dito duduk di sebelah Anis, dibelainya rambut gadis itu sambil berkata,
Anis..Om minta maafOm benar-benar khilaf, dan Om janji tidak akan mengulanginya lagi..kamu boleh minta apa saja asal kamu jangan ngadu ke Tante Ita..
Tidak ada sepatah pun jawaban dari Anis, dia hanya tertunduk sama sekali tidak menoleh ke arah Om Dito. Tapi Om Dito tidak berhenti sampai disitu, dia beranjak dari duduknya dan berlutut di hadapan Anis dengan begitu Om Dito bisa memohon maaf sambil menatap wajah Anis, kedua tangan Om Dito diletakkan di atas paha Anis.
Sejenak pandangan mereka beradu, tapi tak ada sama sekali kebencian yang terpancar dari tatap mata Anis. Om Dito kembali menatap kedua mata Anis dalam-dalam, tapi tetap saja dia tidak melihat kebencian ataupun kemarahan sama sekali, sorot matanya redup seakan-akan mengharapkan sesuatu.
Om Dito benar-benar heran melihat situasi ini, belum lagi saat tanpa sengaja tangan Om Dito bergerak sedikit naik di atas paha Anis, gadis itu menggigit bibir bagian bawahnya. Sontak naluri Om Dito mengatakan gadis ini menginginkannya. Tapi Om Dito belum yakin, kembali dielusnya paha Anis yang masih tertutup daster berwarna ungu muda itu, ternyata Anis memejamkan matanya terlihat menikmati sentuhan itu.
Situasi itu membuat keragu-raguan Om Dito sirna, dia melancarkan serangan yang lebih berani lagi, tangan diselipkan di bawah daster Anis, dan mengelus paha mulus gadis itu perlahan-lahan. Anis masih memejamkan matanya, bibirnya sedikit terbuka, sesekali digigitnya bibir bagian bawahnya, Anis benar-benar tidak bisa mengendalikan gejolaknya lagi, dia benar-benar menginginkan kejadian tadi pagi terulang kembali.
Desahan kecil terdengar dari bibir gadis ini saat bibir Om Dito mencium pahanya. Ciuman Om Dito merambat naik ke pangkal paha Anis, sesekali lidahnya dijulurkan menjilat lembut bagian sensitive Anis yang sudah basah. Tubuh Anis menggelinjang saat Om Dito melumat dan menghisap vagina Anis yang masih ditutupi celana dalam. Dan tanpa menunggu perintah lagi, Anis mengangkat sedikit pingulnya untuk memudahkan Om Dito menarik turun celana dalamnya.
Kembali Om Dito membenamkan kepalanya di selangkangan Anis, kini lidahnya bermain di dalam vagina Anis, sesekali dihisapnya klitoris Anis, yang membuat gadis ini menggelinjang keenakan. Anis begitu menikmati permainan lidah Om Dito, sebuah sensasi yang luar biasa dan belum pernah dialaminya sebelum ini, tidak juga tadi pagi.
Nafas Anis mulai tak beraturan, desahan, rintihan, dan lenguhan terdengar dari bibir gadis ini, sampai tiba-tiba tubuh Anis mengejang hebat, disertai dengan lenguhan panjang menandakan gadis ini mencapai orgasme pertamanya. Mata Anis masih terpejam menikmati sisa-sisa orgasmenya, ada senyum kepuasan dari bibirnya, Om Dito pun menghentikan kegiatannya sejenak guna memberikan waktu gadis ini menikmati orgasme pertamanya. sambil membersihkan mulutnya yang dipenuhi lendir-lendir dari vagina Anis.
Sesaat kemudian Anis membuka matanya, dilihatnya Om Dito yang sudah telanjang bulat dengan penis yang berdiri tegak. Om Dito menghampiri Anis dan berusaha melepas daster yang dikenakannya, Anis pun menurut saja diangkatnya kedua tangan untuk memudahkan Om Dito melepaskan daster ungu muda itu.
Kini tangan Om Dito beralih ke bagian punggung Anis untuk melepaskan kait bra Anis, dan lagi-lagi gadis ini membiarkannya. Rupanya Anis sudah benar-benar tersihir oleh sensasi kenikmatan orgasme yang dirasakannya. Anis pun menurut saja saat Om Dito membuka kedua pahanya lebar-lebar dan mulai mengarahkan penis ke liang kemaluannya.
Kali ini jauh lebih mudah dari pagi tadi, karena Anis sudah benar-benar terangsang sehingga vaginanya sudah basah dan siap untuk disetubuhi. Meskipun begitu, vagina Anis masih sangat sempit untuk penis om Dito yang tergolong besar itu, sehingga Om Dito tidak bisa langsung membenamkan seluruh penisnya ke liang kenikmatan itu. Perlahan tapi pasti Om Dito menekankan penisnya ke liang vagina Anis, sampai akhirnya dia berhasil membenamkan seluruh penisnya.
Anis begitu menikmati penetrasi itu, desahannya terdengar setiap kali Om Dito menekan masuk penisnya, semakin lama semakin cepat, belum lagi kenikmatan yang diberikan oleh tangan Om Dito yang meremas kedua payudaranya. Pinggul Anis pun mulai bergerak mengikuti goyangan Om Dito, bahkan saat Om Dito menghentikan goyangannya, Anis tetap menggoyangkan pinggulnya seakan tidak rela melepaskan kenikmatan itu.
Sesaat kemudian tubuh Anis kembali menegang, kedua tangannya meremas sprei, dan bibirnya meracau tidak keruan. Melihat itu Om Dito yang juga hampir mencapai puncak, semakin mempercepat goyangannya, kemudian lenguhan panjang yang cukup keras terdengar dari bibir Anis, diikuti dengan muntahan sperma dari penis Om Dito yang membaluri liang vagina Anis. Mereka mencapai orgasme secara bersamaan, sejenak terlihat senyum kepuasan dari bibir mereka berdua. Permainan mereka diakhiri dengan kecupan Om Dito di bibir mungil Anis.,,,,,,,,,,,,,,,